Anda di halaman 1dari 31

FAKTOR

RESIKO
KEJADIAN
DIABETES
MELITUS TIPE
2
KELOMPOK 2

 Etia Zaria Amna (G1B118007)


 Rachel Arga Mutiara (G1B118008)
 Nur Ayu Hijratun Nikmah (G1B118011)
 Rani Alfiyyah Az-Zahra (G1B118012)
 Intan Syafika(G1B118013)
 Rivi Maldanurman Putri (G1B118014)
 Mori Fajar Jauhary (G1B118058)
 Nurul Mellinia Ramadana (G1B118059)
 Alda Afrilla Gani (G1B118060)
 Fajar (G1B118061)
 Angel Devania Diwarman (G1B118062)
PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) merupakan
penyakit yang disebabkan oleh gangguan
metabolisme yang terjadi pada organ
pankreas yang ditandai dengan
peningkatan gula darah atau sering
disebut dengan kondisi hiperglikemia
yang disebabkan karena menurunnya
jumlah insulin dari pankreas (ADA, 2012).
Diabetes Mellitus biasa disebut dengan the
silent killer karena penyakit ini dapat mengenai
semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai
macam keluhan. Penyakit yang akan
ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan
mata, katarak, penyakit jantung, sakit ginjal,
impotensi seksual, luka sulit sembuh dan
membusuk/gangren, infeksi paruparu,
gangguan pembuluh darah, stroke dan
sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang
sudah parah menjalani amputasi anggota
tubuh karena terjadi pembusukan
(Depkes,2005).
Menurut Kemenkes RI (2013), diabetes disebabkan
oleh pola makan atau nutrisi, kebiasaan tidak
sehat, kurang aktivitas fisik, dan stres. Prevalensi
diabetes di Indonesia pada tahun 2013 adalah
2,1%. Angka tersebut lebih tinggi dibanding dengan
prevalensi pada tahun 2007 (1,1%). Sebanyak 31
provinsi (93,9%) menunjukkan kenaikan prevalensi
DM yang cukup berarti. Prevalensi tertinggi
diabetes pada umur ≥15 tahun menurut diagnosis
dokter atau gejala adalah di Provinsi Sulawesi
Tengah (3,7%), kemudian disusul Sulawesi Utara
(3,6%) dan Sulawesi Selatan (3,4%), sedangkan
Provinsi Jawa Tengah menempati urutan ke-21
mengalami peningkatan prevalensi sebesar 1,2%
pada tahun 2007 menjadi 1,9% pada tahun 2013.
Melihat bahwa Diabetes Mellitus akan
memberikan dampak terhadap kualitas sumber
daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan
yang cukup besar, maka sangat diperlukan
program pengendalian Diabetes Mellitus Tipe 2.
Diabetes Mellitus Tipe 2 bisa dicegah, ditunda
kedatangannya atau dihilangkan dengan
mengendalikan faktor resiko (Kemenkes, 2010).
Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk
DM Tipe 2, dibedakan menjadi dua. Yang
pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat
berubah misalnya jenis kelamin, umur, dan
faktor genetik. Yang kedua adalah faktor risiko
yang dapat diubah misalnya kebiasaan merokok
(Bustan, 2000).
Faktor risiko kejadian penyakit Diabetes
Mellitus tipe dua antara lain usia,
aktifitas fisik, terpapar asap, indeks
massa tubuh (IMT), tekanan darah,
stres, gaya hidup, adanya riwayat
keluarga, kolesterol HDL, trigliserida, DM
kehamilan, riwayat ketidaknormalan
glukosa dan kelainan lainnya (Morton et
al, 2012; Koes Irianto 2012; De Graaf et
al, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati
(2012) menyatakan bahwa riwayat
keluarga, aktifitas fisik, umur, stres, tekanan
darah serta nilai kolesterol berhubungan
dengan terjadinya DM tipe dua, dan orang
yang memiliki berat badan dengan tingkat
obesitas berisiko 7,14 kali terkena penyakit
DM tipe dua jika dibandingkan dengan
orang yang berada pada berat badan ideal
atau normal.
HASIL
PENELITIAN
No. Judul Peniliti Nama dan
identitas jurnal
1. Faktor Risiko Kejadian Shara Kurnia Jurnal Ilmiah
Diabetes Melitus Tipe II di Trisnaati Kesehatan, 5(1);
Puskesmas Kecamatan Soedijono Jan 2013
Cengkareng Jakarta Barat Setyorogo
Tahun 2012
Latar belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar.
Data dari studi global menunjukkan bahwa jumlah penderita Diabetes Melitus
pada tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang di dunia (IDF, 2011). Di Provinsi
DKIJakarta, Kotamadya Jakarta Barat merupakan salah satu kota dengan angka
prevalensi DM yang tinggi, yaitu 1,9%(Balitbangkes,2008). Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
DMTipe 2 di Puskesmas KecamatanCengkareng , Jakarta Barat. Penelitian ini
menggunakan pendekatankuantitatif dengan desain cross sectional. Sampel
penelitian ini sebanyak 50 responden pasien DM yang berobat di
PuskesmasKecamatan Cengkareng, didapatkan 50 sampel. Hasil penelitian
menunjukkan umur, riwayat keluarga,aktfivitas fisik, tekanan darah, stres dan
kadar kolestrol berhubungan dengan kejadian DM Tipe 2. Variabel yang
sangatmemiliki hubungan dengan kejadian DM Tipe 2 adalah Indekx Massa
Tubuh (p 0,006 OR 0,14; 95% CI 0,037-0,524).Orang yang memiliki obesitas
lebih berisiko 7,14 kali untuk menderita DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang
yang tidakobesitas.
Sampel Metode Hasil

50 Cross Sectional Hasil penelitian menunjukkan umur,


responden riwayat keluarga, aktfivitas fisik,
tekanan darah, stres dan kadar
kolestrol berhubungan dengan
kejaidan DM Tipe 2. Variabel yang
sangat memiliki hubungan dengan
kejadian DM Tipe 2 adalah Indekx
Massa Tubuh (p 0,006 OR 0,14; 95%
CI 0,037-0,524).Orang yang memiliki
obesitas lebih berisiko7,14 kali untuk
menderita DMTipe 2 dibandingkan
dengan orang yang tidakobesitas.
Kelebihan Kekurangan

Penelitian yang disajikan di dalam Penelitian ini tidak ditemukan


jurnal baik dari pendahuluan, adanya penutup maupun saran
metode, hasil penelitian serta diakhir jurnal.
pembahasan dijabarkan dengan
bahasa yang jelas, mudah
dipahami.Hasil penelitian yang
disajikan dalam jurnal lengkap
berdasarkan variabel yang diamati
memiliki hubungan yang signifikan
dengan kejadian Diabetes Mellitus
Tipe 2
No. Judul Peniliti Nama dan identitas
jurnal
2. Faktor Risiko Wahyu Ratri Mahasiswa Program
Kejadian Diabetes Sukmaningsih, Heru Studi Kesehatan
Melitus Tipe II di Subaris Kasjono, Masyarakat, Fakultas
wilayah kerja Kusuma Estu Ilmu Kesehatan,
puskesmas Werdani Universitas
purwodini gratan Muhammadiyah
surakarta Surakarta,
wahyuratri10@yahoo.c
omDosen Program
Studi Kesehatan
Masyarakat, Fakultas
Ilmu Kesehatan,
UniversitasMuhammadi
yah Surakarta
Latar belakang
Menurut Kemenkes RI (2013), diabetes disebabkan oleh pola
makan atau nutrisi, kebiasaan tidak sehat, kurang aktivitas fisik,
dan stres. Prevalensi diabetes di Indonesia pada tahun 2013
adalah 2,1%. Angka tersebut lebih tinggi dibanding dengan
prevalensi pada tahun 2007 (1,1%). Sebanyak 31 provinsi
(93,9%) menunjukkan kenaikan prevalensi DM yang cukup
berarti. Prevalensi tertinggi diabetes pada umur ≥15 tahun
menurut diagnosis dokter atau gejala adalah di Provinsi Sulawesi
Tengah (3,7%), kemudian disusul Sulawesi Utara (3,6%) dan.
Sulawesi Selatan (3,4%),sedangkan Provinsi Jawa Tengah
menempati urutan ke-21 mengalami peningkatan prevalensi
sebesar 1,2% pada tahun 2007 menjadi 1,9% pada tahun 2013
Sampel Metode Hasil

40 Fixed Disease Berdasarkan hasil wawancara


responden Sampling menggunakan instrumen kuesioner yang
telah dilakukan kepada responden sebanyak
40 orang pada kelompok kasus dan 80
orang pada kelompok kontrol, maka dapat
diketahui gambaran karakteristik responden
yang meliputi umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.
Responden dalam penelitian ini adalah
responden yang berumur lebih dari 45
tahun. Jenis kelamin untuk kelompok kasus
terbanyak yaitu perempuan sebanyak 25
orang (62,5%) dan untuk kelompok kontrol
terbanyak yaitu laki-laki sebanyak 43 orang
(53,8%).
Kelebihan Kekurangan

Penelitianyang disajikan di dalam Kekuranganpenelitianiniyaitutida


jurnal kmenyebutkandenganjelasberapas
inimemaparkansecarabaikdanjelas ajapembagiankelompok yang
dari pendahuluan, metode, hasil harus di responden
penelitian serta pembahasan
dijabarkan dengan bahasa yang
jelas, mudah dipahami
Hasil penelitian yang disajikan
dalam jurnal lengkap berdasarkan
variabel yang diamati memiliki
hubungan yang sangatsignifikan
dengan kejadian Diabetes
Mellitus Tipe 2
No. Judul Peniliti Nama dan
identitas jurnal
3. Faktor risiko mempengaruhi Nur Isnaini, Jurnal
kejadian Diabetes mellitus Ratnasari, Keperawatan
tipe dua Departement of dan Kebidanan
Nursing, Faculty Aisyiyah
of Health
Science,
Universitas ISSN 2477-
Muhammadiyah 8184 Vol 14,
Purwokerto No.1, Juni 2018,
Jawa Tengah pp.59-68
Indonesia
Latar belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang disebabkan
oleh gangguan metabolisme yang terjadi pada organ pankreas
yang ditandai dengan peningkatan gula darah atau sering disebut
dengan kondisi hiperglikemia yang disebabkan karena menurunnya
jumlah insulin dari pankreas (ADA, 2012). Kejadian penyakit DM
yang paling sering terjadi di masyarakat adalah DM tipe dua.
Kasus pada tahun 2013, prevalensi DM di dunia adalah sebesar
8,4% dari populasi penduduk dunia. Faktor risiko kejadian
penyakit Diabetes Mellitus tipe dua antara lain usia, aktifitas fisik,
terpapar asap, indeks massa tubuh (IMT), tekanan darah, stres,
gaya hidup, adanya riwayat keluarga, kolesterol HDL, trigliserida,
DM kehamilan, riwayat ketidaknormalan glukosa dan kelainan
lainnya (Morton et al, 2012; Koes Irianto 2012; De Graaf et al,
2016). Prevalensi Diabetes Mellitus yang mengalami peningkatan
kejadian akan berdampak pada peningkatan jumlah penderita dan
kejadian kematian yang disebabkan karena penyakit Diabetes
Melitus dan komplikasi dari DM itu sendiri. Dampak peningkatan
kejadian akibat DM menyebabkan peningkatan pembiayaan dan
perawatan yang diperkirakan untuk biaya perawatan dengan
standar minimal rawat jalan di Indonesia sebanyak 1,5 milyar rupiah
dalam satu hari atau jika diakumulasikan sebanyak 500 milyar
rupiah dalam satu tahun.
Latar belakang
Dengan estimasi tersebut maka dibutuhkan adanya usaha
untuk penanganan dan pencegahan terhadap kejadian DM.
Salah satu upaya untuk penanganan dan pencegahan timbulnya
kejadian peningkatan DM adalah dengan masyarakat
mengetahui dan paham akan faktor risiko yang secara langsung
maupun tidak langsung dapat menyebabkan munculnya
penyakit DM. Berdasarkan data prevalensi, Puskesmas I Wangon
dengan peringkat kedua setelah Puskesmas 2 Sumbang
sebanyak 236 penderita Diabetes Mellitus. Data dari bulan
Januari sampai Oktober tahun 2015 berjumlah 193 jiwa yang
menderita DM dengan kunjungan setiap bulannya rata-rata 50
pasien dari jumlah penduduk 55.235 jiwa (Profil Puskesmas I
Wangon, 2015). Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya
Diabetes Mellitus di wilayah kerja Puskesmas I Wangon belum
diketahui dan belum pernah dilakukan penelitian, berdasarkan
latar belakang tersebut maka penelitian ini sangat perlu
dilakukan terhadap masyarakat di Puskesmas I Wangon.
Sa Metode Hasil
m
pe
l
kuantitatif dengan Hasil penelitian ini menyatakan bahwa faktor jenis kelamin dengan nilai
desain studi non- p=0,63 yang artinya nilai tersebut tidak mempengaruhi secara signifikan
eksperimental, atau terhadap kejadian DM. Hasil tersebut bertentangan dengan pendapat yang
juga bisa disebut menyebutkan bahwa perempuan lebih berpeluang untuk terjadi DM
dengan observasional, dibandingkan laki laki dengan alasan faktor hormonal dan metabolisme,
menggunakan desain bahwa perempuan mengalami siklus bulanan dan menopouse yang
penelitian cross- berkontribusi membuat distribusi peningkatan jumlah lemak tubuh menjadi
sectional. Cross- sangat mudah terakumulasi akibat proses tersebut sehingga perempuan lebih
sectional berisiko terkena penyakit DM tipe dua (Irawan, 2010). Jumlah
perbandingan antara komposisi berupa estradiol akan membuat gen Estrogen
Reseptor (ER) dan Estradiol Reseptor (ER) teraktivasi, hal tersebut
menyebabkan proses metabolisme akan bekerja dan kedua gen tersebut
akan berkoordinasi dalam sensitivitas insulin dan peningkatan ambilan
glukosa dalam darah. Sejalan dengan meningkatnya usia manusia maka
hormon estrogen akan mengalami penurunan dalam tubuh perempuan.
Aktivasi dari ekspresi gen ER dan ER yang kondisi ini menyebabkan
sensitivitas insulin dan pengambilan gula juga akan turun, sehingga gula
akan menumpuk dalam bentuk lemak dalam tubuh yang dapat
mengakibatkan obesitas.
Kelebihan Kekurangan

Penelitian ini memaparkan Pada penelitian ini pada


secara jelas dan lengkap dari bagian awal atau abstrak
penelusuran jurnal yang di kurang memaparkan dari
review. materi yang di review kan
seperti metode,hasil dan
kesimpulan dari penelitian ini.
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis antara jenis kelamin dengan
kejadian DM Tipe 2, prevalensi kejadian DM Tipe 2
pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki.Wanita
lebih berisiko mengidap diabetes karena secara
fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks
masa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus
bulanan (premenstrual syndrome), pasca-
menopouse yang membuat distribusi lemak
tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses
hormonal tersebut sehingga wanita berisiko
menderita diabetes mellitus tipe2 (Irawan, 2010).
Peningkatan diabetes risiko diabetes seiring dengan umur,
khususnya pada usia lebih dari 40 tahun, disebabkan
karena pada usia tersebut mulai terjadi peningkatan
intolenransi glukosa. Adanya proses penuaan
menyebabkan berkurangnya kemampuan sel β pancreas
dalam memproduksi insulin (Sunjaya, 2009).Faktor usia
mempengaruhi penurunan pada semua sistem tubuh,
tidak terkecuali sistem endokrin. Penambahan usia
menyebabkan kondisi resistensi pada insulin yang
berakibat tidak stabilnya level gula darah sehingga
banyaknya kejadian DM salah satu diantaranya adalah
karena faktor penambahan usia yang secara degenerative
menyebabkan penurunan fungsi tubuh.
Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap
kejadian penyakit Diabetes Melitus Tipe 2. Orang yang
tingkat pendidikannya tinggi biasanya akan memiliki
banyak pengetahuan tentang kesehatan. Dengan
adanya pengetahuan tersebut oarang akan memiliki
kesadaran dalam menjaga kesehatannya (Irawan, 2010)
Orang dengan latar belakang keluarga yang memiliki
satu atau lebih anggota keluarga dengan ibu, ayah
ataupun keluarga yang terkena DM akan mempunyai
peluang kejadian 2 sampai 6 kali lebih besar berpeluang
terjadi diabetes dibandingkan dengan orang yang tidak
memiliki keturunan penyakit DM (CDC, 2011).
Orang dengan keluarga berketurunan DM berisiko
jika akan terkena di usia lanjut, karena para ahli
percaya bahwa peluang terkena penyakit DM akan
lebih besar jika orangtuanya juga menderita
penyakit Diabetes Mellitus (ADA, 2012).
Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa
akan diubah menjadi energi pada saat beraktivitas
fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin
meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan
berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat
makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar
tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan
gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah
glukosa menjadi energi maka akan timbul DM
(Kemenkes,2010)
Berdasarkan analisis hubungan antara
stres dengan kejadian DM Tipe 2
didapatkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara stres dengan kejadian
DM Tipe 2. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Andi di Rumah Sakit
Umum Dr. Wahidin Sudirohusodo,
Makasar. Orang yang mengalami stres
memiliki risiko 1,67 kali untuk menderita
DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang
yang tidak mengalami stres (Andi
dkk,2007).
Adanya peningkatan risiko diabetes pada kondisi
stres disebabkan oleh produksi hormone kortisol
secara berlebihan saat seseorang mengalami
stres. Produksi kortisol yang berlebih ini akan
mengakibatkan sulit tidur, depresi, tekanan
darah merosot, yang kemudian akan membuat
individu tersebut menjadi lemas, dan nafsu
makan berlebih. Oleh karena itu, ahli nutrisi
biologis Shawn Talbott menjelaskan bahwa pada
umumnya orang yang mengalami stres panjang
juga akan mempunyai kecenderungan berat
badan yang berlebih, yang merupakan salah satu
faktor risiko diabetes melitus (Siagian,2012).
Kadar kolestrol yang tinggi berisiko
terhadap penyakit DM Tipe 2. Kadar
kolestrol tinggi menyebabkan
meningkatnya asam lemak bebas sehingga
terjadi lipotoksisity. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya kerusakan sel beta
pankreas yang akhirnya mengakibatkan DM
Tipe 2 (Kemenkes, 2010)
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan dari rata-rata hasil penelitian
ini bahwa faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian Diabetes Millitus Tipe 2 adalah
variabel umur, riwayat DM keluarga, pola
makan tidak sehat, aktivitas fisik, Indeks Masa
Tubuh, kadar kolestrol, merokok dan stres.
Faktor resiko berdasarkan penelitian yang
dominan kejadian Diabetes Millitus Tipe 2 rata-
rata di antaranya adalah riwayat DM keluarga,
Indeks Masa Tubuh, pola makan tidak sehat,
dam faktor umur.
SARAN
Dengan mengetahui faktor risiko penyakit
Diabetus Mellitus diharapkan masyarakat
dapat melakukan langkah langkah antisipasi
berupa pencegahan agar kejadian DM ini
dapat diminimalkan. Saran utama untuk
responden penderita DM adalah mematuhi
pilar DM dengan mencari tahu informasi
tentang DM, kontrol gula darah secara rutin,
terapi nutrisi dan konsumsi obat secara
teratur.
THANK
YOU!!!!

Anda mungkin juga menyukai