Anda di halaman 1dari 39

KEWAJIBAN

(Akuntansi Pajak)
Dosen Pengampu : Eni Susilowati, M.Pd

Oleh :
Kelompok 10

1. Lina Fitriatul Laili 12402173236


2. Pinggi Astikawati 12403173238
3. Nindita Destiya Pratiwi 12403173247
4. Siska Marsela 12403173250
A. Definisi Kewajiban
• Menurut SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009:89-94) tentang kewajiban
diestimasi dan kontingensi. Kewajiban di intimidasi adalah kewajiban
kini entitas sebagai hasil dari peristiwa masa lalu, dan kemungkinan
terjadi bahwa entitas akan mentransfer manfaat ekonomis pada saat
penyelesaian dan jumlah kewajiban dapat di estiminasi dengan andal.

• Sedangkan kewajiban kontingensi merupakan kewajiban potensial


yang belum pasti atau kewajiban kini yang tidak diakui. entitas tidak
boleh mengakui kewajiban kontingensi sebagai kewajiban.

• Kewajiban menurut waktu penyelesaiannya, dapat dikelompokkan


menjadi dua yakni kewajiban lancar dan kewajiban tidak lancar.
Kewajiban lancar kewajiban lancar merupakan kewajiban yang
diharapkan akan di lunasi dalam satu tahun atau 1 situs operasi
normal perusahaan yang lebih lama kewajiban lancar mencakup
hutang bang utang usaha utang pajak yang masih ada di bayar utang
deviden hutang wesel dan pendapatan diterima di muka.
B. Kewajiban Lancar
• Kewajiban lancar merupakan kewajiban yang diharapkan
akan dilunasi dalam satu tahun atau satu siklus operasi
normal perusahaan yang lebih lama. Kewajiban lancar
mencakup utang bank, utang usaha, utang pajak, biaya
yang harus dibayar, utang deviden, utang wesel, dan
pendapatan diterima di muka.

1. Utang Lancar
Dalam perpajakan utang bang tidak dibedakan
antara utang barang maupun utang bang jangka panjang
peminjaman utang di bank dapat dilakukan dengan
membuka tabungan atau deposito atau jasa giro dalam
bentuk tersebut dengan nilai yang sudah ditentukan
sebelumnya oleh pihak bank di satu pihak bank akan
memberikan bunga atau tabungan yang deposito yang
ada tetapi di lain pihak bank akan mengulangi.
Sehubungan dengan hal-hal diatas, berikut ini diberikan
penegasan terkait cara menghitung koreksi biaya bunga
pinjaman sebagai berikut:

a. Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya dengan


atau lebih kecil dari jumlah rata-rata dana yang
ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan
lainnya, maka bunga yang dibayar atau terutang atas
pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat dibebankan
sebagai biaya.

b. Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah


rata-rata dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito
atau tabungan lainnya, maka bunga atas pinjaman yang
boleh dibebankan sebagai biaya adalah bunga yang dibayar
atau terutang atas rata-rata pinjaman yang melebihi jumlah
rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito
berjangka atau tabungan lainnya.
Contoh Kasus:
• Pada tahun 2018 PT. A mendapat pinjaman dari pihak
ketiga dengan batas maksimum sebesar Rp200.000.000
dan tingkat bunga pinjaman 20%. Dari jumlah tersebut
telah diambil pada bulan Februari sebesar Rp125.000.000,
pada bulan Juni diambil lagi sebesar Rp25.000.000 dan
sisanya (Rp50.000.000) diambil pada bulan Agustus.

• Di samping itu wajib pajak mempunyai dana yang


ditempatkan dalam bentuk deposito dengan perincian
sebagai berikut:
bulan Februari s.d Maret sebesar Rp25.000.000
bulan April s.d Agustus sebesar Rp46.000.000
bulan September s.d Desember sebesar Rp50.000.000
• Dengan demikian bunga yang dapat dibebankan sebagai
biaya adalah sebagai berikut:

a. Rata-rata pinjaman per bulan:

Dari perhitungan di atas, rata-rata pinjaman per bulan


adalah Rp1.800.000.000 : 12 = Rp150.000.000.
b. Rata-rata deposito per bulan:

Dari perhitungan di atas, rata-rata deposito per bulan


adalah Rp480.000.000 : 12 = Rp40.000.000.

Berdasarkan perhitungan rata-rata pinjaman dan deposito


perbulan, maka biaya bunga yang dapat dibebankan
sebagai biaya secara fiskal adalah sebagai berikut:

= 20% x (Rp150.000.000 - Rp40.000.000,00)


= Rp22.000.000.
Ketentuan Pengecualian:

Bunga yang dibayarkan atau terutang atas pinjaman Wajib Pajak


dari pihak ketiga dapat dibebankan sebagai biaya sesuai dengan
Pasal 6 ayat (1) UU PPh, dalam hal:

a. dana pinjaman tersebut disimpan/ditempatkan dalam bentuk


rekening giro yang atas jasanya dikenakan PPh yang bersifat final,
b. adanya keharusan bagi wajib pajak untuk menempatkan dana
dalam jumlah tertentu pada suatu bank dalam bentuk deposito
berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,
sepanjang jumlah deposito dan tabungan tersebut semata-mata
untuk memenuhi keharusan tersebut: misalnya cadangan biaya
reklamasi yang harus ditempatkan dalam bentuk deposito atau
tabungan di Bank Pemerintah,
c. dapat dibuktikan bahwa penempatan deposito atau tabungan
tersebut dananya berasal dari tambahan modal dan sisa laba
setelah kena pajak.
• Dari ketentuan  di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
wajib pajak diperkenankan untuk menempatkan dana pinjaman
dalam bentuk deposito berjangka atau tabungan lainnya baik
secara langsung atau tidak langsung, tetapi wajib pajak perlu
melakukan penghitungan kembali terkait dengan biaya
pinjaman yang dapat dibebankan secara fiskal. Sebab, bunga
yang diterima atau diperoleh yang berasal dari penempatan
dana dalam bentuk deposito berjangka atau tabungan lainnya
tidak ditambahkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak
karena telah dikenakan PPh yang bersifat final.
2. Utang usaha

a. Pihak yang punya hubungan istimewa


Utang usaha adalah pihak yang punya hubungan
istimewa merupakan saldo dari transaksi yang
dilakukan dengan pihak dimana perusahaan
mempunyai hubungan istimewa. Dalam hubungan
istimewa dapat diambil karena terjadinya transaksi
seperti pembelian atau pengalihan barang atau jasa
sewa, penjaminan dan penyelesaian oleh perusahaan
atau nama pihak yang mempunyai hubungan
istimewa.
Penyajian pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa diatur juga dalam SAK ETAP 2009 160-163.
Apabila terdapat transaksi dengan pihak yang
mempunyai hubungan istimewa, maka harus
diungkapkan sifat dan hubungan tersebut serta
informasi yang diperlukan tentang transaksi dan
saldonya. Untuk memahami dampak potensial
hubungan tersebut terhadap laporan keuangan titik
pengungkapan tersebut harus meliputi jurnal transaksi
Sedangkan dalam satu peraturan perpajakan untuk
hubungan istimewa, penelian penilaian suatu harga
wajah menggunakan beberapa macam metode untuk
menentukan harga dalam transaksi antara pihak yang
mempunyai hubungan istimewa, yaitu:

1) Metode pasar bebas yang diperbandingkan


2) Metode harga penjualan kembali
3) Metode biaya plus pendekatan lain

b. Pihak Ketiga
Utang usaha umumnya muncul karena ada
pembelian barang atau jasa yang digunakan dalam
kegiatan perusahaan pada metode ini adalah metode
bruto atau netto apabila digunakan metode bruto maka
utang dicatat sebesar nilai yang harus dibayar tanpa
potongan tunai.
3. Utang Pajak
Utang pajak merupakan pembayaran pajak yang
dilakukan dengan mekanisme pemotongan dan atau
pemungutan pajak. Utang pajak terdiri atas PPh 21, PPh
23, PPh 26 dan pajak keluaran.

4. Pajak Penghasilan 21
Pemotongan PPh 21 meliputi :
a. Pemberi kerja,
b. Bendahara atau pemegang kas pemerintah,
c. Dana pensiun,
d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas badan yang membayar, dan
e. Penyelenggara kegiatan.
Penghasilan pegawai tetap yang dipotong pajak setiap
bulan adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi
dengan biaya jabatan, iuran pensiun yang dibayar sendiri oleh
pegawai termasuk iuran THT/IHT yang dibayar sendiri oleh
pegawai dan PTKP.

Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 21 ayat


(Sa), besarnya pungutan dibedakan antara WP yang ber NPWP
dengan WP yang tidak ber NPWP. Tarif pajak yang tidak
memiliki NPWP lebih tinggi 20% daripada tarif yang
diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.

PPh 21 dipotong pada saat penerimaan gaji (bulanan).


Pada bulan Desember akan dihitung kembali jumlah PPh 21
secara tahunan serta PPh 21 yang telah dipotong secara
bulanan akan diperhitungkan. Formulir bukti pemotongan PPh
21 diberikan kepada pegawai tetap berupa formulir 1721 A1
yang diberikan setahun sekali.
Rumus untuk menghitung PPh 21 untuk pegawai tidak tetap
yaitu :
 
PPh 21 = Tarif Pasal 17 UU PPh x Dasar
 
Pengenaan Pajak (DPP)

Sementara itu, DPP adalah Penghasilan Kena Pajak (PhKP)


yang diperoleh dari penghasilan bruto dikurangi dengan
pengurangan penghasilan bruto.

Untuk pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayarkan


secara bulanan, maka pengurangan penghasilan brutonya
adalah PTKP sebulan. Sementara itu, untuk pegawai tidak tetap
yang tidak dibayar secara bulanan, maka pengurangan
penghasilan brutonya adalah PTKP sebulan. Tetapi, bagi pegawai
tidak tetap yang penghasilan sebulannya lebih dari Rp.
2.025.000, maka menggunakan PTKP harian sebenarnya yang
diperoleh dari PTKP setahun dibagi 360 hari.
Penghitungan PPh 21 untuk Pegawai Tidak Tetap
adalah :
Mekanisme pembayaran
Rumush PPh 21 Keterangan
dan besaran penghasilan
1.Dibayar Bulanan Tarif pasal 17 = PhKP PhKP = Ph Bruto
disetahunkan – PTKP
Setahun
2.Tidak dibayar bulanan  
a. Jumlah satu bulan ≤ Rp.    
2.025.000 5% x (Ph.Bruto – Tidak terutang PPh 21
- penghasilan sehari ≤ 200.000) karena Ph. Bruto
Rp. 200.000   sehari ≤ Rp. 200.000
     
5% x (Ph. Bruto –  
- penghasilan sehari > 200.000)  
Rp. 200.000    
b. Jumlah satu bulan > Rp. 5% x (Ph. Bruto –  
2.025.000 PTKP  
- penghasilan sehari ≤ sebenarnya/360) PhKP = Ph. Bruto
Rp. 200.000 5% x (Ph. Bruto – disetahunkan – PtKP
  PTKP Setahun
- penghasilan sehari > sebenarnya/360)
Rp. 200.000 Tarif Pasal 17 x PhKP
  disetahunkan
c. Jumlah satu bulan > Rp.
7.000.000
Menurut PER-31/PJ/2012 imbalan kepada bukan pegawai
yang bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada
bukan pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali
dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, atau kegiatan. Selain pengendalian tersebut, maka
syarat berkesinambungan adalah sesuai dengan Pasal 13 ayat
(1) yaitu telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh
penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong PPh 21
dan/atau PPh 26 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya.
Apabila syarat – syarat tersebut terpenuhi makan dianggap
bersifat berkesinambungan, yang akan dipotong PPh 21
dengan rumus :
[(50% x jumlah penghasilan bruto) – PTKP per bulan] x
Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a

Namun, apabila tidak memenuhi syarat dalam Pasal 13


ayat (1), maka dianggap bersifat tidak berkesinambungan,
sehingga PPh 21 yang akan dipotong adalah sebesar 50% dari
jumlah penghasilan bruto berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1).
5. Pajak Penghasilan 23
Utang PPh 23 merupakan PPh 23 yang telah dipotong
oleh pihak yang membayarkan meskipun belum disetoran
ke Kas Negara pada akhir bulan pemotongan.

Yang termasuk dalam PPh 23 yaitu:


a. Deviden
b. Bunga
c. Royalti/ Imbalan atau Penggunaan Hak
d. Hadiah, Penghargaan, Bonus, dan Sejenisnya
e. Sewa
f. Imbalan Jasa
6. Pajak Penghasilan 26
PPh 26 adalah PPh yang dikenakan atas penghasilan
yang bersumber dari Indonesia yang diterima WP luar negri
selain BUT di Indonesia. Karena BUT merupakan WP luar
negri yang pengenaan pajaknya dipersamakan dengan WP
badan dalam negeri.

Pemotongan PPh 26 adalah :


a. Badan pemerintah
b. Subjek pajak dalam negri
c. Penyelenggara kegiatan
d. BUT/perwakilan perusahaan luar negri lainnya.

Objek PPh 26 adalah semua penghasilan yang


diterima/diperoleh WP Luar negri selain BUT dengan nama
dan dalam bentuk apapun yang bersumber dari Indonesia.
Tarif PPh 26 dan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah :
a. 20% dari jumlah Penghasilan Bruto yang diterima WP
Luar negri selain BUT
b. 20% dari perkiraan penghasilan netto atas
penghasilan dari penjualan harta di Indonesia yang
diterima WP Luar negri (selain BUT di Indonesia) dan
premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi laur negri.
c. 20% dari PhKP sesudah dikurangi PPh terutang dari
suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali ke Indonesia, (PMK –
141/PMK.03/2011) BUT yang melakukan penanaman
kembali wajib menyampaikan pemberitahuan secara
tertulis mengenai bentuk penanaman yang dilakukan
kepada KPP tempat WP terdaftar, dan melampirkan
SPT Tahunan PPh.
d. Tarif berdasarkan P3B (tax treaty) antara Pemerintah
Indonesai dengan pihak negara yang telah memiliki
persetujuan, dengan syarat WP luar negri yang
bersangkutan harus menunjukkan Surat Keterangan
Bukan Objek Pemotongan PPh 26:

BUT dikecualikan dari pemotongan PPh 26 apabila seluruh


PhKP sesudah dikurangi PPh dari BUT yang penghasilannya
ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat :
a. Dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada
perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di
Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, di mana
perusahaan baru tersebut harus secara aktif melakukan
kegiatan usaha sesuai dengan akta pendiriannya,
b. Dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambat –
lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak
diperolehnya penghasilan tersebut
c. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali
tersebut paling sedikit dalam jangka waktu 2 tahun
sesudah perusahaan baru tersebut telah berproduksi
secara komersil.
7. PPN Keluaran (Pajak Keluaran)
Pajak keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh
PKP yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, atau ekspor
BKP, tarif PPN umumnya adalah 10% tetapi dengan peraturan
pemerintah dapat diubah serendah – rendahnya menjadi 5% dan
setinggi – tingginya sebesar 15%, sedangkan tarif PPN atas ekspor
BKP adalah 0%. Untuk mencatat jumlah pajak dalam praktiknya
sering menggunkan pendekatan netto baik dalam jumlah pembelian
maupun penjualan tidak termasuk PPN.

8. Biaya yang Masih Harus Dibayar


Menurut prinsip Akrual dalam Akuntansi, biaya – biaya yang
terjadi akan dibayar pada kemudian hari tetap dicatat pada periode
terjadinya biaya tersebut. Utang biaya dapat berupa utang
gaji/upah, utang sewa, utang bunga, utang biaya air PAM dan utang
biaya listrik.

Menurut PP 31 tahun 2007, air bersih yang dialirkan melalui pipa


oleh PAM dan listrik merupakan jenis barang yang tidak dikenakan
PPN kecuali listrik untuk peruhaman dengan daya di atas 6.600 watt.
Utang biaya ini masih biasa diketahui pada saat penutupan buku.
9. Utang Deviden

Pengumuman pembagian laba akan menimbulkan


utang dividen, tetapi apabila pembagian laba dilakukan
tanpa diumumkan terlebih dahulu, maka tidak akan
menimbulkan utang dividen. Terutangnya dividen akan
menimbulkan kewajiban pemotongan PPh 23 sebesar 15%
dari jumlah bruto apabila penerima dividen adalah WP
dalam negeri dan BUT sebesar 20% atau sesuai dengan
ketentuan Tax Treaty dari jumlah bruto apabila penerima
dividen adalah WP luar negeri selain BUT di Indonesia.

Sedangkan untuk WP dalam negeri orang pribadi


dikenakan potongan PPh Pasal 17 ayat (2c) sebesar jo. PP
19 Tahun 2009.
Namun, dividen atau bagian laba yang
diteima/diperoleh PT sebagai WP dalam negeri, koperasi,
BUMN/D, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia melalui
syarat-syarat sebagai berikut :

a. Dividen berasal dari cadangan saldo laba, dan


b. Kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah adalah 25% dari jumlah modal
saham

Dividen yang diterimanya bukanlah objek pajak sesuai


dengan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (3)
• Contoh
Pada tanggal 22 Desember 2011 PT Christiani mengumumkan
akan membayar dividen tunai sebesar Rp 15.000.000 pada
tanggal 6 Januari 2012 kepada PT Yolan (10%), PT Christie
(24%), PT Aldo (30%) dan PT Nada (36%).\

Berikut pencatatan yang dilakukan oleh PT Christiani:


Tanggal Keterangan Debit Kredit
22 Des Dividen 15.000.000 -
2011 Utang dividen - 15.000.000

(mencatat pengumuman pembagian dividen)


Tanggal Keterangan Debit Kredit
22 Des Utang dividen 2.250.000 -
2011 Utang PPh 23 - 2.250.000

(mencatat terutangnya PPh 23)


Tanggal Keterangan Debit Kredit
6 Jan Utang dividen 12.750.000 -
2012 Kas/Bank - 12.750.000

(mencatat pembayaran deviden)

Tanggal Keterangan Debit Kredit


10 Jan Utang PPh 23 2.250.000 -
2012 Kas/Bank - 2.250.000
(mencatat penyetoran PPh 23)

Apabila PT Yolan memiliki kepemilikan atas PT Christiani


sebesar 10% maka PT Yolan menggunakan cost method
sehingga jurnal yang dibuat sebagai berikut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
22 Des Piutang dividen 1.275.000 -
2011 PPh 23 dibayar 225.000 -
dimuka - 1.500.000
Penghasilan
dividen
(10% x 15.000.000)
6 Jan Kas/Bank 1.275.000 -
Berbeda halnya, apabila PT Yolan memiliki kepemilikan atas PT
Christiani sebesar 20% maka PT Yolan menggunakan equity
method sehingga jurnal yang dibuat sebagai berikut:

Tanggal Keterangan Debit Kredit


22 Des Piutang dividen 2.550.000 -
2011 PPh 23 dibayar dimuka 450.000 -
Investasi pada PT - 3.000.00
Christiani 0
(20% x 15.000.000)
6 Jan Kas/Bank 2.550.000 -
2012 Piutang dividen -2.550.00
Apabila kepemilikan saham PT Yolan lebih besar atau
sama
0
dengan 25% maka atas dividen tersebut tidak dikenakan PPh
23
10. Utang Wesel
Utang wesel merupakan surat utang yang disertai
dengan dokumen perjanjian. Utang wesel ini dapat
muncul akibat utang usaha yang tidak dibayar pada jatuh
tempo sehingga muncul perjanjian atau kesepakatan
maupun dikeluarkan untuk mendapatkan pinjaman. Wesel
harus selalu dicatat sebesar nominalnya dan apabila
terdapat bunga (diskonto) harus dicatat terpisah.

• Contoh:
Pada tanggal 5 Mei 2007 PT Dolly meminjam uang dari bank
dengan menyerahkan prpmes dengan nominal Rp 8.000.000,
bunga diskonto 15% dan jangka waktu 12 bulan, berikut
pencatatannya.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
5 Mei 2007 Bank 8.000.000 -
Wesel bayar - 8.000.000
31 Des Biaya bunga 800.000 -
2007 Diskonto wesel - 800.000
bayar 800.000 -
Saldo laba - 800.000
Biaya bunga
Pada saat Wesel bayar 8.000.000 -
pelunasan Bank - 8.000.000
Keterangan :
Untuk transaksi diatas, diskonto wesel bayarmerupakan penghasilan
bagi bank. Penghasilan ini karena merupakan penghasilan yang
dibayar atau terutang kepada bank maka sesuai UU PPh Nomor 36
Tahun 2008 Pasal 23 ayat (4) bukanlah termasuk penghasilan yang
harus dipotong PPh 23 oleh pihak yang wajib membayarkan.

11.Pendapatan Diterina di Muka


Penghasilan yang diterima dari penjualan barang ataupun
penyerahan jasa yang diterima sebelum terjadinya penyerahan
barang/jasa maka akan dilaporkan dalam kelompok kewajiban
karena setelah pemberi jasa atau penjual barang tersebut menerima
uang, maka akan timbul kewajiban baginya untuk menyerahkan
barang atau jasa di kemudian hari. Sesuai UU PPN Nomor 42 Tahun
2009 Pasal 11 ayat (2), dalam hal pembayaran diterima sebelum
penyerahan BKP atau sebelum penyerahan JKP, atau dalam hal
pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP tidak
berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean sebagaimana saat
terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.
C. Kewajiban Tidak Lancar
• Kewajiban tidak lancar adalah utang yang jatuh temponya
lebih dari satu tahun buku dan sumber pembiayaannya
tidak diambil dari asset lancar.
• Kewajiban tidak lancer mencakup utang obligasi dan utang
hipotek.

1. Utang Obligasi
Obligasi adalah janji tertulis untuk membayar bunga
secara periodic dan sejumlah nilai nominal pada tanggal
jatuh tempo. Pada obligasi dapat terjadi adanya agio
(premium) dan juga disagio (discount). Agio terjadi apabila
surat obligasi dijual dengan harga di atas nominal. Disagio
terjadi apabila surat obligasi dijual dengan harga di bawah
nilai nominal. Agio ataupun disagio terjadi karena
perbedaan suku bunga pasar dengan suku bunga yang
terdapat dalam obligasi.
Apabila suku bunga pasar lebih tinggi daripada suku bunga dari
kontrak obligasi, maka obligasi menjadi tidak menarik dan dijual
dengan harga diskon, tetapi apabila suku bunga pasar lebih rendah
daripada suku bunga kontrak obligasi, maka obligasi menjadi lebih
menarik sehingga dapat dijual dengan harga di atas nominal
obligasi. Agio dan disagio merupakan penyesuaian terhadap tarif
bunga nominal, agio mengurangi biaya bunga dan disagio
menambah biaya bunga sehingga perlu dilakukan amortisasi
tahunan atas jumlah agio atau disagio tersebut. Terdapat dua
alternatif amortisasi, yaitu dengan garis lurus dan bunga efektif.

Surat Utang Negara (SUN) merupakan surat berharga yang


berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun
valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh
Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.
Bentuk dari SUN antara lain adalah (a) warkat yang
diperdagangkan atau tidak diperdagangkan di pasar sekunder, dan
(b) tanpa warkat (scripties) yang diperdagangkan atau tidak
diperdagangkan di pasar sekunder.
Dalam PP 27 Tahun 2008 jo. PMK-63/PMK.03/2008, diatur
mengenai pemotongan PPh yang bersifat final dengan tariff 20%
dari diskonto SPN dimana diskonto SPN adalah selisih lebih antara:
a. Nilai nominal pada saat jatuh tempo dengan harga perolehan di
pasar perdana/pasar sekunder, atau
b. Harga jual di pasar sekunder dengan harga perolehan di pasar
perdana/pasar sekunder

Untuk perpajakan, bunga obligasi diatur dalam PP 16 Tahun


2009 jo. PMK-85/PMK.03/2011. Menurut peraturan tersebut, yang
dimaksud dengan obligasi adalah surat utang dan SUN yang
berjangka waktu lebih dari 12 bulan. Dan bunga obligasi adalah
imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang obligasi
dalam bentuk bunga dan/atau diskonto. Atas penghasilan yang
diterima dan/atau diperoleh WP berupa bunga obligasi dikenai
pemotongan PPh yang bersifat final, kecuali apabila diterima oleh
WP dan pension yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan dan WP bank yang didirikan di Indonesia atau cabang
bank luar negeri di Indonseia.
Besarnya PPh adalah sebagai berikut:
a. Bunga dari obligasi dengan kupon sebesar:
1) 15% bagi WP dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap
(BUT)
2) 20% atau sesuai dengan tariff berdasarkan
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
yang berlaku, bagi WP luar negeri selain BUT
dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan
obligasi.

b. Diskonto dari obligasi dengan kupon sebesar:


1) 15% bagi WP dalam negeri dan BUT
2) 20% atau sesuai dengan tariff berdasarkan P3B yang
berlaku, bagi WP luar negeri selain BUT.
dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga
perolehan
obligasi, tidak termasuk bunga berjalan.
c. Diskonto dari obligasi tanpa bunga sebesar:
1) 15% bagi WP dalam negeri dan BUT
2) 20% atau sesuai tariff berdasarkan P3B yang
berlaku, bagi WP luar negeri selain BUT.
dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas
harga perolehan obligasi, dan

d. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima


dan/atau diperoleh WP reksadana yang terdaftar pada
Bapepam dan Lembaga Keuangan sebesar:
1) 0% untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010
2) 5% untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013,
dan
3) 15% untuk tahun 2014 dan seterusnya
• Contoh 1
PT Kaya menjual obligasi nilai nominal Rp 300.000.000 dengan
bunga 20% per tahun kepada PT Raya seharga Rp
320.000.000. PPh atas premium obligasi sebesar Rp
20.000.000 terutang PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 15% x Rp
20.000.000 = Rp 3.000.000. PPh dipotong oleh PT Raya pada
saat penerbitan obligasi. Atas pemotongan PPh tersebut tidak
dapat dikreditkan oleh PT Kaya.

JurnalTanggal
bagi PT KayaKeterangan
adalah sebagaiDebit
berikut: Kredit
Saat Kas/Bank 317.000.000 -
obligasi PPh Pasal 4 ayat 3.000.000 -
diterbitkan (2) - 300.000.0
Utang Obligasi - 00
Premium 20.000.00
Tanggal Keterangan
Obligasi Debit Kredit 0
Saat Biaya bunga 60.000.000 -
pembayaran obligasi - 9.000.000
bunga Utang PPh 23 - 54.000.00
Kas/Bank 0
Tanggal Keterangan Debit Kredit
Saat obligasi Utang obligasi 300.000.000 -
lunas Kas/Bank - 300.000.0
Jurnal bagi PT Raya adalah sebagai berikut:

Tanggal Keterangan Debit Kredit


Saat Investasi obligasi 300.000.0 -
obligasi Bunga dibayar di 00 -
diterbitk muka 3.000.000 
an Utang PPh Pasal 4 20.000.00 317.000.0
ayat (2) 0 00
Kas/Bank -
Tanggal Keterangan Debit - Kredit
Saat Kas/Bank 54.000.00 -
pembaya PPh 23 dibayar di 0 -
ran muka 60.000.00
bunga Pendapatan bunga 9.000.000 0
obligasi -
Tanggal Keterangan Debit Kredit
Saat Kas/Bank 300.000.0 -
obligasi Investasi obligasi 00 300.000.0
lunas - 00
• Contoh 2
Pada 1 Oktober 2011, PT Eka menerbitkan pinjaman 12% obligasi
dengan nilai nominal Rp 12.000.000. pembayaran bunga dibayarkan
setiap tanggal 1 April dan 1 Oktober dengan jangka waktu 5 tahun.
Pada tanggal penerbitannya PT Aybert membeli obligasi tersebut
dengan harga Rp 10.000.000.
PT Eka membukukan transaksi yang terjadi sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Debit Kredit
1 Okt Kas/Bank 10.300.000 -
2011 Diskonto obligasi 2.000.000 -
Utang PPh Pasal 4 - 300.000
ayat (2)  - 12.000.000
Utang obligasi
(mencatat penerbitan dan pemotongan PPh)

Tanggal Keterangan Debit Kredit


10 Nov Utang PPh Pasal 4 ayat 300.000 - 
2011 (2)  - 300.000
Kas
(mencatat penyetoran PPh)
Tanggal Keterangan Debit Kredit
31 Des Beban bunga 360.000 -
2011 Utang PPh Pasal 4 - 54.000 
ayat (2)  - 306.000
(mencatat penyesuaian
Utang bungabunga sebesar 12% x Rp 12.000.000 x
ᶟ ̸₁₂)
Tanggal Keterangan Debit Kredit
31 Des Beban bunga 100.000 -
2011 Diskonto obligasi - 100.000
(mencatat amortisasi diskonto sebesar Rp 2.000.000 x ᶟ ̸₆₀)

Bunga berjalan atas penyesuaian akhir tahun sebaiknya


diselesaikan terlebih dahulu oleh penerbit obligasi dan
diperhitungkan nanti pada saat pemotongan bunga pada tahun
selanjutnya, yakni tanggal 1 April 2012. Apabila PT Aybert bukan
merupakan WP dalam negeri melainkan WP luar negeri, maka akan
dikenakan PPh Final dengan tariff 20% atau tariff sesuai tax treaty.
2. Utang Hipotek
Utang hipotek pada umumnya hampir sama dengan
obligasi, tetapi utang hipotek tidak memiliki agio maupun
diskonto. Pinjaman hipotek terutama untuk pembelian
tanah dan bangunan umumnya merupakan pinjaman
dengan beban bunga tetap dan ditutup pada waktu yang
lama. Biaya penutupan hipotek umumnya langsung
merupakan beban pada periode tersebut.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai