Anda di halaman 1dari 14

ADMISSION

FAKTOR RISIKO KET Pada pasien ini,


• Maternal age (odds ratio [OR] =1.11) faktor risiko
terjadinya
• Spouse's cigarette smoking (OR = 1.73) Kehamilan Ektopik
• Gravidity (OR = 1.50) adalah :
1. Usia ibu (usia
• Prior spontaneous abortions (OR = 1.93) 33-38
• History of EP (OR = 17.16) meningkatkan
• Tubal blockage (OR = 10.85) risiko trjadi KE
4x)
• Use of intrauterine device (IUD) (OR = 4.39) 2. Riwayat
• Tubal damage (OR = 2.704) kehamilan
ektopik
• History of laparotomy (OR = 2.28) sebelumnya
• First pregnancy interval longer (OR = 1.01) 3. Riwayat
• History of infertility (OR = 6.13) laparotomi
sebelumnya
LOKASI IMPLANTASI

Lokasi
tersering
adalah di Tuba
(77%) di
bagian
Ampula (52%)
sebelah kanan
(51%)
Mekanisme Perdarahan pada KET
Trofoblas  invasi dinding
tuba  memproduksi HCG yg
memelihara korpus luteum
kehamilan  korpus luteum
memproduksi progesteron
dan estrogen yg mengubah
endometrium fase sekretorik
menjadi desidua. Saat ruptur
 HCG level drop  korpus
luteum degenerasi 
progesteron dan estrogen
level drop  desidua luruh
 perdarahan pervaginam
Manifestasi Klinis KET

Trias klasik KET:


Amenore, nyeri perut mendadak serta perdarahan pervaginam

1. Nyeri perut : bila ruptur tuba nyeri bisa dirasakan tiba-tiba dan
sangat hebat
2. Perdarahan pervaginam
3. Amenore
4. Hipotensi, takikardi, nadi lemah
5. Perubahan uterus : uterus bisa membesar, dan dapat terdorong
ke salah satu sisi oleh massa ektopik tersebut
6. Tumor dalam rongga panggul (massa pelvis) : akibat akumulasi
darah di lokasi ruptur
7. Nyeri goyang porsio
Diagnosis KE

Bila Belum Terganggu


• Temuan adanya kantong kehamilan diluar uterus
dengan USG
• Massa adneksa yang disertai amenore
• Uji kehamilan yang positif tanpa disertai kantong
gestasi intrauterin
• Reaksi Arias Stella dari spesimen endometrium yang
terlepas keluar
Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami hipertrofi akibat
pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda
Hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometrium pun berubah menjadi desidua,
meskipun tanpa invasi trofoblas ke dalamnya. Sel-sel epitel endometrium menjadi
hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuol. Perubahan
selular demikian disebut sebagai reaksi Arias-Stella.
Diagnosis KET

Riwayat menstruasi, HPHT, riwayat penyakit, riwayat operasi,


riwayat obstetri, riwayat kontrasepsi, riwayat ginekologi,
Anamnesis ditanyakan adakah gejala trias KET

Tanda-tanda syok: gg hemodinamik yg tidak sesuai dg jumlah


perdarahan
Gejala akut abdomen
Pemeriksaan ginekologi: servik teraba lunak, nyeri tekan&nyeri
P.Fisik goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar,
Kavum Douglas menonjol oleh karena terisi darah.

DL, BT/CT
Tes kehamilan
USG
Penunjang Kuldosintesis : darah kehitaman, cair dan disertai bekuan daerah
dari hasil kuldosentesis
Kadar progesteron
Penatalaksanaan
Kehamilan Ektopik
• Bila kondisi hemodinamik stabil, besar massa < 4cm dan
tidak terdapat perdarahan intraabdominal  50mg
Methotrexate (tingkat keberhasilan 80%)
• Observasi penurunan kadar hCG pada hari ketiga pasca-
injeksi
• Bila setelah 7 hari tak terlihat pengisutan kantong gestasi
dan terdeteksi pulsasi internal  berikan dosis kedua
• Terapi dianggap gagal bila kantong gestasi membesar atau
β-hCG meningkat > 2 kali dalam 3 hari
Penatalaksanaan KET

Medis Bedah Emergensi


Metotreksat (MTX) Indikasi
Untuk menghancurkan Dilakukan pada
Apabila pasien memiliki
trofoblas yang sedang pasien dengan TTV
kontraindikasi terhadap
berproliferasi tidak
tata laksana medis
stabilresusitasi
Indikasi
cairan
KE yang tidak ruptur, kecil Laparotomi:
laparotomitransfu
(kantung gestasi<3,5 cm), salfingotomi
si Hb < 8g%
dan asimtomatis *sistol >90, nadi>
Kontraindikasi 120x/mnt
Laparoskopi
TTV tidak stabil, ada
penyakit ginjal dan hati,
nyeri panggul, ulkus
peptikum
Catatan
• Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas jaringan dan
sel hasil konsepsi. Tindakan konservativ medik dilakukan dengan pemberian methotrexate.
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan,
termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan
merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik,
methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan
terminasi kehamilan tersebut.
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis tunggal
yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel yang diberikan
adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada
terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen pengobatan
dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi
methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba
dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat pula
diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi
methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan
ektopik yang belum terganggu.
Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki syarat-syarat berikut ini: 1)
keadaan hemodinamik yang stabil dan tidak ada tanda robekan dari tuba, 2) tidak ada
aktivitas jantung janin, 3) diagnosis ditegakkan tanpa memerlukan laparaskopi, 4) diameter
massa ektopik < 3,5 cm, 5) kadar tertinggi β-hCG < 15.000mIU/ ml, 6) harus ada informed
consent dan mampu mengikuti follow up, serta 7) tidak memiliki kontraindikasi terhadap
pemberian methotrexate..
• Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan
kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu
saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan
secepat mungkin.
i. Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang
berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii.
Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di
atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi
segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan
yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter.
Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per
sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun
laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk
kehamilan tuba yang belum terganggu.
ii. Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa
tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan
tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.
iii. Salpingektomi
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini: 1) kehamilan ektopik
mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif, 3)
terjadi kegagalan sterilisasi, 4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba
sebelumnya, 5) pasien meminta dilakukan sterilisasi, 6) perdarahan berlanjut
pascasalpingotomi, 7) kehamilan tuba berulang, 8) kehamilan heterotopik, dan 9) massa
gestasi berdiameter lebih dari 5 cm. Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba
kadang-kadang dilakukan pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini
lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan
parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan
pars interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan
masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil
konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi.
Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang
direseksi dipisahkan dari mesosalping.
iv. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae tanpa
melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat
aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari
implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup
besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan (Chalik, 2004).

Anda mungkin juga menyukai