Anda di halaman 1dari 32

PENGOBATAN RASIONAL

Kelompok 5

1. Risma Hayu Sananthi (201705038)


2. Sandiya Widji Sayekti (201705044)
3. Sri sekar wijayanti (201705050)
4. Wachidatul muthoharoh (201705056)
5. Wulan Ayu Lestari (201705057)
6. Zusril Nor Iswanto (201705061)
OVERVIEW
 Penggunaan Obat Rasional (WHO)
adalah apabila pasien menerima
pengobatan sesuai dengan kebutuhan
klinisnya, dalam dosis yang sesuai
dengan kebutuhan, dalam periode waktu
yang sesuai dan dengan biaya yang
terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan
masyarakat.
OVERVIEW
 Dengan empat kata kunci yaitu
kebutuhan klinis, dosis, waktu, dan biaya
yang sesuai,
 POR merupakan upaya intervensi untuk
mencapai pengobatan yang efektif.
 Kampanye POR oleh WHO dilator
belakangi oleh dua kondisi yang bertolak
belakang.
OVERVIEW
 Kondisi pertama menunjukkan bahwa
terdapat lebih dari 50% obat-obatan di
dunia diresepkan dan diberikan secara
tidak tepat, tidak efektif, dan tidak
efisien.
 Kondisi kedua yaitu kenyataan bahwa
sepertiga dari jumlah penduduk dunia
ternyata kesulitan mendapatkan akses
memperoleh  obat esensial..
TUJUAN PENGGUNAAN OBAT
RASIONAL
Untuk menjamin pasien mendapatkan
pengobatan yang sesuai dengan
kebutuhannya, untuk periode waktu yang
adekuat dengan harga yang terjangkau.
Tepat Diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan
untuk diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak
ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan
terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut.
Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai
dengan indikasi yang seharusnya
Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam
sebuah proses pengobatan karena ketepatan pemilihan
obat dan indikasi akan tergantung pada diagnosis
penyakit pasien.
Tepat Diagnosis
Contoh:
Pasien diare yang disebabkan Ameobiasis maka akan
diberikan Metronidazol. Jika dalam proses penegakkan
diagnosisnya tidak dikemukakan penyebabnya adalah
Amoebiasis, terapi tidak akan menggunakan
metronidazol.
Pada pengobatan oleh tenaga kesehatan, diagnosis
merupakan wilayah kerja dokter. Sedangkan pada
swamedikasi oleh pasien, Apoteker mempunyai peran
sebagai second opinion untuk pasien yang telah
memiliki self-diagnosis.
Tepat pemilihan obat
Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus
dilakukan pemilihan obat yang tepat. Pemilihan
obat yang tepat dapat ditimbang dari ketepatan
kelas terapi dan jenis obat yang sesuai dengan
diagnosis. Selain itu, Obat juga harus terbukti
manfaat dan keamanannya. Obat juga harus
merupakan jenis yang paling mudah didapatkan.
Jenis obat yang akan digunakan pasien juga
seharusnya jumlahnya seminimal mungkin.
Tepat pemilihan obat

Contoh :
Gejala demam terjadi pada hampir semua kasus
infeksi dan inflamasi. Untuk sebagian besar demam,
pemberian paracetamol lebih dianjurkan, karena
disamping efek antipiretiknya, obat ini relatif paling
aman dibandingkan dengan antipiretik yang lain.
Pemberian antiinflamasi non steroid (misalnya
ibuprofen) hanya dianjurkan untuk demam yang
terjadi akibat proses peradangan atau infl amasi.
Tepat indikasi

Pasien diberikan obat dengan indikasi yang


benar sesuai diagnosa Dokter. Misalnya Antibiotik
hanya diberikan kepada pasien yang terbukti
terkena penyakit akibat bakteri. Dengan demikian,
pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien
yang memberi gejala adanya infeksi bakteri.
Tepat pasien
Obat yang akan digunakan oleh pasien
mempertimbangkan kondisi individu yang
bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit
penyerta seperti kelainan ginjal atau kerusakan
hati, serta kondisi khusus misalnya hamil,
laktasi, balita, dan lansia harus dipertimbangkan
dalam pemilihan obat harus dihindari.
 Misalnya Pemberian obat golongan
Aminoglikosida pada pasien dengan gagal ginjal
akan meningkatkan resiko nefrotoksik

 “ Diagnosis yang tepat menentukan


pengobatan yang tepat “
 “ Setiap pasien mempunyai respon yang
berbeda terhadap obat
Tepat dosis
Dosis obat yang digunakan harus sesuai range
terapi obat tersebut. Obat mempunyai
karakteristik farmakodinamik maupun
farmakokinetik yang akan mempengaruhi kadar
obat di dalam darah dan efek terapi obat. Dosis
juga harus disesuaikan dengan kondisi pasien
dari segi usia, bobot badan, maupun kelainan
tertentu.
Tepat  cara pemberian

Cara pemberian yang tepat harus


mempertimbangkan keamanan dan kondisi
pasien. Hal ini juga akan berpengaruh pada
bentuk sediaan dan saat pemberian obat.
Misalnya pasien anak yang tidak mampu
menelan tablet parasetamol dapat diganti
dengan sirup.
Tepat  cara pemberian

Contoh :
Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru
ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh
dicampur dengan susu, karena akan membentuk
ikatan, sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi
dan menurunkan efektivtasnya.
Tepat  lama pemberian

Lama pemberian meliputi frekuensi dan lama


pemberian yang harus sesuai karakteristik obat
dan penyakit. Frekuensi pemberian akan
berkaitan dengan kadar obat dalam darah yang
menghasilkan efek terapi.
Tepat  lama pemberian

Contoh :
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya
masing – masing. Untuk Tuberkulosis dan Kusta, lama
pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama
pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10-
14 hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu
lama dari yang seharusnya akan berpengaruh terhadap
hasil pengobatan.
Tepat Interval Waktu Pemberian

Cara pemberian obat hendaknya dibuat


sesederhana mungkin dan praktis, agar mudah
ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi
pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari),
semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat
yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan
bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval
setiap 8 jam.
Tepat Interval Waktu Pemberian

Contoh :
Penggunaan antibiotika Amoxicillin 500 mg
dalam penggunaannya diberikan tiga kali sehari
selama 3-5 hari akan membunuh bakteri patogen
yang ada. Agar terapi berhasil dan tidak terjadi
resistensi maka frekuensi dan lama pemberian
harus tepat.
Tepat harga
Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau
untuk keadaan yang sama sekali tidak memerlukan
terapi obat merupakan pemborosan dan sangat
membebani pasien, termasuk peresepan obat yang
mahal. Contoh Pemberian antibiotik pada pasien
ISPA non pneumonia dan diare non spesifik yang
sebenarnya tidak diperlukan hanya merupakan
pemborosan serta dapat menyebabkan efek
samping yang tidak dikehendaki
Tepat informasi
Kejelasan informasi tentang obat yang harus
diminum atau digunakan pasien akan sangat
mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan
pengobatan. Misalnya pada peresepan
Rifampisin harus diberi informasi bahwa urin
dapat berubah menjadi berwarna merah
sehingga pasien tidak akan berhenti minum obat
walaupun urinnya berwarna merah.
Tepat informasi

Contoh :
Peresepan antibiotik harus disertai informasi bahwa
obat tersebut harus diminum sampai habis selama satu
kurun waktu pengobatan (1 course of treatment),
meskipun gejala-gejala klinik sudah mereda atau
hilang sama sekali. Interval waktu minum obat juga
harus tepat, bila 4 kali sehari berarti tiap 6 jam. Untuk
antibiotik hal ini sangat penting, agar kadar obat dalam
darah berada di atas kadar minimal yang dapat
membunuh bakteri penyebab penyakit.
Waspada efek samping

Pemberian obat potensial menimbulkan efek


samping, yaitu efek tidak diinginkan yang
timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi.
Contohnya Penggunaan Teofilin menyebabkan
jantung berdebar
Waspada efek samping

Contoh :
Muka merah setelah pemberian atropin bukan
alergi, tetapi efek samping sehubungan
vasodilatasi pembuluh darah di wajah.
Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan
pada anak kurang dari 12 tahun, karena
menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang
yang sedang tumbuh
PENGGUNAAN OBAT
RASIONAL

PENILAIAN
KONDISI
PASIEN

DIAGNOSIS INDIKASI HARGA


TERJANGKAU

TEPA WASPADAKEPATUHAN
T ESO PASIEN

INFORMASI JENIS OBAT

DOSIS, CARA &


LAMA
PEMBERIAN
PENGGUNAAN OBAT DIKATAKAN
TIDAK RASIONAL, APABILA :

 Polypharmacy
 Penggunaan antibiotik secara tidak tepat dosis
dan indikasinya
 Penggunaan injeksi yang berlebihan
 Pemberian resep yang tidak sesuai dengan
indikasi klinis dan diagnosis
 Swamedikasi yang tidak tepat
Ada 3 hal Farmasis dapat berperan dalam
proses peresepan :

Sebelum resep ditulis


 Masukan Farmasis klinis dalam penyusunan
kebijakan: penyusunan Formularium RS,
kebijakan peresepan, pedoman pengobatan
Selama resep ditulis
 Mempengaruhi penulis resep dengan
mempengaruhi pengetahuannya, sikap dan
prioritas dalam penulisan resep ( masuk dalam tim
multidisiplin ); mis : tim kemoterapi sitotoksik, tim
pemantauan terapi obat dll.
Lanjutan…
Sesudah resep ditulis
 Mengkoreksi atau menyempurnakan kualitas
peresepan. Hal ini terjadi sesaat setelah resep
dituliskan atau sebagai bagian proses
penatalaksanaan obat secara rutin
 Farmasis dapat mengambil peran bermakna
dalam audit medis dan klinis
 Pemantauan pasien dan peresepan menjadi tugas
utama farmasis
PENUTUP

Penggunaan Obat yang Rasional


mempunyai dampak yang cukup besar di
dalam meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan dan penurunan biaya kesehatan
masyarakat
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai