Anda di halaman 1dari 34

HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI

HUKUM ACARA
MAHKAMAH
KONSTITUSI

JOHNY KOYNJA, SH., MH


HUKUM ACARA
 Hukum acara atau hukum formil,
merupakan salah satu jenis norma hukum
dalam kesatuan sistem norma hukum

 Hukum acara menentukan berjalan


tidaknya proses penegakan hukum dan
pelaksanaan kewenangan berdasarkan
hukum dari suatu lembaga
Hukum materiil tidak akan dapat dilaksanakan
dengan baik tanpa adanya hukum acara yang
dipahami dan dilaksanakan oleh semua pihak
yang terkait dalam suatu proses hukum

Hukum acara Mahkamah Konstitusi meliputi


materi-materi terkait dengan kewenangan
Mahkamah Konstitusi, kedudukan hukum
pemohon, dan dan proses persidangan mulai
dari pengajuan permohonan, pembuktian,
hingga putusan
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi memiliki 2 (dua) arti :
 Pertama, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi sebagai
ilmu yang mempelajari Hukum Acara Mahkamah
Konstitusi, yaitu ilmu hukum acara (=hukum formil) yang
berkaitan langsung dengan kewenangan-kewenangan
dan kewajiban-kewajiban konstitusional Mahkamah
Konstitusi sebagai salah satu pemegang kekuasaan
kehakiman di Indonesia, di samping Mahkamah Agung

 Kedua, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi sebagai


hukum positif (positieverecht), yaitu hukum yang
mengatur dan menegakkan hukum materiil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7B ayat (1) dan 24C ayat (1) dan
(2) UUD 1945.
 Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 mengatur tentang 4 (empat)
kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi, meliputi : (1)
menguji undang-undang terhadap UUD 1945; (2) memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar; (3) memutus
pembubaran partai politik; dan (4) memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum

 Pasal 7B ayat (1) dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 yang
mengatur 2 (dua) kewajiban konstitusional, yaitu: (1) memberi
putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran
hukum oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut
Undang-Undang Dasar; dan (2) memberi putusan atas
pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak
lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi merupakan
’contentieus procesrecht’ – hukum acara
sengketa/perselisihan yang digunakan oleh
Mahkamah Konstitusi sebagai sebuah badan
peradilan tata negara yang berwenang untuk
memutuskan sengketa (nemo index in causa sua)
melalui kegiatan hakim (peradilan) untuk
menerapkan hukum (rechtstoepassing) dan
menemukan hukum (rechtsvinding) in concreto,
sehingga berfungsi untuk menjamin ditaatinya
hukum materiil.
Dengan demikian, terlihat benang merah tentang
kedudukan dan hubungan antara hukum materiil
dengan hukum formil
Pentingnya hukum materiil dan Hukum Acara
Mahkamah Konstitusi sebagai hukum formil
itu tercermin pada kenyataan, bahwa sebagai
salah satu pemegang kekuasaan kehakiman,
Mahkamah Konstitusi akan lumpuh tanpa
adanya hukum materiil, dan sebaliknya
peradilan Mahkamah Konstitusi tanpa adanya
hukum formal (hukum acara) akan liar, sebab
tidak ada ukuran-ukuran hukum atau batas-
batas hukum yang jelas bagi Mahkamah
Konstitusi dalam menjalankan wewenangnya
ASAS-ASAS HUKUM ACARAHukum
Asas-Asas MAHKAMAH
Acara KONSTITUSI
MKRI
Asas Putusan Final A
MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir
Asas Praduga Rechmatig B
Putusan MK merupakan putusan akhir, berkekuatan hukum tetap
sejak dibacakan dan tidak berlaku surut

Asas Pembuktian Bebas C


Hakim MK bebas menentukan apa yang harus dibuktikan, beban
pembuktian, serta penilaian atas alat bukti berdasarkan keyakinannya

Asas Keaktifan Hakim MK


Hakim MK aktif dalam melakukan penelusuran dan eksplorasi untuk D
mendapatkan kebenaran melalui alat bukti yang ada

Asas Erga Omnes E


Putusan MK bersifat mengikat para pihak dan harus ditaati oleh siapa pun
ASAS-ASAS HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI
Asas Non Interfentif / Independensi
MK merdeka dan bebas dari segala campur tangan
F
kekuasaan lain, baik langsung maupun tidak langsung

Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan


Hukum Acara mudah dipahami dan tidak berbelit-belit, sehingga
G
peradilan berjalan relatif cepat dan berbiaya ringan

Asas Sidang Terbuka Untuk Umum


Putusan Mahkamah sah dan berkekuatan hukum tetap apabila
H
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum

Asas Obyektivitas
Hakim dan panitera wajib mengundurkan diri apabila memiliki hubungan I
kerabat atau kepentingan langsung maupun tidak langsung

Asas Sosialisasi
Putusan MK wajib diumumkan dan dilaporkan secara berkala kepada masyarakat J
secara terbuka.
KARAKTERISTIK HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI

 Perselisihan yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi sesungguhnya


memiliki karakter tersendiri dan berbeda dengan perselisihan yang
dihadapai sehari-hari oleh peradilan biasa
 Putusan yang diminta oleh pemohon dan diberikan oleh Mahkamah
Konstitusi akan membawa akibat hukum yang tidak hanya mengenai
orang seorang, tetapi juga orang lain, lembaga negara dan aparatur
pemerintah atau masyarakat pada umumnya, terutama sekali dalam hal
pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (Judicial
review)
 Nuansa public interest yang melekat pada perkara-perkara semacam itu
akan menjadi pembeda yang jelas dengan perkara pidana, perdata, dan
tata usaha negara yang pada umumnya menyangkut kepentingan
pribadi dan individu berhadapan dengan individu lain ataupun dengan
pemerintah. Ciri inilah yang akan membedakan penerapan hukum acara
di Mahkamah Konstitusi dengan hukum acara di pengadilan-pengadilan
lainnya
 Praktek hukum acara yang merujuk pada undang-undang hukum acara
yang lain timbul karena kebutuhan yang kadang-kadang dihadapkan
kepada Mahkamah Konstitusi, maka ketentuan yang memberlakukan
aturan Hukum Acara Pidana, Perdata, dan Tata Usaha Negara secara
mutatis mutandis dapat diberlakukan dengan menyesuaikan aturan
dimaksud dalam praktek hukum acaranya.

 Jika terjadi pertentangan dalam praktek hukum acara pidana, acara TUN
dan acara perdata maka secara mutatis mutandis tidak akan
diberlakukan.

 Aturan ini meskipun tidak dimuat dalam UU Mahkamah Konstitusi, akan


tetapi telah diadopsi dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK), baik
sebelum maupun sesudah praktek yang merujuk undang-undang hukum
acara lain itu digunakan dalam praktek
DASAR HUKUM

1. Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945


(Pasal 7B);
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi (Pasal 28 - Pasal 85);
3. Peraturan Mahkamah Konstitusi RI (PMK Nomor
16/PMK/2009 Tentang Pedoman Beracara dalam PHPU,
Nomor 05/PMK/2004 tentang Prosedur Pengajuan Keberatan
Atas Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Tahun 2004, Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman
Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang- Undang, Nomor
08/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa
Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara), Nomor 15
Tahun 2008 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan
Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah, Nomor16 Tahun 2009 Tentang Pedoman Beracara
Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, Nomor 17 /PMK/2009 tentang
Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden, No. 19/PMK/2009 tentang
Pengajuan Permohonan Elektronik (Electronic Filing) dan
Pemeriksaan Persidangan Jarak Jauh (Video Conference), dan
No. 19/PMK/2009 tentang Tata Tertib Persidangan
4. Dalam praktik.
Sumber Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

 Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah


Konstitusi
 Peraturan Mahakamah Konstitusi (PMK)
 Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi RI
 Undang-Undang Hukum Acara Perdata, Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara, dan Hukum Acara Pidana
Indonesia
 Pendapat Sarjana (doktrin)
 Hukum Acara dan yurisprudensi Mahkamah Konstitusi
Negara lain
UU No. 24 / 2003 BAB V: HUKUM ACARA
TERDIRI ATAS 12 BAGIAN
BAGIAN PERTAMA : UMUM Pasal 28 ayat (1) s/d (6)
BAGIAN KEDUA : PENGAJUAN PERMOHONAN Pasal 29 Ayat (1) S/D (2), PASAL
30, Pasal 31 yat (1) s/d (2).
BAGIAN KETIGA : PENDAFTARAN PERMOHONAN DAN
PENJADWALAN SIDANG Pasal 32 s/d 35
BAGIAN KEEMPAT : ALAT BUKTI Pasal 36 s/d 38.
BAGIAN KELIMA : PEMERIKSAAN PENDAHULUAN
Pasal 39 ayat (1) dan (2)
BAGIAN KEENAM : PEMERIKSAAN PERSIDANGAN Pasal 40 s/d 44
BAGIAN KETUJUH : PUTUSAN PASAL 45 s/d 49
BAGIAN KEDELAPAN : PENGUJIAN UNDANG-UNDANG TERHADAP
UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Pasal 50 s/d 60
BAGIAN KESEMBILAN : SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA YANG
KEWENANGANNYA DIBERIKAN OLEH UNDANG-UNDANG. Pasal 61 s/d 67.
BAGIAN KESEPULUH : PEMBUBARAN PARTAI POLITIK Pasal 68 s/d 73
BAGIAN KESEBELAS : PERSELISIHAN HASIL PEMILU Pasal 74 s/d 79
BAGIAN KEDUABELAS : PENDAPAT DPR MENGENAI DUGAAN
PELANGGARAN OLEH PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN Pasal 80 s/d 85.

15
PENGATURAN DALAM UU MK

1. Pasal 28 - 49 : Ketentuan hukum acara yang


bersifat umum
2. Pasal 50 - 60 : Pengujian Undang-undang
3. Pasal 61 - 67 : Sengketa Kewenangan Lembaga
Negara
4. Pasal 68 - 73 : Pembubaran Partai Politik
5. Pasal 74 - 79 : Perselisihan Hasil Pemilu
6. Pasal 80 - 85 : Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
KETENTUAN UMUM
PLENO 9 HAKIM DAN KORUM 7 HAKIM
PIMPINAN PLENO, KETUA, WAKIL, ATAU
DIPILIH
PANEL, MINIMUM 3 HAKIM
RAPAT PERMUSYAWARATAN HAKIM
TERTUTUP
SIDANG PEMERIKSAAN DAN
PENGUCAPAN PUTUSAN TERBUKA UNTUK
UMUM
TENGGAT
Prosedur berperkara
di Mahkamah Konstitusi
1. Pengajuan permohonan
2. Pendaftaran
3. Penjadwalan Sidang
4. Pemeriksaan Pendahuluan
5. Pemeriksaan Persidangan
6. Putusan
1. Pengajuan permohonan
 Ditulis dalam bahasa Indonesia
 Ditandatangani oleh pemohon/kuasanya
 Diajukan dalam 12 rangkap
 Jenis perkara
 Sistematika:
- Identitas (nama & alamat pemohon) serta legal standing
pemohon
- Posita (uraian mengenai perihal yg menjadi dasar
permohonan)
 Kewenangan MK
 Kedudukan Hukum
 Pokok Permohonan
- Petitum (hal-hal yg diminta utk diputus)
 Disertai bukti pendukung (terutama bukti diri Pemohon dan
daftar ahli dan/atau saksi yg akan didengar)
ALAT BUKTI:
SURAT ATAU TULISAN
KETERANGAN SAKSI
KETERANGAN AHLI
KETERANGAN PARA PIHAK
PETUNJUK
INFORMASI MELALUI MEDIA ELEKTRONIK
2. Pendaftaran
 Pemeriksaan kelengkapan permohonan panitera:
- Belum lengkap, diberitahukan
- 7 (tujuh) hari sejak diberitahu, wajib dilengkapi
- Lengkap
 Registrasi sesuai dengan perkara.
 7 (tujuh) hari kerja sejak registrasi untuk perkara,
- Pengujian undang-undang:
* Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden dan DPR.
* Permohonan diberitahukan kepada Mahkamah Agung.
- Sengketa kewenangan lembaga negara:
* Salinan permohonan disampaikan kepada lembaga negara termohon
- Pembubaran Partai Politik:
* Salinan permohonan disampaikan kepada Parpol yang bersangkutan
- Pendapat DPR:
* Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden
3. Penjadwalan Sidang

 Dalam 14 hari kerja setela


registrasi ditetapkan Hari Sidang I
(kecuali perkara Perselisihan
Hasil Pemilu)
 Para pihak diberitahu/dipanggil
 Diumumkan kepada masyarakat
4. Pemeriksaan Pendahuluan
 Sebelum pemeriksaan pokok perkara,
memeriksa:
- Kelengkapan syarat-syarat Permohonan
- Kejelasan materi Permohonan
 Memberi nasehat:
- Kelengkapan syararat-syarat permohonan
- Perbaikan materi permohonan
 14 hari harus sudah dilengkapi dan diperbaiki
5. Pemeriksaan Persidangan
 Terbuka untuk umum.
 Memeriksa: permohonan dan alat bukti
 Para pihak hadir menghadapi sidang guna
memberikan keterangan
 Lembaga negara dapat diminta keterangan
Lembaga negara dimaksud dalam jangka waktu
tujuh hari wajib memberi keterangan yang
diminta
 Saksi dan/atau ahli memberi keterangan
 Pihak-pihak dapat diwakili kuasa, didampingi
kuasa dan orang lain terkait
6. Putusan
 Diputus paling lambat dalam tenggang waktu:
- Untuk perkara pembubaran partai politik, 60 hari kerja sejak registrasi
- Untuk perkara perselisihan hasil pemilu :
* Presiden dan Wakil Presiden, 14 hari kerja sejak registrasi
* Kepala Daerah dan Wkl KDH, 14 hari kerja sejak registrasi
* DPR, DPD, dan DPRD, 30 hari kerja sejak registrasi
- Untuk perkara pendapat DPR, 90 hari kerja sejak registrasi
 Sesuai alat bukti & keyakinan hakim, minimal 2 (dua) alat bukti,
memuat :
- Fakta
- Dasar hukum Putusan
 Cara mengambil Putusan :
- Musyawarah mufakat
- Setiap hakim menyampaikan pendapat/pertimbangan tertulis
- Diambil suara terbanyak bila tak mufakat
- Bila tidak dapat dicapai suara terbanyak,suara terakhir ketua menentukan
Putusan......
 Pendapat berbeda (dissenting opinion) dimuat dalam putusan
 Ditandatangani hakim dan panitera
 Berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum.
 Salinan putusan dikirim kepada para pihak 7 (tujuh) hari sejak
diucapkan.
 Untuk Putusan perkara:
- Pengujian undang-undang, disampaikan kepada DPR, DPD,
Presiden, dan MA.
- Sengketa kewenangan lembaga negara, disampaikan kepada
DPR, DPD, dan Presiden.
- Pembubaran partai politik, disampaikan kepada partai politik
yang bersangkutan.
- Perselisihan hasil pemilu disampaikan kepada Presiden, ybs
- Pendapat DPR, disampaikan kepada DPR, Presiden dan Wakil
Presiden.
GAMBARAN UMUM PROSES BERACARA DI MK

PENGAJUAN PERKARA PEMERIKSAAN BELUM LENGKAP


•DIBERITAHUKAN
•12 RANGKAP SYARAT •DILENGKAPI DLM 7
•DISERTAI BUKTI ADMINISTRASI HARI KERJA

REGISTRASI PEMENUHAN
TELAH LENGKAP KELENGKAPAN
BRPK DALAM 7 HARI KERJA

PENJADWALAN
14 HARI KERJA PEMBERITAHUAN KEPADA PEMOHON
SETELAH REGITRASI
PENGUMUMAN KEPADA
MASYARAKAT

PERMOHONAN DAPAT DI TARIK


KEMBALI SELAMA PROSES

TIDAK LENGKAP/JELAS
•DIBERITAHUKAN
PEMERIKSAAN PENDAHULUAN •DILENGKAPI 14 HARI PEMOHON MELENGKAPI
•KELENGKAPAN
ATAU MEMPERBAIKI
•KEJELASAN PERMOHONAN
DALAM 14 HARI
TELAH LENGKAP DAN JELAS
PEMERIKSAAN PERBAIKAN
DAN KELENGKAPAN PERMOHONAN

RAPAT PLENO
TERTUTUP
LAPORAN DAN PEMBAHASAN
TINDAK LANJUT

PEMERIKSAAN PERSIDANGAN
PLENO TERBUKA UMUM
•KEWENANGAN MK
•KEDUDUKAN HUKUM
•POKOK PERMOHONAN
•PEMBUKTIAN

RAPAT PLENO
TERTUTUP
PENGAMBILAN PUTUSAN

SIDANG TERBUKA UMUM PENYAMPAIAN


PENGUCAPAN SALINAN PUTUSAN
PUTUSAN KEPADA PIHAK
NEBIS IN IDEM

Pasal 60 UU No. 24 Tahun 2003 tentang


Mahkamah Konstitusi :

“Terhadap materi muatan ayat, pasal,


dan/atau bagian dalam undang-undang
yang telah diuji tidak dapat dimohonkan
pengujian kembali”.
PROVISI
PMK No. 06/PMK/2005, Pasal 16 :
(1) Dalam hal Pemohon mendalilkan adanya dugaan perbuatan
pidana dalam pembentukan undang-undang yang dimohonkan
pengujiannya, Mahkamah dapat menghentikan sementara
pemeriksaan permohonan atau menunda putusan;
(2) Dalam hal dalil mengenai dugaan perbuatan pidana yang
dimaksud pada ayat (1) disertai dengan bukti-bukti, Mahkamah
dapat menyatakan menunda pemeriksaan dan memberitahukan
untuk menindaklanjuti adanya persangkaan tindak pidana yang
diajukan oleh Pemohon;
(3) Dalam hal dugaan perbuatan pidana sebagaimana dimaksud
ayat (1) telah diproses secara hukum oleh pejabat yang berwenang,
untuk kepentingan pemeriksaan dan pengambilan keputusan,
Mahkamah dapat meminta keterangan kepada pihak-pihak
berwenang yang melakukan penyidikan dan/atau penuntutan;
(4) Penghentian proses pemeriksaan permohonan atau penundaan
putusan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan
Ketetapan Mahkamah yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum.
JENIS – JENIS PUTUSAN
• PUTUSAN SELA/PROVISIONAL
• PUTUSAN AKHIR - MENOLAK, MENGABULKAN DAN
TIDAK DAPAT DITERIMA (NIET ONTVANKELIJK
VERKLAARD)
• PUTUSAN TANPA/DENGAN DISSENTING OPINION
• PUTUSAN BERSYARAT (CONDITIONALLY
CONSTITUTIONAL)

32
AKIBAT HUKUM PUTUSAN MK
• Final dan Mengikat (Pasal 60 MK – setelah diuji akan
menjadi jurisprudence tetap dan tak dapat diuji lagi)
• Putusan yang bersifat Declaratoir (Pasal 56 ayat (3))
• Prospektif / Non Retroaktif (Pasal 58 ) – Tidak Berlaku
Surut, harus ada pengecualian seperti kasus Bom Bali
ataupun Irian Jaya
• Erge Omnes –didalam pengujian undang-undang,
putusannya akan mengikat seluruh warga negara
Indonesia. Bandingkan dengan putusan dari wewenang MK
yang lain yang mengikat hanya kepada para pihak –
interparte
• Pembatalan suatu UU – maka undang-undang yang
berlaku adalah undang-undang yang berlaku sebelumnya.
Meskipun hal tersebut tidak diatur didalam UU MK, tetapi
sudah menjadi praktek umum MK di dunia (e.g. Putusan
Ketenagalistrikan)
• Praktik di Masa Datang – Temporary Constitutional
dengan grace period tertentu Pembuat UU harus
memperbaiki
Terima
kasih…

Anda mungkin juga menyukai