Anda di halaman 1dari 115

Pemicu 2

Blok Respirasi
Aldi Firdaus
( 405140098 )
Learning Objectives
• 1. Fungsi Hidung & Sinus Paranasal (mekanisme)
• 2. Sistim Imun pd Rongga Hidung & Sinus Paranasal
• 3. Rinitis
• 4. Polip Nasi
• 5. Deviasi Septum
• 6. Sinusitis
• 7. Epistaksis Hidung
• 8. Penyakit pd Hidung Bagian Luar
1. Fungsi Hidung & Sinus Paranasal (mekanisme)
• Fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal :
– Fungsi respirasi  mengatur kondisi udara (air
conditioning), penyaring udara, humidifikasi,
peyeimbang dalam pertukaran udara dan
mekanisme imunologik lokal
– Fungsi penghidu  mukosa olfaktorius dan
reservoir udara untuk menampung stimulus
penghidu
– Fungsi fonetik  resonansi suara, bantu proses
bicara dan cegah hantaran suara sendiri mll
konduksi tulang
– Fungsi statik dan mekanik  meringankan beban
kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung
panas
– Reflek nasal  mukosa hidung merupakan
reseptor refleks (iritasi mukosa  refleks bersin
napas berhenti; ransang bau  sekresi kelenjar
liur, lambung, pankreas)
Fungsi Hidung:
• Sebagai jalan nafas
– Inspirasi :
• Udara masuk melalui nares anterior  naik
ke atas setinggi konka media  turun ke
bawah ke arah nasofaring sehingga aliran
udara berbentuk lengkungan atau arkus
– Ekspirasi :
• Udara masuk melalui nares posterior  sama
seperti inspirasi. Tapi pada bagian depan
udara memecah, sebagian ke nares anterior
dan sebagian lain ke belakang membentuk
pusaran dan bergabung dengan aliran dari
nasofaring
Fisiologi hidung
 Pengatur kondisi udara (air conditioning)
 Untuk mempersiapkan udara yang akan
masuk ke dalam alveolus paru
 Dilakukan dengan cara mengatur kelembapan
udara dan mengatur suhu
 Mengatur kelembapan :
 Dilakukan oleh palut lendir (mucous blanket)
 Mengatur suhu
 Banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan
adanya permukaan konka dan septum yang luas
radiasi dapat berlangsung secara optimal
 Suhu udara setelah melalui hidung ± 37 °C
• Sebagai penyaring dan pelindung
– Dilakukan oleh rambut (vibrissae) pada
vestibulum nasi, silia, palut lendir (mucous
blanket), dan enzim lysozyme
– Debu dan bakteri akan melekat pada palum
lendir dan partikel-partikel besar akan
dikeluarkan dengan refleks bersin
• Indera penghidu
– Ada mukosa olfaktorius pada atap rongga
hidung, konka superior dan 1/3 bagian atas
septum
– Partikel bau mencapai daerah ini dengan cara
difusi dengan palut lendir atau bila menarik
nafas dengan kuat.
 Resonansi suara
 Penting untuk kualitas suara saat
berbicara dan menyanyi
 Sumbatan hidung  resonansi
berkurang atau hilang  suara sengau
(rinolalia)
 Proses bicara
 Membantu proses pembentukan kata-
kata
 Kata dibentuk oleh lidah, bibir, palatum
mole
 Pembentukan konsonan nasal (m,n,ng)
rongga mulut tertutup dan hidung
terbuka, palatum mole turun untuk
Fungsi Sinus Paranasal:
 Sbg pengatur kondisi udara (air conditioning):
 Sinus berfungsi sbg ruang tambahan utk
memanaskan dan mengatur kelembapan udara
inspirasi.
 Sbg penahan suhu (thermal insulators):
 Sbg penahan panas, melindungi orbita dan fosa
serebri dari suhu rongga hidung yg berubah-ubah.
 Membantu keseimbangan kepala:
 Sinus membantu keseimbangan kepala karena
mengurangi berat tulang muka.
• Membantu resonansi suara:
– Sinus berfungsi sbg rongga utk resonansi
suara dan mempengaruhi kualitas suara.
• Sbg peredam perubahan tekanan
udara:
– Fungsi ini berjalan bila ada perubahan
tekanan yg besar dan mendadak, mis
pada waktu bersin atau membuang ingus.
• Membantu produksi mukus:
– Mukus yg dihasilkan oleh sinus paranasal
efektif utk membersihkan partikel yg
turut masuk dgn udara inspirasi karena
Sistem transpor mukosilier
• adalah sistem pertahanan aktif
rongga hidung terhadap virus,
bakteri, jamur, dan partikel lain
yang terhirup bersama udara.
• Efektivitas tergantung kualitas
silia & palut lendir.
2. Sistim Imun pd Rongga Hidung & Sinus Paranasal
Mekanisme Pertahanan Tubuh
• Bagian bawah lendir tdr dari
cairan serosa, yg mengandung
laktoferin, lisozim, inhibitor
lekoprotease sekretorik, IgA
sekeretorik (s-IgA)
• Bagian permukaan tdr dari mukus
yg elastis & banyak mengandung
protein plasma (albumin, IgG,
IgM, faktor komplemen)
• Glikoprotein  utk pertahanan
lokal bersifat antimikrobial
• IgA  mengeluarkan
mikroorganisme dari jaringan dgn
mengikat antigen pada lumen
sal.napas
• IgG  memicu reaksi inflamasi
bila terpajan dengan antigen
bakteri
Sistem Imun pada respirasi
• Bulu Hidung
– Saat udara masuk maka akan disaring oleh bulu hidung, sehingga
partikel yang berukuran 10um akan dihambat.
• Mukus
– Disekresi oleh sel goblet
– Mengandung:
• Ig sesuai kebutuhan fisiologik misal Ig M dan G memacu reaksi inflamasi,
Ig A mengeluarkan mikroorganisme dari jaringan
• Laktoferin: mengikat besi
• lisozim: menghancurkan lapisan peptidoglikan
– Apabila bakteri terlalu susah untuk dilawan, maka bakteri tersebut
akan diselubungi oleh mukus untuk dibuang dengan bantuan silia

15
• Silia
– Kerjanya berhubungan erat dengan mukus (sistem
transport mukosilier)
– Umumnya bergerak ke belakang
– Partikel 2-10um akan ditangkap oleh cilia sebagai
mekanisme pertahanan, maka terdapat cilliaty
escalator : gerakan cilia yang mendorong partikel
keluar dengan kecepatan 16 mm/menit
– Bakteri→diselubungi mukus→didorong silia ke
belakang:
• Dikeluarkan secara ekspektoran
• Ditelan lalu masuk lambung →disterilkan Hcl
• Partikel <2um mekanisme pertahanan:
makrofag
16
• Respon batuk dan bersin
– Bersin adalah aliran udara yang hebat melalui mulut dan hidung.
Ini terjadi di luar kemauan. Merupakan usaha pengeluaran
partikel asing di hidung
– Batuk mirip seperti bersin tapi membersihkan partikel asing di
paru dan tenggorokan. Mekanismenya terdiri dari fase inspirasi
(udara masuk), kompresi (glotis menutup, tekanan↑), ekspirasi
(udara keluar)
• Lain-lain
– Defensin: di paru punya efek antimikroba
– Surfaktan: di paru punya efek sebagai opsonin
– Flora normal: menghalangi pertumbuhan kuman patogen

17
3. Rinitis
Rhinitis Alergi
• Penyakit yang merupakan manifestasi klinis
reaksi hipersensitivitas tipe I dengan
mukosa hidung sebagai organ sasaran.
• Etiologi:
– Genetik
– Faktor lingkungan (debu, jamur)
– Terpapar alergen (pollen, makanan, bulu
binatang)
– Paparan pasif asap rokok
– Pembuangan limbah gas
– Kelembaban udara yang tinggi
Epidemiologi
• Perkiraan yang tepat tentang prevalensi
rhinitis alergi agak sulit  berkisar 4 –
40%
• Ada kecenderungan peningkatan
prevalensi rhinitis alergi di AS dan di
seluruh dunia
• Penyebab belum bisa dipastikan, tetapi
nampaknya ada kaitan dengan
meningkatnya polusi udara, populasi dust
mite, kurangnya ventilasi di rumah atau
kantor, dll.
Klasifikasi Rhinitis Alergi
Berdasarkan Waktu:
• Seasonal allergic rhinitis (SAR)  terjadi pada
waktu yang sama setiap tahunnya musim
bunga, banyak serbuk sari beterbangan
• Perrenial allergic rhinitis (PAR)  terjadi setiap
saat dalam setahun. Penyebab utama: debu,
animal dander, jamur kecoa
• Occupational allergic rhinitis  terkait dengan
pekerjaan (debu kayu, pabrik konveksi, pabrik
tempe, bahan kimia)
Klasifikasi Rhinitis Alergi Menurut
Guideline ARIA (2001)
Patofisiologi
• Diawali dgn tahap:
1. sensitisasi
2. provokasi/reaksi alergi
• Reaksi alergi dr 2 fase yaitu
A. reaksi alergi fase cepat - RAFC ( Immediate Phase Allergic
Reaction)  berlangsung dr kontak dg alergen sampai 1 jam
B. reaksi alergi fase lambat – RAFL (Late Phase Allergic
Reaction)  setelah pemaparan, berlangsung 2-4 jam &
puncak 6-8 jam (Fase-hipersensitivitas) dpt berlangsung
sampai 24-48 jam.
• Sensitisasi :
• Kontak pertama dg alergen  makrofag / monosit sbg APC
(antigen presenting cell) menangkap alergen yg menempel di
mukosa hidung  diproses,bergabung dg HLA kelas II
membentuk MHC-II  di presentasikan ke Th 0 
makrofag&monosit mengeluarkan sitokin IL-I  m’aktifkan
Th 0 berproliferasi jadi Th1 dan Th2.
• Th2  menghslkan Stiokin IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13.
• IL-4 & IL-3 di ikat o/ reseptor limfosit B  menjadi aktif  produksi
Imunoglobulin E (IgE)  IgE di sirkulasi darah msk ke jaringan dan
diikat o/ reseptor IgE di permukaan sel mast / basofil (sel mediator)
 IgE baru melekat pada reseptor sel mast/basofil,blum terjadi
degranulasi (RAFL)

• Bila terpapar dg alergen yg sama  rantai IgE akan mengikat


Alergen Spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel)
mastosit / basofil contohnya histamin, selain histamin : Newly
formed mediator PGD2,LT D4, LT C4, bradikinin, PAF dan bbg sitokin
(IL 3 4 5 6 GM-CSF)  merup.reaksi alergi fase cepat (RAFC)

• Histamin  rangsang reseptor H1 pd ujung saraf vidianus :


• - gatal pd hidung dan bersin2
• - kelenjar mukosa & sel goblet hipersekresi & permeabilitas kapiler
meningkat  rinore
• - vasodilatasi sinusoid
• Pd RAFCSel Mast  melepaskan molekul kemotaktik  akumulasi
eosinofil & netrofil di jar.target. respon berlanjut sampai 6-8 jam
tlh terpapar.
• Pd RAFC, Sel Mast  melepaskan molekul kemotaktik 
akumulasi eosinofil & netrofil di jar.target. respon
berlanjut sampai 6-8 jam tlh terpapar.
• Pd RAFL, ditandai dg penambahan jenis dan jumlah sel
inflamasi spt eosinofil,limfosit,netrofil,basofil dan mast di
mukosa hidung * eningkatan sitokin (IL 3,4,5,dan GM-CSF&
ICAM 1 di sekret hidung)
• Gejala hiperaktif/hiperresponsif hidung  akibat eosinofil
dan mediator infalamasi dr granulnya (ECP, EDP, Major basic
protein-MBP, dan Eosinopholic proxidase-EPO)
Tanda dan Gejala
• Histologik
– Dilatasi pembuluh darah dengan perbesaran
sel goblet dan sel pembentuk mukus.
– Perbesaran ruang interseluler dan penebalan
membran basal
– Infiltrasi sel2 eosinofil pada jaringan mukosa
dan submukosa hidung
• Bersin dengan sekret yang encer dan
banyak, hidung tersumbat, mata gatal,
lakrimasi
• Allegic shiner, Allergic salute, Allergic
crease, Facies adenoid
• Geographic tongue
Diagnosis

• Anamesis
• Pemeriksaan Fisik
• Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Fisik
• Rinoskopi anterior : mukosa edema, bash, berwarna
pucat atau livid disertai adanya sekret encer yang banyak
• Nasoendoskopi Mukosa inferior : hipertrofi
• Allegic shiner
• Allergic salute
• Allergic crease
• Facies adenoid
• Dinding faring tampak granuler dan edema
• Geographic tongue
Pemeriksaan Penunjang
• In vitro
– Hitung eosinofil: N /↑
– IgE total: N kcl ada tanda alergi
• RAST
• ELISA
– Sitologi hidung
• Eosinofil  kemungkinan alergi inhalansi
• Basofil  mungkin alergi makanan
• PMN  bakteri
Pemeriksaan Penunjang
• In vivo
– Tes cukit kulit=prick test
– SET (skin End-point Titration): menyuntikan
alergan inhalan dlm berbagai dosis
– IPDFT : untuk alergi makanan
Penatalaksanaan
• Menghindari alergen
– Terapi paling ideal
• Medikamentosa
– Antihistamin (H1) degan atau tanpa dekongestan.
– Preparat kortikosteroid
• Jika tidak berhasil diatasi dengan obat lain.
• Hasil terbaik dapat dicapai bila diberikan sebagai
profilaksis.
– Antikolinergik topikal (ipratropium bromida)
• Untuk mengatasi rinore, krn aktifitas inhibisi reseptor
kolonergik pada permukaan sel efektor.
– Lain-lain
• Anti leukotrien
• Anti IgE
• DNA rekombinan
• Operatif
– Konkotomi parsial, konkolpasti / multiple
outfractured, inferior turbinoplasty
• Indikasi  dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat
dan tdk berhasil dikecilkan dgn cara kauterisasi
memakai AgNo3 25% atau triklor asetat.
• Imunoterapi
– Indikasi
•  Dilakukan pd alergi inhalan dgn gejala ye berat dan
sudah lama serta pengobatan lain tidak memuaskan
hasilnya.
– Tujuan
• Pembentukan IgG blocking antibody dan penurunan IgE.
– Metode
• Intradermal dan sub-lingual.
RHINITIS VASOMOTOR
• Terdapatnya gangguan fisiologis lapisan
mukosa hidung yang disebabkan peningkatan
aktivitas parasimpatis. Gejalanya mirip dengan
rhinitis alergi, tetap bukan suatu reaksi alergi
atau inflamasi.
• Diagnosa banding : Rhinitis Alergi
Etiologi
 Obat-obatan yang menghambat kerja saraf simpatis
 ergotamin, klorpromazin, obat antihipertensi,
vasokontriktor lokal
 Faktor risiko  iritasi asap rokok, udara dingin,
kelembaban udara yg tinggi, bau yg merangsang
 Faktor endokrin  kehamilan, pubertas,
hipotiroidisme
 Faktor psikis  cemas dan tegang
 Neurogenik (disfungsi sistem otonom)
 Trauma
 Nitrit Oksida
 Neuropeptida
Gejala Klinik
• Berdasarkan gejala yang menonjol dibedakan
menjadi 3 golongan :
– Golongan bersin (sneezers)  antihistamin dan
glukokortikosteroid topikal
– Golongan rinore (runners)  anti kolinergik
– Golongan tersumbat (blocker) 
glukokortikosteroid topikal dan vasokontriktor oral
Manifestasi Klinis
• Hidung tersumbat  bergantian dr kiri & kanan,
tergantung posisi.
• Rinorea yg mukus atau serosa
• Jarang disertai bersin
• Tidak disertai gatal di mata
• Gejala memburuk pada pagi hari  perubahan suhu.
• Berdasarkan gejala, dibedakan atas gol obstruksi dan
rinorea
Diagnosis
• Pemeriksaan rinoskopi anterior :
- edem mukosa hidung
- konka bewarna merah gelap atau merah tua,
dapat pula pucat
- di rongga hidung terdapat sekret mukoid
- pada gol. Rinorea  sekret biasanya serosa
dan banyak.
Penatalaksanaan
• Menghindari penyebab
• Pengobatan simptomatis  dekongestan,
kortikosteroid
• Operasi  bedah beku, elektroauter, atau
konkotomi konka inferior
• Neurektominervus vidianus  operasinya
susah dan komplikasinya berat.
RHINITIS MEDIKAMENTOSA
• Suatu kelainan hidung berupa gangguan
respon normal vasomotor yang diakibatkan
oleh pemakaian vasokontriktor lokal (tetes
hidung atau semprot hidung) dalam waktu
lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan
sumbatan hidung yang menetap
Patofisiologi
• Pemakaian topikal vasokontriktor hidung  fase
dilatasi berulang setelah vasokontriktor  gejala
obstruksi  pasien menggunakan lagi obat tersebut
agonis alfra adrenergik tinggi pada mukosa hidung
dan penurunan sensitivitas reseptor alfa adrenergic
 toleransi  aktivitas tonus simpatis menghilang
 vasokontriksi menghilang dilatasi dan kongesti
jaringan mukosa  rebound congestion
• Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung pada
pemakaian obat tetes hidung dalam waktu yang lama
adalah :
– Silia rusak
– Sel goblet berubah ukurannya
– Membran basal menebal
– Pembuluh darah melebar
– Stroma tampak edema
– Hipersekresi kelenjar mukus dan perubahan pH sekret
hidung
– Lapisan submukosa menebal
– Lapisan periostium menebal
Gejala dan tanda
• Mengeluh hidung tersumbat terus menerus
dan berair
• Pada pemeriksan tampak edema/hipertrofi
konka dengan sekret hidung yang berlebihan
Penatalaksanaan
• Hentikan pemakaian obat tetes atau semprot
vasokontriktor hidung
• Untuk mengatasi sumbatan berulang 
kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek dan
dosis diturunkan secara bertahap dengan
menurunkan dosis sebanyak 5 mg/hari, dapat juga
pemberian kortikosteroid topikal selama 2 minggu
untuk mengembalikan proses fisiologik mukosa
hidung
• Dekongestan oral
Rhinitis Simpleks
• Penyakit virus  common cold, flu
• Penyebab : rhinovirus, myxovirus, ECHO virus, Coxsackie
virus
• Sangat menular dan bergejala akibat penurunan
kekebalan tubuh
• Stadium prodormal  beberapa jam  rasa panas,
kering, gatal di hidung, bersin berulang, hidung
tersumbat, ingus encer, demam, nyeri kepala, mukosa
hidung merah dan bengkak, ingus bisa menjadi
mukopurulen (infeksi sekunder bakteri)
• Terapi : istirahat, obat simptomatis (analgetika,
antipiretik, dekongestan, antibiotik jika ada infeksi
bakteri)
Rhinitis Atropi
• Atropi progresif mukosa dan tulang
• Mukosa berubah jadi kubik, gepeng
Silia hilang
Kelenjar degenerasi
• Penyebab : belum diketahui
– Ditemukan terutama Klepsiella, juga terdapat
Streptococcus, Staphylococcus, Pseudomonas
– Sinusitis
– Defisiensi Fe
– Hormonal
– Penyakit kolagen
– Defisiensi vitamin A
Rhinitis Sifilis
• Penyebab : Treponema pallidum
• Gejala:
– Primer dan sekunder mirip rhinitis lain + bercak/bintik
pada mukosa
– Tersier : ulkus
• Pemeriksaan klinis : krusta + sekret mukopurulen
berbau, perforasi septum/hidung pelana
• Diagnosis : pemeriksaan mikrobiologik dan biopsi
• Pengobatan : penicilin + cuci hidung
Rhinitis Tuberkulosa
• Kejadian infeksi tuberkulosa extrapulmoner
• Berbentuk noduler atau ulkus  perforasi
• Pemeriksaan klinis  mukopurulen dan krusta 
hidung tersumbat
• Diagnosis  ditemukan BTA (+) pada sekret hidung
• Pemeriksaan histopatolgi  sel datia Langhans dan
limfositosis
• Pengobatan :
– Anti TBC
– Obat cuci hidung
Rhinitis Jamur
 Dapat terjadi bersama sinusitis invasif dan non invasif
 Tipe noninvasif tidak terjadi destruksi kartilago dan tulang
 Tipe invasif  ditemukan hifa jamur pada lamina propia 
perforasi septum dan hidung pelana
 Menentukan Jamur peyebab  pemeriksaan histopatologi
 Pemeriksaan hidung  sekret mukopurulen, mungkin ada
ulkus atau perforasi pada septum + jaringan nekrotik
berwarna kehitaman
 Penatalaksanaan :
◦ Invasif : dengan anti jamur oral dan topikal
◦ Noninvasif : mengangkat seluruh bola jamur, debridement seluruh
jaringan, rekonstruksi
Rhinitis Difteri
• Penyebab  Corynobacterium diphteriae
• Dapat terjadi primer (hidung), sekunder (tenggorok), akut
maupun kronik
• Dugaan  riwayat imunisasi tidak lengkap
• Gejala akut demam, toksemia, limfadenitis, paralisis otot
pernafasan, ingus bercampur darah, pseudomembran putih
dan mudah berdarah, krusta coklat di nares anterior dan
rongga hidung
• Gejala kronik  lebih ringan, dapat sembuh sendiri, menular
• Diagnosis  periksa kuman dan sekret hidung
• Terapi  antibiotik, isolasi, ADS
Rinoskleroma
Penyakit infeksi granulomatosa kronik pada hidung yang
disebabkan Klebsiella rhinoscleromatis.
Perjalanan penyakit ada 3 tahap :
1. Tahap lateral atau atrofi  ingus prulen, berbau dan krusta.
Biasanya belom terdeteksi.
2. Tahap granulomatosa mukosa hidung meme bentuk
jaringan granulasi atau seperti polip.
3. Tahap sklerotik atau sikatriks pergantian jaringan granulasi
menjadi fibrotik dan sklerotik penyebab penyempitan
saluran napas.
Diagnosis :
Gambaran klinis, pemeriksaan bakteriologik dan gambaran
histopatologi yang khasadanya sel-sel Mikulicz.
Terapi memberikan antibiotik jangka panjang serta bedah.
4. Polip Nasi

• Polip Nasi : massa lunak,byk cairan dlm rongga


hidung,putih keabuan,krn inflamasi mukosa
• Patogenesis :
– Inflamasi kronik,disfungsi saraf otonom,predisposisi
genetik
– Perubahan mukosa hidung akibat peradangan/aliran
udara yg berturbulensi di daerah kompleks
osteomeatal. Prolaps submukosa & reepitelisasi 
pembentukan kelenjar baru  peningkatan
penyerapan Na  retensi air  prolaps
– Ketikdakseimbangan vasomotor  peningkatan
permeabilitas kapiler & ggg regulasi vaskular  sitokin
dr sel mast dilepas  edema  polip
• Makroskopis :
– Massa bertangkai dgn permukaan
licin,bulat/lonjong,putih keabuan,agak bening,lobular
– Pucat,krn banyak cairan & sedikit darah ke polip
• Mikroskopis :
– Epitel bertingkat semu bersilia dgn submukosa yg
sembab
Anamnesis
• Hidung tersumbat
• Hiposmia,anosmia
• Bersin2
• Nyeri pd hidung
• Sakit kepala daerah frontal
• Post nasal drip & rinore purulen
• Bernafas melalui mulut
• Suara sengau
• Halitosis
• Ggg tidur
• Batuk kronik
• Mengi
PF
• Hidung mekar
• Massa pucat dr meatus medius
– Stad 1 : polip masih di meatus medius
– Stad 2 : polip keluar dr meatus medius
– Stad 3 : polip masif
PP
• CT Scan
• Naso endoskopi
Tata Laksana
• Kortikosteroid
• Polipektomi
• Etmoidektomi
• Operasi Caldwell-Luc u/ sinus maxilla
• BSEF (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional)
5. Deviasi Septum

• Septum nasi tdk lurus sempurna di garis


tengah  penyempitan satu sisi hidung 
mengganggu fgs hidung & menyebabkan
komplikasi
• Etiologi :
– Trauma
– Ketidakseimbangan pertumbuhan
• Bentuk deformitas
– Deviasi
– Dislokasi
– Penonjolan tulang/tulang rawan septum
– Sinekia
• Gejala Klinik
– Sumbatan hidung
– Nyeri di kepala & sekitar mata
– Penciuman terganggu
• Terapi
– Ringan & tdk ada gejala  tdk perlu tindakan
koreksi septum
– Reseksi submukosa
– Septoplasti/reposisi septum
• Gejala Klinik
– Sumbatan hidung
– Nyeri di kepala & sekitar mata
– Penciuman terganggu
• Terapi
– Ringan & tdk ada gejala  tdk perlu tindakan
koreksi septum
– Reseksi submukosa
– Septoplasti/reposisi septum
Hematoma septum
• Akibat dr trauma  PD submukosa pecah darah
berkumpul diantara perikondrium & tulang rawan
septum  hematoma septum
• Fraktur tlg rawan  darah masuk ke sisi lain 
hematoma septum bilateral
• Gejala klinik :
– Sumbatan hidung & nyeri
– Pembengkakan unilateral/bilateral pd septum bagian
depan,bulat,licin,merah
– Pembengkakan ke dinding lateral hidung  obstruksi total
• Terapi :
– Drenase
– Pungsi
– Insisi
– Antibiotik
• Komplikasi :
– Abses septum
– Hidung pelana
Abses Septum
• Disebabkan o/ trauma yg tdk disadari pasien
• Hematoma septum  terinfeksi kuman  abses
• Gejala :
– Hidung tersumbat progresif
– Nyeri berat di puncak hidung
– Demam
– Sakit kepala
• Pemeriksaan :
– Tanpa spekulum hidung
– Tampak septum b’bentuk bulat dgn permukaan licin
• Terapi :
– Insisi & drenase nanah
– Antibiotik dosis tinggi
– Demam  analgetik
– Mencegah deformitas hidung  rekonstruksi septum
• Komplikasi :
– Nekrosis tulang rawan septum
– Hidung pelana
– septikemia
6. Sinusitis
Pendahuluan
• Menurut American Academy of
Otolaryngology – Head & Neck Surgery 1996
istilah sinusitis diganti dengan rinosinusitis
karena dianggap lebih akurat dengan alasan :
– Secara embriologis mukosa sinus merupakan
lanjutan mukosa hidung
– Sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis
– Gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia
dijumpai pada rinitis ataupun sinusitis 

66
DEFINISI SINUSITIS
• Sinusitis adalah radang sinus paranasal.
• Bila terjadi pada beberapa sinus, disebut
multisinusitis.
• Bila mengenai seluruh sinus paranasal, disebut
pansinusitis.

67
• Yang paling sering terkena adalah sinus maxillaris,
kemudian sinus frontalis, ethmoidalis, dan
sphenoidalis.
• Hal ini disebabkan karena:
– Sinus maxillaris adalah sinus terbesar
– Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar
– Dasarnya adalah akar gigi sehingga infeksinya dapat
berasal dari infeksi gigi
– Ostiumnya terletak di meatus medius, disekitar hiatus
semilunaris yang sempit sehingga sering tersumbat.
68
Etiologi dan Faktor Predisposisi
• ISPA akibat virus
• Bermacam-macam rinitis (alergi, hormonal)
• Polip hidung
• Kelainan anatomi (deviasi septum / hipertrofi
konka, sumbatan KOM)
• Infeksi tonsil
• Infeksi gigi

69
Klasifikasi Lama Riwayat Catatan

akut ≤ 4 minggu ≥ 2 faktor mayor, Demam atau muka


1 faktor mayor sakit saja tidak
dan 2 minor atau mendukung, tanpa
sekret purulen adanya gejala ata
pada tanda hidung yang
pemeriksaan lain.
Sub akut 4-12 minggu Seperti kronik Sembuh sempurna
setelah pengobatan
yang efektif.
Akut,rekuren ≥ 4 eps.dlm
setahun, setiap
eps.berlangsung
≥ 7-10 hari
Kronik ≥ 12 minggu ≥ 2 faktor mayor, Muka sakit tidak
1 faktor mayor mendukung, tanpa
dan 2 faktor disertai tanda atau
minor atau sekret gejala hidung yang
purulen pada lain
pemeriksaan

Eksaserbasi Perburukan
akut pada mendadak dari
kronik rhinosinositis
kronik, dan
kembali ke asal 70
setelah
SINUSITIS AKUT

71
ETIOLOGI
• Virus, bakteri, atau jamur.
• Kuman yang tersering adalah Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenzae (70% kasus).
• Rinitis akut
• Infeksi faring: faringitis, adenoiditis, tonsilitis akut
• Infeksi gigi molar M1, M2, M3 serta premolar P1, P2
• Berenang dan menyelam
• Trauma
• Barotrauma

72
Kriteria diagnosa
• Kriteria gejala RSA menurut AAOA
– Gejala mayor : sakit daerah muka, hidung buntu,
ingus purulen/post nasal drip,  gangguan
penciuman, demam.
– Gejala minor  : batuk-batuk, lendir ditenggorok,
nyeri kepala, nyeri geraham,  halitosis.

• RSA dicurigai bila didapatkan 2 gejala mayor


atau lebih , atau 1 gejala mayor dan 2 minor.
73
SINUSITIS SINUSITIS SINUSITIS SINUSITIS
MAXILLARI ETHMOIDALI FRONTALIS SPHENOIDALIS
S S
LOKASI Di bawah Di pangkal Terlokalisas Di verteks,
NYERI kelopak hidung dan i di dahi oksipital, retro
UTAMA mata, pipi, kantus atau orbital, dan
kadang medius, seluruh sphenoid
menyebar kadang nyeri kepala
ke alvelolus di bola mata
hingga atau di
terasa di belakangnya
gigi
LOKASI Gigi, dahi pelipis
NYERI ALIH dan daun
telinga
GEJALA Pembengk Jarang Pembengka
OBYEKTIF akkan di bengkak, kkan di
pipi dan kecuali bila dahi dan
kelopak ada kelopak
mata komplikasi mata atas
bawah
RINOSKOPI Tampak mukopus di meatus medius Tampak nanah
ANTERIOR (pada sinusitis ethmoidalis posterior keluar dari
sama seperti pada sinusitis meatus 74
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan termudah: transiluminasi. Berguna untuk
evaluasi penyembuhan, dan menghindari bahaya
radiasi pada wanita hamil. Bermakna bila hanya salah
satu sisi sinus yang sakit. Dilakukan untuk sinus
maxillaris dan frontalis.
• Pemeriksaan foto Rö: posisi Waters, PA, dan lateral.
Sinusitis akan tampak perselubungan atau penebalan
mukosa dan gambaran air fluid level.
• Pemeriksaan kultur kuman dan uji resistensi dari
sekret rongga hidung.
75
DIAGNOSIS BANDING
• Rinitis atrofi
• Ca hidung
• Benda asing di rongga hidung

76
PENATALAKSANAAN
(FARMAKOLOGI)
• Terapi medikamentosa:
– Antibiotik selama 10-14 hari (dapat diperpanjang
sampai semua gejala hilang)
• Amoxicillin , ampisilin, erhythromycin, sefaklor
monohidrat, asetil sefuroksim, trimethoprim-
sulfametoksazol, amoxicillin -asam klavulanat,
klaritromisin.
• Jika dalam 24-72 jam tidak ada perbaikan klinis, diganti
dengan antibiotik untuk kuman penghasil β–laktamase:
amoxicillin atau ampisilin + asam klavulanat.

77
PENATALAKSANAAN
(FARMAKOLOGI)
• Dekongestan hidung  memperlancar drainase
sinus.
– Dapat diberikan sistemik maupun topikal.
– Khusus topikal dibatasi 5 hari  menghindari terjadinya
rinitis medikamentosa.
– Dekongestan sistemik yang sering digunakan:
pseudoefedrin, fenilpropanolamin
• Irigasi nasal dengan NaCl  membantu
pemindahan sekret kental dari sinus ke rongga
hidung.
78
PENATALAKSANAAN
(FARMAKOLOGI)
• Pemberian antihistamin tidak dianjurkan pada sinusitis
akut purulen  mengentalkan sekret dan
menghambat drainase sinus.
• Analgesik  menghilangkan nyeri
• Mukolitik  mengencerkan sekret,  kerja silia,
merangsang fibrinolisis.
• Steroid intranasal (beklometason, flunisolid,
triamnisolon) mengurangi edema di daerah
kompleks osteo-meatal (terutama bila dicetuskan oleh
alergi)
79
SINUSITIS SUBAKUT

80
MANIFESTASI KLINIS PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Sama dengan sinusitis akut, • Transiluminasi sinus yang
hanya tanda-tanda akutnya sakit tampak suram atau
sudah reda. gelap.
• Pada rinoskopi anterior
tampak sekret purulen di
nasofaring.

81
PENATALAKSANAAN
• Antibiotik spektrum luas / spesifik selama 10-14 hari
• Obat simptomatis: dekongestan lokal (tetes hidung)
• Analgesik
• Antihistamin
• Mukolitik
• Diatermi  memperbaiki vaskularisasi sinus
• Jika belum membaik, lakukan pencucian sinus.
• Operasi koreksi septum
• Pengangkatan polip
• Konkotomi
82
SINUSITIS KRONIK

83
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
• Polusi bahan kimia, alergi, dan defisiensi
imunologik  silia rusak  perubahan
mukosa hidung  rentan terhadap infeksi.

• Terdapat edema konka  mengganggu


drainase sekret  silia rusak.

84
MANIFESTASI KLINIS
• Gejala hidung dan nasofaring: sekret di hidung
dan nasofaring (post nasal drip)  batuk kronik.
• Gejala faring: rasa tidak nyaman di tenggorokan.
• Gejala telinga: gangguan pendengaran akibat
sumbatan tuba Eustachius.
• Nyeri kepala: pada pagi hari, berkurang pada siang
hari.
• Gejala mata: akibat penjalaran infeksi melalui
ductus nasolacrimalis.
85
MANIFESTASI KLINIS

• Gejala gangguan napas: batuk, kadang


komplikasi di paru (sino-bronkitis), serangan
asma meningkat.
• Gejala GIT: gastroenteritis
• Hasil pemeriksaan klinis: tidak seberat sinusitis
akut (tidak terdapat pembengkakkan di muka).
• Rinoskopi anterior: sekret kental purulen dari
meatus medius atau meatus superior.
• Rinoskopi posterior: sekret purulen di
nasofaring atau turun ke tenggorokan.

86
DIAGNOSTIK
• Pemeriksaan Fisik
Faktor Major Faktor Minor
Muka rasa nyeri/tertekan Sakit kepala
Rasa tersumbat atau penuh Demam (pada yang bukan
pada muka akut)
Hidung tersumbat Halitosis
Sekret hidung purulen/post Lesu
nasal drip Sakit gigi
Hiposmia/anosmia Batuk
Sekret purulen di rongga Telinga rasa
hidung sakit/tertekan/penuh
Demam (hanya pada std
akut)

Untuk menyatakan diagnosis rinosinusitis kronik, pasien


harus menunjukkan min 2 faktor major atau 1 faktor
major disertai 2 faktpr minor
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan mikrobiologik: infeksi campuran.
• Pemeriksaan transiluminasi untuk sinus maxillaris dan sinus frontalis.
• Rö
• Pungsi sinus maxillaris
• Sinuskopi sinus maxillaris
• Pemeriksaan histopatologi
• Nasoendoskopi meatus medius dan meatus superior.
• Tomografi komputer (untuk evaluasi sinusitis kronik yang tidak
membaik dengan terapi, sinusitis dengan komplikasi, evaluasi pre
operatif, dugaan keganasan)
• MRI (membedakan sinusitis karena jamur, neoplasma, dan perluasan
intrakranialnya)

88
PENATALAKSANAAN
(NON-FARMAKOLOGIK)
• Pungsi atau antrostomi dan irigasi untuk
sinusitis maxillaris  memperbaiki drainase
dan pembersihan sekret
• Pencucian Proetz untuk sinusitis frontalis,
ethmoidalis, dan sphenoidalis.
• Bila dalam 5-6x tidak ada perbaikan klinis:
lakukan operasi radikal

89
Sinusitis Infeksiosa
Agen Etiologi Sinusitis :
• Virus
– Infeksi sal napas atas
• Bakteri
– Streptococcus pneumoniae
– Haemophillus influenza
– Branhamella catarrhalis
– Streptokok alfa
– Bakteri anaerob
– Staphylococcus aureus
– Streptococcus Pyogenes

90
Sinusitis Akut

• Sinusitis Maksilaris
– Gejala :
• demam
• Malaise
• nyeri kepala (reda dengan aspirin)
• nyeri pipi yang khas tumpul & menusuk
• sekret mukopurulen keluar dari hidung
terkadang berbau busuk
• batuk iritatif non-produktif
– Gambaran Radiologis : mula2 penebalan
mukosa  opasifikasi sinus lengkap (akibat
mukosa membengkak hebat)  gambaran
air-fluid level (akibat akumulasi pus)

91
– Pengobatan :
• Ampisilin atau eritromisin +
sulfonamid
• Amoksisilin / klauvanat
• Sefaloklor
• Sefuroksim
• Trimetoprim + sulfonamid
• Dekongestan (pseudofedrin)
• Tetes hidung poten (fenilefrin)
• Kompres hangat pada wajah
• Analgetik
• Tindakan operatif : bedah FESS

92
• Sinusitis Ethmoidalis
– Pada anak2  sering bermanifestasi
sebagai selulitis orbita
– Pada orang dewasa  sering + sinus
maksillaris
– Gejala : nyeri tekan pada kedua
mata & diatas jembatan hidung,
drainase, sumbatan hidung
– Pengobatan :
• Antibiotik sistemik
• Dekongestan hidung
• Obat tetes

93
• Sinusitis Frontalis
– Hampir selalu bersamaan dengan
sinus etmoidalis anterior
– Gejala : nyeri tekan pada atas alis
mata
• Sinusitis Sfenoidalis
– Amat jarang
– Nyeri kepala

94
Patofisiologi Sinusitis Dentogen
Sinusitis dentogen merupakan
salah satu penyebab sinusitis
kronik. Rongga sinus maksila
dipisahkan dengan akar gigi
hanya oleh tulang tipis

Gigi mengalami infeksi /


inflamasi jar.periodontal

Menyebar langsung ke sinus atau


melalui pembuluh limfe
95
Sinusitis Jamur
• Sinusitis jamur adalah infeksi yang
jamur pada sinus paranasal
• Etiologi : infeksi Aspergillus dan Candida
• Faktor predisposisi :
– pemakaian antibiotik
– Kortikosteroid
– obat-obat imunosupresan
– Radioterapi
– DM
– Neutropenia
– AIDS
– Perawatan lama di RS
96
Klasifikasi Sinusitis Jamur
Sinusitis Jamur

Non
Invasif /
Invasif
Misetom
• Menginvasi
a jar. dan
vaskular
Invasif Akut • Merusak dinding sinus,
Fulminan jar. orbita dan sinus
kavernosus
• Sering pada penderita
Invasif Kronik DM, imunosupresi
Indolen • Mukosa warna biru
• Menginvasi kehitaman
orbita,intrakranial
• Biasanya terjadi pada
pasien dengan
ggg.imunologik
• Bersifat kronik progresif 97
• gamb.klinis tidak sehebat
Terapi Sinusitis Jamur Invasif Terapi Jamur Non Invasif
• Pembedahan • Terapi bedah 
• Debrideman membersihkan massa
• Obat jamur sistemik  jamur, menjaga drainase
amfoterisin B dapat dan ventilase sinus
ditambahkan dengan
rifampisin / flusitosin

98
Diagnosis
• Pemeriksaan fisik :
– Rinoskopi anterior dan posterior dan pemeriksaan naso-endoskopi (untuk
diangnosis tepat dan dini).
– Tanda khas : ada pus si media mediatus (pada sinus maksila dan etmoid anterior
frontal)/ di meatus superior (pd sinusitis etmoid posterior dan sfenoid).
• Pemeriksaan penunjang :
– CT scan : umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus bersar (sinus
maksila dan frontal) ada air fluid/penebalan mukosa.
– Pemeriksaan Transiluminasi : pada sinus yg sakit akan tampak suram/gelap
– Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi : untuk mendapati antibiotik yang
tepat guna.
– Sinuskopi
– Nasal and sinus cultures – mengidentifikasi infeksi bakteri terutama pada kronik
sinusitis.

99
Terapi
• Tujuan terapi sinusitis :
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Memcegah perubahan menjadi kronik

• Prinsip pengobatan membuka sumbatan di


KOM(kompleks ostio-meatal) sehingga drenase
dan bentilasi sinus-sinus pulih secara alami.

100
Pengobatan
• Pengobatan konservatif.
– obat antialergi dan dekongestan,obat mukolitik untuk mengencerkan
sekret ;
– obat analgetik, untuk mengurangi rasa nyeri,
– obat antibiotik, sebaiknya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan
mkirobilogik dan kultur resistensi kuman. Antibiotik yang diberikan
biasanya golongan penisilin (amoksilin, sefalosporin)Biasanya diberikan
antibiotik yang mempunyai spektrum luas selama 10-14hari.

• Tindakan Operasi
– Bedah sinus endoskopik fungsional. Tindakan ini ditujukan untuk
membersihkan kelainan di kompleks ostiomeatal dengan
mempergunakan endoskop (teleskop)

101
• Nasal corticosteroids – mencegah dan mengobati
inflamasi
Eg : fluticasone, mometasone, budesonide,
triamcinolone and beclomethasone.
• Decongestants – menghilangkan infeksi dan
pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan
ostium sinus.
Eg: OTC oral decongestants: sudafed, actifed dan
drixoral
nasal sprays: phenylephrine dan oxymetazoline.
102
Pengobatan
• Antibiotics
– Tidak membantu pada acute sinusitis yang disebabkan infeksi
virus atau jamur.
– Mengobati acute sinusitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
– Eg: amoxicillin, doxycycline atau kombinasi trimethoprim-
sulfamethoxazole (Bactrim, Septra).
• Antijamur
– IV amphotericin B or voriconazole.
• Immunotherapy – pada pasien menderita alergi yang
berat.

103
Komplikasi sinusitis
• Intracranial - sinus
frontal, ethmoid
and sphenoid.
• Orbital – sinus
frontal, maxillary,
ethmoid and
sphenoid.
• Epidural abscess –
kumpulan purulen
di antara tengkorak
dan dura, biasanya
karena sinus frontal.

104
KOMPLIKASI
• Pada sinusitis frontalis: osteomielitis dan abses superiostal
• Pada sinusitis maxillaris: fistula oroantral
• Pada sinusitis ethmoid: kelainan orbita
– Edema palpebra
– Selulitis orbita
– Abses orbita
– Trombosis sinus kavernosus
• Kelainan intrakranial: meningitis, abses otak
• Kelainan paru: bronkitis kronik, bronkiektasis, asma
bronkial

105
Sinus Ethmoidalis
Terdapat 5 tahap :
• peradangan / reaksi
Komplikasi edema ringan
Orbita • Selulitis orbita
• Abses subperiorbital
• Abses orbita
• Trombosis Sinus
Komplika Kavernosus
si Komplikasi • Meningitis Akut
Intrakrania • Abses dura
Sinusitis l • Abses Otak
kronis

Osteomieli
tis & Abses  Sinus Frontalis
Subperioste
al
Suatu kista yang
mengandung mukus
yang timbul dalam
Mukokel sinus
 Sinus Maksilaris 106
Prognosis sinusitis
• Prognosis sinusitis akut baik sekali, 70%
pasien sembuh tanpa pengobatan.
• Jika disebabkan kelainan anatomic, dapat
dilakukan operasi dengan prognosis baik.

107
7. Epistaksis Hidung
Epistaksis
• Perdarahan dari hidung
• Etiologi:
– Trauma
– Kelainan anatomi
– Kelainan PD
– Infeksi, mis: rhinitis atau sinusitis, rhinitis jamur, TB, lupus,
dll
– Benda asing
– Tumor (hemangioma dan karsinoma, angiofibroma)
– Penyakit KV: mis. Hipertensi
– Kongenital: mis. Telangiektasia hemoragik herediter
– Demam berdarah
– Gangguan hormonal pada wanita hamil atau menopause
• Sumber perdarahan:
– Anterior: plexus kisselbach di septum
anterior atau dari arteri etmoidalis anterior->
biasa karena kebiasaan mengorek hidung
– Posterior: arteri etmoidalis posterior atau
arteri sfenopalatina-> pada pasien hipertensi,
arteriosklerosis, atau pada penyakit KV
• Tatalaksana:
– Cari sumber perdarahan dan hentikan
perdarahan
– Perhatikan keadaan umum
– Pasien diperiksa dalam posisi duduk. Jika
lemah-> setengah duduk atau berbaring
dengan kepala ditinggikan
• Cara menghentikan perdarahan:
– Anterior:
• Menekan hidung dari luar selama 10-15
menit
• Jika sumber perdarahan terlihat-> kaustik
dengan nitras argenti-> krim antibiotik
• Tampon anterior dari kapas yang diberi
pelumas vaselin atau salep antibiotik
– Posterior:
• Tampon posterior (tampon Bellocq)->
masukan menggunakan kateter
• Ligasi a.sfenopalatina dengan panduan
endoskop
8. Penyakit pd Hidung Bagian Luar
Selulitis
• Etiologi: Streptokokus dan Stafilokokus
• Gejala:
– Sering mengenai puncak hidung dan batang
hidung-> dapat sebagai perluasan furunkel pada
vestibulum
– Hidung bengkak, merah, nyeri
• Terapi: antibiotika sistemik dosis tinggi
Vestibulitis
• Infeksi pada kulit vestibulum
• Etiologi: inflamasi mukosa-> hipersekresi sel
goblet dan kelenjar seromusinosa-> iritasi dari
sekret rongga hidung (rinore) . Bisa juga
karena trauma karena dikorek-korek
• Furunkel pada vestibulum nasi-> dapat
menyebar ke vena fasialis, oftalmika, sinus
kavernosus-> tromboflebitis sinus kavernosus
– Maka, sebaiknya jangan memencet/insisi
furunkel, kecuali jika sudah jelas terbentuk abses
• Terapi: antibiotika dosis tinggi
DAFTAR PUSTAKA
• Sherwood L. Human physiology: from cell to
system. 7th ed. Canada Thomson Publishing Inc.
Canada; 2010.
• Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Nevk
Surgery 17, Centennial Edition. Editor: Snow,
Wackym. BC. Decker Inc, Connectitut, 2009.
• Scott-Brown’s Otolaryngology, Head and Neck
Surgery. Editor: Gleeson M et al. 7th ed. Vol. 2.
Edward Arnold (Publisher) Ltd, London, 2008.

Anda mungkin juga menyukai