Anda di halaman 1dari 111

KOMPETENSI DOKTER UMUM

DI BIDANG ANESTESI
MUHAMMAD FADLILLAH AL FITRAH, S. KED 04084821921110
RENI WAHYU NOVIANTI 04084821921114
AUDREY GRACILLIA RACHEL 04054822022099

Pembimbing : Dr. Mayang Indah Lestari, Sp.An


01.
Kasus
BANTUAN
HIDUP DASAR
(BHD)
SKENARIO

Seorang laki-laki, umur 35 tahun, terjatuh saat sedang berjalan dan


tidak sadarkan diri. Pasien juga didapatkan tidak bernapas.

Apakah manajemen awal
yang harus dilakukan pada
pasien tersebut?
cek respons

Periksa keadaan dan tentukan tingkat


kesadaran pasien tersebut dengan
memanggil nama atau panggilan
dengan keras serta menepuk atau
menggoyangkan bahu dengan mantap
(touch and talk)
Level of conciousness
ALERT/AWAS
A Korban sadar, meskipun mungkin masih dalam keadaan bingung terhadap apa yang
terjadi.

VERBAL/SUARA
V Korban merespon terhadap rangsang suara yang diberikan. Oleh karena itu, si
penolong harus memberikan rangsang suara yang nyaring ketika melakukan penilaian
pada tahap ini.
PAIN/NYERI
p Korban merespon terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh penolong. Rangsang
nyeri dapat diberikan melalui penekanan dengan keras di pangkal kuku atau
penekanan dengan menggunakan sendi jari tangan yang dikepalkan pada tulang
sternum/tulang dada.
UNRESPONSIVE/TIDAK RESPON
u Korban tidak merespon semua tahapan yang ada di atas.
cek respons

ada • Apabila penolong sendiri, panggil bantuan


• Observasi dan evaluasi ulang secara reguler

• Berteriak meminta bantuan dan meminta


tidak ada diambilkan AED
• Cek nadi karotis dan nafas bersamaan selama 5-
10 detik
nadi dan pernafasan

Pernapasan normal dengan denyut nadi karotid yang pasti


1 → evaluasi setiap 2 menit

Napas abnormal atau tidak bernafas dengan denyut nadi karotid yang
2 pasti
Korban dalam gangguan pernapasan → harus diberikan napas volume tidal
normal setiap 5 detik (12 napas setiap menit)

Napas abnormal atau tidak bernafas tanpa denyut nadi karotid yang
3 pasti
Korban dalam serangan kardiopulmoner → segera RJP berkualitas tinggi
Resusitasi dini kardiopulmoner berkualitas tinggi

Siklus CPR (siklus 30 kompresi dada : 2 bantuan napas)

Kompresi dada
• Kecepatan kompresi dada harus 100-120x/menit
• Kedalaman kompresi harus pada 5-6 cm
• Kompresi di bagian bawah sternum atau diantara
kedua puting susu
• Penyelamat harus memastikan bahwa sekama
penekanan, dinding dada diberikan kesempatan
kembali ke bentuknya semula (rekoil sempurna).

Sumber : American Heart Association : CPR and First Aid


Resusitasi dini kardiopulmoner berkualitas tinggi

Siklus CPR (siklus 30 kompresi dada : 2 bantuan napas)

Bantuan napas
• Pastikan jalan napas terbuka dan bersih
• Setelah kompresi dada dilakukan, napas
penyelamatan harus diberikan
• Nafas harus diberikan lebih dari 1 detik
• Bantuan napas yang diberikan sebanyak volume tidal
dengan terlihatnya dada korban mengembang
• Ambil napas lagi dan ulangi urutan seperti di atas
untuk memberikan dua napas penyelamatan yang
efektif.
Sumber : American Heart Association : CPR and First Aid
bersihkan jalan napas dan membuka jalan napas

Sumber : American Heart Association : CPR and First Aid Sumber : American Heart Association : CPR and First Aid

cross finger head tilt and chin lift


jawtrust
RESUSITASI DILAKUKAN SEBANYAK 5 SET →
LAKUKAN EVALUASI
DENYUT Periksa apakah adanya nafas
NADI • Jika tidak ada, sediakan batuan nafas setiap 5 detik dan
ADA kaji kembali setiap 2 menit.
• Jika ada nafas, periksa kembali setiap 2 menit sampai
korban dipindahkan ke fasilitas medis terdekat.

DENYUT Lanjutkan dengan lima set RJP lainnya (lima siklus


NADI kompresi dada 30: 2 napas) dan periksa kembali denyut
tidak ada nadi karotis setelahnya.
recovery posistion

Sumber : Basic First Aid : the Recovery Position - First Aid for Life
02.
Kasus intubasi
dan terapi
oksigen
SKENARIO
Tn.Y, usia 36 tahun, datang ke IGD dengan kesadaran penuh dan
terdapat luka bakar pada beberapa bagian tubuh yang meliputi kedua
tangan, dada, perut dan punggung, alis dan tampak jelaga pada lubang
hidung pasien. Pasien terlihat sesak serta merasa panas dan nyeri pada
saluran nafas.
Pemeriksaan fisik

Airway : Stridor (+)


Breathing : Sianosis (+), flail chest (+) , SpO2 : 85%
Circulation : TD 90/50 mmHg, N 125 x/mnt
Disability : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokhor ø3mm/3mm,
refleks pupil (+/+)
Exposure : luka bakar terdapat pada kedua tangan, dada, perut dan
punggung, alis dan tampak jelaga pada lubang hidung pasien

Bagaimana tatalaksana yang
harus dilakukan pada pasien
tersebut?
PERTOLONGAN PERTAMA

• Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk
menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala

• Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek


Torniket, karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi
oedem
Tatalaksana

AIRWA
Breathing Circulation
Y
Intubasi endotracheal, Dipasang oksigen RL 4ml/kgBB/%luka bakar
kemudian sungkup 10-15 L/m,
target saturasi >95%
intubasi

Intubasi adalah tindakan memasukkan pipa ke dalam rongga pernafasan


melalui mulut atau hidung. Intubasi dibagi menjadi dua yaitu intubasi
nasotrakeal dan intubasi orotrakeal.

Intubasi nasotrakeal merupakan tindakan memasukkan pipa nasal melalui


hidung dan nasopharing ke dalam oropharing sebelum dilakukannya
laryngoscopy. Sedangkan, intubasi endotrakeal merupakan tindakan
memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glottidis dengan
mengembangkan cuff, sehingga ujung distalnya berada kira-kira di
pertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea.
klasifikasi mallampati

Sumber : A Study of Prediction of Difficult Intubation Using Mallampati and Wilson Score
Correlating with Cormack Lehane Grading, Journal of Evidence Based Medicine and
Healthcare
persiapan alat intubasi (statics)

scope tube Airway


persiapan alat intubasi (statics)

tape suction introducer connector


komplikasi

Faktor pasien
• Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak dan wanita dewasa karena memiliki laring dan trakea
yang kecil serta cenderung terjadinya edema pada jalan napas.
• Pasien yang memiliki jalan napas yang sulit cenderung mengalami trauma.
• Pasien dengan variasi kongenital seperti penyakit kronik yang didapat menimbulkan kesulitan
saat dilakukan intubasi atau cenderung mendapatkan trauma fisik atau fisiologis selama
intubasi.
• Komplikasi sering terjadi saat situasi emergensi.

Faktor yang berhubungan dengan anestesi


• Ilmu pengetahuan, teknik keterampilan dan kemampuan menangani situasi krisis yang dimiliki
anestesiologis memiliki peranan penting terjadinya komplikasi selama tatalaksana jalan napas.
• Intubasi yang terburu-buru tanpa evaluasi jalan napas atau persiapan pasien dan peralatan
yang adekuat dapat menimbulkan kegagalan dalam intubasi.
komplikasi

Faktor yang berhubungan dengan peralatan


• Bentuk standar dari endotracheal tube (ETT) akan memberikan tekanan yang
maksimal pada bagian posterior laring. Oleh sebab itu, kerusakan yang terjadi pada
bagian tersebut tergantung dari ukuran tube dan durasi pemakaian tube tersebut.
• Pemakaian stilet dan bougie merupakan faktor predisposisi terjadinya trauma.
• Bahan tambahan berupa plastik dapat menimbulkan iritasi jaringan.
• Sterilisasi tube plastik dengan etilen oksida dapat menghasilkan bahan toksik
berupa etilen glikol jika waktu pengeringan inadekuat.
• Tekanan yang tinggi pada kaf dapat menimbulkan cedera atau kaf dengan tekanan
yang rendah dapat pula menimbulkan cedera jika ditempatkan di bagian yang tidak
tepat.
Terapi oksigen

Terapi oksigen (O2) merupakan suatu intervensi medis berupa upaya


pengobatan dengan pemberian oksigen (O2) untuk mencegah atau
memerbaiki hipoksia jaringan dan mempertahankan oksigenasi jaringan agar
tetap adekuat dengan cara meningkatkan masukan oksigen (O2) ke dalam
sistem respirasi, meningkatkan daya angkut oksigen (O2) ke dalam sirkulasi
dan meningkatkan pelepasan atau ekstraksi oksigen (O2) ke jaringan.
indikasi pemberian Terapi oksigen
• Nilai tekanan parsial oksigen (O2) kurang dari 60 mmHg atau nilai
saturasi oksigen (O2) kurang dari 90% saat pasien beristirahat dan
bernapas dengan udara ruangan
• Kecurigaan klinik hipoksia
• Pasien-pasien dengan infark miokard, edema paru, cidera paru akut,
sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS), fibrosis paru, keracunan
sianida atau inhalasi gas karbon monoksida (CO)
• Kondisi-kondisi yang menyebabkan peningkatan kebutuhan jaringan
terhadap oksigen (O2), seperti pada luka bakar, trauma, infeksi berat,
penyakit keganasan, kejang demam dan lainnya
terapi oksigen

jangka pendek Oksigen (O2) diberikan dengan fraksi oksigen (O2) (FiO2)
berkisar antara 60-100% dalam jangka waktu yang pendek
sampai kondisi klinik membaik dan terapi yang spesifik
diberikan.

Oleh karena terdapat perbaikan pada kondisi pasien dengan


jangka panjang pemberian terapi oksigen (O2) jangka panjang, maka saat ini
direkomendasikan untuk pasien hipoksemia (PaO2 < 55
mmHg atau SaO2 < 88%), terapi oksigen (O2) diberikan
secara terus menerus selama dua puluh empat jam dalam satu
hari.
pedoman untuk pemberian Terapi oksigen jangka pendek

• Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg; SaO2 < 90%)


• Henti jantung dan henti napas
• Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg)
• Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolik
• Distress pernapasan (frekuensi pernapasan > 24 kali/ menit)
pedoman untuk pemberian Terapi oksigen jangka panjang

• PaO2 istirahat < 55 mmHg atau SaO2 < 88%


• PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau SaO2 89% pada salah satu keadaan:
 Edema yang disebabkan karena CHF
 P pulmonal pada pemeriksaan EKG (gelombang P > 3 mm pada lead
II, III dan aVF)
• Polisitemia (hematokrit > 56%)
kontraindikasi pemberian terapi oksigen

• Pasien dengan keterbatasan jalan napas yang berat dengan keluhan


utama dispeneu tetapi dengan PaO2 lebih atau sama dengan 60 mmHg
dan tidak mempunyai hipoksia kronis

• Pasien yang tetap merokok karena kemungkinan prognosis yang buruk


dan dapat meningkatkan risiko kebakaran
alat terapi oksigen arus rendah

• Nasal kanul dan nasal kateter.

• Sungkup muka tanpa kantong penampung


alat terapi oksigen arus rendah

• Oksigen transtrakeal

• Sungkup muka dengan kantong penampung


alat terapi oksigen arus tinggi

• Sungkup venturi
pedoman pemberian terapi oksigen

• Tentukan status oksigenasi pasien dengan pemeriksaan klinis, analisa gas darah
dan oksimetri.
• Pilih sistem yang akan digunakan untuk memberikan terapi oksi-gen (O2).
• Tentukan konsentrasi oksigen (O2) yang dikehendaki: rendah (di bawah 35%),
sedang (35 sampai dengan 60%) atau tinggi (di atas 60%).
• Pantau keberhasilan terapi oksigen (O2) dengan pemeriksaan fisik pada sistem
respirasi dan kardiovaskuler.
• Lakukan pemeriksaan analisa gas darah secara periodik dengan selang waktu
minimal 30 menit.
• Apabila dianggap perlu maka dapat dilakukan perubahan terhadap cara pemberian
terapi oksigen (O2).
• Selalu perhatikan terjadinya efek samping dari terapi oksigen (O2) yang diberikan.
kontraindikasi pemberian terapi oksigen

• Pasien dengan keterbatasan jalan napas yang berat dengan keluhan


utama dispeneu tetapi dengan PaO2 lebih atau sama dengan 60 mmHg
dan tidak mempunyai hipoksia kronis

• Pasien yang tetap merokok karena kemungkinan prognosis yang buruk


dan dapat meningkatkan risiko kebakaran
03.
Kasus
terapi cairan (I)
Seorang laki-laki, 32 tahun, diantar ke ugd setelah
kecelakaan tunggal

Sejak ±1 jam yll, pasien mengalami kecelakaan tunggal dengan


stang motor membentur dada bagian depan.
Pada pemeriksaan awal didapatkan pasien tampak gelisah namun
masih dapat menjawab pertanyaan yang diberikan, laju nafas 30 x/mnt,
nadi 125 x/mnt, tekanan darah 95/50 mmHg, SpO2 88%
Pemeriksaan fisik

Airway : Jalan nafas paten, perdarahan (-), masih dapat


berbicara
Breathing : Dinding dada asimetris, kiri tertinggal, jejas (+)
toraks kiri, stem fremitus kiri lebih lemah dari kanan,
perkusi kiri redup, suara napas vesikuler kiri menurun,
ronki basah (-/+), RR 30 x/mnt
Circulation : TD 90/50 mmHg, N 125 x/mnt
Disability : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokhor ø3mm/3mm,
refleks pupil (+/+)
Exposure : Jejas di lokasi lain (-)

Apa kemungkinan diagnosis
pasien serta apa yang harus
dilakukan terhadap pasien?
R/ kecelakaan + PF didapat dinding
dada asimetris, kiri tertinggal, jejas (+)
Suspek
toraks kiri, stem fremitus kiri lebih
hemotoraks
lemah dari kanan, perkusi kiri redup,
sinistra
vesikuler kiri menurun, ronki basah
(-/+)
KLASIFIKASI SYOK HEMORRHAGIK

Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV


Kehilangan darah
Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000
(ml)
Kehilangan darah
Sampai 15% 15-30% 30-40% >40%
(%EBV)
Denyut nadi <100 >100 >120 >140
Tek. Darah (mmHg) Normal Normal Menurun Menurun
Normal atau
Tek. Nadi (mmHg) Menurun Menurun Menurun
meningkat
Frek. Napas 14-20 20-30 30-35 >35
Produksi urin
>30 20-30 5-15 Tidak ada
(ml/jam)
Gelisah Gelisah Gelisah dan Bingung dan
SSP/status mental
ringan sedang bingung letargi
Resusitasi cairan Kristaloid dan
Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan darah
inisial darah
ATLS classification of blood loss* based on initial patient presentation from the American College of Surgeons in Spahn, Donat R., et al.
"Management of bleeding and coagulopathy following major trauma: an updated European guideline." Critical care 17.2: R76.2013

Pada pasien terjadi ↓ tekanan darah
disertai takikardia dengan nadi 125 x/mnt
dan peningkatan laju pernapasan
30x/menit disertai keadaan status mental
yang tampak gelisah.
Estimasi kehilangan darah pada pasien ini
sekitar 30-40%.

Shock hemorrhagic grade III


SUSPEK
HEMOTORAKS
SINISTRA + SYOK
HEMORAGIK GRADE
III
Tatalaksana

AIRWA
Breathing Circulation
Y
Jalan nafas masih Dipasang oksigen Kristaloid (RL) 1 L/m (atau 20
paten sungkup 10-15 L/m, ml/kgBB) selama 30-60 menit,
target saturasi >95% bergantung respons pasien
terhadap resusitasi
EXPOSUR
Disability E Observasi
Penurunan GCS Tidak ada masalah TTV, output urin,
mungkin disebabkan pemeriksaan
perfusi yang tidak laboratorium (Hb, Ht,
adekuat RBC)
SETELAH 1
JAM...
Tanda-tanda vital membaik, RR 28 x/m, N 89 x/m, TD 110/70
mmHg, output urin 27 ml
• Pasien dengan kehilangan darah 15-40% (syok kelas II/III)
mungkin berespon terhadap terapi resusitasi awal, namun
kondisi dapat menurun ketika cairan diturunkan menjadi cairan
maintenans (transient responders)
• Dapat diindikasikan transfusi darah, namun lebih penting
untuk memberikan tindakan definitif untuk mengontrol
perdarahan
R/ foto toraks dan pemasangan water sealed drainage setelah stabil
TERAPI CAIRAN

Terapi cairan ialah tindakan untuk


memelihara ataupun mengganti cairan tubuh.

Resusitasi cairan: ditujukan untuk


menggantikan kehilangan akut cairan tubuh.
Terapi ini ditujukan pula untuk ekspansi
cepat dari cairan intravaskuler dan
memperbaiki perfusi jaringan.

Terapi rumatan: bertujuan untuk memelihara


keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi yang
Bagan 1. Tujuan terapi cairan
diperlukan oleh tubuh
Latief, AS, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif, FKUI. 2009.
TERAPI CAIRAN Berdasarkan jenis cairannya,
diklasifikasikan atas kristaloid dan
koloid

Komposisi mirip CES. Keuntungan: harga murah, mudah dicari,


tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi
ataupun syok anafilaktik.

Cairan kristaloid paling > digunakan : NS dan RL.


KRISTALOID RL >>>: alkalosis metabolik
NS >>>: asidosis hiperkloremik

Dextrose : untuk resusitasi perlu dihindari: hiperosmolaritas


hiperglikemik, diuresis osmotik, asidosis serebral
TERAPI CAIRAN

“plasma substitute” atau “plasma expander”, (+) zat/bahan BM ↑ dengan


aktivitas osmotik  t ½ (3-6 jam) dalam ruang intravaskuler.

koloid dapat mengembalikan volume plasma lebih efektif dan efisien daripada
KOLOID kristaloid

resusitasi cairan secara cepat; pada syok hipovolemik/hermorhagik berat,


pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein >>>:
luka bakar

2 jenis koloid: alami dan sintetis


TERAPI CAIRAN

 Jika syok: oksigen, cairan infus


resusitasi
NS/RL 20 cc/kgBB 30-60 menit,
unrespon ulangi dosis
 Rumatan: memelihara keseimbangan
 Perhatikan: medikasi, monitor
cairan tubuh dan nutrisi, kecepatan
perubahan Na, pertimbangan
80 ml/jam.
transfusi Ht <30%, pertimbangan
 Untuk anak gunakan rumus 4:2:1
insulin jika GD >200 mg%, H2-
 Dapat diberii infus cairan elektrolit
blocker atau antasida dalam
(+) karbohidrat atau hanya (+)
menjaga pH lambung
karbohidrat saja serta memerhatikan
keseimbangan kadar kalium. Infus
KAEN dapat mensuplai kalium
sesuai kebutuhan harian

Pemantauan resusitasi:
 Produksi urin melalui
kateter/jam
 EKG, denyut nadi, tekanan
darah, frekuensi pernapasan,
analisis gas darah arterial dan
pulse oxymetry

TERAPI CAIRAN
Kasus
terapi cairan (2)
SEORANG LAKI-LAKI, 24 TAHUN,
diantar ke igd setelah kecelakaan lalu
lintas
Tn. A, diantar ke IGD setelah kecelakaan lalu lintas ±30
menit yang lalu. Pada pemeriksaan fisik pasien tampak
gelisah. TD 90/65 mmHg, nadi 126 x/menit, frekuensi
napas 34 x/menit, CRT >2 detik, ekstemitas pucat. BB 80
kg. Nilai Ht preoperatif 35%.
Pemeriksaan fisik
PRIMARY
SURVEY
Airway : Jalan nafas paten, stridor (-), gurgling (-),
snoring (-)
Breathing : Bentuk dan gerakan dinding dada simetris, perkusi
sonor kedua paru, vesikuler (+/+), ronki (-/-),
wheezing (-)
Circulation : TD 90/65 mmHg, N 126 x/m, CRT >2 detik, akral
hangat
Disability : GCS 15 (E4M6V5), pupil isokhor ø3mm/3mm,
refleks pupil (+/+)
Exposure : Tampak deformitas pada femur dextra
Pemeriksaan fisik
SECONDARY
SURVEY
Allergic : tidak ada
Medication : tidak ada
Past ilneess : tidak ada
Last meal : 3 jam yang lalu
Event : Pasien mengendarai sepeda motor, lalu ```
menabrak motor lain dan pasien terjatuh dan
paha kanan tertimpa motor
KLASIFIKASI SYOK HEMORRHAGIK
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kehilangan darah
Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000
(ml)
Kehilangan darah
Sampai 15% 15-30% 30-40% >40%
(%EBV)
Denyut nadi <100 >100 >120 >140
Tek. Darah (mmHg) Normal Normal Menurun Menurun
Normal atau
Tek. Nadi (mmHg) Menurun Menurun Menurun
meningkat
Frek. Napas 14-20 20-30 30-35 >35
Produksi urin
>30 20-30 5-15 Tidak ada
(ml/jam)
Gelisah Gelisah Gelisah dan Bingung dan
SSP/status mental
ringan sedang bingung letargi
Resusitasi cairan Kristaloid dan
Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan darah
inisial darah
ATLS classification of blood loss* based on initial patient presentation from the American College of Surgeons in Spahn, Donat R., et al.
"Management of bleeding and coagulopathy following major trauma: an updated European guideline." Critical care 17.2: R76.2013

Apa kemungkinan diagnosis
pasien?
Syok
R/ kecelakaan + PF didapat GCS 15,
hemoragik
TD 90/65 mmHg, HR 126 x/m, RR 34
grade III +
x/m, tampak deformitas pada femur
fraktur tertutup
dextra
femur dextra

Berapa banyak jumlah darah
yang hilang untuk
menurunkan Ht sampai
30%?
Estimated blood volume
 Bayi dan anak : 80 ml/kgBB
 Dewasa pria : 75 ml/kgBB
 Dewasa wanita : 65 ml/kgBB
EBV = Kategori EBV x berat badan
Pada kasus, laki-laki usia 24 tahun, maka:
EBV = 75 ml/kgBB x BB
= 75 ml/kgBB x 80 kg
= 6000 ml
CONTINUE

RBCV preop = 35% x 6000 ml = 2100 ml


RBCV 30% = 30% x 6000 ml = 1800 ml
Kehilangan sel darah merah pada 30% = 2100 ml – 1800 ml = 300 ml
Perkiraan jumlah darah yang hilang = 3 x 300 ml = 900 cc

Oleh karena itu, transfusi harus dipertimbangkan hanya jika pasien


kehilangan darah melebihi 800 ml.
Transfusi tidak direkomendasikan sampai terjadi penurunan Ht hingga
24% (Hb <8.0 g/dL), tetapi kebutuhan transfusi disesuaikan dengan
klinis pasien dan prosedur bedah yang dilakukan
04.
Kasus
tatalaksana nyeri
SEORANG laki, 55 TAHUN,
ke poliklinik umum

Sejak ± 3 bulan yll, nyeri pada dada kiri . Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan
terasa hangat. Nyeri dirasakan terus menerus. Nyeri tidak berkurang dengan
istirahat. Rasa kebas (-). Aktivitas menjadi terbatas.
Riwayat cacar api pada daerah tersebut 3 bulan yll; berobat; namun tidak
kontrol lagi. Riwayat keluarga dengan keluhan sama (-).Riwayat minum obat
parasetamol, nyeri tidak hilang. Riwayat alergi obat tidak ada.
SEORANG laki, 55 TAHUN,
ke poliklinik umum

 Status generalis:
 Keadaan umum : tampak sakit
sedang
 VAS: 5
 Tekanan darah : 120/80 mHg
 Nadi : 80 x/mnt
 RR: 18 x/mnt
 Suhu : 36,7 ºC

Apa kemungkinan diagnosis
pasien serta apa yang harus
dilakukan terhadap pasien?
Nyeri ditusuk-tusuk, panas, rasa kebas
(-) pada dermatom T5. Riw. herpes Post herpetic
zoster (+) 3 bulan yll  neuralgia neuralgia
(nyeri akibat saraf teriritasi/rusak)

Bagaimana tatalaksana
nyeri pada pasien ini?
Nyeri berkurang dengan istirahat.
Nyeri sedang
Aktivitas menjadi terbatas
Tatalaksana nyeri
Ketorolac Opioid Tindakan
tablet painkillers operatif

• Rujuk ke SpS
• Gabungan • Epidural steroid
• Blok saraf
antidepresan • Dapat diberikan
• Dorsal root entry
(amitriptilin) / tramadol drip
zone (DREZ)
antikonvulsan lesions
(gabapentin)
NYERI

Berdasarkan sumber: somatik luar, somatik dalam dan


The International Association for the viseral
Study of Pain (IASP) : pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan atau
ancaman kerusakan jaringan. Nyeri
juga dapat berunggsi sebagai
mekanisme proteksi, defensif dan Berdasarkan patoisologi; nyeri nosiseptif, neurogenik-
penunjang diagnostik. neuropatik, psikogenik-idiopatik
NYERI
Mekanisme nyeri pada timbul sebagai akibat
rangsangan oleh zat-zat analgesik pada
reseptor nyeri yang banyak dijumpai pada
lapisan superfisial kulit dan beberapa jaringan
di dalam tubuh. Rangsang noxious dideteksi di
perifer oleh nosiseptor. Zat-zat yang timbul
akibat nyeri adalah kalium, serotonin,
bradikinin, histamin, prostaglandin, leukotrien
dan substansi P. Rangkaian proses perjalanan
yang menyertai antara kerusakan jaringan
sampai dirasakan nyeri adalah suatu proses
elektrofisiologis. Ada 4 proses yang mengikuti
suatu proses nosisepsi yaitu transduksi,
transmisi, modulasi dan persepsi.
Derajat nyeri:
ringan, sedang
NYERI
dan berat

Numeric pain intensity scale

Pengukuran nyeri:
VRSs, NRSs,
VAS,
Faces pain scale
Visual Analog scale

Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical Aneshesiology. Sixth Edition.
New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2018.
Yudiyanta, Khoirunnisa N, Novitasari RK. Assessment Nyeri dalam CDK-226/vol 42 no. 3, th. 2015 Faces Pain Scale
NYERI

Secara garis besar dalam praktik tatalaksana


nyeri, stategi farmakologi mengikuti WHO Three
Step Analgesic Ladder” yaitu:
1. Tahap pertama dengan menggunakan obat
analgetik nonopiat seperti NSAID atau COX2
spesific inhibitors.
2. Tahap kedua, dilakukan jika pasien masih
mengeluh nyeri. Maka diberikan obat-obat
seperti pada tahap 1 ditambah opiat lemah
secara intermiten.
3. Tahap ketiga, bila nyeri dirasa masih
menetap, sebagai langkah ketiga dilakukan
WHO Pain Ladder with Pain Management Guideline in dengan memberikan obat pada tahap 2
Tharakan, Liza et Faber, Peter. Pain management in day-case ditambah opiat yang lebih kuat.
surgery. BJA Education Volume 15 Issue 4 Pages 180–
183.2015.
NYERI

Beberapa contoh analgesik non opioid yang biasa digunakan dan dosisnya

Interval dosis Dosis maksimum sehari


Analgesik Dosis (mg)
(jam) (mg)
Actylsalicylic acid (aspirin) 500-1000 4 3600-6000
Acetaminophen 500-1000 4 1200-4000
Ibuprofen 400 4-6 3200
Ketorolac oral 10 4-6 40
IV/IM 10-30 4-6 90
Celecoxib (celebrex) 100-200 12 400
NYERI
Beberapa jenis analgetik opioid dan dosisnya

Analgesik Opioid Dosis


 Menghilangkan/mengurangi nyeri sedang: 0,1-0,2 mg/kgBB (secara
Morphine subkutan, intramuskular) dan dapat diulang tiap 4 jam
 Mengurangi nyeri hebat: dosis dewasa 1-2 mg intravena dapat
diulang sesuai yang diperlukan
 Mengurangi nyeri dewasa paska bedah atau nyeri persalinan dosis 2-
4 mg epidural atau 0,05-0,2 intratrakeal dapat diulang antara 6-12
jam
Pethidine  Dosis intramuskular: 1-2 mg/kgBB dapat diulang tiap 3-4 jam
 Dosis intravena: 0,2-0,5 mg/kgBB
 Sediaan injeksi intravena hanya digunakan selama pembedahan
Fentanyl dosis 1-3 µg/kgBB
05.
Kasus INITIAL
ASSESSMENT
tn. b, 23 tahun, dibawa ke igd rsmh karena ditusuk obeng di dada
kanan
Tn. B dibawa ke IGD RSMH
dengan keluhan sesak nafas dan
nyeri dada. Sejak ±30 menit SMRS,
Nama : Tn. B pasien dengan dada kanan tertusuk
Umur : 23 tahun obeng akibat perkelahian.
MRS : 1 Mei 2020 Pada pemeriksaan awal
Keluhan Utama: didapatkan pasien tampak sesak
sesak nafas namun masih dapat menjawab
pertanyaan yang diberikan, laju
nafas 56 x/mnt, nadi 130 x/mnt,
tekanan darah 90/50 mmHg, SpO2

Apa kemungkinan diagnosis
pasien serta apa yang harus
dilakukan terhadap pasien?
R/ perkelahian + PF didapat dinding
Suspek tension
dada asimetris, kanan tertinggal, jejas
pneumothoraks
(+) toraks anterior ICS 3 LMC dextra,
dextra + syok
perkusi kanan hipersonor, auskultasi
obstruktif
paru kanan vesikuler (-)
INITIAL ASSESSMENT

01 02 03 04
PERSIAPAN TRIASE PRIMARY SURVEY DAN SECONDARY SURVEY
RESUSITASI

05 06 07 08
ANAMNESIS DAN TAMBAHAN PEMANTAUAN DAN PENANGANAN
PEMERIKSAAN FISIK TERHADAP RE-EVALUASI DEFINITIF
SECONDARY SURVEY BERKESINAMBUNGAN
Initial assessment

PERSIAP
AN

01
persiapan akan 02
Persiapan
dikoordinasika dilakukan untuk
n dengan memfasilitasi
dokter di resusitasi cepat
rumah sakit pasien trauma.
PRE- penerima. HOSPITAL
HOSPITAL
Penangan pasien didasarkan atas prioritas di rumah sakit berdasarkan jalur
Initial assessment

triase • GCS: E4M6V4


• TD: 90/50 mmHg
• RR: 56x/m

• Jejas di dada kanan depan ICS 3 (+)


• Thoraks asimetris, hemithoraks kanan
tertinggal

Transfer ke trauma center


Primary Survey

Airway : snoring (-), gurgling (-), airway bebas, patensi jalan nafas baik
Breathing : Dinding dada asimetris, kanan tertinggal, jejas (+) toraks anterior ICS 3
linea midclavicularis dextra, deviasi trakea kekiri, perkusi kanan hipersonor,
suara napas vesikuler kiri (+) normal, kanan vesikuler (-), RR 56 x/mnt,
takipneu, retraksi dada tidak ada, ronkhi dan wheezing tidak ada, saturasi
oksigen 89%
Circulation : Tekanan darah 90/50 mmHg, nadi 130 kali/ menit, regular, lemah, akral
dingin, CRT <3 detik
Disability : compos mentis, GCS 14, tidak ada defisit neurologis
Tension pneumothoraks

anamnesis dan gejala klinis


menunjukkan ke arah tension
pneumothoraks?

Decompression!
(tanpa perlu menunggu hasil rontgen thoraks)
Needle decompression
1. Evaluasi thoraks dan pernapasan pasien.
2. Berikan oksigen aliran tinggi dan ventilasi secukupnya.
3. Siapkan titik insersi jarum. (Untuk pasien anak, ICS 2 linea midclavicular)
Untuk orang dewasa (terutama dengan lebih tebal jaringan subkutan), ICS
4-5 anterior dari linea midaxillary.
4. Anestesi lokal area insersi.
5. Masukkan kateter 14G (45 mm) dengan spuit 10 cc. Arahkan jarum tepat
di atas iga pada ICS, aspirasi jarum suntik selagi insersi.
6. Tusukan jarum ke rongga pleura.
7. Lepaskan jarum suntik dan dengarkan udara keluar saat jarum memasuki
rongga pleura untuk menunjukkan dekompresi dari tegangnya
pneumotoraks. Majukan kateter ke dalam ruang pleural.
8. Fiksasi jarum kateter dan siapkan pemasangan chest tube.
Tension pneumothoraks

needle decompression Finger decompression


Chest tube
1. Siapkan persediaan, duk steril, dan antiseptik, tube thoracostomy kit (tray) dan chest tube
berukuran (28-32 Fr). Siapkan WSD.
2. Posisikan pasien dengan lengan ipsilateral diletakkan di atas kepala dan tertekuk pada siku (kecuali
dihalangi oleh cedera lainnya). Minta bantuan orang lain untuk mempertahankan lengan dalam
posisi ini.
3. Persiapkan dinding dada lateral termasuk bagian putting pada bidang operasi.
4. Identifikasi area pemasangan chest tube di ICS 4 atau 5. Area ini sejajar dengan lipatan puting atau
inframammaria. Insersi jarum harus diantara linea aksilaris anterior dan midaksilaris.
5. Suntikkan area secara bebas dengan anestesi lokal termasuk kulit, jaringan subkutan, periosteum
iga, dan pleura. Sementara anestesi lokal mulai bekerja, gunakan tabung torakostomi untuk
mengukur kedalaman insersi. Tetapkan perkiraan kedalaman chest tube dengan menempatkan
ujung tabung ke dekat klavikula sampai lokasi insisi. Beri tanda pada chest tube sesuai yang telah
ditentukan agar memastikan ujung chest tube ada di rongga pleura. Seringkali tanda tabung dada
berada pada 10-14cm dari kulit, tergantung pada jumlah jaringan subkutan (misalnya, pasien
obesitas).
6. Buat sayatan 2 - 3 cm sejajar dengan tulang rusuk di area yang telah ditentukan, dan insisi melalui
Chest tube (cont.)
7. Jepitkan klem pada ujung chest tube. Insersi chest tube melewati pleura parietal sambil
memegang dekat ujung dari chest tube untuk mencegah berlebihannya kedalaman insersi chest
tube dan cedera pada struktur yang mendasarinya. Majukan klem di atas tulang rusuk dan
menyebar untuk memperluas pembukaan pleural. Udara atau cairan akan dievakuasi. Dengan
jari bersarung tangan steril, lakukan satu jari menyapu untuk menghapus adhesi dan gumpalan
(mis., lakukan needle decompression).
8. Tempatkan klem di ujung distal tabung. Gunakan klem lain di proksimal chest tube, dorong
tabung ke dalam rongga pleura hingga kedalaman yang diinginkan.
9. Lihat dan dengarkan gerakan udara dan darah drainase; "Fogging" dari tabung dada
menunjukkan tabung berada di ruang pleural.
10. Lepaskan klem distal dan hubungkan chest tube dengan WSD. Zip ikatan dapat digunakan
untuk memfiksasi chest tube dengan WSD.
11. Fiksasi chest tube ke kulit dengan menggunakan benang non-absorbable.
12. Tutup lokasi insersi dengan kassa steril dan kencangkan dengan pita lebar.
13. Lakukan rontgen thoraks untuk evaluasi.
14. Kaji ulang pasien.
Secondary survey

Allergic : tidak ada


Medication : tidak ada
Past ilneess : tidak ada
Last meal : 2 jam yang lalu
Event : Pasien terlibat perkelahian, lalu pasien ditusuk
menggunakan obeng di dada kanan bagian depan
kemudian pasien terjatuh dan ditolong oleh warga sekitar.
Kemudian pasien dibawa ke IGD RSMH untuk
ditatalaksana.

Apa kemungkinan
diagnosis pasien?

Pada pasien terjadi peningkatan RR (56x/m),
penurunan TD (90/50mmHg) disertai takikardia (130
x/menit) disertai keadaan status mental yang tampak
gelisah (GCS 14). Pada primary survey ditemukan
deviasi trakea kekiri, dada asimetris dengan dada
kanan tertinggal, perkusi hipersonor, auskultasi
verikuler (-)
Tension pneumothorax + obstructive shock
Tatalaksana

AIRWA
Breathing Circulation
Y
Jalan nafas Dipasang oksigen sungkup 10-15 Syok obstruktif ditatalaksana
masih paten. L/m, target saturasi >95%. Needle dengan tatalaksana tension
decompression dan chest tube pneumothoraks

EXPOSUR
Disability E Observasi
Penurunan GCS Tidak ada masalah TTV, evaluasi WSD
mungkin disebabkan
perfusi yang tidak
adekuat
06.
Kasus
manajemen
syok
tn. r, 29 tahun, dibawa ke igd rsmh karena kecelakaan lalu lintas

Tn. R dibawa ke IGD RSMH setelah


mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien
mengemudi sepeda motor lalu perut pasien
membentur stang motor dengan keras saat terjadi
Nama : Tn. R kecelakaan.
Umur : 29 tahun
Pada pemeriksaan awal didapatkan pasien
MRS : 1 Mei 2020 tampak gelisah namun masih dapat menjawab
pertanyaan yang diberikan, laju nafas 30x/m, nadi
140x/m, tekanan darah 90/50 mmHg, SpO2 97%,
pada abdomen terdapat memar ukuran 7x9cm di
regio kiri atas, nyeri tekan (+).

Apa kemungkinan diagnosis
pasien serta apa yang harus
dilakukan terhadap pasien?
R/ kecelakaan + PF didapat jejas di Syok
abdomen regio hipokondrium sinistra, hemoragik ec.
nyeri tekan (+), nyeri ketok (+), TD suspek ruptur
90/50mmHg, Nadi 140x/m lien
Initial assessment

triase • GCS: E4M6V5


• TD: 90/50 mmHg
• RR: 30x/m
Nilai mekanisme trauma

• Kecelakaan lalu lintas berisiko tinggi


 Perut pasien terbentur stang motor

Transfer ke trauma center


Primary Survey

Airway : snoring (-), gurgling (-), airway bebas, patensi jalan nafas baik
Breathing : Dinding dada simetris, deviasi trakea (-), perkusi sonor,
suara napas vesikuler (+) normal, RR 30 x/m, takipneu, retraksi
dada (-), ronkhi dan wheezing (-), saturasi oksigen 97%
Circulation : Tekanan darah 90/50 mmHg, nadi 140 x/m, regular,
lemah, akral dingin, pucat, CRT >3 detik
Disability : compos mentis, GCS 15, tidak ada defisit neurologis
What should
we do as a
general
practitioner?
WE DO

01 02 03
IDENTIFIKASI MENENTUKAN TATALAKSANA
SYOK ETIOLOGI SYOK SYOK SESUAI
• Syok ETIOLOGI
hemoragik
Berbahaya jika menunggu sampai pasien trauma cocok dengan klasifikasi fisiologis syok
yang tepat sebelum memulai restorasi volume yang tepat. Lakukan kontrol perdarahan dan
resusitasi cairan ketika tanda-tanda awal dan gejala kehilangan darah tampak jelas atau
dicurigai — tidak ketika tekanan darah turun atau tidak ada.
Klasifikasi sYok
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kehilangan darah (ml) Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000
Kehilangan darah
Sampai 15% 15-30% 30-40% >40%
(%EBV)
Denyut nadi <100 >100 >120 >140
Tek. Darah (mmHg) Normal Normal Menurun Menurun
Normal atau
Tek. Nadi (mmHg) Menurun Menurun Menurun
meningkat
Frek. Napas 14-20 20-30 30-35 >35
Produksi urin (ml/jam) >30 20-30 5-15 Tidak ada
Gelisah Gelisah Gelisah dan Bingung dan
SSP/status mental
ringan sedang bingung letargi
Kristaloid dan
Resusitasi cairan inisial Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan darah
darah

ATLS classification of blood loss* based on initial patient presentation from the American College of Surgeons in Spahn, Donat R., et al.
"Management of bleeding and coagulopathy following major trauma: an updated European guideline." Critical care 17.2: R76.2013
Syok hemoragik ec suspek rupture lien
1. Akses dua jalur infus atau jalur sentral.
2. Tempatkan pasien dalam posisi Trendelenburg.
3. Transfusi dengan perbandingan 1:1:1 atau 1:1:2 (plasma:trombosit:PRC) dapat menghasilkan
hemostasis yang lebih baik.
4. Resusitasi cairan IV cepat dengan dosis yang biasa digunakan adalah 1 liter untuk orang dewasa
dan 20 mL/kg untuk pasien anak dengan berat kurang dari 40 kilogram.
5. Pantau respon resusitasi cairan!! Pemberian cairan dapat dipantau dengan mengukur tekanan
darah, urine output (1-1.5 ml/kgBB/jam), status mental, dan edema perifer.
6. Jenis kristaloid digunakan untuk mengembalikan kesadaran pasien berdasarkan perkiraan
volume resusitasi, status asam/basa, dan preferensi dokter atau institusi. Kristaloid sama-sama
efektif dan jauh lebih murah daripada koloid.
7. Jika syok sudah terkontrol, pertimbangkan pemeriksaan penunjang (darah lengkap, USG
Abdomen, CT Scan abdomen)
8. Terapi definitif (rujuk ke dokter bedah)
Secondary survey

Allergic : tidak ada


Medication : tidak ada
Past ilneess : tidak ada
Last meal : 4 jam yang lalu
Event : Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Perut pasien
terbentur stang motor saat motor tertabrak.

Apa kemungkinan diagnosis
pasien?

Pada pemeriksaan awal didapatkan pasien tampak gelisah
namun masih dapat menjawab pertanyaan yang diberikan, laju
nafas 30x/m, nadi 140x/m, regular, lemah, akral dingin, pucat,
CRT >3 detik, tekanan darah 90/50 mmHg, SpO2 97%, pada
abdomen terdapat memar ukuran 7x9cm di regio kiri atas, nyeri
tekan (+).
Syok hemoragik ec susp ruptur lien
Tatalaksana

AIRWA
Breathing Circulation
Y
Jalan nafas masih Tidak ada gangguan Kontrol perdarahan, transfusi
paten. breathing. darah, dan resusitasi cairan dan
cairan kristaloid

EXPOSUR
Disability E Observasi
Tidak ada gangguan Tidak ada masalah Urine output, TTV
disability

Rujuk ke dokter bedah untuk terapi definitif


DA F TA R P U S TA K A
1. 1.Mangku G, Senapathi TGA. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku Ajar
Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks;. 6 (5) : h.272 – 98. 2017.
2. 2.Latief, AS, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif, FKUI. 2009.
3. 3.Soenarto RF, Chandra S. Buku ajar anestesiologi. Jakarta: Departemen anestesiologi
dan intensive care FK UI.2002.
4. 4.Nee, P., Andrews, F., & Rivers, E. Critical care in the emergency department:
introduction. Emergency medicine journal, 23(7), 560-560. 2006.
5. 5.Stoelting, Robert K, and Ronald D. miller. Basics of Anesthesia. Fifth edition. California
: Churchill Livingstone.2017.
6. 6.Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical Aneshesiology.
Sixth Edition. New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2018.
7. 7.Salam SH. Bahan Kuliah FK Unhas: Dasar terapi cairan dan elektrolit.
8. 8.Lyon Lee. Resuscitation Fluids, Disorder of Fluid and Electrolyte Balance. Oklahoma
State University – Center for Veterinary Health. 2016.
9. 9.Evers, AS, and Mervyn Maze. Anesthetic Pharmacology: Physiologic Principles and
Clinical Practice. United Kingdom : Churchill Livingstone. 2014.
10. 10.American College of Surgeons of Committee on Trauma. Advanced Trauma Life
Support Student Course Manual. 2018.
DA F TA R P U S TA K A
1.Mangku G, Senapathi TGA. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku Ajar Ilmu
Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks;. 6 (5) : h.272 – 98. 2017.
2.Latief, AS, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif, FKUI. 2009.
3.Soenarto RF, Chandra S. Buku ajar anestesiologi. Jakarta: Departemen anestesiologi dan
intensive care FK UI.2002.
4.Nee, P., Andrews, F., & Rivers, E. Critical care in the emergency department:
introduction. Emergency medicine journal, 23(7), 560-560. 2006.
5.Stoelting, Robert K, and Ronald D. miller. Basics of Anesthesia. Fifth edition. California :
Churchill Livingstone.2017.
6.Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical Aneshesiology. Sixth
Edition. New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2018.
7.Salam SH. Bahan Kuliah FK Unhas: Dasar terapi cairan dan elektrolit.
8.Lyon Lee. Resuscitation Fluids, Disorder of Fluid and Electrolyte Balance. Oklahoma State
University – Center for Veterinary Health. 2016.
9.Evers, AS, and Mervyn Maze. Anesthetic Pharmacology: Physiologic Principles and Clinical
Practice. United Kingdom : Churchill Livingstone. 2014.
10.American College of Surgeons of Committee on Trauma. Advanced Trauma Life Support
Student Course Manual. 2018.
DA F TA R P U S TA K A
21.Gisele de Azevedo Prazeres,MD., (2002), Orotracheal Intubation,
http://www.medstudents.com/orotrachealintubation/medicalprocedures.htm.
22.Greenberg MS, Glick M. Burket’s oral medicine diagnosis and treatment. 10th ed . Ontario: BC Decker
Inc, 2003: 94,126, 612.
23.Samsoon GLT, Young JRB. Difficult tracheal intubation: A retrospective study. Anaesthesia. 1987;42:487-
490.
24.Wilson ME, Speigelhalter D, Robertson JA, et al. Predicting difficult intubation. Br J Anaesth. 1988;61:211-
216.
25.Thierbach AR, Lipp MDW. Airway management in trauma patients. Anesth Clin North Am. 1999;17:63-81.
26.Friedland DR, et all. Bacterial Colonization of Endotracheal Tubes in Intubated Neonatal in Arch
Otolaringol Head and Neck Surg 2001;127:525- 528. Available at: http://www.archoto.com. Accessed: 8 th
July 2012.
27.Safar P. Cardiopulmonary Ressucitation. W.B. Saunders. Canada.1981.
28.Widiyanto B, Yasmin LS. Terapi Oksigen terhadap Perubahan Saturasi Oksigen melalui Pemeriksaan
Oksimetri pada Pasien Infark Miokard Akut (IM-A). Prosiding Konferensi Nasional II PPNI Jawa Tengah.
2014; 1(1): 138-43.
29.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.
Jakarta. InternaPublishing. 2009.
30.Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Senior RM, Pack AI. Fishman’s Pulmonary Diseases and
Disorders. Edisi IV. New York. McGraw-Hill Companies. 2008.
DA F TA R P U S TA K A
31.Thim, Troels, Niels Henrik Vinther Krarup, et al. Initial assessment and treatment with the
Airway,Breathing, Circulation, Disability, Exposure (ABCDE) approach. International Journal of General
Medicine. 2012;5:117–121.
32.Ferrada, Paula, Rachael A. Callcut2, David J. Skarupa, et al. Circulation first – the time has come to
question the sequencing of care in the ABCs of trauma; an American Association for the Surgery of Trauma
multicenter trial. World Journal of Emergency Surgery. 2018;13:8.
33.World Health Organization. The ABCDE and SAMPLE History Approach.
34.Surviving Sepsis Campaign. Shock Sepsis. Society of Critical Care Medicine . The Intensive Care
Proffesional. 2018. https://www.sccm.org/SurvivingSepsis Campaign/Home/guidelines.
35.Koya, Hayas Haseer, Manju Paul. Shock. StatPearls Publishing. 2020; p 1-10.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK531492/.
36.Seymour, Christopher W., Matthew R. Rosengart. Septic Shock. JAMA; 2015.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4646706/.
37.Sharven Taghavi, Reza Askari. Hypovolemic shock. StatPearls Publishing. 2020; p 1-6.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513297/.
38.Mandal, Mohanchandra. Ideal resuscitation fluid in hypovolemia: The quest is on and miles to go!
International Journal of Critical Illness and Injury Science; 2016. p.1-4.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC49018 26/.
39.Dave S, Cho JJ. Neurogenic Shock. StatPearls Publishing; 2019. p. 1-5.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459361/.
40.Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta. 2012.
THAN
K
YOU

Anda mungkin juga menyukai