Anda di halaman 1dari 47

MENINGOENSEFALITIS

BAKTERIALIS
AUDREY GRACILLIA RACHEL 04054822022099
NAZLATUL NUR AINI 04054922022

Pembimbing : dr. Budiman Juniwijaya, Sp. S


01 Pendahuluan

02 Laporan Kasus
CONTENTS
03 Tinjauan Pustaka

04 Daftar Pustaka
PENDAHULUAN

M e n i n g o e n s e f a l i ti s b e r a s a l d a r i k a t a m e n i n g i ti s d a n e n s e f a l i ti s .

M e n i n g e n d a p a t d i a r ti k a n s e b a g a i p e r a d a n g a n p a d a s e l a p u t
meningen (piamater dan arakhnoid)

E n s e f a l i ti s b e r a r ti p e r a d a n g a n p a d a o t a k

Penyakit ini merupakan penyakit yang serius yang


menyerang selaput otak dan jaringan otak, penyakit
ini juga bisa menyebabkan penurunan kesadaran dari
penderita hingga kematian.
Penelitian dilakukan oleh Malau di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun
2007-2011 didapatkan proporsi meningoensefalitis pada usia lebih dari 15 tahun

12,5%

10,9%
LAPORAN KASUS
I d e nti fi ka s i
Nama : Ny LN
Usia : 55 tahun (1 Januari 1965)
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sejagung, Kab. Banyuasin, Sumatera Selatan
Agama : Islam
MRS : 6 Maret 2020
Anamnesis
Penderita dirawat di bagian Neurologi RSMH karena penurunan kesadaran
terjadi secara perlahan-lahan.

Kurang lebih 3 hari SMRS, penderita mengalami penurunan kesadaran secara


perlahan-lahan berupa lebih banyak berbaring dan makin jarang beraktivitas seperti
biasa. Sejak 1 hari SMRS, penderita tampak mengantuk dan sulit diajak
berkomunikasi. Penurunan kesadaran disertai dengan demam tinggi terus-
menerus dan nyeri kepala di seluruh bagian kepala. Sebelumnya, penderita
mengalami demam, lama sekitar 1 minggu, terus-menerus, semakin lama semakin
tinggi, suhu tidak diukur. Nyeri kepala ada, lama sekitar 5 hari, terus-menerus, rasa
seperti ditusuk-tusuk, semakin lama semakin berat. Mual muntah ada. Saat
serangan penderita tidak mengalami kejang, tidak disertai kelemahan sesisi tubuh,
tidak disertai mulut mengot, tidak disertai bicara pelo, tidak disertai gangguan rasa
pada sesisi tubuh, serta tanpa disertai rasa kesemutan. Kemampuan penderita
mengungkapkan dan mengerti isi pikiran orang lain belum dapat dinilai.
Riwayat demam sejak 1 minggu yang lalu. Riwayat infeksi THT tidak ada.
Riwayat sakit kepala lama tidak ada. Riwayat batuk lama dan mengonsumsi obat
OAT tidak ada. Riwayat trauma kepala, darah tinggi, stroke, penyakit jantung, dan
penyakit kencing manis disangkal. Riwayat berpergian ke daerah endemis malaria,
seperti Bangka dalam 1 bulan terakhir disangkal. Penderita memiliki riwayat sering
lebam dan gusi berdarah sekitar 2 bulan yang lalu.
Pe m e r i ks a a n
Status Internus
Kesadaran : (E:3, M:6, V:4) : 13
Gizi : Cukup
Suhu Badan : 38,4 ºC
Nadi : 104 x/m
Pernapasan : 22 x/m
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Jantung : HR = 104 x/m, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : vesikuler(+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Anggota Gerak : lihat status neurologikus
Genitalia : tidak diperiksa
Pe m e r i ks a a n
Status Psikiatrikus
Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : tidak ada Kontak Psikik : Ada

Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : Brachiocephali
Ukuran : Normal
Simetris : simetris

LEHER
Sikap : lurus Deformitas : (-)
Torticolis : (-) Tumor : (-)
Kaku kuduk : (-) Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Pe m e r i ks a a n M o to r i k
Pe m e r i ks a a n S e n s o r i k
Tidak terdapat gangguan sensorik pada lengan dan tungkai.

F u n g s i Ve ge tati f
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan

Ko l u m n a Ve r te b ra l i s
Kyphosis : (-) Tumor : (-)
Lordosis : (-) Meningocele : (-)
Gibbus : (-) Hematoma : (-)
Deformitas : (-) Nyeri Ketok : (-)
G e j a l a R a n s a n g M e n i n ge a l
G a i t d a n Ke s e i m b a n ga n
G e ra ka n A b n o r m a l
Tremor : (-) Ballismus : (-)
Chorea : (-) Dystoni : (-)
Athetosis : (-) Myocloni : (-)

Fungsi Luhur
Afasia motorik : (-)
Afasia sensorik : (-)
Apraksia : (-)
Agrafia : (-)
Alexia : (-)
Afasia nominal : (-)
Gangguan tingkah laku : (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Lab tanggal 7


Maret 2020
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Lab tanggal 9


Maret 2020

- Urine : Tidak diperiksa


- Fesces : Tidak diperiksa
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan LCS tanggal 10 GDS saat pengambilan LCS


Maret 2020 = 261 mg/dL
PEMERIKSAAN KHUSUS

Rontgen Thorax tanggal 6


Maret 2020

• CTR <50%, bentuk jantung normal.


• Trakea di tengah, mediastinum superior tidak melebar.
• Sinuses lancip, diafragma normal.
• Pulmo: kedua hillus tidak melebar, corakan
bronkovaskular tidak meningkat.
• Tidak tampak infiltrat ataupun nodul pada kedua lapang
paru.
• Tulang-tulang dan jaringan lunak baik.

Kesan: Tidak tampak kelainan radiologis pada foto thorax.


PEMERIKSAAN KHUSUS

CT Scan tanggal 6 Maret 2020

Kesan:
Lesi hipodens di kortikal lobus parietal kiri
e.c. susp Cerebritis dd/ lesi iskemik
DIAGNOSIS • Observasi penurunan kesadaran
KLINIS • Gerakan Ransang Meningeal (+)

DIAGNOSIS • Meningen dan Ensefalon


DIAGNOSIS TOPIK

DIAGNOSIS • Meningoensefalitis bakterialis


ETIOLOGI
P E N ATA L A K SA N A A N
Non Farmakologis:
• Edukasi:
1. Menginformasikan kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit
yang dideritanya
2. Menginformasikan kepada pasien dan keluarga pasien tentang keteraturan
minum obat dan kontrol teratur
• Head up 30°
• Diet cair via NGT

Farmakologis:
• IVFD NaCl 0,9% gtt XX/m
• Ranitidin 50mg/12 jam IV
• Neurodex 1 tab/24 jam PO
• Paracetamol 1g/8 jam PO
• Ceftriaxon inj. 1 g/12 jam IV
• Metilprednisolon inj. 125mg/8 jam IV
P RO G N O S I S
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Meningen

Meninges merupakan selaput atau membran yang terdiri


dari jaringan ikat yang membungkus susunan syaraf
pusat, dan tersusun atas 3 lapis yaitu :
DEFINISI
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak
dan medula spinalis). Encephalitis adalah peradangan jaringan otak yang dapat
mengenai selaput pembungkus otak dan medulla spinalis.

Meningoencephalitis adalah peradangan pada selaput meningen dan jaringan otak

E T I O LO G I

Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus yang jarang
disebabkan oleh jamur.
PATO F I S I O LO G I
Pada perjalanan patogenesis meningitis bakterial terdapat fase bakterial dimana pada fase ini bakteri
mulai berpenetrasi ke dalam cairan serebropsinal melalui pleksus choroid. Cairan serebrospinal
kurang baik dalam menanggapi infeksi karena kadar komplomen yang rendah dan hanya antibody
tertentu saja yang dapat menembus barier darah otak.

Dinding bakteri gram positif dan negatif terdiri atas zat patogen yang dapat memacu timbulnya respon
inflamasi. Asam teichoic merupakan zat patogen bakteri gram positif dan lipopolisakarida atau
endotoksin pada gram negatif. Saat terjadinya lisis dinding sel bakteri, zat-zat pathogen tersebut
dibebaskan pada cairan serebrospinal.

Terapi antibiotik menyebabkan pelepasan yang signifikan dari mediator dari respon inflamasi.
Adapun mediator inflamasi antara lain sitokin (tumor necrosis factor, interleukin 1, 6, 8 dan 10), platelet
activating factor, nitric oxide, prostaglandin, dan leukotrien. Mediator inflamasi ini menyebabkan
terganggunya keseimbangan sawar darah otak, vasodilatasi, neuronal toxicity, peradangan
meningeal, agregasi platelet, dan aktifasi leukosit. Sel endotel kapiler pada daerah lokal terjadinya
infeksi meningitis bacterial mengalami peradangan (vaskulitis), yang menyebabkan rusaknya agregasi
vaskuler. Konsekuensi pokok dari proses ini adalah rusaknya mekanisme sawar darah otak, edema
otak, hipoperfusi aliran darah otak, dan neuronal injury.
M A N I F ESTA S I K L I N I S
Gejala meningoensefalitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
• Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
• Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
• Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb
 Rigiditas nukal (kaku leher)
 Tanda kernig positif
 Tanda brudzinki positif
• Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
• Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat
purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda
vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit
kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
• Demam tinggi yang tiba-tiba muncul
D I AG N O S I S BA N D I N G
1. Kejang demam
2. Meningitis
3. Encephalitis
4. Intracranial abscess
5. Sekuele dari edema otak
6. Infark cerebral
7. Perdarahan cerebral
8. Vaskulitis
9. Measles
10. Mump
P E N ATA L A K SA N A A N
Penatalaksanaan Empiris Meningitis Bakterial Menurut Usia Pasien
P E N ATA L A K SA N A A N
Penatalaksanaan Meningitis Bakterial Menurut Bakteri Penyebab
P E N ATA L A K SA N A A N
Penatalaksanaan Meningitis Bakterial Menurut Bakteri Penyebab
KO M P L I K A S I

• Kejang
• Hipoglikemia

P RO G N O S I S

Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang


menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis
dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-
anak dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat
menimbulkan cacat berat dan kematian.
ANALISA KASUS
N y. L N , 5 5 t a h u n , d i r a w a t d i b a g i a n N e u r o l o g i R S M H k a r e n a
penurunan kesadaran yang terjadi secara perlahan. Dari
anamnesis, didapatkan bahwa sebelumnya penderita mengalami
demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam terus menerus, suhu
semakin lama semakin tinggi, namun tidak diukur . Penderita juga
mengalami nyeri kepala sejak 5 hari yang lalu, rasa seperti ditusuk-
tusuk, semakin lama semakin berat. Sejak 3 hari yang lalu, penderita
mulai mengalami penurunan kesadaran secara perlahan. Penderita
lebih banyak berbaring dan semakin jarang beraktivitas . Sejak 1
hari yang lalu, penderita tampak mengantuk dan sulit diajak
berkomunikasi. Keluhan disertai dengan nyeri kepala hebat dan
demam tinggi. Penderita juga mengalami mual dan muntah.
Berdasarkan anamnesis, disimpulkan penderita mengalami
penurunan kesadaran yang didahului dengan demam dan nyeri
kepala dengan onset 7 hari.
ANALISA KASUS
Berdasarkan hal ini, maka diagnosa banding yang dapat dipikirkan,
antara lain meningitis, ensefalitis, dan meningoensefalitis dengan
penyebab bakteri, virus, bakteri tuberkulosis, maupun autoimun ,
dapat pula dipertimbangkan diagnosa banding malaria cereberal.
Dalam membedakan meningitis dan ensefalitis, dilihat dari kesadaran
penderita. Apabila penderita mengalami penurunan kesadaran, maka
merupakan gejala dari ensefalitis, sedangkan apabila penderita tidak
mengalami penurunan kesadaran, namun memiliki gejala nyeri kepala
dan demam, disertai kaku kuduk, maka merupakan gejala dari
meningitis, sedangkan apabila ditemukan keduanya, maka
merupakan gejala dari meningoensefalitis. Pada meningitis,
ensefalitis, maupun meningoensefalitis yang disebabkan oleh infeksi,
terdapat gejala awal yang menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi,
sedangkan trias berupa demam, disertai nyeri kepala.
ANALISA KASUS
Pada anamnesis lebih lanjut, ditemukan adanya riwayat demam sejak
7 hari yang lalu. Hal ini menjadi pendukung penegakkan diagnosis
gejala disebabkan oleh infeksi pada penderita. Riwayat infeksi lain
y a n g d a p a t m e n j a d i p e n y e b a b , s e p e r t i i n f e k s i T H T, b a t u k l a m a a t a u
k o n s u m s i o b a t O AT d i s a n g k a l p a d a a n a m n e s i s , s e h i n g g a p e n y e b a b
tuberkulosis dapat disingkirkan. Riwayat trauma kepala, hipertensi,
diabetes melitus, dan sakit ginjal disangkal sehingga dapat
disingkirkan penyebab penurunan kesadaran bukan bersifat
neurovaskular dan metabolik , namun tetap harus dikonfirmasi dari
pemeriksaan fisik dan laboratorium. Pada pasien juga ditemukan
riwayat sering lebam dan gusi berdarah yang sudah berlangsung
selama sekitar 2 bulan. Hal ini dapat dipikirkan sebagai faktor
risiko yaitu fase imunocompromise pada pasien sehingga infeksi
lebih mudah terjadi.
ANALISA KASUS
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran menurun dengan skor E 3 M 6
V 4, total skor GCS 13. Pada tanda-tanda vital, ditemukan peningkatan suhu tubuh,
yaitu 38,4 ºC dan peningkatan nadi, yaitu 104x/menit, serta tekanan darah
1 4 0 / 8 0 m m H g . Ta n d a v i t a l l a i n n y a d a l a m b a t a s n o r m a l . P e m e r i k s a a n f u n g s i m o t o r i k
didapatkan hasil tidak terdapat kelainan pada gerakan, kekuatan 5 di kedua
ekstremitas, dan reflek patologis serta klonus tidak ditemukan pada pemeriksaan.
Hal ini menandakan jaras motorik UMN maupun LMN bebas dari lesi
(kelumpuhan). Pada pemeriksaan lain, fungsi vegetatif normal, menunjukkan fungsi
otonom simpatis parasimpatis yang diatur nervus kraniosakral dan thoracolumbal
berfungsi baik. Pada status neurologikus bagian gejala ransang meningeal,
ditemukan kaku kuduk, sedangkan gejala ransang lainnya negatif. Hal ini
menunjukkan adanya ransangan berlebihan berupa tanda-tanda inflamasi pada
meningeal. Hasil pemeriksaan fisik mengkonfirmasi diagnosis banding yang telah
disusun dari hasil anamnesis yaitu penurunan kesadaran yang disebabkan oleh
proses intrakranial berupa inflamasi pada pada meningen (ditemukan tanda rangsang
meningeal). Pada kasus, terdapat penurunan kesadaran, namun tidak ditemukan
adanya defisit neurologis, abnormalitas refleks fisiologis dan reflek patologis
sehingga diagnosis topik mungkin dapat dipertimbangkan disingikirkan .
ANALISA KASUS
Pemeriksaan penunjang laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan penurunan kesadaran tanpa lateralisasi lainnya.
Berdasarkan pemreiksaan laboratorium darah, ditemukan penurunan
Hb, hematokrit, serta trombosit, dan peningkatan retikulosit.
Penderita mengalami anemia mikrositik dan trombositopenia.
Dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG dengue pada laboratorium untuk
mencari penyebab dari trombositopenia pada penderita. Hasil negatif
menunjukkan kemungkinan trombositopenia bukan berasal dari
infeksi. Ditemukan leukosit meningkat (12.367), dan diff count
dengan interpretasi shift-to-the-left yang menunjukkan infeksi,
terutama mengarah ke infeksi bakteri. Lumbal pungsi dilakukan
setelah terapi trombositopenia dan terjadi peningkatan kadar
trombosit pada pasien.
ANALISA KASUS
Pemeriksaan penunjang untuk penegakkan diagnosis dilakukan dengan analisis
LCS dan kultur LCS. Analisis LCS digunakan untuk mengetahui karakteristik
mikroorganisme penyebab infeksi, sedangkan kultur digunakan untuk
mengetahui secara pasti mikroorganisme penyebab infeksi. Pada hasil
pemeriksaan LCS melalui lumbal pungsi, didapatkan makroskopis yang agak
keruh, mikroskopis jumlah leukosit meningkat , yaitu 17,0 (>10mg/dL),
hitung jenis PMN > MN, dimana PMN sebanyak 71% dan MN sebanyak 29%,
serta rasio kadar glukosa yang menurun, yaitu 0,3 (Glukosa plasma: 98,0
m/dL; GDS: 261mg/dL). Beberapa poin pada pemeriksaan LCS mengarahkan
diagnosis meningitis pada pasien disebabkan oleh infeksi bakteri.

Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan adalah CT scan dan rontgent thorax
AP dengan tujuan untuk mengetahui kelainan struktural di otak pada CT Scan
dan mengetahui adakah kemungkinan meningitis pada penderita terjadi akibat
infeksi TB berdasarkan rontgent thorax. CT scan kepala menunjukkan adanya
lesi hipodens e.c. susp Cerebritis sehingga memungkinkan adanya infeksi
parenkim otak, yaitu ensefalitis.
ANALISA KASUS
Ta t a l a k s a n a y a n g d i b e r i k a n p a d a m e n i n g o e n s e f a l i t i s b a k t e r i a l i s a n t a r a
lain terapi non farmakologis dan farmakologis.

Te r a p i e m p i r i s y a n g d i b e r i k a n y a i t u d e n g a n
• antibiotik board spectrum Ceftriaxone injeksi 1 gram tiap 12 jam
secara intravena.
• Metilprednisolon injeksi 125mg tiap 8 jam diberikan sebagai
tatalaksana edema cerebri pada penderita.
• Ranitidin injeksi 50mg tiap 12 jam secara intravena diberikan
untuk mencegah stress ulcer dan mengobati gejala mual pada
penderita melalui mekanisme anti histamin H2.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono, M, Sidharta, P. 2004. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat.
2. Sudewi, R., Sugianto, P., Ritarwan K (ed). 2011. Infeksi pada Sistem Saraf.
Jakarta: Airlangga University Press.
3. Hasbun, R., Rosenthal N., Balada-Llasat JM., Chung J., Bozzette S., Zimmer L.,
Ginocchio CG. 2017. Epidemiology of Meningitis and Encephalitis in United
States 2011-2014. (Diakses 20 September 2019,
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28419350)
4. Malau, R., Sarumpaet, S., dan Jemadi. 2011. Karakteristik Penderita
Meningoensefalitis Rawat Inap Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun
2007-2011. USU. (Diakses 20 September 2019, http://download.portal
garuda.org/article.php?article=51531&val=4108)
5. Hauser, SL (ed). 2013. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. Edisi ke-3.
New York: Mc Graw Hill Education.
DAFTAR PUSTAKA
6. Shahab, A., Gunawan, BI., Rasyad, R. 2012. Panduan Pratik Kepaniteraan
Klinik Neurologi. Palembang: Fakultas Kedokteran Unsri.
7. Junqueira & Carneiro, 2005. Basic Histology Text & Atlas. 11 edition. McGraw-
Hill Companies, New York Guyton & Hall, 2008. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 11. EGC, Jakarta.
8. Yuliana, 2013. Tinjauan Histologi Sawar Darah Otak. Vol. 9. Jurnal
Kedokteran. Bagian Histologi Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat.
9. Harsono, 2003. Kapita Selekta Neurologi, Edisi Kedua. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
10.Allan, dkk., 2004. Practice Guidelines for the Management of Bacterial
Meningitis. Journal. Infectious Diseases of America (IDSA).
THANK YOU !

Anda mungkin juga menyukai