Hukum Antimonopoli Dan Persaingan Usaha
Hukum Antimonopoli Dan Persaingan Usaha
PERSAINGAN USAHA
Mengapa persaingan itu penting ?
Persaingan memaksa perusahaan untuk
menekan biaya menjadi lebih rendah
Persaingan memaksa perusahaan untuk
selalu menciptakan produk dan berinovasi
Persaingan memaksa terciptanya
pelayanan yang lebih baik
Menguntungkan konsumen
Mengapa Hukum Persaingan Usaha
Penting
Persaingan perlu adanya aturan main, karena
terkadang tidak selamanya mekanisme pasar dapat
bekerja dengan baik (adanya informasi yang asimetris
dan monopoli)
Dalam Pasar, biasanya ada usaha-usaha dari pelaku
usaha untuk menghindari atau menghilangkan
terjadinya persaingan diantara mereka
Berkurangnya atau hilangnya persaingan
memungkinkan pelaku usaha memperoleh laba yang
jauh lebih besar
Tujuan Utama Hukum Persaingan
Usaha
Agar persaingan antar pelaku usaha tetap hidup
Agar persaingan yang dilakukan antar pelaku usaha
dilakukan secara sehat
Mencegah penyalahgunaan kekuatan ekonomi
Melindungi kebebasan konsumen dan produsen
dalam berusaha
Efisiensi ekonomi
Meningkatkan kesejahteraan konsumen
Tujuan Tambahan dari Hukum
Persaingan Usaha
1. Oligopoli (pasal 4)
2. Penetapan harga/ price fixing (pasal 5), diskriminasi harga (pasal 6), predatory pricing (pasal 7), Resale price maintenance (pasal 8)
3. Pembagian wilayah (pasal 9)
4. Pemboikotan (pasal 10)
5. Kartel (pasal 11)
6. Trust (pasal 12)
7. Oligopsoni (pasal 13)
8. Integrasi vertikal (pasal 14)
9. Perjanjian tertutup (pasal 15)
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri (pasal 16)
Kegiatan yang dilarang terdiri atas :
1. Monopoli (pasal 17)
2. Monopsoni (pasal 18)
3. Penguasaan pasar (pasal 19), predatory
pricing (pasal 20), penetapan biaya (pasal 21)
4. Persekongkolan (pasal 22),perolehan rahasia
perusahaan (pasal 23), penghambatan
produksi dan pemasaran pesaing (pasal 24)
Penyalahgunaan posisi dominan terdiri atas :
1. Penyalahgunaan posisi dominan
(pasal 25)
2. Jabatan rangkap (pasal 26)
3. Kosentrasi kepemilikan saham (pasal
27)
4. Pengabungan, peleburan dan
pengambilalihan (merger, konsolidasi
dan akuisisi) pasal 28.
Pengecualian (pasal 50)
Undang-undang ini memuat berbagai pengecualian yang
menyangkut berbagai aktivitas seperti perbuatan dan atau
perjanjian yang dikecualikan :
1. Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
2. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan
intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta,
desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan
rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan
waralaba.
3. Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau
jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan.
4. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat
ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa
dengan harga lebih rendah dari pada harga yang telah
diperjanjikan
5. Perjanjian kerjasama penelitian untuk
peningkatan dan perbaikan standar
hidup masyarakat luas
6. Perjanjian internasional yang telah
diratifikasi oleh pemerintah RI
7. Perjanjian dan atau perbuatan yang
bertujuan untuk ekspor dan tidak
mengganggu kebutuhan dan atau
pemasokan pasar dalam negeri
8. Pelaku usaha yang tergolong usaha kecil
9. Kegiatan usaha koperasi yang secara
khusus bertujuan melayani anggotanya.
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan
yang berkaitan dengan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang
menguasai hajat hidup orang banyak serta
cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara diatur dengan undang-undang dan
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik
Negara dan/ atau badan/ lembaga yang
dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah
(Pasal 51 UU No.5 Tahun 1999)
Dalam teori ilmu hukum larangan dalam
praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat pada garis besarnya memakai
salah satu atau keduanya dari dua teori :
1. Teori Per Se (per se illegal)
2. Teori Rule of reason
Per se illegal adalah suatu pendekatan yang menyatakan setiap
perjanjian usaha atau kegiatan usaha tertentu sebagai ilegal,
tanpa perlu pembuktian lebih lanjut atas dampak yang
ditimbulkan dari perjanjian atau kegiatan usaha tersebut.
Penerapan pendekatan per se illegal biasanya digunakan dalam
pasal-pasal yang menyatakan istilah “dilarang”, tanpa anak
kalimat…yang dapat mengakibatkan, seperti perjanjian
penetapan harga (pasal 5)
Rule of reason adalah suatu pendekatan untuk mengevaluasi
akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna
menentukan apakah perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat
menghambat atau mendukung persaingan.
penerapan pendekatan rule of reason ini dapat dilihat dari
ketentuan pasal-pasalnya, yakni pencantuman kata-kata “yang
dapat mengakibatkan” dan/ atau “patut dapat diduga”. Kata-
kata tersebut perlu penelitian lebih mendalam, apakah suatu
tindakan dapat menimbulkan praktik monopoli yang bersifat
menghambat persaingan, misal monopoli (pasal 17), kartel
(pasal 11)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU)
Pelaksanaan UU No.5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat , diawasi oleh suatu komisi yang
dibentuk untuk itu dan diberi nama Komisi Pengawas Persaingan
Usaha
Komisi ini dibentuk dan merupakan suatu lembaga independen yang
terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah dan pihak lain dan
bertanggungjawab kepada presiden (pasal 30 ayat (1),(2) dan (3)
Komisi ini terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang
Wakil ketua merangkap anggota dan sekurang-kurangnya 7 orang
anggota. Sebagai lembaga yang independen, anggota komisi diangkat
oleh presiden atas persetujuan DPR untuk masa jabatan 5 (lima)
tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan.
Pengangkatan anggota komisi dilakukan dengan penyaringan
berdasarkan persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam pasal
32. dan keanggotaan komisi berhenti karena hal-hal yang ditentukan
dalam pasal 33.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU)
Tugas KPPU (pasal 35)
1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian-perjanjian yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal 4 sampai dengan
pasal 16
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam pasal
17 sampai dengan pasal 24
3. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidaknya penyalahgunaan
posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur
dalam pasal 25 sampai dengan pasal 28
4. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi sebagaimana
diatur dalam pasal 36
5.Memberikan saran dan pertimbangan
terhadap kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
6.Menyusun pedoman dan atau publikasi
yang berkaitan dengan dengan UU ini
7.Memberikan laporan secara berkala atas
hasil kerja Komisi kepada presiden dan
DPR
Wewenang KPPU meliputi :
1. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang
dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat
2. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau
tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
3. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan
oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi
sebagai hasil penelitiannya.
4. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau
tidaknya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
5. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan undang-undang ini
6. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan UU ini
7. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,
saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud angka 5 dan
angka 6, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi.
8. Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang
melanggar ketentuan UU ini.
9. Mendapatkan, meneliti dan atau menilai surat dokumen , dan atau alat
bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan
10. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di
pihak pelaku usaha lain atau masyarakat.
11.Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga
melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
12.Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku
usaha yang melanggar ketentuan UU ini.
Penegakan Hukum
Penegakan hukum dimulai dengan bagaimana cara penanganan perkara
jika terjadi pelanggaran atas undang-undang No.5 tahun 1999. Semua
ketentuan yang mengatur penegakaan hukum ditempatkan dalam BAB
VII dan VIII mulai dari pasal 38 sampai pasal 49. Bab VII mengatur
mulai dari pelaporan pelanggaran UU N0.5 tahun 1999 secara tertulis
kepada Komisi sampai pada penjatuhan putusan. Bab VIII diatur
mengenai sanksi administratif dan sanksi pidana pokok dan tambahan
Pelaporan pelanggaran menurut pasal 38 dapat dilakukan oleh :
1. Setiap orang yang mengetahui atau menduga adanya pelanggaran
2. Pihak yang dirugikan sebagai akibat pelanggaran
3. Komisi tanpa laporan dapat mengadakan pemeriksaan pelaku usaha
kalau ada dugaan pelanggaran undang-undang ini.
Pemeriksaan yang dilakukan Komisi (pasal 39) dalam
2(dua) tahap yaitu :
1. Pemeriksaan pendahuluan
2. Pemeriksaan lanjutan
Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah menerima
laporan, Komisi wajib menetapkan perlu tidaknya
pemeriksaan lanjutan. Komisi wajib menyelesaikan
pemeriksaan lanjutan selambat-lambatnya 60 (enam puluh)
hari sejak dilakukan pemeriksaan lanjutan. Jangka waktu
pemeriksaan lanjutan ini dapat diperpanjang paling lama
30 (tiga puluh) hari. Dalam akhir pemeriksaan lanjutan
dengan atau tidak perpanjangan Komisi wajib mengambil
keputusan selambat-lambatnya 30 (tiga pulu) hari
terhitung sejak selesainya pemeriksaan lanjutan.
Sikap pelaku usaha setelah putusan komisi :
1. Wajib melaksanakan putusan, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)
hari sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan putusan komisi.
2. Menyampaikan laporan pelaksanaan putusan
3. Mengajukan keberatan kepada Pengadilan negeri, selambat-
lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan
putusan
Apabila sikap yang disebut dalam butir 1 dan 2 tidak dijalankan,
maka komisi meyerahkan putusan itu kepada penyidik untuk
melakukan penyidikan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Terhadap Penolakan oleh Pengadilan negeri terhadap keberatan
yang diajukan pengusaha, dapat diajukan uapaya hukum kasasi ke
MA
Sanksi :
1. Tindakan Administratif
2. Pidana pokok
3. Pidana tambahan
KPPU hanya berwenang menjatuhkan
sanksi berupa tindakan administratif
terhadap pelaku usaha yang melanggar
UU ini
Menurut Pasal 47 ayat (2), tindakan administratif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa :
1. Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam pasal
4, sampai dengan pasal 13, pasal 15, pasal16
2. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal
sebagaimana dimaksud dalam pasal 14
3. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang
terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan
persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
4. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan
posisi dominan
5. Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan
usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam pasal
28.
6. Penetapan pembayaran ganti rugi
7. Pengenaan denda serendah-rendahnya 1 (satu) miliar rupiah dan
setinggi-tingginya 25(dua puluh lima) miliar rupiah.
Pidana Pokok
Pelanggaran atas beberapa ketentuan ditindak dengan menjatuhkan (1)
pidana denda (2) pidana kurungan penganti
Ada 3(tiga) kelompok pelanggaran yang berkaitan dengan kedua sanksi
tersebut yaitu :
1. Pelanggaran atas pasal 4, pasal 9 sampai pasal 14, pasal 16 sampai dengan
pasal 19, pasal 25, pasal 27 dan pasal 28 UU ini diancam dengan pidana
denda serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) miliar rupiah setinggi
tingginya 100 (seratus) miliar rupiah, atau pidana kurungan pengganti
denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
2. Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 5 sampai dengan pasal 8, pasal 15,
pasal 20 sampai dengan pasal 24, dan pasal 26 UU ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya 5 (lima) miliar dan setinggi tingginya 25 (dua puluh
lima) miliar atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima)
bulan.
3. Pelanggaran atas pasal 41 UU ini diancam pidana denda serendah-
rendahnya 1 (satu) miliar rupiah dan setinggi tingginya 5 (lima) miliar
rupiah atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga)
bulan.
Pidana Tambahan
Bentuk pidana tambahan adalah :
1. Pencabutan izin usaha, atau
2. Larangan kepada pelaku usaha yang telah
terbukti melakukan pelanggaran terhadap UU
ini untuk menduduki jabatan direksi atau
komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun
dan selama-lamanya 5 (lima) tahun, atau
3. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu
yang menyebabkan kerugian pada pihak lain.