Anda di halaman 1dari 67

Sumber sedimentasi

Pengaruh Sedimentasi pada Waduk


Penanganan sedimentasi waduk
PENDAHULUAN

Sedimentasi merupakan permasalahan yang sangat


penting dalam perencanaan umur waduk, dimana umur
waduk ditentukan oleh berapa lamanya volume tampungan
mati terisi endapan material sedimen. Sedimen yang
mengendap diatas tampungan matinya akan mengurangi
volume efektif waduk.

Sedimentasi pada Waduk


Sumber sedimen berasal dari erosi tanah yang berasal dari
daerah drainase / pengaliran di hulu dan terangkut ke
dalam waduk melalui alur sungainya. Sedimen ini yang
kontribusinya paling tinggi ke dalam waduk, dan hanya
sejumlah kecil saja sedimen yang berasal dari aliran
permukaan sekitar waduk.
Proses Terjadinya Sedimentasi

Batuan hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke


tempat lain oleh tenaga air, angin, dan gletser. Air
mengalir di permukaan tanah atau sungai membawa
batuan halus baik terapung, melayang atau digeser di
dasar sungai menuju tempat yang lebih rendah. Hembusan
angin juga bisa mengangkat debu, pasir, bahkan bahan
material yang lebih besar. Makin kuat hembusan itu, makin
besar pula daya angkutnya. pengendapan material batuan
yang telah diangkut oleh tenaga air atau angin tadi
membuat terjadinya sedimentasi.
Mekanisme angkutan sedimen di waduk.

Secara alamiah sungai selalu mengangkut sedimen, baik


berupa lumpur tersuspensi (suspended load) maupun butir-
butir tanah, pasir, kerikil atau benda padat lain sebagai
benda terangkut sepanjang dasar sungai (bed load).
Banyak sedikitnya sedimen yang terangkut sangat
tergantung dari kecepatan aliran air. Dengan terbentuknya
waduk akibat pembangunan sebuah bendungan, proses
sedimentasi menjadi menjadi cukup rumit. Sedimen yang
terangkut oleh sistem sungai dari hulu ke dalam waduk
mengendap karena menurunnya kecepatan. Saat air
mencapai waduk, kecepatan air dan turbulensi aliran akan
sangat berkurang karena terhalang oleh bangunan
bendungan.
Sehingga akan mengakibatkan mengendapnya bahan
sedimen yang terangkut di dasar waduk.

Pengendapan sedimen pada dasar waduk terdistribusi


menurut jenis sedimen dan pola gerakan air setelah
memasuki waduk. Butir-butir sedimen dengan ukuran besar
akan mengendap di bagian hulu dan yang kecil pada bagian
hilir waduk, sedangkan yang sangat halus akan melintasi
waduk dan keluar dari waduk bersamaan dengan aliran air
yang masuk sungai bagian hilir waduk.
Sebagai gambarannya dapat dilihat skema gambar di bawah
ini.
Aliran air
mengangkut sedimen
Muka air

Daerah relatif Saluran


jernih air pengambilan
delta
Dasar waduk

Aliran densitas
Sedimen halus

Gambar 1. Skema Pengendapan Sedimen di waduk


Sedimentasi perlu ditinjau pada tahap :
•desain bendungan,
•pengelolaan dan pemeliharaan,

Bagian penting yang berkaitan dengan sedimen sebuah


desain bendungan adalah:
•proses pengangkutan,
•pengendapan,

Endapan sedimen semakin lama semakin bertambah dan


kapasitas waduk akan menjadi berkurang. Dalam desain
perlu juga diperhitungkan pengaruh sekunder sedimentasi
seperti endapan delta di udik dan perubahan sungai di hilir
akibat terhambatnya pasokan sedimen dan menurunnya
debit banjir.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi sedimen dari suatu
daerah pengaliran adalah,
1. intensitas dan jumlah curah hujan,
2. tipe tanah,
3. penutup lahan (vegetasi, sampah dan serpihan batuan),
4. tataguna lahan (pengolahan tanah untuk pertanian, padang
rumput, kegiatan kontruksi, dan lahan konservasi),
5. topografi,
6. sejarah erosi (sifat alami jaringan drainase – kerapatan,
kemiringan lereng, bentuk, ukuran dan alinyemen alur),
7. run off atau larian,
8. karakteristik sedimen( ukuran butir, mineralogi, dll),
9. sifat hidrolik aliran sungai.
Dalam mengevaluasi serahan sedimen, perlu dilakukan suatu
inspeksi lapangan oleh ahli sedimentasi untuk menentukan
peran ke 9 faktor diatas dalam mempengaruhi serahan
sedimen.
Pengukuran Sedimen
Metoda yang paling akurat adalah dengan pengukuran
langsung. Pelaksanaannya dengan pengambilan contoh
muatan sedimen dari suatu sungai atau dengan melakukan
pengukuran ulang waduk yang ada.

Pengambilan Contoh Sedimen

Tujuan pengambilan contoh sedimen :


untuk mengumpulkan contoh sedimen dalam jumlah
yang cukup, baik sedimen yang terangkut berupa
muatan sedimen layang maupun muatan sedimen dasar
guna menentukan jumlah seluruh sedimen yang
terangkut. Pada waktu pengambilan contoh, perlu
dilakukan pengukuran debit dan suhu air.
Besarnya konsentrasi sedimen dianalisis di laboratorium,
selanjutnya debit sedimen Qs dihitung dengan rumus berikut :
Qs = 0.0864 * Qw * C ( ton/hari )

dengan Qs = debit sedimen harian ( ton/hari )


Qw = debit aliran saat itu ( m3/detik )
C = konsentrasi sedimen di lapangan ( mg/liter )

Pembuatan Lengkung Debit-Sedimen

Lengkung debit-sedimen dibentuk dari berbagai variasi harga


pasangan debit Qw (m3/detik) dan debit sedimen harian Qs
(ton/ hari) kemudian dibuat dalam bentuk persamaan regresi
pangkat sebagai berikut ini.
PLOT SEDIMEN LAYANG SUNGAI LUSI DI BANJAREJO
(DES 92 - JAN 93)
1.000.000

100.000

10.000
Qs, ton/hari

1.000

100

Qs = 31,037Q w1,5117
10
R2 = 0,949

1
1 10 100 1.000

Qw, m3/dt

Gambar : Kurva lengkung Muatan Sedimen melayang


• Lengkung tsb merupakan hubungan antara debit air (Qw
dalam m3/detik) dan debit sedimen (Qs dalam ton/hari)
dalam skala logaritma.
• Lengkung debit sedimen layang dan data debit air ini
biasanya digunakan untuk menentukan serahan sedimen
rata-rata dalam jangka waktu yang panjang. Sehingga
makin panjang data makin baik hasil yang akan didapatkan
dan jika kurva tersebut mewakili aliran sungai jangka
panjang, maka dapat dianggap sebagai kurva probabilitas
yang dapat menggambarkan kondisi yang akan datang.
• Waktu pengambilan contoh sedimen minimal 5 tahun yang
mencakup seluruh kisaran aliran air secara memadai untuk
menghindari ekstrapolasi kurva yang berlebih. Namun bisa
juga kurang dari waktu tersebut asalkan kisaran debit air
dan debit sedimen sudah tercakup.
• Hal ini penting karena satu kejadian debit yang besar
mungkin membawa sedimen yang jumlahnya sama
dengan produksi sedimen beberapa tahun normal.

Metode Perhitungan awal Laju Sedimentasi Waduk


Perhitungan awal laju sedimentasi ini didasarkan pada data
volume aliran dan volume sedimen yang masuk ke dalam
waduk.
Beberapa pengertian yang harus dipahami dalam
perhitungan ini adalah :
• Efisiensi tangkapan sedimen, adalah prosentase sedimen
yang mengendap di dalam waduk,
• Endapan sedimen di dalam waduk, adalah volume
sedimen yang mengendap di dalam waduk,
• Laju sedimentasi waduk, adalah kecepatan dari volume
pengendapan sedimen sungai di dalam waduk pertahun,
• Volume waduk, adalah volume air yang diukur saat
perencanaan waduk,
• Volume bagian waduk, adalah bagian volume waduk arah
vertikal,
• Volume sedimen sungai, adalah adalah total volume sedimen
dalam satu tahun,
• Volume sedimen rata-rata, adalah rata-rata volume sedimen
sungai minimum 10 tahun data,
• Volume aliran sungai, adalah total volume aliran sungai
dalam satu tahun,
• Volume aliran rata-rata, adalah rata-rata volume aliran
sungai minimum 10 tahun data.
• Volume sedimen sungai, adalah total volume sedimen
dalam satu tahun,
• Volume sedimen rata-rata, adalah rata-rata volume
sedimen sungai minimum 10 tahun data,
• Volume aliran sungai, adalah total volume aliran sungai
dalam satu tahun,
• Volume aliran rata-rata, adalah rata-rata volume aliran
sungai minimum 10 tahun data.

Rumus-rumus Perhitungan.
Rumus volume bagian waduk ( lihat gambar )
VBi= Vw – { ( I -1 ) / 5} * Vw
dengan
VBi = volume bagian waduk ke i (m3),
Vw = volume waduk (m3)
Rumus perbandingan volume bagian waduk dengan volume
aliran rata-rata,
n
 1 
Yi  1001  
 1  aX i 
Xi = VBi / VA
dengan
Xi = perbandingan volume bagian waduk ke i dengan
volume aliran,
VA = volume aliran rata-rata yang masuk waduk (m3)
Rumus efisiensi tangkapan,
I 1
VB  VW  VW
i 5
VB
X  i;
i VA
n
 1 
Y  100 1   a  100 ; n  1.5
i  1  aX 
 i
1
Ym i   Yi  Yi 1 
2
VE i  Ym i xVS
Vd i  VBi  VBi 1
TL i  Vd i /VE i
LS  VW/TL
dengan
Yi = efisiensi tangkapan waduk ke i (%),
a, n = konstanta,
a = 65, n = 2,0 jika Yi minimum,
a = 100, n = 1,5 jika Yi rata-rata,
a = 130, n = 1,0 jika Yi maksimum,

Rumus efisiensi tangkapan sedimen rata-rata tiap bagian


waduk
Ymi = ½ ( Yi+1 + Yi )
dengan
Ymi = efisiensi tangkapan sedimen rata-rata waduk bagian ke
i (%),
Yi+1 = efisiensi tangkapan sedimen waduk bagian ke i+1
(%),
Yi = efisiensi tangkapan sedimen waduk bagian ke i (%),
Rumus volume sedimen rata-rata yang mengendap pada tiap
bagian waduk :
VEi = Ymi x Vs
Rumus volume tiap bagian waduk
Vdi = Vbi - VBi+1 (dalam m3)
Rumus lama pengisian endapan sedimen :
TLi = Vdi/VEi (dalam tahun)
Rumus laju sedimentasi waduk :
LS = Vw/TL
dengan
LS = laju sedimentasi dalam waduk ( m3/tahun),
Vw = volume waduk total pada muka air operasi penuh (m3)
TL = jumlah lama waktu pengisisn endapan sedimen di dalam
waduk (tahun)
Rumus volume tiap bagian waduk
Vdi = VBi - VBi+1 ( dalam m3 )

Rumus lama pengisian endapan sedimen :


TLi = Vdi / VEi ( dalam tahun )

Rumus laju sedimentasi waduk :


LS = Vw / TL
dengan
LS = laju sedimentasi dalam waduk ( m3/tahun),
Vw = volume waduk total pada muka air operasi penuh (m3)
TL = jumlah lama waktu pengisisn endapan sedimen di dalam
waduk (tahun)
Tabel 5‑6. Perhitungan awal laju sedimentasi waduk
Nama Waduk ‘X’
Volume Waduk ( Vw ) = 140 106 m3
Volume aliran rata2 yang masuk ke waduk (VA)= 2.507 106 m3/th
Volume sedimen rata2 yang masuk ke waduk (Vs) = 3.886 106 m3/ th

No. Volume Perbandingan Efisiensi tangkapan Volume Selisih Lama


bagian vol. waduk pada sedimen yg bagian vol. pengisian
waduk dg. Vol. aliran kapasitas yg mengendap waduk endapan
total ditunjuk rata-rata sedimen

(VBi) Xi, % Yi, % Ymi, % Vei, juta m3 Vdi , juta Tli, tahun
m3
(1) (2) (3) = (2) / VA (4) (5) (6) = (5) x (7) (8) =
Vs (7)/(6)
1 140 5,58% 78,11%
2 112 4,47% 73,86% 75,98% 2.953 28 9.483
3 84 3,35% 67,59% 70,72% 2.748 28 10.188
4 56 2,23% 57,41% 62,50% 2.429 28 11.529
5 28 1,12% 38,32% 47,87% 1.860 28 15.053
Total lama pengisian endapan sedimen = 46.252
Laju sedimentasi waduk rata-rata (LS) : VW / TL = 140/46.252 = 3.027 106 m3 /
tahun
elevasi operasi penuh
MA max

i=4
Elevasi (m) i=3 i=5
i=2

MA min i=1

Jarak (m)

Gambar : Sketsa volume Bagian Waduk


Pengaruh Sedimentasi pada Waduk

Faktor utama yang berpengaruh terhadap endapan sedimen


(aliran sedimen yang masuk, efisisiensi penangkapan
sedimen, kerapatan endapan, volume endapan sedimen, dan
perkiraan bentuk sedimen) dapat mengurangi kapasitas
tampungan waduk, yang akhirnya dapat mempengaruhi
umur layanan waduk. Seperti telah disebutkan sebelumnya
sedimen didistribusi ke seluruh kedalaman waduk, sedimen
yang lebih kasar diendapkan di delta yang lebih halus di
endapkan di dekat bendungan.
Distribusi inilah yang mempengaruhi perkiraan umur
berbagai fungsi sebuah waduk.
Waduk dengan tampungan yang besar dan kapasitas yang
dapat menampung volume sedimen lebih dari 100 tahun,
bagian bawah bangunan pembuang biasanya dipasang di
atas elevasi sedimen yang terendapkan selama 100 tahun
yang diperkirakan di bendungan.

Beberapa tindakan untuk mengendalikan sedimentasi :


• Menangkap sedimen di hulu waduk,
• Mengalihkan sedimen yang akan masuk waduk,
• Melewatkan sedimen yang masuk melalui waduk,
• Menggelontorkan akumulasi endapan sedimen dari
waduk,
• Membuang endapan yang ada dari waduk menggunakan
peralatan mekanik.
Masing-masing cara tersebut hanya dapat dilakukan secara
benar dalam kondisi-kondisi tertentu.

Evaluasi persamaan laju erosi bruto.


Persamaan “ the Universal Soil Loss Equation “ ( USLE ) telah
banyak digunakan untuk menentukan laju erosi bruto dan
rumusnya merupakan rumus empirik. Setiap metoda empirik
untuk menghitung erosi bruto merupakan pendekatan dan
metoda tersebut masih dianggap sebagai suatu perkiraan
kasar. Persamaan USLE ditulis :
dengan
Ea = banyaknya tanah tererosi per satuan luas per satuan waktu, yang
dinyatakan sesuai dengan satuan K dan periode R yang dipilih,
dalam praktek dipakai satuan ton/ha/tahun.
R = merupakan faktor erosivitas hujan dan aliran permukaan, yaitu
jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian
antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum
30 menit (I 30 ) untuk suatu tempat dibagi 100, biasanya diambil
energi hujan tahunan rata-rata sehingga diperoleh perkiraan
tanah tahunan dalam KJ/ha dengan menggunakan rumus bowles
sebagai berikut
K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R)
untuk suatu jenis tanah tetentu dalam kondisi dibajak dan ditanami
terus menerus, yang diperoleh dari petak percobaan yang
panjangnya 22,13 m dengan kemiringan seragam sebesar 9%
tanpa tanaman, satuan ton/KJ.

LS = faktor panjang kemiringan lereng (length of slope factor), yaitu


nisbah antara besarnya erosi per indeks erosi dari suatu lahan
dengan panjang dan kemiringan lahan tertentu terhadap besarnya
erosi dari plot lahan dengan panjang 22,13 m dan kemiringan 9%
dibawah keadaan yang identik, tidak berdimensi.
C = faktor tanaman penutup lahan dan manajemen tanaman, yaitu
nisbah antara besarnya erosi lahan dengan penutup tanaman dan
manajemen tanaman tertentu terhadap lahan yang identik tanpa
tanaman, tidak berdimensi.

A1 = prosentase (%) luasan dari grid


C1 = koefisien limpasan dari masing-masing tata guna lahan

P = faktor pengendalian erosi (tindakan konservasi praktis), yaitu


ratio kehilangan tanah antara besarnya dari lahan dengan
tindakan konservasi praktis dengan besarnya erosi dari tanah
yang diolah searah lereng dalam keadaan yang identik, tidak
berdimensi.
EROSIVITAS ERODIBILITAS

CURAH HUJAN KARAKTERISTIK PENGELOLAAN

PENGELOLAAN PENGELOLAAN
ENERGI
LAHAN TANAMAN

Ea = R x K x LS x P x C
1. Indeks Erosivitas Hujan (R)
Sifat-sifat curah hujan yang mempengaruhi erosivitas adalah
besarnya butir-butir hujan, dan kecepatan tumbukannya. Jika
dikalikan akan diperoleh

dimana :
M = momentum (kg.m/s)
m = massa butir hujan (kg)
v = kecepatan butir hujan, yang diambil biasanya kecepatan pada saat
terjadi tumbukan, atau dinamakan kecepatan terminal (m/s)
E = energi kinetik (joule/m2 )
Momentum dan energi kinetik, keduanya dapat
dihubungkan dengan tumbukan butir-butir air hujan
terhadap tanah, tetapi kebanyakan orang lebih menyukai
menggunakan energi kinetik untuk dihubungkan dengan
erosivitas.

Grafik distribusi statistik butir air hujan dengan intensitas (Hudson, 1971
dalam Sumarto, 1999)
Grafik kecepatan vertikal butir hujan di udara terbuka (Hudson,
1971 dalam Sumarto, 1999)

Untuk memperoleh energi kinetik total, angka energi kinetik


per kejadian hujan dikalikan dengan ketebalan hujan (mm)
yang jatuh selama periode pengamatan.
Selanjutnya, hasil perkalian ini dijumlahkan. Untuk
mendapatkan angka R, energi kinetik total tersebut diatas
dikalikan dengan dua kali intensitas hujan maksimum 30
menit ( 30 I ), yaitu merubah satuan intensitas hujan
maksimum per 30 menit menjadi intensitas hujan
maksimum per jam, kemudian dibagi dengan 100. Periode
intensitas curah hujan dan intensitas hujan maksimum 30
menit dapat diperoleh dari hasil pencatatan curah hujan di
lapangan. Pada metode USLE, prakiraan besarnya erosi
dalam kurun waktu per tahun (tahunan), dan dengan
demikian, angka rata-rata faktor R dihitung dari data
curah hujan tahunan sebanyak mungkin dengan
menggunakan persamaan
dimana :
R = erosivitas hujan rata-rata tahunan
n = jumlah kejadian hujan dalam kurun waktu satu tahun (musim
hujan)
X = jumlah tahun atau musim hujan yang digunakan sebagai dasar
perhitungan

Besarnya EI proporsional dengan curah hujan total untuk


kejadian hujan dikalikan dengan intensitas hujan
maksimum 30 menit. Dalam penelitian Utomo dan
Mahmud, hubungan erosivitas (R) dengan besarnya curah
hujan tahunan (P) sebagai berikut : R = 237,4 + 2,61P
Sementara, Bols (1978) dengan menggunakan data
curah hujan bulanan di 47 stasiun penakar hujan di
pulau Jawa yang dikumpulkan selama 38 tahun
menentukan bahwa besarnya erosivitas hujan tahunan
rata-rata adalah sebagai berikut :

EI = erosivitas hujan rata-rata tahunan


RAIN = curah hujan rata-rata tahunan (cm)
DAYS = jumlah hari hujan rata-rata per tahun (hari)
MAXP = curah hujan maksimum rata-rata dalam 24 jam per bulan
untuk kurun waktu satu tahun (cm)
Cara menentukan besarnya indeks erosivitas hujan yang
lain adalah sepeti dikemukakan oleh Lenvain (DHV, 1989).
Rumus matematis yang digunakan oleh Lenvain untuk
menentukan faktor R tersebut didasarkan pada kajian
erosivitas hujan dengan menggunakan data curah hujan
beberapa tempat di Jawa.

Rumus : R = 2,21P1,36

dengan :
R = indeks erosivitas
P = curah hujan bulanan (cm)

Cara menentukan besarnya indeks erosivitas hujan yang


terakhir ini lebih sederhana karena hanya memanfaatkan
data curah hujan bulanan.
Energi kinetik hujan dalam metrik ton-meter per hektar
per cm hujan

Dihitung dari persamaan KE = 210 + log i. Untuk intensitas


hujan lebih besar dari 7,6 cm/jam nilai energi kinetis tetap
289 metrik ton-meter per ha per cm hujan.
2. Faktor Erodibilitas

Faktor erodibilitas tanah (K) menunjukkan resistensi partikel


tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-
partikel tanah tersebut oleh adanya energi kinetik air hujan.
Meskipun besarnya resistensi tersebut di atas akan
tergantung pada topografi, kemiringan lereng, dan besarnya
gangguan oleh manusia. Besarnya erodibilitas atau
resistensi tanah juga ditentukan oleh karakteristik tanah
seperti tekstur tanah, stabilitas agregat tanah, kapasitas
infiltrasi, dan kandungan organik dan kimia tanah.
Karakteristik tanah tersebut bersifat dinamis, selalu
berubah, oleh karenanya karakteristik tanah dapat berubah
seiring dengan perubahan waktu dan tata guna lahan atau
sistem pertanaman, dengan demikian angka erodibilitas
tanah juga akan berubah.
Tanah yang mempunyai erodibilitas tinggi akan tererosi
lebih cepat dibandingkan dengan tanah yang mempunyai
erodibilitas rendah, dengan intensitas hujan yang sama.
Juga tanah yang mudah dipisahkan (dispersive) akan
tererosi lebih cepat daripada tanah yang terikat
(flocculated). Jadi, sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah
juga mempengaruhi besarnya erodibility

Pengaruh usaha-usaha pengelolaan tanah sukar diukur,


meskipun lebih penting dari sifatsifat tanah seperti tersebut
diatas, misalnya :
• usaha-usaha pengelolaan tanah dengan pembakaran
jerami, dibandingkan dengan jerami tersebut ikut
dibajak dan tertimbun dibawah tanah;
• terasering sawah-sawah dibandingkan dengan
pembajakan tegalan yang sejajar dengan kemiringan
medannya;
• tanaman yang kurang dipupuk dibandingkan dengan
tanaman yang cukup mendapat makanan;
• dan tanaman yang penanamannya dengan menyebar
bijinya, dibandingkan dengan tanaman yang ditanam
dengan cara berbaris.
Sebagai tambahan terhadap sifatsifat tanah dan usaha-
usaha pengelolaan tersebut diatas, erodibilitas juga
dipengaruhi oleh kemiringan permukaan tanah dan
kecepatan penggerusan (scour velocity).
Perhitungan Energi Kinetik Total
Rumus peramalan kehilangan tanah (a predictive soil lost
equation) dimana persamaan matematis yang
menghubungkan karakteristik tanah dengan tingkat
erodibilitas tanah seperti dibawah ini :

K = erodibilitas tanah
OM = persen unsur organik
S = kode klasifikasi struktur tanah (granular, platy, massive, dll)
P = permeabilitas tanah
M = prosentase ukuran partikel (% debu + pasir sangat halus) ×
(100-% liat)
Nilai M untuk beberapa kelas tekstur tanah

M = prosentase ukuran partikel (% debu + pasir sangat halus) × (100-


% liat)
3. Faktor panjang kemiringan lereng (LS)

Pada prakteknya, variabel S dan L dapat disatukan, karena


erosi akan bertambah besar dengan bertambah besarnya
kemiringan permukaan medan (lebih banyak percikan air
yang membawa butir-butir tanah, limpasan bertambah
besar dengan kecepatan yang lebih tinggi), dan dengan
bertambah panjangnya kemiringan (lebih banyak limpasan
menyebabkan lebih besarnya kedalaman aliran permukaan
oleh karena itu kecepatannya menjadi lebih tinggi).
Gambar berikut menunjukkan diagram untuk memperoleh
nilai kombinasi L S, dengan nilai LS = 1 jika L = 22,13 m
dan S = 9%
Diagram untuk memperoleh nilai kombinasi LS
Faktor panjang lereng (L) didefinisikan secara matematik
sebagai berikut (Schwab et al.,1981) :
rumus : L = (l/22,1) m
dimana :
l = panjang kemiringan lereng (m)
m = angka eksponen yang dipengaruhi oleh interaksi antara panjang
lereng dan kemiringan lereng dan dapat juga oleh karakteristik
tanah, tipe vegetasi. Angka ekssponen tersebut bervariasi dari 0,3
untuk lereng yang panjang dengan kemiringan lereng kurang dari
0,5 % sampai 0,6 untuk lereng lebih pendek dengan kemiringan
lereng lebih dari 10 %. Angka eksponen rata-rata yang umumnya
dipakai adalah 0,5
Faktor kemiringan lereng S didefinisikan secara matematis
sebagai berikut (Schwab et al.,1981 :
rumus : S = (0,43+ 0,30s + 0,04s 2 ) / 6,61
dimana :
s = kemiringan lereng aktual (%)

Seringkali dalam prakiraan erosi menggunakan persamaan


USLE komponen panjang dan kemiringan lereng (L dan S)
diintegrasikan menjadi faktor LS dan dihitung dengan rumus :
LS = L1/2 (0,00138 S2 + 0,00965 S + 0,0138)
dimana :
L = panjang lereng (m)
S = kemiringan lereng (%)
Rumus diatas diperoleh dari percobaan dengan
menggunakan plot erosi pada lereng 3 - 18 %, sehingga
kurang memadai untuk topografi dengan kemiringan lereng
yang terjal. Harper (1988) menunjukkan bahwa pada lahan
dengan kemiringan lereng lebih besar dari 20 %, pemakaian
persamaan LS = L1/2 (0,00138 S 2 + 0,00965 S + 0,0138)
akan diperoleh hasil yang over estimate.

Untuk lahan berlereng terjal disarankan untuk


menggunakan rumus berikut ini (Foster and Wischmeier,
1973).
LS = (l/22)mC(cosα )1,50 [0,5(sinα )1,25 + (sinα )2,25 ]
m = 0,5 untuk lereng 5 % atau lebih
= 0,4 untuk lereng 3,5 – 4,9 %
= 0,3 untuk lereng 3,5 %
C = 34,71
Α = sudut lereng
l = panjang lereng (m)
4. Faktor pengelolaan tanaman (C)
Penentuan yang paling sulit adalah faktor C, karena
banyaknya ragam cara bercocok tanam untuk suatu jenis
tanaman tertentu dalam lokasi tertentu. Berhubung
berbagai lokasi tersebut mempunyai iklim yang berbeda-
beda, dengan berbagai ragam cara bercocok tanam, maka
menentukan faktor C guna diterapkan pada suatu lahan
tertentu, diperlukan banyak data.
Faktor C menunjukkan keseluruhan pengaruh dari
vegetasi, seresah, kondisi permukaan tanah yang hilang
(erosi). Oleh karenanya, besarnya angka C tidak selalu
sama dalam kurun waktu satu tahun. Meskipun
kedudukan C dalam persamaan USLE ditentukan sebagai
faktor independen, nilai sebenarnya dari faktor C ini
kemungkinan besar tergantung pada faktor-faktor lain
yang termasuk dalam persamaan USLE.
Dengan demikian dalam memperkirakan besarnya erosi
dengan menggunakan rumus USLE, besarnya faktor C
perlu ditentukan melalui penelitian sendiri.
5. Faktor pengendali erosi (P)
Mengenai faktor pengendalian erosi (P) yang merupakan rasio kehilangan tanah
dari suatu medan dimana tanamannya searah dengan kemiringan yang paling
terjal nilainya dapat dilihat dari tabel yang disajikan berikut :

Faktor Pengendali Erosi


Penilaian faktor P di lapangan lebih muda bila digabungkan dengan faktor C, karena
dalam kenyataannya kedua faktor tersebut berkaitan erat. Beberapa nilai faktor CP telah
dapat ditentukan berdasarkan penelitian di Jawa seperti tersebut pada tabel

Perkiraan nilai faktor CP berbagai jenis penggunaan lahan


Keterbatasan USLE

Persamaan USLE memberikan prosedur untuk


mendapatkan nilai faktor faktor yang terkait, dengan
menggunakan pendekatan praktis, sehingga dimungkinkan
terjadinya kesalahan dalam pemilihan harga yang tepat.
Terutama, kehati-hatian yang harus diperhatikan dalam
pemilihan harga yang terkait dengan pola tanam dam
pengolahan lahan. Biasanya nilai R dan K untuk suatu
daerah aliran sungai (DAS) tetap atau tidak banyak variasi,
namun C dan LS sangat bervariasi tergantung pada pola
tanam, pengolahan lahan, dan tindakan konservasi praktis.
beberapa keterbatasan USLE yang dikemukakan
beberapa peneliti, sebgai berikut

a) USLE adalah empiris. Secara matematis, USLE tidak


menggambarkan
proses erosi tanah secara aktual. Hal ini selalu dimungkinkan adanya
kesalahan dalam perhitungan, khususnya dalam pengambilan koefisien
(faktor) empiris. Dalam perhitungan nilai R, beberapa peneliti telah
memperkenalkan beberapa formula, eksponen, dan metode yang berbeda.
Dimana kesemuanya tidak berlaku secara umum, dan sulit untuk
diterapkan secara tepat pada lokasi tertentu dengan data yang tersedia.
b) USLE memprediksi kehilangan tanah rata-rata. Pada dasarnya
USLE
memperkirakan kehilangan tanah tahunan rata-rata, sehingga
penggunaannya terbatas pada perkiraan kehilangan tanah tahunan rata-
rata pada kawasan tertentu. Persamaan tersebut memberikan hasil yang
lebih kecil dari yang terukur, terutama untuk kejadian banjir dengan
intensitas yang tinggi. Dianjurkan, tampungan sedimen yang direncanakan
berdasarkan yil sedimen supaya diperiksa setelah terjadi hujan lebat,
untuk meyakinkan bahwa volume yang disediakan berada laju sedimentasi
yang terjadi.
USLE memprediksi kehilangan tanah rata-rata. Pada
dasarnya USLE

memperkirakan kehilangan tanah tahunan rata-rata,


sehingga penggunaannya terbatas pada perkiraan
kehilangan tanah tahunan rata-rata pada kawasan
tertentu. Persamaan tersebut memberikan hasil yang lebih
kecil dari yang terukur, terutama untuk kejadian banjir
dengan intensitas yang tinggi. Dianjurkan, tampungan
sedimen yang direncanakan berdasarkan yil sedimen
supaya diperiksa setelah terjadi hujan lebat, untuk
meyakinkan bahwa volume yang disediakan berada laju
sedimentasi yang terjadi.
c) USLE tidak menghitung erosi selokan (gully
erosion). USLE digunakanuntuk memprediksi erosi
lembaran (sheet erosion) dan erosi parit (rill erosion) tetapi
tidak untuk erosi selokan (gully erosion). Erosi selokan
akibat terkonsentrasinya aliran tidak diperhitungkan dalam
persamaan dan dapat menyebabkan erosi yang lebih besar.
d) USLE tidak memperhitungkan pengendapan
sedimen. Persamaan hanya memperkirakan kehilangan
tanah, tetapi tidak memprediksi pengendapan sedimen.
Pengendapan di dasar saluran lebih kecil dari total
kehilangan tanah yang berasal dari seluruh DAS. Begitu
limpasan permukaan dari lahan belerang mencapai ujung
hilir lereng atau masuk saluran (lahan yang lebih datar),
sebagian besar partikel sedimen diendapkan. Total tanah
tererosi yang dibawa limpasan permukaan berkurang dengan
meningkatnya panjang lintasan.
Untuk mengatasi masalah sedimentasi di daerah aliran sungai (DAS)
Gajah Mungkur, pihak BBWS  Bengawan Solo sejak 2009 mulai
membangun Spillway, dan  Chek Dam di hilir Kali Keduang. Selain,
pengadaan  satu unit Kapal Keruk, dan Konservasi di daerah tangkapan
air.  
“Hingga saat ini progres pembangunan tahap pertama ini telah
mencapai 92 persen. Untuk tahap ke-dua, Balai akan menangani
 pembangunan Closure Dike and Overflow Dike, Check Dam,
Konservasi, dan melakukan jasa Konsultansi,”tutur kepala BBWS
Bengawan Solo Yudhi Pratondo (7/11).   
Proyek yang direncanakan rampung seluruhnya tahun 2015 ini dibiayai
melalui bantuan dana Loan dari  JICA, dibantu Konsultan Nippon Koei,
Jepang bekerjasama dengan  Kontraktor dan Konsultan dalam negeri .
Waduk ini, tambah Yudhi, nantinya berfungsi  mengalirkan aliran
sedimen dari Sungai Keduang  ke bagian hilir waduk melalui bangunan
spillway baru, sehingga sedimentasi  di intake (lama) akan turun
drastis, bahkan  terbebas dari ancaman sedimentasi yang selama ini
mengganggu. Untuk selanjutnya semua aliran sedimen dan sampah 
Sungai Keduang akan tertahan seluruhnya di waduk penampung dan
dibuang melalui spillway.
“Selain upaya struktural penanganan non-struktural berbasis
pemberdayaan masyarakat juga giat dilakukan terutama di
daerah tangkapan air, antara lain dengan reboasasi,
terasering, dan menjaga kelestarian  sumber-sumber air,”
tutur Yudhi.
Diketahui bahwa laju  sedimentasi Waduk Gajah Mungkur di
Wonogiri, Jawa Tengah  semakin parah. Kondisi itu
menyebabkan berkurangnya daya tampung waduk, dan
mengganggu operasional waduk, serta memicu terjadinya
banjir
Waduk Serbaguna Gajah Mungkur beroperasi sejak 1981
dan ditargetkan hingga 2050 merupakan satu-satunya
waduk besar di Sungai Bengawan Solo yang  memiliki
Daerah Aliran Sungai (DAS) sebesar 1.350 Km2 dan luas
daerah genangan sebesar 90 km2. Saat ini kondisinya
semakin memprihatinkan
Gangguan sedimen  dan sampah di bagian intake telah
mengancam operasional  pembangkit listrik tenaga air dan
pelayanan irigasi. Saat ini laju sedimentasi Waduk Gajah
Mungkur  mencapai 4,6 juta meter kubik per tahun.

Yudhi Pratondo mengatakan, selain memperpendek usia


waduk, sedimen tersebut memperburuk kinerja PLTA  yang
berperan vital memproduksi listrik interkoneksi Jawa-Bali.
Tampungan air efektifnya juga semakin berkurang yang
selama ini digunakan untuk pengendalian banjir,
penyediaan air baku,  perikanan darat, dan pariwisata.
Dikatakan, sumber sedimen berasal dari erosi tanah
dilahan budidaya pertanian di kawasan tegalan dan
permukiman di daerah aliran sungai (DAS) Waduk
Wonogiri. Volume erosi  tanah tahunan diperkirakan sekitar
93 persen dari aliran yang masuk ke dalam waduk, yaitu
 3,2 juta m3 dalam kurun waktu 1993-2004.
“Tingginya sedimentasi ini berdampak pada semakin
berkurangnya daya tampung air waduk. Sebagai
perbandingan daya tampung air efektif pada tahun 1980 
mencapai 440 juta mater kubik , tahun 2005 sebanyak 375
meter kubik, dan tahun 2011 hanya 305,5 juta meter
kubik. Sementara itu,  tampungan air banjir, tahun 1980 
sebesar 220 juta meter kubik, namun, pada 2005,
tampungan banjir turun menjadi 218 juta meter kubik, dan
tahun 2011 turun lagi menjadi 153,9 juta meter
kubik,”tutur Yudhi.
Sementara itu Kepala Satuan Kerja (Satker) Pelaksanaan Jaringan
Sumber Air–BBWS Bengawan Solo  Sumarno mengatakan, sedimentasi
Gajah Mungkur, antara lain disumbang dari daerah aliran sungai (DAS)
Wonogiri yang masuk ke waduk, seperti Sub Das Sungai Keduang,
Tirtomoyo, Alang, Temon, dan Wuryantoro. Diantara sub das yang ada,
Sub Das Sungai Keduang menjadi penyumbang kehilangan tanah
terbesar di DAS Waduk Gajah Mungkur.
Laju erosi yang tinggi ini dipicu oleh kondisi lahan yang secara topografis
merupakan kawasan kritis, terutama di bagian lereng-lereng gunung.
Kondisi ini diperparah budi daya pertanian masyarakat yang keliru,
perusakan hutan akibat desakan ekonomi dan kemiskinan,”tambah
Sumarno.
 Karenanya, tak mengherankan bila jumlah sedimen  dan sampah yang
mengendap di bagian sisi hulu tubuh bendungan mencapai sekitar 20
meter (survei 2006). Dan apabila aliran sedimen dari Sungai Keduang ini
terus berkelanjutan, diduga bagian depan bendungan akan penuh terisi
endapan sedimen. (joe)
Pusat Komunikasi Publik
Tahun Q (m3/dtk) Tahun Q (m3/dtk) Tahun Q (m3/dtk) Tahun Q (m3/dtk)
1971 0.48 1981 4.82 1991 1.65 2001 1.62
1972 0.44 1982 6.47 1992 2.89 2002 7.04
1973 0.48 1983 1.84 1993 0.63 2003 4.92
1974 0.38 1984 0.70 1994 0.32 2004 10.84
1975 0.79 1985 0.51 1995 0.22 2005 5.17
1976 1.40 1986 0.48 1996 0.06 2006 2.31
1977 2.16 1987 0.48 1997 0.03 2007 1.11
1978 4.31 1988 0.48 1998 0.19 2008 0.63
1979 6.72 1989 0.63 1999 2.54 2009 0.86
1980 7.67 1990 1.11 2000 4.06 2010 1.33

Jumlah penduduk 1.030.000orang 150l/org/hari


Luas pertanian 2.300ha 1,5l/detik/ha

Anda mungkin juga menyukai