Anda di halaman 1dari 35

TERAPI CAIRAN

KELOMPOK 5

HARUM BINAR M 12100113016


ELI SUMIRAT 12100113037
RADEN REZKY MUHAMMAD NUR ISMAIL
12100113062

Preseptor :
dr. Deddy Kurniawan, Sp. B
CAIRAN TUBUH
- Setiap harinya terdapat pergantian cairan sebanyak
2000ml/hari. 1500 ml melalui minum dan 500 ml dari
makanan, dengan pengeluaran 250 ml dalam feses, 600 ml
insensible losses, dan 800-1500 ml melalui urin.
- Seluruh cairan tubuh merupakan 50% sampai 60%
berat badan.
- Terbagi atas komponen
a. Intraselular 40%
b. Plasma 5%
c. Interstitial 15 %
KOMPARTEMEN CAIRAN
Total Body Water (TBW) terbagi atas dua
kompartemen cairan fungsional :
1. Ekstraselular terdiri dari sepertiga TBW
Meliputi keseimbangan antara kation-sodium, anion-
klorida, dan bikarbonat
2. Intraselular terdiri dari dua per tiga TBW
Meliputi kation (potasium dan magnesium) dan anion
(phosphate dan protein)
TEKANAN OSMOTIK
Merupakan pergerakan air melewati membran sel.
Untuk mencapai keseimbangan osmotik, air melewati
membran semipermiable untuk menyeimbangkan
konsentrasi pada kedua sisi.
Osmolaritas cairan intraselular dan ekstraselular di
jaga antara 290 dan 310 mOsm pada setiap
kompartemennya.
PERUBAHAN CAIRAN DALAM
TUBUH
Perubahan cairan dalam tubuh terbagi atas tiga
kategori :
1. Perubahan dalam volume
2. Perubahan dalam konsentrasi
3. Perubahan dalam komposisi
VOLUME
DEFISIT VOLUME
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan
perubahan cairan tubuh yang paling umum. Penyebab
paling umum adalah kehilangan cairan di
gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik,
diare dan drainase fistula.
KELEBIHAN VOLUME
merupakan iatrogenik akibat pemberian cairan yang
berlebihan atau akibat sekunder dari penyakit dasar
seperti gagal ginjal, sirosis, dan gagal jantung. Tanda
fisik terdiri dari edema generalisata.
KONSENTRASI
a. Hiponatremia
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L,
bila kurang dari 135 mEq/ L, sudah dapat
dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L
maka akan timbul gejala disorientasi,
gangguan mental, letargi, iritabilitas,
lemah dan henti pernafasan, sedangkan
jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul
gejala kejang, koma.
b. Hipernatremia
Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut
dengan hiperkalemia. Jika kadar natrium > 160 mg/L
maka akan timbul gejala berupa perubahan mental,
letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat
disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah,
diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan),
asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi
keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5%
dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}
c. Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi
akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan
ekstraselular ke intraselular atau dari
pengurangan kronis kadar total kalium tubuh.
Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa
disritmik jantung, perubahan EKG (QRS
segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi
postural, kelemahan otot skeletal, poliuria,
intoleransi glukosa.
d. Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering
terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang
membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-
inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan
gejalanya terutama melibatkan susunan saraf
pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem
kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG).
KOMPOSISI
a. Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45
mmHg).
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2
secara sekunder untuk menurunkan ventilasi
alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut
merupakan akibat dari ventilasi yang tidak
adekuat termasuk obstruksi jalan nafas,
atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari
insisi abdomen atas, distensi abdomen dan
penggunaan narkose yang berlebihan.
b. Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 <
35 mmHg).
Kondisi ini disebabkan nyeri, hipoksia, cedera
SSP, dan ventilasi yang dibantu. Pada fase
akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan
alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan
PaCO2 yang cepat.
c. Asidosis metabolik (pH<7,35 dan
bikarbonat <21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau
penambahan asam atau kehilangan
bikarbonat. Penyebab yang paling umum
termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus
kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis
laktat.
d. Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan
bikarbonat >27 mEq/L)
Kelainan ini merupakan akibat dari
kehilangan asam atau penambahan
bikarbonat dan diperburuk oleh
hipokalemia. Masalah yang umum terjadi
pada pasien bedah adalah hipokloremik,
hipokalemik akibat defisit volume
ekstraselular.
Dehidrasi
Adalah keadaan dimana kurangnya cairan tubuh dari
jumlah normal akibat kehilangan cairan, asupan yang tidak
mencukupi atau kombinasi keduanya.
Dehidrasi dibedakan atas :
 Dehidrasi hipotonik
 Kadar Na < 130 mmol/L
 Osmolaritas < 275 mOsm/L
 Letargi, kadang-kadang kejang
 Dehidrasi isotonik
 Na dan osmolaritas serum normal
 Dehidrasi hipertonik
 Na > 150 mmol/L
 Osmolaritas > 295 mOsm/L
 Haus, iritabel, bila Na > 165 mmol/L dapat terjadi kejang

 
Kehilangan cairan melalui diare
 Kehilangan Na menyebabkan hipovolemia
 Kehilangan H20 menyebabkan dehidrasi
 Kehilangan HCO3 menyebabkan asidosis metabolik
 Kehilangan K menyebabkan hipokalemi

Kehilangan cairan melalui muntah


 Hipokloremi
 Hipokalemi
 Alkalosis metabolic
 Gangguan keseimbangan air dan Na
 
Keadaan lain yang mengganggu keseimbangan cairan dan
elektrolit
 Gastroenteritis, DHF, Difteri, Tifoid, Hiperemesis gravidarum,
Sectio cesar, Histerektomi, Kistektomi, Apendektomi,
Splenektomi, Gastrektomi, Reseksi usus, Perdarahan
intraoperatif, Ketoasidosis Diabetikum.
TERAPI CAIRAN DAN
ELEKTROLIT
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara,
mengganti cairan tubuh dalam batas-batas fisiologis
dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid
(plasma ekspander) secara intravena.

Defisit cairan diklasifikasikan dalam :


a. Ringan : apabila kehilangan cairan sebesar 4% berat
badan
b. Berat : bila lebih dari 10%
I. Terapi cairan resusitasi

Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan


kehilangan akut cairan tubuh atau ekspansi cepat dari
cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi
jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka bakar.
Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan
pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat
(RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg
selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa
diberikan 2-3 l dalam 10 menit.
 
Larutan plasma ekspander dapat diberikan pada luka
bakar, peningkatan sirkulasi kapiler seperti MCI, syok
kardiogenik, hemoragik atau syok septik. Koloid dapat
berupa gelatin (hemaksel, gelafunin, gelafusin), polimer
dextrose (dextran 40, dextran 70), atau turunan kanji
(haes, ekspafusin)
Jika syok terjadi :
Berikan segera oksigen
Berikan cairan infus isotonic RA/RL atau NS
Jika respon tidak membaik, dosis dapat diulangi
Pada luka bakar :
 24 jam pertama :
 2-4 ml RL/RA per kg tiap % luka bakar
 1/2 dosis diberikan 8 jam pertama, 1/2 dosis berikut 16 jam kemudian
 Sesuaikan dosis infus untuk menjaga urin 30-50 ml/jam pada dewasa
 Jika respon membaik, turunkan laju infus secara bertahap

 
Pertimbangan dalam resusitasi cairan :
 Medikasi harus diberikan secara iv selama resusitasi
 Perubahan Na dapat menyebabkan hiponatremi yang serius. Na serum
harus dimonitor, terutama pada pemberian infus dalam volume besar.
 Transfusi diberikan bila hematokrit < 30
 Insulin infus diberikan bila kadar gula darah > 200 mg%
 Histamin H2-blocker dan antacid sebaiknya diberikan untuk menjaga
pH lambung 7,0
Terapi cairan rumatan (maintenance)
 Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan
nutrisi. Diberikan dengan kecepatan 80 ml/jam. Untuk anak gunakan
rumus 4:2:1, yaitu :

a. 4 ml/kg/jam untuk 10 kg pertama


b. 2 ml/kg/jam untuk 10 kg kedua
c. 1 ml/kg/jam tambahan untuk sisa berat badan

 Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan


kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat
saja. Larutan elektrolit yang juga mengendung karbohidrat adalah
larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll.
 Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat
adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari
sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan
dalam hipovolemik.
 Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan
karena seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat
menimbulkan efek samping yang berbahaya. Umumnya infus konvensional
RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus
KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.

 Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke


ruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar
kecilnya pembedahan, yaitu :
a. 6-8 ml/kg untuk bedah besar
b. 4-6 ml/kg untuk bedah sedang
c. 2-4 ml/kg untuk bedah kecil 

 Metabolisme asetat dan laktat


Asetat dimetabolisme lebih cepat di otot menjadi bikarbonat sehingga dapat
mencegah terjadinya asidosis metabolik. Sedangkan laktat dimetabolisme
lebih lambat di hati. Latat kurang efisien untuk mengatasi asidosis
dibanding asetat.
Kebutuhan Cairan Selama Operasi

Kebutuhan Cairan Selama Operasi


Ringan
4 cc/kgBB/jam
Sedang
6 cc/kgBB/jam
Berat
8 cc/kgBB/jam
Penggantian Cairan Selama Puasa

50 % selama jam I operasi


25 % selama jam II operasi
25 % selama jam III operasi
Terapi Cairan untuk Koreksi Suhu

Untuk setiap kenaikan 1°C membutuhkan terapi cairan


tambahan:
10 % x kebutuhan cairan rutin
- Contoh: Anak usia 12 tahun dengan berat badan 30 kg
dan suhu 38°C untuk koreksi suhu membutuhkan
terapi cairan tambahan:
10 % x 1700 cc/hari = 340 cc/hari
Kebutuhan Cairan Rutin
(Pemeliharaan)
Kebutuhan Cairan Rutin
- Dewasa
 2 cc/kgBB/jam
- Anak-anak
a. 10 kg I: 4 cc/kgBB/jam
b. 10 kg II: 2 cc/kgBB/jam
c. 10 kg III: 1 cc/kgBB/jam
- Contoh: Anak usia 12 tahun dengan berat badan 30 kg membutuhkan
cairan rutin perhari:
10 kg I: 4 cc/kgBB/jam x 10 kg = 40
10 kg II: 2 cc/kgBB/jam x 10 kg = 20
10 kg III: 1 cc/kgBB/jam x 10 kg = 10
–––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––– +
30 kg: 70 cc/jam x 24 jam/hari = 1680 cc/hari -> 1700 cc/hari (dibulatkan)
Macam Infus

 NaCl 0,9 %: 0,9 gram NaCl dalam 100 ml air.


 Ringer laktat (RL). Hati-hati pemberian pada pasien
gangguan ginjal atau hati.
 Ringer asetat (RA). Hati-hati pemberian pada pasien
gangguan ginjal.
 Dekstrosa 5 % (D5).
 Dekstrosa 10 % (D10).
 Dekstrosa 40 % (D40).
 D5‒½NS.
 D5‒¼NS.
 HES.
 Aminovel.
TEKNIK DAN KOMPLIKASI
Teknik pemberian
 Pemberian dalam waktu singkat dapat digunakan vena-vena dipunggung
tangan, sekitar daerah pergelangan tangan, dan daerah kubiti. Pada anak
kecil dan bayi sering digunakan daerah punggung kaki, depan mata kaki
dalam atau dikepala. Bayi baru lahir dapat digunakan vena umbilikaslis.
 Pemakaian jarum anti karat atau kateter plastik anti trombogenik vena
perifer sebaiknya diganti tiap 1-3 hari. Pemberian cairan secara sentral,
yaitu melalui vena-vena yang dekat dengan atrium kanan seperti vena
subklavia, jugularis eksterna dan interna.
Komplikasi pemberian
 Sistemik :
 Kelebihan / kekurangan cairan tubuh
 Kelainan elektrolit
 Ketidakseimbangan asam-basa
 Kelainan gula darah
 Emboli udara
 Lokal : Flebitis dan infeksi local
Jenis-Jenis Cairan
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler.

Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali

cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian


cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler.
Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar

20-30 menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid
yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan
walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir
menyerupai cairan intravaskuler.
Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan
mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat.
Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan
adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat
mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional
hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar
bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa
disebut “plasma substitute” atau “plasma expander”.
Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik
yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak
lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler.
Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi
cairan secara cepat terutama pada syok
hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan
hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang
banyak (misal luka bakar).
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis
larutan koloid:
a. Koloid alami:
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin
manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara
memanaskan plasma atau plasenta 60°C
selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis
dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain
mengandung albumin (83%) juga mengandung
alfa globulin dan beta globulin.
b. Koloid sintetis

1. Dextran
2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan
berat molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa
kolagen binatang.
Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
Sumber :
Schwartz’s principles of surgery 8th edition
Buku ajar bedah FKUI
Latief AS, dkk. 2002. Petunjuk praktis anestesiologi:
terapi cairan pada pembedahan. Ed.Kedua. Bagian
anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.
ALHAMDULILLAAHH...
.

Anda mungkin juga menyukai