Anda di halaman 1dari 12

GAGAP BIROKRASI DALAM PENANGANAN

PANDEMI COVID-19

Dr. Muhlis Madani, M.Si


Gagap Birokrasi
• Menyoal peran pemerintah pada umumnya dan birokrat pada
khususnya dalam bencana tentu tidak lepas dari perspektif
administrasi dan kebijakan publik.
• Di satu sisi, para birokrat tersebut mengemban tanggung jawab
untuk melayani warga negara yang terkena bencana. Tetapi,
pada sisi lain mereka juga harus bekerja berdasarkan sistem
dan tentu saja sistematika anggaran.
• Dalam konteks bantuan pemerintah terkait bencana, pakar dari University of
Mississippi, William F. Shughart II menyebutnya sebagai public goods yang buruk.
Alasannya, antara lain, karena pada umumnya bantuan yang diberikan sifatnya lebih
dekat pada private goods
• Poinnya, secara natural pemerintah bekerja pada ranah public goods, sehingga
menurut Shughart II distribusi private goods dalam jumlah yang masif sesungguhnya
bukanlah ranah tempat pemerintah memiliki keunggulan.
• Umumnya para birokrat atau pejabat publik turun ke lapangan untuk melakukan
kontrol pada distribusi private goods oleh pemerintah tersebut. Sayangnya, fakta di
lapangan kerap membuktikan bahwa kehadiran para birokrat maupun pejabat publik
cenderung masih jauh dari pemenuhan kebutuhan akan kontrol tersebut.
• Kehadiran Presiden, Menteri dan yang setara, Gubernur, hingga Wali Kota maupun Bupati
pada saat bencana penting sebagai sebuah simbol dukungan kepada warga yang terdampak
sekaligus menjadi solusi pada hal-hal yang akan membutuhkan diskresi.
• Tetapi, yang jauh lebih esensial dalam penanganan yang riil di lapangan adalah peran pejabat
level menengah, karena posisi ini yang secara langsung berinteraksi lekat dengan warga.
Untuk itu, penting bagi para Menteri, Gubernur, Wali Kota, maupun Bupati menaruh
perhatian pada kinerja pejabat level menengah ini ketika tengah hadir langsung di lokasi
bencana.
• Tetapi, pada sisi lain para pejabat publik level atas tersebut juga tidak perlu membuat
permintaan tertentu yang dapat mengalihkan fokus para pejabat level menengah dari
pekerjaan penanganan bencana menjadi upaya menjamu pejabat level atas dengan sebaik-
baiknya.
• Selama ini bangsa Indonesia sudah memiliki pengalaman dalam mengatasi dampak bencana
yang datang dari alam. Namun, ketika wabah  pandemi Covid-19 sampai ke tanah air, awalnya
pemerintah pusat dan daerah mengalami kegagapan dalam melakukan koordinasi mengatasi
penyebaran virus ini di masyarakat serta meminimalkan dampaknya pada kehidupan sosial dan
ekonomi masyarakat.
• Ke depan, pemerintah menyiapkan peraturan yang menjadi norma hukum dalam penyiapan
langkah antisipatif dalam meghadapi kondisi yang hampir sama.
• Selain itu kita harap agar pemerintah pusat dan daerah selaku pengambil kebijakan
menggunakan data informasi berdasarkan hasil riset atau penggunaan bukti dalam pengambilan
kebijakan (evidence based policy). Lemahnya dukungan basis data untuk pengambilan
keputusan masih menjadi pekerjaan rumah dalam membangun koordinasi di tingkat birokrasi
dan pemerintahan sehingga kita selalu gagap dalam kepemerintahan dalam situasi semacam ini.
Pentingnya Standarisasi Pelayanan
• Pada setiap kejadian bencana sesungguhnya mesin birokrasi secara umum tengah diuji.
Seringnya, polanya masih akan kembali lagi ke akar birokrasi ala Weber yang rigid dan
kaku itu.
• Padahal, ilmu administrasi masa kini telah mengenal perkembangan reformasi birokrasi
bukan lagi sebatas reinventing government, melainkan sudah sampai pada dynamic
governance hingga collaborative governance.
• Konsep-konsep tersebut telah memberi ruang pada keikutsertaan pihak lain di luar birokrasi
dalam pencapaian tujuan bersama.
• Oleh sebab itu, kiranya pemerintah harus memiliki strategi jangka pendek dan jangka
panjang untuk tetap membuat roda birokrasi berjalan efekftif dan menjadikan birokrasi
tersebut sebagai garda terdepan dalam sejarah penyelesaian pandemi Covid-19 di Indonesia.
• Adapun strategi jangka pendek untuk membuat birokrasi efektif, yaitu: 1) penerapan birokrasi digital,
2) standarisasi pelayanan, 3) profesionalisme SDM aparatur.
• Penerapan birokrasi digital sangat dibutuhkan dalam masa pandemi Covid-19. Selain untuk
memberikan informasi update tentang penanganan Covid-19, birokrasi digital juga dapat menjadi way
of services terbaik kepada masyarakat. Karena dampak dari birokrasi digital adalah kecepatan
pelayanan yang dirasakan masyarakat yang mana kecepatan pelayanan tersebut menjadi hal yang
amat dinanti-nantikan.
• Standarisasi pelayanan menjadi hal terpenting selanjutnya untuk membuat birokrasi tetap berjalan
efektif, cepat, dan responsif dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Setiap instansi
pemerintah di masa pandemic Covid-19 harus berinovasi dengan memperhatikan standarisasi
pelayanan publik dari 5 (lima) aspek yakni kebijakan pelayanan, profesionalisme pelayanan, sarana
prasarana, sistem informasi pelayanan publik, konsultasi dan pengaduan, dan terciptanya inovasi
pelayanan publik.
• Strategi selanjutnya menciptakan Profesionalisme ASN yang seharusnya sudah
menjadi budaya dalam birokrasi sebagaimana yang disampaikan oleh Wilhelm
Friedrich Hegel yakni: “Professionalism is an important value in a bureaucratic
culture”. Oleh sebab itu, apapun kondisinya ASN adalah garda terdepan seperti
halnya tenaga medis dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka bersama-sama menangani pandemi Covid-19 di Indonesia.
• Tantangan selanjutnya setelah ketiga strategi jangka pendek ini dijalankan
adalah pemberian pemahaman kepada masyarakat tentang kebijakan birokrasi
yang dikeluarkan. Maka dalam konteks ini kecakapan dan kemahiran
komunikasi public dari Instansi Pemerintah menjadi bagian yang strategis.
• Strategi selanjutnya adalah strategi jangka panjang dalam menjalankan roda
birokrasi yang efekftif dan menjadikan birokrasi tersebut sebagai garda terdepan
dalam sejarah penyelesaian pandemi Covid-19 di Indonesia. Dalam konteks ini
penyederhanaan birokrasi harus menjadi agenda penting selanjutnya dalam rangka
percepatan pelayanan publik.
• Dengan agenda penyederhanaan birokrasi tersebut, Indonesia akan menjadi negara
demokrasi modern yang mengedepankan kecepatan, kualitas, dan kepuasan
masyarakat. Sehingga, apabila dihadapkan dalam sebuah ujian seperti pandemi
Covid-19 ini, Indonesia telah siap dalam mengatasinya karena memiliki birokrasi
yang kuat namun tidak kaku dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan.
Dynamic Government di Masa Pandemi Covid-19

• Dynamic governance dapat dimaknai sebagai kemampuan pemerintah untuk


terus menyesuaikan kebijakan, intititusi, struktur yang beradaptasi terhadap
berbagai perubahan dan situasi yang tidak pasti agar tetap relevan, sehingga
kepentingan jangka panjang tercapai sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan
publik.
• Agar organisasi publik tidak gagap terhadap perubahan yang hadir, diperlukan
dynamic capabilities dan budaya birokrasi yang menjadi pondasi gerak dalam
pemerintahan.
• Selain itu, dapat juga mempromosikan nilai-nilai dan budaya lokal dalam
proses perubahan organisasi publik.
• Dynamic capabilities meliputi thinking ahead, thinking again, dan thinking across. Elemen
dynamic governance dan budaya organisasi ini harus ditopang oleh able people dan agile
processes, serta dipengaruhi oleh future uncertainties dan external practices.
• Secara ringkas, thinking ahead merupakan kapasitas berpikir yang dimiliki para pejabat publik dan
juga para administrator publik dalam merumuskan kondisi masa depan yang mungkin akan
berdampak terhadap suatu institusi. Sedangkan, thinking again yaitu kemampuan membuka diri
untuk melihat secara komprehensif kebijakan yang telah dijalankan untuk dievaluasi serta didesain
ulang dalam rangka peningkatan kualitas, penyempurnaan kebijakan dan maksimalisasi
pencapaian tujuan. Selanjutnya thinking across adalah kemampuan untuk mencerap wawasan dan
mempelajari pengalaman ide dan konsep dari aktor-aktor lain. Dalam rangka menyempurnakan
kebijakan pada dasarnya diperlukan pemikiran yang terbuka dan out of the box, serta memiliki
kemauan belajar untuk mengadopsi pikiran, pendapat serta ide dari lintas batas organisasi.
• Pertanyaannya adalah apakah kita tetap akan mempertahankan
budaya dan kontur paradigma lama birokrasi kita yang dimana
sudah terbukti secara empiris bahwa ternyata sudah kuno, bahkan
selalu gagap menghadapi perubahan yang begitu cepat dan ketika
terjadi bencana cenderung salah menuju Paradigma Baru Birokrasi,
karenanya sangat perlu pemikiran-pemikiran dan cara pandang
baru guna mengubah semua. Terlebih guna mentransformasikan
rangkaian pengalaman kebencanaan menjadi guru yang berharga.

Anda mungkin juga menyukai