Bab III
ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS
Analisis isu-isu strategis mencakup analisis permasalahan pembangunan daerah dan
analisis isu strategis daerah. Analisis permasalahan pembangunan daerah berisi analisis
terhadap kesenjangan antara kinerja yang dicapai dengan target kinerja yang
direncanakan serta faktor-faktor penentu keberhasilannya. Analisis isu strategis berisi
analisis terhadap isu strategis pada level nasional dan global yang akan mempengaruhi
perjalanan pembangunan hingga 2025.
III.1 Permasalahan Pembangunan Daerah
Permasalahan yang signifikan mempengaruhi pembangunan daerah Kota Makassar
hingga tahun 2025 dapat dilihat berdasarkan urusan sebagai tabel berikut:
Tabel 3.1
Identifikasi Permasalahan Pembangunan untuk Penentuan Program Prioritas
Kota Makassar
No BIDANG URUSAN INTERPRETASI PERMASALAHAN PEMBANGUNAN FAKTOR –FAKTOR
DAN INDIKATOR DAERAH PENENTU
Belum tercapai
KINERJA KEBERHASILAN
(<)
PENYELENGGARAA
N PEMERINTAH
Sesuai (=)
DAERAH
Melampaui (>)
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Pendidikan (>) 1 Distribusi guru pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah
tidak merata sesuai dengan
kualifikasi dan kompetensi yang
dibutuhkan. Pada sekolah di pulau-
pulau, selain guru yang
ditempatkan di sana sebagian
kompetensinya terbatas, juga
kehadirannya kurang optimal,
sehingga rasio guru yang aktif
dengan jumlah siswa rendah.
2 Jumlah penduduk buta huruf masih
tinggi, baik yang berusia produktif
maupun yang sudah berusia tidak
produktif. Meskipun secara
prosentase penduduk buta huruf
Kota Makassar terendah di
Sulawesi Selatan, tetapi dari segi
jumlah sangat besar.
3 Belum tercukupinya
sarana/prasarana pendidikan dasar
dan menengah, khususnya dalam
mengaplikasikan pembelajaran
berbasis teknologi informasi serta
kelengkapan perpustakaan.
yang sementara
dibangun, serta
peninggian jalan pada
kawasan cekungan
rawan banjir.
III.1.1. Pendidikan
1. Distribusi guru pada jenjang pendidikan dasar dan menengah tidak merata sesuai
dengan kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan. Pada sekolah di pulau-
pulau, selain guru yang ditempatkan di sana sebagian kompetensinya terbatas,
juga kehadirannya kurang optimal, sehingga rasio guru yang aktif dengan jumlah
siswa rendah.
2. Jumlah penduduk buta huruf masih tinggi, baik yang berusia produktif maupun
yang sudah berusia tidak produktif. Meskipun secara prosentase penduduk buta
huruf Kota Makassar terendah di Sulawesi Selatan, tetapi dari segi jumlah sangat
besar.
3. Belum tercukupinya sarana/prasarana pendidikan dasar dan menengah,
khususnya dalam mengaplikasikan pembelajaran berbasis teknologi informasi
serta kelengkapan perpustakaan.
4. Masih rendah dan belum meratanya kompetensi guru dalam proses belajar-
mengajar. Selain dalam hal penguasaan materi pelajaran yang difasilitasi, juga
terkait dengan kompetensi dalam penguasaan teknologi pembelajaran,
khususnya pemanfaatan teknologi informasi.
5. Belum tercukupinya sarana/prasarana pendidikan dasar dan menengah,
khususnya dalam mengaplikasikan pembelajaran berbasis teknologi informasi
serta kelengkapan perpustakaan.
6. Rasio antara guru dengan sekolah, rasio antara guru dengan murid, rasio murid
dengan sekolah belum mencapai kondisi ideal, terutama pada kawasan padat
penduduk jumlah sekolah belum mencukupi kebutuhan.
7. Masih kurangnya pendidikan tentang kebudayaan daerah terhadap murid/siswa
sebagai upaya dalam merespons budaya global.
III.1.2. Kesehatan
1. Tingkat pelayanan kesehatan masyarakat masih rendah. Kasus penolakan pasien
dan penelantaran pasien miskin sering menjadi isu publik. Di sisi lain, pemerintah
provinsi dan kota telah menjalankan kebijakan kesehatan gratis. Tantangan
kedepan terkait masalah ini adalah pelaksanaan sistem jaminan kesehatan
nasional yang memerlukan sosialisasi komprehensif, kesiapan sistem yang
akurat, dan komitmen pelayanan yang tinggi. Selain itu, diperlukan perbaikan
terus-menerus atas terobosan pelayanan yang langsung ke rumah (terutama
rumah miskin) dalam 24 jam.
2. Sarana dan prasarana puskesmas, poliklinik dan pustu masih kurang jumlahnya
dan kualitasnya agak rendah, terutama di pulau-pulau dan pinggiran kota. Selain
itu, sistem dan teknologi dalam pelayanan posyandu agak tertinggal dengan
dinamika perkembangan dan kebutuhan.
3. Tenaga medis dan perawat terbatas jumlahnya, khususnya yang melayani
masyarakat pulau-pulau dan pinggir kota. Kualitas tenaga kesehatan juga
dengan panjang jalan yang tidak seimbang, kurang efektifnya rambu lalu lintas,
serta kesemrautan parkir.
2. Belum berkembangnya sistem angkutan massal yang terkelola sebagai moda
transportasi modern berbasis teknologi komunikasi dan informatika.
3. Keberadaaan pedagang kaki lima pada badan jalan menyebabkan penyempitan
jalan dan mengganggu drainase.
4. Terbatasnya personil pengaturan lalu lintas dan rendahnya kesadaran
masyarakat terhadap perilaku tertib berlalu-lintas
III.1.8. Lingkungan Hidup
1. Masih buruknya perilaku masyarakat dalam mengelola dan membuang sampah.
Dalam pengelolaan sampah masyarakat belum memisahkan sampah basah dan
sampah kering. Dalam membuang sampah masih banyak masyarakat yang
melakukannya di tempat umum seperti jalan raya. Kesadaran masyarakat untuk
membersihkan sampah di tempat umum masih sangat rendah.
2. Adanya pencemaran air pada lokasi industri, pemukiman, pasar, kanal dan
selokan, dan pantai. Ini diikuti dengan pencemaran tanah dan udara.
3. Semakin berkurangnya sumber mata air. Ini disebabkan oleh daya serap tanah
atas air yang makin rendah.
4. Masih lemahnya penegakan regulasi lingkungan, termasuk penegakan dokumen
Amdal pada aktivitas usaha/pembangunan.
5. Masih rendahnya kesadaran dan upaya dari para stakeholder untuk merespon
fenomena perubahan iklim dalam bentuk tindakan adaptasi dan mitigasi.
III.1.9. Pertanahan
1. Masih terdapatnya lahan yang alas haknya atau sertifikatnya tumpang tindih. Ini
potensil mengakibatkan konflik dan sengketa pertanahan serta menghambat
pemanfaatan lahan untuk kepentingan publik.
2. Masih adanya kasus sengketa tanah negara yang belum terselesaikan.
3. Masih sulitnya penyelesaian izin lokasi.
4. Belum akuratnya data status lahan yang bersertifikat dan yang tidak
bersertifikat, serta data lahan yang milik negara dan lahan milik masyarakat.
III.1.10. Kependudukan dan Catatan Sipil
1. Data base kependudukan belum tersedia secara lengkap dan tertata sebagai
dasar pelayanan.
2. Masih adanya warga belum memiliki kartu penduduk, akta kelahiran dan akta
nikah.
III.1.11. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
1. Eksploitasi pekerja di bawah umur dan kasus trafficking masih terjadi.
2. Partisipasi perempuan pada lembaga pemerintah dan legislatif serta lembaga
swasta masih rendah.
III.1.17. Kebudayaan
1. Tidak aktualnya nilai budaya maritim sebagai identitas dan warisan sejarah orang
Makassar. Budayawan, tokoh masyarakat, pengamat sejarah dan pemangku
kepentingan Kota Makassar menggambarkan bahwa masa lalu dan masa depan
Makassar adalah sebagai Kota Martim. Tetapi, nilai-budaya kemaritiman belum
signifikan sebagai identitas warga Kota Makassar.
2. Masih minimnya kekayaan budaya lokal asli (cagar, situs, dan benda budaya)
yang dikembangkan dan dilestarikan, sehingga ia kurang optimal berfungsi
sebagai daya tarik wisata maupun sebagai warisan sejarah bagi generasi muda.
3. Masih minimnya apresiasi seni-budaya yang bisa mengaktualkan keragaman
budaya Makassar dan Sulawesi Selatan secara umum ke pentas nasional dan
internasional. Ia juga terkait dengan aktivitas pusat kesenian dan kebudayaan
yang kurang bergaung.
III.1.18. Kepemudaan dan Olah Raga
1. Masih kurangnya atlet berprestasi nasional maupun internasional baik olah raga
perorangan maupun olah raga beregu. Cabang olah raga yang pernah menjadi
kebanggaan dan identitas Kota Makassar yakni sepak bola dan olah raga
perairan, saat ini kurang berkembang.
2. Masih kurangnya event olahraga nasional maupun internasional. Kota Makassar
sudah lama tidak menjadi tuan rumah pekan olah raga nasional (PON), juga tidak
pernah menjadi tempat penyelenggaraan kompetisi olah raga bertaraf
internasional seperti kejuaran sepakbola dan bulutangkis antar klub level dunia.
3. Terbatasnya sarana dan prasana olahraga yang bisa digunakan untuk event
nasional dan internasional.
III.1.19. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
1. Banyaknya gangguan ketertiban, keamanan dan kenyamanan karena kenakalan
remaja, demonstrasi dan tauran mahasiswa/pelajar, serta konflik antar
kelompok.
2. Rendahnya kesadaran dan pengetahuan politik masyarakat yang berefek pada
partisipasi politik yang rendah.
3. Lemahnya kapasitas partai politik dalam pendidikan politik masyarakat yang
berefek pada pemahaman dan kualitas praktek demokrasi yang rendah.
III.1.20. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah,
Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian
1. Masih besarnya jumlah penduduk miskin. Kordinasi program penanggulangan
kemiskinan yang dijalankan oleh pemerintah maupun pihak non pemerintah
belum efektif melindungi dan memberdayakan rumah tangga miskin dan rentan
miskin.
2. Belum optimalnya fungsi polisi pamong praja dalam pemeliharaan ketertiban,
ketenteraman dan kenyamanan dalam masyarakat. Ini terkait dengan jumlah
polisi pamong praja dan petugas perlindungan masyarakat yang rasionya belum
berimbang sehingga jam patroli dalam 24 jam oleh satpol PP masih terbatas.
3. Belum optimalnya pelayanan perizinan terpadu. Meskipun kantor pelayanan
terpadu sudah berfungsi, tetapi beberapa tahapan pelayanan secara teknis
masih harus berlangsung pada SKPD terkait, sehingga mempengaruhi efektivitas
pelayanan serta kepuasan masyarakat yang dilayani.
4. Belum optimalnya kapasitas legislasi daerah dan masih lemahnya penegakan
regulasi daerah. Sejumlah Perda dan Perwali untuk berbagai bidang belum
sepenuhnya terimplementasikan. Ini terkait dengan lemahnya upaya penegakan
dan pengawasan dari pelaksanaan regulasi daerah tersebut, termasuk fungsi
Satpol PP di dalamnya.
5. Belum optimalnya kompetensi dan profesionalisme aparatur. Sebagian aparatur
terbatas kompetensinya dalam tugas teknis dan substantif pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan. Ini berkonsekuensi pada tidak optimalnya
capaian kinerja.
6. Belum optimalnya transparansi dalam penyelenggaraan pembangunan dan
pemerintahan. Ini terkait dengan belum terbuka penuhnya akses informasi bagi
masyarakat/publik tentang program/kegiatan serta pembiayaannya. Ini juga
terkait dengan fungsi pengawasan yang belum sepenuhnya efektif mencegah
dan menangani penyimpangan adminstratif dalam penyelenggaraan
pembangunan dan pemerintahan. Ini juga terkait dengan masalah masih
kurangnya aparat PPNS.
III.1.21. Ketahanan Pangan
1. Masih lemahnya pemantauan dan pengendalian keamanan pangan. Ini
mengakibatkan rentannya masyarakat konsumen atas pangan yang kurang
higenis, kadaluarsa, ataupun tidak halal.
2. Masih adanya penduduk dan balita gizi buruk atau gizi kurang. Ini disebabkan
oleh adanya rumah tangga-rumah tangga yang tingkat kemiskinannya parah dan
kurang memiliki wawasan gizi.
III.1.22. Pemberdayaan Masyarakat dan Kelurahan
1. Masih kurangnya keberlanjutan program pemberdayaan masyarakat. Ini ditandai
dengan banyaknya kelembagaan (seperti KSM, BKM, BPSPAM, KPP, BPS)
ataupun hasil fisik pemberdayaan seperti jalan setapak, sarana air minum, dan
sebagainya yang tidak terpelihara.
2. Belum optimalnya pemberdayaan masyarakat. Ini terlihat dengan belum
berkembangnya kelompok binaan lembaga pemberdayaan masyarakat (LPM).
3. Belum optimalnya identifikasi swadaya masyarakat. Ini berakibat pada tidak
adanya pemetaan swadaya masyarakat untuk menjadi dasar bagi pembangunan
selanjutnya.
kota dan permukiman yang inklusif, aman, tangguh dan berkelanjutan; (12) Menjamin
pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan; (13) Membuat langkah segera untuk
mengatasi perubahan iklim dan dampaknya; 14. Melakukan konservasi dan pemanfaatan
sumber daya laut, samudera dan maritim untuk pembangunan yang berkelanjutan; 15.
Melindungi, merestorasi dan mempromosikan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem
daratan, manajemen hutan lestari, mengurangi penggurunan, menghentikan dan
mengembalikan degradasi lahan serta menghentikan kehilangan keanekaragaman hayati;
16. Mempromosikan perdamaian dan masyarakat yang inklusif untuk pembangunan
berkelanjutan, menyediakan akses keadilan untuk semua dan membangun lembaga yang
efektif, akuntabel, dan inklusif di semua tingkatan; 17. Menguatkan cara pelaksanaan dan
revitalisasi kerjasama global untuk pembangunan berkelanjutan.
Dari 17 SDGs ini, tujuan yang relevan sebagai isu strategis Kota Makassar adalah:
(1)Penghapusan Kemiskinan; (2) Penghapusan Kelaparan;(3) Kesehatan dan
Kesejahteraan;(3) Pendidikan Berkualitas;(4) Pendidikan Berkualitas;(5) Kesetaraan
Gender;(6) Air bersih dan Sanitasi; (7); Energi Bersih dan Terjangkau;(8) Pertumbuhan
Ekonomi dan Pekerjaan yang Layak; (9) Infrastruktur Tangguh, Industri Inklusif dan
Inovatif;(10) Penurunan Kesenjangan; (11) Kota Inklusif dan Berkelanjutan; (12) Konsumsi
dan Produksi Berkelanjutan;(13) Perubahan Iklim dan Pengurangan Resiko Bencana; (14)
Pelestarian dan Pemanfaatan Berkelanjutan Ekosistem Laut;(15) Pelestarian dan
Pemanfaatan Berkelanjutan Ekosistem Darat;(16) Perdamaian, Keadlian dan
Kelembagaan yang Kokoh; (17) Kemitraan untuk semua tujuan Pembangunan.
2. Berlakunya kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
MEA merupakan kerjasama pengintegrasikan ekonomi ASEAN dengan cara
membentuk sistem perdagangan bebas atau free trade antara negara-negara anggota
ASEAN.Tujuan yang ingin dicapai MEA adalah adanya aliran bebas barang, jasa, dan
tenaga kerja terlatih, serta aliran investasi yang lebih bebas. Terdapat empat hal yang
menjadi fokus MEA yakni Pertama, negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan
dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan terciptanya
kesatuan pasar dan basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi,
modal dalam jumlah yang besar, dan skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari satu
negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Kedua, MEA dibentuk sebagai
kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi. Dengan demikian, dapat
tercipta iklim persaingan yang adil. Ketiga, MEA dijadikan kawasan yang memiliki
perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil
Menengah (UKM). Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap
perekonomian global, dengan membangun sebuah sistem untuk meningkatkan
koordinasi terhadap negara-negara anggota.
Isu strategis jangka panjang yang relevan dengan kota Makassar dari berlakunya
Masyarakat Ekonomi Asean adalah: (1) Kompetensi dan dayasaing tenaga kerja; (2)
Persiangan usaha yang adil; (3) daya saing usaha kecil dan menengah.
Tabel. 3.3
Identifikasi RPJPD Daerah Lain
sehingga terwujud sebuah kota yang adaptif dan kreatif dalam merespon dinamika yang
dibawa oleh kecenderungan global.
b. Kesehatan dan pola hidup sehat
Berbagai kemajuan telah didorong dalam pelayanan kesehatan. Namun demikian,
Kota Makassar tidak hanya berposisi melayani warganya, tetapi juga menjadi kota tujuan
bagi warga daerah lain untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di kota ini. Karena itu,
tantangan yang dihadapi terkait dengan perbaikan akses dan kualitas layanan secara
terus menerus bagi warga kota di satu sisi, dan di sisi lain tantangan yang terkait dengan
kesiapan Kota Makassar bagi warga daerah lain yang ingin mendapatkan layanan pada
berbagai sarana dan fasilitas kesehatan di Kota Makassar. Secara internal, derajat
kesehatan warga Makassar tidak hanya terkait dengan pelayanan kesehatan secara
kuratif, tetapi juga sangat ditentukan oleh ketercukupan sarana dan fasilitas serta pola
hidup dala mewujudkan budaya hidupa sehat dan bersih dalam masyarakat dan
lingkungannya.
c. Kemaritiman, tata kelola pesisir dan pemanfaatan sumberdaya perikanan
Berdasarkan latar historis, prioritas nasional dan kecenderunga global, Kota
Makassara sangat relevan dengan isu kemaritiman khususnya dalam posisinya sebagai
kota pelabuhan. Selain itu, telah menjadi fakta bahwa ruang pantai dan pesisir telah
berkembang dengan berbagai upaya reklamasi, sehingga menjadi tantangan bagi
penataannya dalam memenuhi kriteria keberlanjutan secara ekologis, ekonomis dan
sosiologis. Aspek lain yang terkait dengan ini adalah pemanfaatan potensi perikanan dan
kelautan dalam menunjang ketahanan pangan akan protein serta kesejahteraan
masyarakat pesisir dan pulau-pulau. Berbagai dinamika ekologis terkait perubahan iklim
juga menjadi tantangan dalam isu ini.
d. Perdagangan dan jasa sebagai basis perekonomian
Globalisasi dan kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang semakin
menuntut integrasi perekonomian, memberi tantangan jangka panjang bagi Kota
Makassar untuk dapat memainkan peran di dalamnya. Karena itu, pengembangan kondisi
dan infrastruktur yang menjadikan Kota Makassar sebagai kota niaga sekaligus kota jasa,
merupakan isu yang sangat strategis secara jangka panjang. Ini juga terkait dengan posisi
Makassar sebagai kota pelabuhan sekaligus memiliki bandar udara berskala internasional.
e. Infrastruktur dan fasilitas kota
Penataan dan pemenuhan infrastruktur serta fasilitas kota merupakan tantangan
yang terus menerus dihadap sebuah kota, bukan hanya karena populasi yang terus
bertambah tetapi juga karena perkembangan gaya hidup. Kota Makassar masih
berhadapan dengan tantangan dalam memenuhi standar kelayakan atau pelayanan
minimal terkait infrastruktur dan fasilitas transportasi, air bersih, perumahan,
pemukiman, sanitasi, lalu lintas, drainase dan berbagai utilitas perkotaan.