Anda di halaman 1dari 28

HEMOPTISIS

SARI MIFTAHUL JANNAH


C014182066
Definisi
 Batuk darah= hemoptoe = hemoptisis
 hemoptisis berasal dari kata (haemoptysis) dari bahasa Yunani
◦ haima dan physis

Ekspektorasi darah akibat perdarahan


pada saluran napas di bawah laring
Vaskularisasi paru

• Sistem sirkulasi pulmoner


berfungsi untuk pertukaran gas
Sistem • Tekanan rendah berkisar
sirkulasi 15 – 20 mmHg pada saat sitolik
pulmoner dan 5-10 mmHg pada saat
diatolik
• Memsuplai darah untuk
bronkiolus terminalis dan alveolus
• Pemberi nutrisi
pada paru dan
saluran
pernapasan.
Sistem •
Tekanan sesuai
sirkulas dengan tekanan
i darah sistemik.
bronkia •
Variasi sirkulasi
l
bronkial sangat
beragam.
• Cabang dari aorta
desenden
Sumber perdarahan pada batuk darah
◦ Sirkulasi bronkial ( 90%)
 Sistem sirkulasi bronkial memegang
peranan penting dalam patofisiologi
batuk darah, karena memperdarahi
sebagian besar jalanan napas
◦ Sirkulasi pulmoner sekitar 5 %
Penyebab batuk darah :
• Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia,
dan kaverne oleh karena jamur dan sebagainya.
• Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.
• Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan
poliposis bronkus.
• Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).
• Benda asing di saluran pernapasan.
• Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.
• Batuk darah idiopatik, biasanya berhenti spontan
dengan suportif terapi
Penyebab terpenting dari hemoptisis masif adalah:

• Tumor : • Goodpasture’s syndrome.


• Karsinoma. • Idiopthic pulmonary
• Adenoma. haemosiderosis.
• Metastasis endobronkial dari • Bechet’s syndrome.
massa tumor ekstratorakal. • Cedera pada dada/trauma
• Infeksi • Kontusio pulmonal.
• Aspergilloma. • Transbronkial biopsi.
• Bronkhiektasis (terutama pada • Transtorakal biopsi memakai
lobus atas). jarum.
• Tuberkulosis paru. • Kelainan pembuluh darah
• Infark Paru • Malformasi arteriovena.
• Udem paru, terutama disebabkan • Hereditary haemorrhagic
oleh mitral stenosis teleangiectasis.
• Perdarahan paru • Bleeding diathesis.
• Sistemic Lupus Eritematosus
KLASIFIKASI
• Bercak (Streaking). Darah bercampur dengan sputum - hal yang
sering terjadi, paling umum pada bronkitis. Volume darah kurang
dari 15-20 mL/ 24 jam.
• Hemoptisis. Hemoptisis dipastikan ketika total volume darah yang
dibatukkan 20-600 mL di dalam waktu 24 jam. Walaupun tidak
spesifik untuk penyakit tertentu, hal ini berarti pendarahan dari
pembuluh darah lebih besar dan biasanya karena kanker paru,
pneumonia (necrotizing pneumonia), TB atau emboli paru.
• Hemoptisis Masif. Darah yang dibatukkan dalam waktu 24 jam
lebih dari 600 mL – biasanya karena kanker paru, kavitas pada TB
atau bronkiektasis.
• Pseudohemoptisis. Pseudohemoptisis adalah batuk darah dari
struktur saluran napas bagian atas (di atas laring) atau dari saluran
cerna atas (gastrointestinal) atau hal ini dapat berupa pendarahan
buatan (factitious). Perdarahan yang terakhir biasanya karena luka
disengaja di mulut, faring atau rongga hidung.
Patogenesis batuk darah

 Patogenesis batuk darah pada berbagai penyebab batuk


darah hampir sama
◦ Terjadi penyakit pada parenkim paru,
◦ Sistem sirkulasi bronkial dan pulmoner
◦ Kelainan pada pleura

Sumber perdarahan berasal dari


kedua sistem sirkulasi tersebut
Mekanisma terjadinya batuk darah
• Radang mukosa
• Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh
darah menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah
cukup untuk menimbulkan batuk darah.
• Infark paru
• Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme
pada pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus dan infeksi oleh
jamur.
• Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
• Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar
seperti pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis.
• Kelainan membran alveolokapiler
• Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada
Goodpasture’s syndrome.
Mekanisma terjadinya batuk darah
• Perdarahan kavitas tuberkulosa
• Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal
dengan aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini
berasal dari cabang pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada
bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang
bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis
pembuluh darah bronkial dan pulmonal. Pecahnya pembuluh darah
pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.
• Invasi tumor ganas
• Cedera dada
• Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami
transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya
batuk darah
Diagnosis
Memastikan Hemoptisis
Bedakan dengan epistaksis atau hematemesis
Menentukan derajat hemoptisis -- masif ?
Memastikan etiologi

• Anamnesis
• Jumlah dan warna darah yang dibatukkan.
• Lamanya perdarahan.
• Batuk yang diderita bersifat produktif atau tidak.
• Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan.
• Ada merasakan nyeri dada, nyeri substernal atau nyeri
pleuritik.
• Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu
Diagnosis
Pemeriksaan fisik
Untuk mengetahui perkiraan penyebab.
Demam merupakan tanda adanya peradangan.
Auskultasi :
Kemungkinan menonjolkan lokasi.
Ronchi menetap, whezing lokal, kemungkinan
penyumbatan oleh : Ca, bekuan darah.
Friction Rub : emboli paru atau infark paru
Clubbing : bronkiektasis, neoplasma
Diagnosis
• Pemeriksaan penunjang
• Foto toraks dalam posisi PA dan lateral hendaklah dibuat
pada setiap penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas
dapat menunjukkan tempat perdarahannya
• Pemeriksaan bronkografi untuk mengetahui adanya
bronkiektasis, sebab sebagian penderita bronkiektasis sukar
terlihat pada pemeriksaan X-foto toraks
• Pemeriksaan dahak baik secara bakteriologi maupun sitologi
(bahan dapat diambil dari dahak dengan pemeriksaan
bronkoskopi atau dahak langsung)
Diagnosis
• Pemeriksaan bronkoskopi
• menentukan sumber perdarahan dan sekaligus untuk
penghisapan darah yang keluar, supaya tidak terjadi
penyumbatan
• Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :
• Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
• Batuk darah yang berulang
• Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
Perbedaan hemoptisis dengan
hematemesis

Perbedaan Hemoptisis dan Hematemesis


Hemoptisis Hematemesis
Darah yang dibatukkan Darah yang dimuntahkan
Darah biasanya merah muda Darah biasanya hitam
Darah bersifat basa Darah bersifat asam
Darah dapat berbusa Darah tidak pernah berbusa
Didahului dengan perasaan Didahului dengan rasa mual
ingin batuk dan muntah
Batuk darah masif

1. Batuk darah ≥ 600 mL /24 jam


2. Batuk darah < 600 mL/24 jam, tapi > 250
mL/24 jam Hb < 10 g% & masih berlangsung
3. Batuk darah < 600 mL/24 jam, tapi > 250 mL/24
jam, Hb > 10 g% dalam 24 jam belum
berhenti
PENATATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan hemoptisis :
◦ Menjaga jalan napas tetap terbuka dan stabilisasi penderita
mencegah asfiksia
◦ Menentukan lokasi perdarahan
◦ Memberikan terapi sesuai etiolog
Mencegah risiko berulangnya hemoptisis
Penderita dengan hemoptisis masif harus
dimonitor dengan ketat di instalasi
perawatan intensif
LANGKAH I : MENJAGA JALAN NAPAS
DAN STABILISASI PENDERITA
Menenangkan dan mengistirahatkan penderita
Suplementasi oksigen
Instruksi cara membatukkan darah dengan
benar sehingga pasien tidak takut untuk
membatukkannya
Resusitasi cairan dan bila perlu transfusi
Penderita dengan keadaan umum berat dan
refleks batuk kurang adekuat, maka posisi
penderita Tredelenberg  mencegah
aspirasi darah ke sisi yang sehat
Laxansia  mencegah mengedan
Bronkoskopi untuk evaluasi, melokalisir
perdarahan dan tindakan pengisapan
(suctioning).
Intubasi paru unilateral Intubasi dengan kateter
lumen ganda (double
lumen endotracheal tubes)
 Intubasi dilakukan jika dengan terapi konvensional
perdarahan tidak berhenti
 dilakukan intubasi untuk live saving

 dampak dari intubasi paru yang mengalami


perdarahan akan terjadi atelektasis total
LANGKAH II :
MENCARI SUMBER DAN PENYEBAB
PERDARAHAN

 Pemeriksaan radiologi (foto toraks, CT Scan, USG,


angiografi)
 Bronkoskopi (BSOL maupun bronkoskop kaku)
LANGKAH III : PEMBERIAN TERAPI SPESIFIK

1. Bronkoskopi terapeutik
◦ Bilas bronkus dengan larutan garam fisiologis
dingin (iced saline lavage)
◦ Pemberian obat topikal ( Adrenalin dengan
konsentrasi 1 : 20 .000)
◦ Tamponade endobronkial

2. Fotokoagulasi laser (Nd-YAG Laser)


Neodymium-yttrium - alumunium-garnet untuk
terpi paliatif perdaran endobronkial.
2. Terapi non-bronkoskopik

1. Pemberian terapi medikamentosa


 Vasopresin intravena
 Asam traneksamat (antifibrinolitik)
 Vitamin k
 Vitamin c
 Kortikosteroid sistemik  pd autoimun
 Gonadotropin releasing hormon agonist (GnRH) atau
danazol  hemoptisis katamenial
 Antitusif kontra indikasi
 Antituberkulosis, antijamur ataupun antibiotik

2. Radioterapi
 Terutama yang disebabkan oleh proses Tumor
Paru
3. Embolisasi arteri bronkialis dan pulmoner
 Teknik ini terutama dipilih untuk penderita dengan penyakit
bilateral, fungsi paru sisa yang minimal, menolak operasi
ataupun memiliki kontraindikasi tindakan operasi

Embolisasi arteri pulmoner

Embolisasi arteri bronkialis


3. Bedah
 Terapi definitif
 Tindakan bedah dilakukan apabila
tindakan terapi diatas tidak berhasil
dan fungsi paru adekuat, tidak ada
konta indikasi bedah,
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai