Anda di halaman 1dari 34

DERMATITIS KONTAK

IRITAN & ALERGI


Ahmad Nurhadi Hidayat 1102016011
Definisi
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan / substansi yang
menempel pada kulit, yang dapat bersifat akut maupun kronik.

Terdapat 2 jenis dermatitis kontak yaitu :

Dermatitis Kontak Iritan (DKI) Dermatitis Kontak Alergik (DKA)

Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi Sebaliknya, dermatitis kontak alergik


peradangan kulit non-imunologik, yaitu kerusakan terjadi pada seseorang yang telah
kulit yang terjadi langsung tanpa didahului proses mengalami sensitisasi terhadap suatu bahan
pengenalan / sensitisasi. penyebab / alergen.
Dermatitis Kontak Iritan (DKI)

3
Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat dialami oleh semua orang dari berbagai golongan
umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah orang yang mengalami DKI diperkirakan
cukup banyak, terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja),
namun angka secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan karena banyak
pasien dengan gejala ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh.

4
Etiologi
Penyebab dermatitis jenis ini ialah pajanan dengan bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut deterjen, asam, alkali, dan serbuk kayu.

Terjadinya DKI juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain diantaranya, yaitu:

Faktor Endogen Faktor Eksogen

 Usia (anak di bawah 8 tahun dan usia lanjut  Lama kontak (terus menerus atau
lebih mudah teriritasi) berselang
 Jenis kelamin (insidens DKI lebih banyak  Adanya gesekan dan trauma fisis
pada perempuan)  Suhu dan kelembaban
 Ras (orang dengan kulit hitam lebih tahan
dibandingkan dengan kulit putih)
 Lokasi Kulit (adanya perbedaan ketebalan
kulit seperti pada kulit wajah, leher, telapak
tangan dan punggung tangan lebih rentan )
 Riwayat atopik
5
Patofisiologi

6
Manifestasi Klinis

Berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor tersebut,


DKI diklasifikasikan menjadi 2 macam :
Kategori
Minor

7
Kategori Mayor
DKI Akut

 Penyebabnya adalah iritan kuat, misalnya larutan


asam sulfat dan asam hidroklorid atau basa
misalnya natrium dan kalium hidroksida.
 Sifat reaksinya timbul segera .
 Gejalanya bisa kulit terasa pedih, panas hingga
rasa terbakar.
 Kelainan yang terlihat dapat berupa eritema
edema, bula ataupun nekrosis.
 Tepi kelainan berbatas tegas, dan pada umumnya
asimetris.

8
DKI Akut
Lambat
 Gambaran klinis dan gejala hampir sama dengan
DKI akut, tetapi reaksinya baru muncul 8 sampai
24 jam setelah berkontak.
 Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI akut
lambat, misalnya podofilin, antralin, tretinoin,
etilen oksida, benzalkonium klorida, asam
hidrofluorat, bisa juga karena gigitan serangga.
 Sebagai gejala awal terlihat eritema kemudian
terjadi vesikel.

9
DKI Kumulatif
Kronik
 Merupakan jenis dermatitis kontak yang paling
sering terjadi.
 Penyebabnya ialah kontak berulang dengan iritan
lemah (misalnya deterjen, sabun, pelarut
 Kelainan baru terlihat setelah kontak berlangsung
beberapa minggu, bulan, atau bahkan hingga
bertahun-tahun kemudian.
 Gejala klasik yang muncul dapat berupa kulit
kering, eritema dan juga skuama disertai
likenifikasi.

10
Kategori Minor
DKI Traumatik

Timbul jika terjadi trauma, misalnya : luka


bakar atau laserasi, paling sering terjadi pada
tangan dan berlangsung selama sekitar 6
minggu atau lebih, eritema, papul, atau vesikel
dapat muncul.

11
DKI Non-Eritematosa

Merupakan bentuk subklinis DKI, yang ditandai


dengan perubahan fungsi sawar (stratum
korneum) tanpa disertai kelainan klinis

DKI Subyektif

Disebut DKI sensori; karena kelainan kulit tidak


terlihat, namun pasien merasa seperti tersengat
(pedih) atau terbakar (panas) setelah berkontak
dengan bahan kimia tertentu, misalnya asam laktat.

12
Diagnosis
Anamnesis Pemeriksaan Klinis

Menanyakan riwayat pekerjaan dan pekerjaan Untuk membuat diagnosis yang tepat, diperlukan
sekarang, hal yang digemari (hobi), riwayat kontak pemeriksaan klinis dengan melihat efloresensi
dengan bahan iritan, dan riwayat penyakit dengan yang muncul dan pajanan yang ada. Uji tempel
gejala yang sama. juga dapat dilakukan untuk membedakan DKI dan
DKA.
Dari anamnesis dan pemeriksaan klinis, Rietschel mengungkapkan bahwa DKI dapat didiagnosis
berdasarkan ada tidaknya salah satu gejala atau tanda dari kriteria mayor dan kriteria minor, semakin
banyak gejala dan tanda yang ditemukan dari kriteria ini, diagnosis semakin mengarah ke DKI.
Patch Test
Uji tempel penting untuk membedakan dermatitis kontak iritan dengan dermatitis
kontak alergi, atau untuk mendiagnosa dermatitis kontak iritan dan dermatitis
kontak alergi secara bersamaan.

Tempat melakukan uji


tempel biasanya di
punggung.

Bahan yang dipakai secara rutin (kosmetik / pelembab,) dapat langsung digunakan untuk uji
tempel, ditambah vaselin sebagai bahan pengencer. Apabila benda padat, misalnya pakaian,
sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai menjadi penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan
dengan potongan kecil bahan tersebut.
15
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:

 Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). bila masih dalam keadaan akut atau berat dapat terjadi
reaksi 'angry back'' atau 'excited skin', reaksi positif palsu.
 Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid sistemik
dihentikan, pemberian kortikosteroid topikal di punggung dihentikan sekurang-kurangnya satu
minggu sebelum tes dilakukan, sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes.
 Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca. Pembacaan kedua dilakukan pada hari ke-3
sampai ke-7 setelah aplikasi.
 Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi longgar (tidak
menempel dengan baik), karena memberikan hasil negatif palsu.
 Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung
selalu kering setelah dibuka uji tempel sampai pembacaan selesai.
 Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan pada penderita yang mempunyai riwayat tipe
urtikaria dadakan (immediate urticarial type), karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata
bahkan reaksi anafilaktik.

16
Setelah 48 jam, uji tempel dilepas, pembacaan pertama
dilakukan 15-30 menit setelah dilepas. Hasilnya dicatat
seperti berikut:
+1 = reaksi lemah (non-vesikular) : eritema,
infiltrat, papul (+)
+2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
+3 = reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau
ulkus (+++)
± = meragukan: hanya makula eritematosa
(?)
IR = iritasi: seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)
- - reaksi negatif (-)
NT= tidak dites (NT=not tested)

17
Diagnosis Banding
 Dermatitis Kontak Alergik
(DKA)
 Dermatitis Atopik
 Dermatitis numularis
 Dermatitis seboroik
 Psoriasis

18
Tatalaksana
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik
yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan
sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan topikal, mungkin cukup dengan pelembab untuk
memperbaiki kulit yang kering.

Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid


topikal, misalnya hidrokortison 1%.

Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja
dengan bahan iritan, sebagai salah satu upaya pencegahan.

19
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada dermatitis kontak iritan
antara lain :
 Peningkatan risiko sensitisasi terhadap terapi topikal
 Lesi pada kulit dapat dikolonisasi oleh bakteri
Staphylococcus aureus. Hal ini dipermudah jika terjadi lesi
sekunder, seperti fissure
 Secondary neurodermatitis (lichen simplex chronicus)
akibat penderita dermatitis kontak iritan yang mengalami
stress psikis.
 Pada fase post inflamasi dapat terjadi hiperpigmentasi atau
hipopigmentasi.
 Scar, biasanya setelah terkena agen korosif.

20
Prognosis
 Prognosis untuk dermatitis iritan yang akut adalah baik jika iritan
penyebab dapat diidentifikasi dan dieliminasi.
 Prognosis untuk dermatitis iritan yang kronis mungkin lebih buruk
daripada dermatitis alergi.

21
Dermatitis Kontak Alergik (DKA)

22
Epidemiologi
 Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah pasien DKA lebih sedikit, karena
hanya mengenai orang dengan keadaan kulit sangat peka (hipersensitif).
 Diperkirakan jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai
oleh masyarakat.
 Namun, informasi mengenai prevalensi dan insidens DKA di masyarakat
sangat sedikit, sehingga angka yang mendekati kebenaran belum didapat.
 Perempuan lebih sering mengalami DKA daripada laki-laki
 Dan terdapat peningkatan insiden seiring dengan bertambahnya usia.

23
Etiologi
 Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang terjadi akibat pajanan
dengan bahan alergen di luar tubuh.
 Umumnya akibat alergen dengan berat molekul <1000 dalton, yang dapat
menembus stratum korneum hinggal sel epidermis.

24
Patofisiologi
1. Fase Sensitisasi

Terjadi saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit mengenal dan memberi respons, yang
memerlukan 2-3 minggu.

25
2. Fase Elisitasi

Terjadi saat pajanan ulang dengan alergen yang sama sampai timbul gejala klinis.

26
Manifestasi Klinis
Umumnya mengeluh gatal, terdapat : Lokasi
 Bercak Eritematosa
 Akut (berbatas tegas),
 Tangan
 Kronis (tidak jelas)
 Lengan
 Edema
 Wajah
 Papulovesikel
 Telinga
 Vesikel/bula
 Leher
 Erosi dan eksudasi
 Badan
 Kulit kering
 Genitalia
 Berskuama
 Paha dan Tungkai
 Likenifikasi
bawah

DKA akut sering berada di tempat tertentu, seperti kelopak mata, penis dan
skrotum, lebih didominasi oleh eritema dan edema
Pada DKA kronis sering ditemukan kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan juga
fisur
27
Eritema Vesikel Erosi

Skuama Likenifikasi
28
Diagnosis
Anamnesis

Anamnesis Riwayat penyakit kulit seperti. Dalam anamnesis riwayat pasien, penting
untuk mempertimbangkan pekerjaan, rumah tangga, dan kemungkinan paparan
terhadap alergen saat bepergian, dan juga tentu saja waktu, lokalisasi, alergen
sebelumnya diidentifikasi, penggunaan perawatan kulit, kosmetik, dan obat topikal
maupun sistemik

Pemeriksaan Fisik

Penampilan klinis DKA dapat bervariasi tergantung pada lokasi dan durasi. Pada
kebanyakan kasus, erupsi akut ditandai dengan makula dan papula eritema, vesikel,
atau bula, tergantung pada intensitas dari respon alergi

29
Pemeriksaan Penunjang

 Uji Tempel atau Patch Test


 Repeated Open Application Test (ROAT)
Tes ini dilakukan dengan mengoleskan bahan tes 1-2 kali sehari disertai pengulangan
selama 1-3 minggu pada area kulit seluas 5 x 5 cm.

30
Tatalaksana
Non-Medikamentosa Medikamentosa

 Hentikan pajanan alergen  Sistemik : simptomatis sesuai gejala dan


tersangka gambaran klinis
 Penilaian identifikasi alergen  Gatal : beri antihistamin golongan kedua
(test tempel lanjut dengan (Loratadine 1x10 mg/hari selama maksimal
bahan yang lebih spesifik) 2 minggu)
 Anjuran penggunaan alat  DKA akut derajat sedang-berat dapat
pelindung diri yang sesuai ditambah kortikosteroid oral, prednison
20mg/hari selama 3 hari
 Topikal sesuai dengan temuan klinis
seperti :
• Pelembab krim hidrofilik urea 10%.
• Kortikosteroid cream desoximethason 0,25
• Antibiotik Mupirocin Cream 2 %

31
Diagnosis Banding
 Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
 Dermatitis atopik
 Dermatitis numularis
 Dermatitis seboroik
 Psoriasis

32
Prognosis

Prognosis DKA umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan.


Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan
dermatitis oleh faktor , endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis), atau
terpajan oleh alergen yang tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan
dengan pekerjaan terentu atau terdapat pada lingkungan penderita.

33
Terima Kasih

34

Anda mungkin juga menyukai