Anda di halaman 1dari 20

Kelompok 5

Vergio Markus
Fira Saroinsong
Divitro Moroki
Topik 1
Skenario 5
An. ME Usia 2 tahun 5 bulan di diagnosis
Pneumonia. Tiga hari sebelum masuk rumah sakit,
anak mengalami sesak nafas, batuk, muntah apabila
batuk yang sering, batuk berdahak berwarna kuning
agak kental. Pasien pernah dirawat di rumah sakit
selama 2 bulan dengan diagnosa yang sama. Dari
hasil pengukuran tanda-tanda vital didapatkan data
frekuensi nadi 100x/mnt, suhu 36,4°C, frekuensi
pernafasan 36 x/mnt, saturasi oksigen 98%, berat
badan 7,2 kg dan panjang badan 75 cm. Berat badan
lahir 3000 gram, panjang 50 cm dan imunisasi
lengkap. Hasil pemeriksaan rongen thoraks kesan
infiltrat di kedua lapang paru.
01 Pneumonia penyakit infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) yang mengenai bagian paru (jaringan alveoli)
(Depkes RI, 2004: 4).

02 Sesak Napas merupakan pengalaman subjektif atas


ketidaknyamanan dalam bernapas (American Thoracic
Society (ATS) 2012).

03 Batuk adalah respon tubuh terhadap sesuatu yang


mengiritasi tenggorokan atau saluran napas.

Istilah yang 04 Dahak adalah lendir yang biasanya muncul saat


seseorang sedang batuk

muncul 05 Saturasi Oksigen adalah presentasi hemoglobin yang


berikatan dengan oksigen dalam arteri, saturasi oksigen
normal adalah antara 95 – 100 %.

06 Imunisasi Adalah proses untuk membuat seseorang


imun atau kebal terhadap suatu penyakit. 

07 Rontgen Thoraks Pemeriksaan dengan menggunakan


radiasi gelombang elektromagnetik guna menampilkan
gambaran bagian dalam dada.

08 Infiltrat Infiltrat merupakan gambaran radiologi paru


yang abnormal, yang berbentuk titik-titik atau bercak
dengan batas tidak tegas. Infiltrat menggambarkan
proses peradangan paru yang aktif. 
Pneumonia
Di dalam buku ”Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA untuk
Penanggulangan Pneumonia pada Balita”, disebutkan bahwa
pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan

Pembahasan
akut (ISPA) yang mengenai bagian paru (jaringan alveoli) (Depkes RI,
2004: 4). Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi pada kapiler-
kapiler pembuluh darah di dalam alveoli. Pada penderita pneumonia,
nanah (pus) dan cairan akan mengisi alveoli tersebut sehingga terjadi
kesulitan penyerapan oksigen. Hal ini mengakibatkan kesukaran
bernapas (Depkes RI, 2007: 4).

Definisi lain menyebutkan bahwa pada pneumonia terjadi peradangan pada


salah satu atau kedua organ paru yang disebabkan oleh infeksi (Ostapchuk
dalam Machmud, 2006: 7). Peradangan tersebut mengakibatkan jaringan
pada paru terisi oleh cairan dan tak jarang yang menjadi mati dan timbul
abses (Prabu, 1996: 37). Penyakit ini umumnya terjadi pada anak-anak
dengan ciri-ciri adanya demam, batuk disertai napas cepat (takipnea) atau
napas sesak. Definisi kasus tersebut hingga kini digunakan dalam program
pemberantasan dan penanggulangan ISPA oleh Departemen Kesehatan RI
setelah sebelumnya diperkenalkan oleh WHO pada tahun 1989. Selain itu,
gambaran klinis lain dari pneumonia ditunjukkan dengan adanya pelebaran
cuping hidung, ronki, dan retraksi dinding dada atau sering disebut tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) (Wahab, 2000: 884).
Pneumonia pada anak juga sering kali bersamaan dengan terjadinya infeksi
akut pada bronkus atau disebut dengan bronkopneumonia (Depkes, 2004: 4).
Pembahasan
Etiologi Pneumonia
Etiologi pneumonia dibedakan berdasarkan agen penyebab infeksi, baik
itu bakteri, virus, maupun parasit. Pada umumnya terjadi akibat adanya
Pembahasan
infeksi bakteri pneumokokus (Streptococcus pneumoniae). Beberapa
penelitian menemukan bahwa kuman ini menyebabkan pneumonia
hampir pada semua kelompok umur dan paling banyak terjadi di negara-
negara berkembang (Machmud, 2006: 13). Bakteri-bakteri lain seperti
Staphylococcus, Pneumococcus, dan Haemophylus influenzae, serta
virus dan jamur juga sering menyebabkan pneumonia (Prabu, 1996: 37).
Salah satu penelitian yang dilakukan Prof. Dr. dr. Cissy B Kartasasmita
SpA(K), MSc pada sejumlah 2000 anak di Bandung tahun 2000
ditemukan adanya 30% positif pneumonia berdasarkan hasil
pemeriksaan sediaan apus tenggorokkan dengan 65x % di antaranya
adalah kuman pneumokokus (Medicastore, 2007).
Klasifikasi Klinis Pembahasan
Kejadian pneumonia pada balita diperlihatkan dengan adanya ciri-ciri
demam, batuk, pilek, disertai sesak napas dan tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam (chest indrawing), serta sianosis pada infeksi
yang berat. Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest
indrawing) terjadi karena gerakan paru yang mengurang atau decreased
lung compliance akibat infeksi pneumonia yang berat (Depkes RI, 1993:
24). Pada usia di bawah 3 bulan, kejadian pneumonia diikuti dengan
penyakit pendahulu seperti otitis media, conjuctivitis, laryngitis dan
pharyngitis (Gotz dalam Machmud, 2006: 17).

Adapun penentuan klasifikasi klinis penyakit pneumonia dibagi menjadi


dua kelompok, yakni kelompok umur 2 bulan-<5 tahun dan kelompok
umur < 2 bulan. Untuk anak berumur 2 bulan-<5 tahun, klasifikasi dibagi
atas bukan pneumonia, pneumonia, dan pneumonia berat sedangkan
untuk anak berumur kurang dari 2 bulan, maka diklasifikasikan atas
bukan pneumonia dan pneumonia berat (Depkes RI, 2007: 31,44).
Pneumonia berat pada anak umur 2 bulan-<5 tahun dilihat dari adanya
kesulitan bernapas dan/atau tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam, sedangkan pada anak umur <2 bulan diikuti dengan adanya
napas cepat dan/atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Klasifikasi Klinis
Menurut Kelompok Umur

Kelompok Umur Kriteria Pneumonia Gejala Klinis


Tidak ada napas cepat dan tidak ada tarikan dinding dada
2 Bulan - <5 Tahun. Batuk Bukan Pneumonia
bagian bawah
Adanya napas cepat dan tidak
Pneumonia
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Adanya tarikan dinding dada bagian
Pneumonia Berat
bawah ke dalam
Tidak ada napas cepat dan tidak ada tarikan dinding dada
< 2 Bulan Bukan pneumonia
bagian bawah ke dalam yang kuat
Adanya napas cepat dan tarikan dinding dada bagian
Pneumonia berat bawah ke
dalam yang kuat

Sumber: Ditjen P2PL, Depkes RI. 2007. Bimbingan Keterampilan Tatalaksana Pneumonia Balita
Faktor Resiko Pneumonia
- Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
- Malnutrisi
- Defisiensi Vitamin A
- Cuaca dingin
- Pajanan polusi
- Bayi dan balita
- Imunisasi tidak lengkap
- Tidak mendapat ASI

Pembahasan
Diagnosis Pneumonia
Pada dasarnya, diagnosis etiologi pneumonia pada bayi dan balita sulit
ditegakkan oleh karena dahak sukar diperoleh. Sulitnya penegakan
diagnostik penyakit pneumonia juga dapat disebabkan karena adanya
defek anatomi kongenital, kurangnya fungsi imunitas karena obat atau
penyakit serta karena adanya penyakit yang bersifat genetis dan
mempengaruhi perkembangan tubuh (Correa dalam Machmud, 2006:
20). Oleh karena itu, pemeriksaan imunologi juga dirasa belum dapat
menentukan adanya bakteri sebagai penyebab terjadinya pneumonia
(Depkes RI, 2004: 6).

Prosedur yang diharapkan dapat memberikan hasil yang maksimal


adalah dengan biakan aspirat paru dan pemeriksaan spesimen darah.
Akan tetapi, pada kenyataannya hal ini sulit dilakukan mengingat
prosedurnya yang bersifat invasive serta dinilai berbahaya dan
bertentangan dengan kode etik, khususnya jika dilakukan untuk
kepentingan penelitian. Oleh karena itu, pada umumnya diagnosis
etiologi pneumonia pada bayi dan balita masih dapat dilihat dari gejala-
gejala klinis sederhana tanpa penentuan dari data laboratorium maupun
radiologis (Kanra dalam Machmud, 2006: 21). Pemeriksaan laboratorium
untuk melihat adanya organisme penyebab hanya dilakukan pada
pasien pneumonia yang dirawat di rumah sakit dan memiliki riwayat
komplikasi (Ostapchuk dalam Machmud, 2006: 20).

Pembahasan
Kerangka Teori

Kerangka Konsep
Penularan
Penularannya melalui percikan ludah (udara)
pada saat kita :

- Bersin
- Batuk
- Berbicara
Pencegahan Pembahasan
- ASI ekslusif selama 6 bulan
- Nutrisi yang cukup sehingga anak memiliki gizi baik
- Mengurangi polusi asap rumah tangga dari tungku dan kompor.
- Tidak merokok di dalam rumah.
- Kebiasaan mencuci tangan dengan air bersih
- Imunisasi dasar pada bayi terutama DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus) dan
Campak cegah komplikasi pneumonia.
- Pemberian vaksinasi Hib dan Pneumococus pada bayi dan anak.
- Pemberian zinc pada anak dengan diare.
- Pencegahan HIV/AIDS pada anak
- Profilaks kotrimoksazol pada anak dengan HIV/AIDS.
Pengkajian
Anamnesa
A. Identitas Pasien: An. ME, usia 2 tahun 5 bulan
B. Keluhan utama: sesak napas
C. Riwayat penyakit dahulu : Anak pernah dirawat di rumah sakit dengan diagnose yang sama
D. Riwayat imunisasi: lengkap

Pemeriksaan fisik :
nadi 100x/mnt
suhu 36,4°C
frekuensi pernafasan 36 x/mnt
saturasi oksigen 98%
berat badan 7,2 kg
panjang badan 75 cm
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan 1. Monitor pola napas 1. Untuk mengetahui
tidak efektif berhubungan tindakan (frekuensi, kedalaman, frekuensi pola napas
dengan produksi sputum keperawatan ...X24 jam usaha napas)
meningkat anak akan mengalami 2. Untuk mengetahui
jalan napas yang efektif 2. Monitor adanya jumlah, warna dan aroma
produksi sputum sputum

3. Monitor adanya 3. Untuk mengetahui


sumbatan jalan napas apakah ada
penyumbatan yang
4. Monitor bunyi napas terjadi akibat sputum

5. Kolaborasi dengan 4. Untuk mengetahui


tenaga medis apakah terdapat bunyi
mangi, wheezing dan
ronkhi

5. Kolaborasi dalam
pemberian obat
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Gangguan pertukaran Setelah dilakukan 1. Monitor kecepatan 1. memantau dalam
gas tindakan aliran oksigen memberikan oksigen
keperawatan ...X24 jam serta keefektifitasnya
dapat mengatas masalah 2. Monitor posisi alat
pertugaran gas terapi oksigen
2. Memantau posisi alat
3. Monitor tanda-tanda dari oksigen agar pasien
hipoventilasi merasa nyaman

3. Memantau tanda-tanda
gangguan dalam
pernapasan
Jika saturasi oksigen dalam darah di bawah 90
persen, maka kondisi ini sudah bisa
dikatakan hipoksemia. Kurangnya oksigen
dalam darah ini sering terjadi pada saat Informasi
seseorang mengalami kondisi kritis. Beberapa
tanda seseorang mengalami hipoksemia
adalah sesak napas, detak jantung cepat, kulit
Tambahan
dan bibir tampak kebiruan (sianosis), sakit
kepala, hingga pingsan.

Dalam kasus kami, saturasi oksigenya 98%,


makanya tidak diberikan terapi pemberian
oksigen
Kesimpulan
Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan
pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan
laboratorium tidak menunjukkan perbedaan nyata. Namun sebagai
pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial awitannya
cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan
perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis. Terdapat berbagai faktor
risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia pada
anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah:
pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah
(BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat,
malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri
patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara
(polusi industri atau asap rokok). Pola bakteri penyebab pneumonia
biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien. Namun secara
umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, streptokokus grup
B.

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran


klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas
anatomik dan imunologik, mikroorganisme
penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-
kadang tidak khas terutama pada bayi,
terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik
invasif, etiologi noninfeksi yang relatif lebih
sering, dan faktor patogenesis.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai