Anda di halaman 1dari 25

SUBDURAL HEMATOM

Struktur Kepala
Kulit Kepala Tulang Meningens Otak Sistem
Tengkorak Ventrikel
S = Skin Fossa anterior: Duramater Cerebrum Ventrikel adalah
C = Connective Lobus frontalis Arakhnoid Batang Otak ruangan berisi
tissue Pia mater Cerebellum Liquor
A = Aponeurosis Fossa media:
cerebrospinalis
L = Loose areolar Lobus
tissue temporalis dan aquaductus
P = Perikranium
Fossa posterior:
Batang otak dan
serebelum
Etiologi SDH
SDH timbul setelah adanya cedera/ trauma kepala hebat, seperti
perdarahan kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi
dalam ruangan subdural. Perdarahan sub dural dapat terjadi pada:
- Trauma kapitis
- Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran
atau putaran otak terhadap duramater, misalnya jatuh terduduk.
- Trauma leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih mudah
terjadi bila ruangan subdura lebar akibat atrofi otak, misalnya pada
orangtua dan juga pada anak-anak.
- Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di dalam
ruangan subdural.
- Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan
perdarahan subdural yang spontan, dan keganasan ataupun
perdarahan dari tumor intrakranial.
Patofisiologi
- Perdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea.
- Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya bridging veins yang
menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di
dalam duramater atau karena robeknya araknoidea.
- Karena otak yang dikelilingi LCS dapat bergerak, sedangkan
sinus venosus dalam keadaan terfiksir, berpindahnya posisi
otak yang terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena
halus yg menembus duramater.
- Perdarahan yang besar akan menimbulkan gejala-gejala akut
menyerupai hematoma epidural.
- Perdarahan yang tidak terlalu besar akan membeku dan di
sekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang membentuk
kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik
cairan dari sekitarnya dan mengembung memberikan gejala
seperti tumor serebri karena tekanan intracranial yang
berangsur meningkat
- Akibat dari perdarahan subdural, dapat meningkatkan TIK dan
perubahan dari bentuk otak.
- Naiknya TIK dikompensasi oleh efluks dari cairan likuor ke axis
spinal dan dikompresi oleh sistem vena.
- Pada fase ini peningkatan tekanan intra kranial terjadi relatif
perlahan karena komplains tekanan intra kranial yang cukup tinggi.
Beberapa gejala dan tanda peningkatan TIK

- Nyeri kepala
- Penurunan kesadaran
- Muntah
- Diplopia (penglihatan ganda)
- Cushing response: tekanan darah meningkat, nadi lambat,
pernafasan tidak teratur
- Kaku kuduk
- Edema papil
- Pupil mata anisokor
- Gangguan sensorik
- Gangguan motorik
Gejala klinis
Akut :
- Terjadi pada trauma berat, 24 - 48 jam setelah cedera
- Secara klinis subdural hematom akut ditandai dengan penurunan
kesadaran, disertai adanya lateralisasi yang paling sering berupa
hemiparese/plegi
- Gangguan neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada
jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen magnum, yang
selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadan ini
dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya
kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah
- pada pemeriksaan radiologis (CT Scan) didapatkan gambaran hiperdens
yang berupa bulan sabit
Subakut
- menyebabkan defisit neurologik yang bermakna dalam waktu
lebih dari 48 jam tapi kurang dari dua minggu setelah cedera
- adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran
>perbaikan status neurologic yang perlahan-lahan
- Namun, setelah jangka waktu > memburuk
Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam
beberapa jam, dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring
pembesaran hematoma.
Kronik
• trauma otak yang menjadi penyebab sangat ringan  terlupakan.
• Gejala-gejala tertunda, timbul setelah minggu ke 3 hingga beberapa
bulan setelah trauma
• Kumpulan cairan yang berasal dari perdarahan Bridging veins
sebelumnya
• Perdarahan berulang kumpulan cairan membesar perlahan dan
bukan diabsorpsi
• Manifestasi ditimbulkan oleh tekanan jaringan otak di bawahnya
• Gambaran CT Scan untuk hematom subdural kronik ialah kompleks
perlekatan, transudasi, kalsifikasi yang disebabkan oleh bermacam-
macam perubahan, oleh karena itu tidak ada pola tertentu
• jika hematoma telah mencair (lebih dari14 hari), gambaran lesi
isodens dan hipodens
Diagnosis
Anamnesis
- Anamnesis riwayat dilakukan untuk mengetahui keluhan utama pada
pasien dengan cara mengidentifikasi riwayat keluhan, di antaranya
pusing, perubahan kesadaran, serta tanda dan gejala neurologis
(seperti kelemahan pada ekstremitas). Namun, hal terpenting yang
harus diidentifikasi pada saat anamnesis adalah mengetahui apakah
terdapat riwayat cedera kepala yang berpotensi menyebabkan
perdarahan.
Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menilai tanda vital pada pasien,
yaitu tekanan darah, laju pernapasan, saturasi oksigen dalam darah,
dan ukuran pupil. Penilaian terhadap Skala Coma Glasgow (GCS)
juga dilakukan untuk menilai status kesadaran pasien.

• Diagnosis untuk perdarahan subdural hanya dapat ditegakkan


melalui pemeriksaan radiologis
• Dengan CT-scan perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih
mudah dikenali.
Computed Tomography (CT-Scan)
- PSD akut: gambaran hiperdens diantara duramater dan
arakhnoid yang tampak seperti bulan sabit.
- PSD fase subakut: 2-14 hari pasca cedera, koleksi cairan
bersifat isodens dengan jaringan otak
- PSD fase kronik: >14 hari pasca cedera, koleksi cairan tampak
berdensitas rendah
Penatalaksanaan
Perawatan Medis
- Meskipun SDH secara signifikan membutuhkan terapi pembedahan,
maneuver medis sewaktu dapat digunakan preoperative untuk
menurunkan TIK yang meningkat.
- Semua pasien GCS < 8 harus diintubasi untuk perlindungan jalan nafas.
- Setelah menstabilkan jalan nafas, lakukan pemeriksaan neurologis.
Respirasi adekuat sebaiknya dilakukan dan dijaga untuk menghindari
hipoksia. Hiperventilasi dapat digunakan jika sindrom herniasi tampak.
- Tekanan darah harus dijaga dalam kadar normal dengan menggunakan
salin isotonic. Hipoksia dan hipotensi, dimana penting pada pasien
dengan trauma kepala, merupakan predictor yang independen untuk hasil
yang buruk.
- Sedatif short acting dan paralitik digunakan hanya ketika diperlukan
untuk memfasilitasi ventilasi adekuat atau ketikadicurigai adanya
peningkatan TIK. Jika pasien menampakkan tanda sindrom herniasi,
berikan manitol secara bolus 0,25-1gr/kgbb dalam 10-20 menit, tiap
4-8 jam.
- Pasien juga sebaiknya dihiperventilasikan ringan (pCO2 ~30-35
mmHg).
- Pemberian antikonvulsan untuk mengatasi kejang yang disebabkan
iskemia
Kriteria penderita SDH dilakukan operasi adalah

a. Pasien SDH tanpa melihat GCS, dengan ketebalan >10 mm


atau pergeseran midline shift >5 mm pada CT-Scan
b. Semua pasien SDH dengan GCS <9 harus dilakukan
monitoring TIK
c. Pasien SDH dengan GCS <9, dengan ketebalan perdarahan
<10 mm dan pergerakan struktur midline shift. Jika
mengalami penurunan GCS >2 poin antara saat kejadian
sampai saat masuk rumah sakit.
d. Pasien SDH dengan GCS<9, dan atau didapatkan pupil
dilatasi asimetris/fixed
e. Pasien SDH dengan GCS < 9, dan /atau TIK >20 mmhg
Prognosis
• Prognosis dari penderita SDH ditentukan dari:
- GCS awal saat operasi
- lamanya penderita datang sampai dilakukan operasi
- lesi penyerta di jaringan otak
- serta usia penderita

Anda mungkin juga menyukai