Anda di halaman 1dari 41

DISUSUN OLEH

NS Irvantri Aji Jaya . M.Kep. Sp.Kep.M.B


KURIKULUM VITAE
Pendidikan
Akper Depkes RI Palembang (1997-2000)
Program Magister dan Spesialis KMB FIK Universitas Indonesia
Program Doktoral FIK UI (2019- sekarang)
Pekerjaan
Perawat Klinis RS Charitas Palembang (2001)
Perawat klinis unit Emergensi RS Jantung Harapan Kita
Instuktur Pelatihan BTCLS dan ACLS
Pelatihan
Pelatihan kardiologi dasar dan kardiologi lanjut RS Jantung Harapan
Kita Jakarta
Pelatihan Manajemen Acute Coronary Syndrome di Central Chest
Insituate Thailand
Pelatihan Manajemen Resusitasi Di Melaka Malaysia
Pelatihan instruktur ACLS AHA summit Jakarta
Pengurus Organisasi Profesi
Pengurus Pusat INKAVIN bidang Pelayanan
Pengurus Komisariat PPNI RS Jantung Harapan Kita Jakarta bidang
Diklat
Topik Presentasi
Background
Incidence of in hospital Cardiac arrest
• 0.175 arrests/bed per year
• 1-5 arrests/ year per 1000 admissions
ROSC (Return of Spontaneous Circulation):
• 44% Overall
• 58% VF
• 35% PEA/ Asystole
Survival to Discharge:
 Overall Survival to Discharge: ~17%
 ( 0 - 42%)
 With VF/VT: 34%
 With Asystole/PEA: 10 %

 Sandroni, C et al, Intensive Care Medicine, Sept 2006 Online Pub.


 Peberdy et al, Resuscitation 58(2003) 297-308
Fase henti jantung
 Fase elektrik (0-5 menit) --> fase 5 menit awal saat
mulai terjadi impuls elektrik tidak normal dan
menyebabkan aritmia dari kontraksi otot jantung.

 Fase sirkulasi (5-10 menit) --> fase dimana mulai


terlihat akibat dari ketidakcukupan jantung dalam
memenuhi kebutuhan darah seluruh  tubuh.
Dengan kata lain terjadi hipoksia jaringan.

 Fase metabolic (> 10 menit) --> ini merupakan fase


yang kurang difahami. Namun pada fase ini mulai
diproduksinya toksin akibat sel-sel yang mengalami
hipoksia dan toksis tersebut beredar mengikuti
aliran darah (EMS, 2008).
Henti jantung
Henti jantung

Cardiac Output menurun

Gangguan perfusi jaringan

Metabolisme anaerob

Radikal bebas

Kematian jaringan
Gejala Henti Jantung
1.  Tidak sadar secara tiba-tiba (collapse)
2.   Nadi tidak teraba, hipotensi (tekanan darah
turun drastis/hampir tidak ada)
2.  Tidak bernapas
Penyebab Henti Jantung
Gambaran EKG Henti Jantung
Ventrikel Fibrilasi
 Kematian akibat henti jantung paling banyak
disebabkan oleh ventrikel fibrilasi dimana terjadi
pola eksitasi quasi periodik pada ventrikel dan
menyebabkan jantung kehilangan kemampuan
untuk memompa darah secara adekuat.
 Volume sekuncup jantung (cardiac output) akan
mengalami penurunan sehingga tidak bisa
mencukupi kebutuhan sistemik tubuh, otak dan
organ vital lain termasuk miokardium jantung
(Mariil dan Kazii, 2008).
Ventrikel Takikardia (VT)

 VT adalah takidisritmia yang disebabkan oleh kontraksi


ventrikel simana jantung berdenyut > 120 denyut/menit
dengan komplek QRS kompleks yang memanjang.
VT dapat monomorfik (ditemukan QRS kompleks
tunggal) atau
VT polimorfik (ritme irregular dengan QRS yang
bervariasi baik amplitudo dan bentuknya)
(deSouza dan Wart, 2009).
ASISTOL
 Asistol adalah keadaan dimana tidak terdapatnya
depolarisasi ventrikel sehingga jantung tidak memiliki
cardiac output.
 Asistol dapat dibagi menjadi 2 yaitu
asistol primer (ketika sistem elektrik jantung gagal
untuk mendepolarisasi ventrikel)
asistol sekunder (ketika sistem elektrik jantung gagal
untuk mendepolarisasi seluruh bagian jantung).
 Asistol primer dapat disebabkan iskemia atau degenerasi
(sklerosis) dari nodus sinoatrial (Nodus SA) atau sistem
konduksi atrioventrikular (AV system) (Caggiano, 2009).
Pulseless Electrical Activity (PEA)
 Kondisi jantung yang mengalami ritme disritmia
heterogen tanpa diikuti oleh denyut nadi yang terdeteksi.

 Ritme bradiasistol adalah ritme lambat, dimana pada


kondisi tersebut dapat ditemukan kompleks yang meluas
atau menyempit, dengan atau tanpa nadi juga dikatakan
sebagai asistol
(Caggiano, 2009).
Tatalaksana Henti Jantung
Pasien yang mengalami henti jantung dan telah dilakukan defibrilasi pada
aritmia ventrikel maka intubasi harus segera dilakukan dengan menggunakan
ETT yang memiliki “ cuff “,selanjutnya dihubungkan ke ventilator dengan
penyaring HEPA.
Tatalaksana CPR
Prinsip Umum Resusitasi pada pasien curiga atau
terkonfirmasi Covid 19
Mengidentifikasi pertimbangan yang tepat untuk
memulai dan melanjutkan resusitasi
Semua anggota tim ( penolong ) harus
menggunakan APD yang tepat sebelum memasuki
lokasi.
Batasi petugas yang terlibat
Hanya yang berkepentingan untuk yang merawat atau melakukan
tindakan saja
Studi kasus
 A 52 year old man was brought to the
emergency departement at hospital.
Patient vomited, pale and diaphoretic
and sinus rate of 45 beats per
minute.The patient had been in his
usual health, with hypertension,
dyslipidemia and coronary artery
disease
Triase Keperawatan

1 primary survey and secondary survey


2. Prioritas masalah penurunan curah jantung & Perfusi jaringan

Initial labs History &


Emergent care Physical
and tests
 12 lead ECG  IV access
 Establish
 Obtain initial diagnosis
cardiac
 Cardiac
monitoring
 Read ECG
enzymes
 electrolytes,
 Identify
cbc lipids, complications
bun/cr,  Assess for
glucose, coags reperfusion
 CXR
25
In the emergency departement triage
area, the patient was alert and oriented.
The blood presure was 80/50 mmhg,
pulse 45 x/mt. Within seconds after he
arrived
Within seconds after he arrived. The pulse decresed to 36
beats perminute and the width of the QRS complexes on
cardiac monitor. External pacing was attempted, without
mechanical capture

Seizure activity occurred briefly,and


runventricular tachycardia with wide
venticular complexes were seen. And
carotid pulses could not be obtained, and
patient was unresponsive.
The cardiac monitor revealed ventriculer fibrillation, CPR was begun.
During resuscitation, the trachea was intubated. Amiodarone was
administered intravenously and direct-current counter shocks were
administered.

Ventrikel Fibrilasi
Tatalaksana untuk memprioritaskan Manajemen Jalan Nafas dan
ventilasi dengan resiko aerosol yang minimal
Pasang penyaring HEPA dengan aman ke perangkat ventilasi manual atau
mekanik di jalur udara yang dihembuskan sebelum memberikan napas.
Sebelum intubasi gunakan BVM dengan penyaring HEPA hindari dan jaga
agar tidak terjadi kebocoran,atau gunakan non reabreating mask yang
ditutup dengan masker
 Minimalkan  Tentukan petugas yang akan
melakukan intubasi
kemungkinan upaya  Tentukan dengan pendekatan
dan peluang terbaik agar intubasi
intubasi yang gagal agar intubasi tidak berulang ulang
 Hentikan kompresi dada saat
intubasi
 Gunakan piranti intubasi yang
dapat mengurangi aerosolisasi
( video laringoskopi )
 Apabila intubasi tertunda
pertimbangkan ventilasi manual
dengan supraglotik airway atau
bag mask device dengan
penyaring HEPA
 Hindari diskoneksi bila sudah
terpasang hal ini untuk
mengurangi aerosolisasi.
Return of Spotaneous Circulationwas achieves after a total 28
minutes of appropriate Cardiopulmonary resuscitation
Terapi Hypotermi
 Terapi hiponatremia adalah upaya
menurunan suhu inti tubuh dengan tujuan
melindungi otak dari kerusakan neurologi
paska henti jantung.
 Pedoman CPR dan perawatan emergensi
AHA 2015 merekomendasikan terapi
hipotermia pada pasien yang tidak sadar
namun telah timbul sirkulasi spontan paska
VF atau henti jantung.
Terapi Hypotermi
 Suhu yang direkomendasikan: 32 C –
34 C
 Pemberian hipotermia dapat
menurunkan radikal bebas, proses
implamasi, apoptosis sel dan nekrosis
sehingga dapat mencegah kerusakan
neurologi.
Waktu Pemberian
Harus diberikan sedini mungkin kurang
dari satu jam setelah henti jantung; atau
tidak lebih dari 10 jam setelah kembalinya
sirkulasi spontan

meminimalkan kerusakan akibat injuri.


Terapi Hypotermi
 Terapi hiponatremia adalah upaya
menurunan suhu inti tubuh dengan tujuan
melindungi otak dari kerusakan neurologi
paska henti jantung.
 Pedoman CPR dan perawatan emergensi
AHA 2015 merekomendasikan terapi
hipotermia pada pasien yang tidak sadar
namun telah timbul sirkulasi spontan paska
VF atau henti jantung.
Cara Pemberian
 Proses Pendinginan dimulai dengan
pemberian cairan Isotonik (NaCl 0,9 % atau
RL) sebanyak 30 cc/kg.
 Penempatan ice pack pada aksila,
selangkangan, sekitar leher.
 Pemberian selimut yang dingin.
 Suhu tubuh pasien dimonitor secara kontinyu
melalui kateter arteri pulmonal atau
esofagus.
 Tidak disarankan memantau suhu melalui
oral atau axila tidak akurat.
Penatalaksanaan Keperawatan di unit intensif
 Monitor gambaran EKG,TD,pulsasi, kaji suara paru dan bunyi jantung, pengkajian
nyeri dada secara ketat
 Kaji adanya penurunan CO,(BP ,HR,PAP/PAWP )
 Kaji U/O
 Monitor Oxygen saturation
 Monitor bila ada nyeri dada (ECG,BP,frequent monitor arhytmia)
 Serial cardiac enzyme
 Diet : salt,cholesterol,chalorie,avoid alcohol and smoking
 Stress management
 Early Mobilitation ( 12-24 hours)
 Pendidikan kesehatan
 Observasi adanya crackles,cough,tachipnoe ( gambaran LVHF)
 Pemberian pencahar

40
TERIMAH KASIH

Anda mungkin juga menyukai