Anda di halaman 1dari 25

-

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirohim

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan
hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “
Konsep dan tatalaksana gizi pada HIV dan AIDS “ dan taklupa pula kami sampaikan
salam dan salawat serta taslim kepada Nabi yullah yang telah membawa kita dari
alam yang tak mengetahui pengetahuan menjadi alam yang penuh dengan
pengetahuan.

Dalam penyusunan makalah yang penulis buat mempunyai sedikit hambatan


dan kesulitan yang didapat. Namun berkat bimbingan dan petunjuk yang kami dapat
akhirnya karya tulis ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah di
tentukan.

Segala kemampuan dan usaha telah kami usahakan semaksimal mungkin,


namun penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi
berkembangnya kualitas ilmu dari pembimbing dan teman – teman yang turut
membaca makalah ini.

Dan akhirnya dengan segala kerendahan hati, terimalah hasil makalah yang
kami buat ini bisa selesai pada waktunya.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatu

Makassar, 04 September 2016

Penulis
-

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Acquired Immune Deficiency Syndrome ( AIDS ) merupakan kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Virus ini merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang mengakibatkan turunnya
atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang berbagai penyakit
infeksi.
Penyakit HIV/AIDS merupakan masalah besar bagi kesehatan dan sangat
berpengaruh pada pertumbuhan sosio-ekonomi negara-negara di seluruh dunia,
termasuk Indonesia. Berdasarkan estimasi Depkes 2006, diperkirakan di
Indonesia jumlah orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) sebanyak
193.000 – 247.000 orang. Dari laporan Surveilans AIDS Depkes RI hingga
September 2009 jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak 18.442 orang dan
kumulatif HIV hingga Juni 2009 mencapai 28.260 orang. Hampir semua propinsi
di Indonesia melaporkan peningkatan kasus HIV/AIDS, dengan 10 propinsi
terbanyak adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Papua, Jawa Timur, Bali, Kalimantan
Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sulawesi selatan dan Kepulauan Riau.
Jumlah dan prevalensi kasus HIV/AIDS yang dilaporkan masih relatif rendah,
akan tetapi cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Pada penelitian multicenter di 3 propinsi : DKI Jakarta, Jawa Timur dan
Sulawesi Selatan pada tahun 2007 ditemukan dari 752 responden ODHA,
sebanyak 1 % berada pada stadium 4 dengan status gizi buruk (BMI 16,92 ).
Oktober 2006 Houtzager L, Matulessy P.F, dkk pada studi KIE gizi di 3 propinsi
tersebut, didapatkan bahwa petugas kesehatan menemukan sekitar 80% ODHA
mempunyai masalah gizi antara lain kehilangan BB (wasting), diare, mual dan
muntah, tidak nafsu makan (appetite) dan oral kandidiasis.
ODHA dengan berbagai penyakit penyulit dan penyerta serta penyakit
oportunistik yang menyertai membutuhkan penatalaksanaan gizi yang adekuat.
-

Tenaga kesehatan seperti dokter dan paramedis hanya 10 % dari 67 responden


pada penelitian tersebut yang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang
cukup dalam menangani masalah gizi pada ODHA. Dengan pedoman ini
diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam memberikan
pelayanan gizi bagi ODHA yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas
hidup.

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI GIZI
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses pencernaan, absobsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,
serta menghasilkan energi. (Supariasa, dkk, 2002)
Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan
antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement)
oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis: (pertumbuhan fisik, perkembangan,
aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya). (Suyatno, 2009). Status gizi
adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau
perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, dkk, 2001).
Pada gilirannya, zat gizi tersebut menyediakan tenaga bagi tubuh,
mengatur proses dalam tubuh dan membuat lancarnya pertumbuhan serta
memperbaiki jaringan tubuh. Beberapa zat gizi yang disediakan oleh pangan
tersebut disebut zat gizi essential, mengingat kenyataan bahwa unsur-unsur
tersebut tidak dapat dibentuk dalam tubuh, setidak-tidaknya dalam jumlah yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan kesihatan yang normal. Jadi zat gizi esensial
-

yang disediakan untuk tubuh yang dihasilkan dalam pangan, umumnya adalah zat
gizi yang tidak dibentuk dalam tubuh dan harus disediakan dari unsur-unsur
pangan di antaranya adalah asam amino essensial. Semua zat gizi essential
diperlukan untuk memperoleh dan memelihara pertumbuhan, perkembangan dan
kesehatan yang baik. Oleh karena itu, pengetahuan terapan tentang kandungan
zat gizi dalam pangan yang umum dapat diperoleh penduduk di suatu tempat
adalah penting guna merencanakan, menyiapkan dan mengkonsumsi makanan
seimbang. (Moch. Agus Krisno Budiyonto) Pada umumnya zat gizi dibagi dalm
lima kelompok utama, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral.
Sedangkan sejumlah pakar juga
B. HIV/AIDS, GIZI DAN FAKTOR YANGMEMPENGARUHINYA
HIV adalah virus penyebab AIDS. Virus ini ditemukan dalam cairan tubuh
terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina, Air Susu Ibu (ASI). Virus ini
menyerang sistem kekebalan dan mengakibatkan turunnya daya tahan tubuh
sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi. Seseorang bisa hidup dengan HIV
dalam tubuhnya bertahun-tahun lamanya tanpa merasa sakit atau mengalami
gangguan kesehatan yang serius. Walaupun tampak sehat, ODHA dapat
menularkan HIV pada orang lain melalui hubungan seks yang tidak aman,
tranfusi darah, pemakaian jarum suntik secara bergantian dan penularan dari ibu
ke anak/ Prevention Mother To Child Tranmission (PMTCT).
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
HIV. Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular berbagai macam penyakit
karena sistem kekebalan di dalam tubuh menurun.
Gizi adalah makanan/ sari makanan yang bermanfaat untuk kesehatan. Peranan
gizi sangat penting dalam menunjang kesembuhan suatu penyakit,termasuk pada
ODHA sehingga akan berdampak pada peningkatan kualitas hidup ODHA.
1. STADIUM KLINIS HIV
HIV hidup di semua cairan tubuh, tetapi hanya bisa menular melalui cairan
tubuh tertentu, yaitu darah, cairan sperma, cairan vagina dan ASI.
-

a. Stadium klinis HIV/AIDS pada dewasa


a) Stadium klinis I
- Asimtomatik
- Limfadenopati Generalisata
Skala fungsional 1 : asimtomatik, aktifitas normal
b) Stadium klinis II
- Penurunan BB < 10%
- Manifestasi mukokutaneus ringan (dermatitis
seboroik,prurigo,infeksi jamur kuku, ulserasi oral berulang, ulkus
mulutberulang, kheilitis angularis)
- Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
- Infeksi Saluran Nafas bagian Atas (ISPA) yang berulang
(sepertisinusitis bakterial)
- Dan atau skala fungsional 2 : simtomatik, aktifitas normal
c) Stadium klinis III
- Penurunan berat badan > 10%
- Diare kronik tanpa penyebab yang jelas, > 1 bulan
- Dema berkepanjangan tanpa penyebab yang jelas (datang pergiatau
menetap), > 1 bulan
- Kandidiasis oral (thrush)
- Oral Hairy Leukoplakia (OHL)
- TB Paru
- Infeksi bakterial yang berat (seperti pneumonia, piomiositis,
dll)Dan atau skala fungsional 3 : < 50% dalam masa 1 bulan
terakhirterbaring
d) Stadium 4 Sakit berat (AIDS)
- HIV wasting Syndrome
- Pneumocytic carinii pneumonia
- Toksoplasmosis otak
- Diare karena kriptosporidiosis > 1 bulan
-

- Kriptokokosis ekstra paru penyakit Cytomegalovirus pada satu


organ selain hati, limpa ataukelenjar getah bening (contoh
retinitis7. Infeksi virus Herpes Simpleks di mukokutaneus (> 1
bulan) atau organ dalam
- Progressive Multifocal Leucoencephalopathy (PML)
- Mikosis endemik yang menyebar
- Kandidiasis esofagus, trakea dan bronki
- Mikobakteriosis atipik, menyebar atau di paru
- Septikemia salmonela non-tifoid
- Tuberkulosis ekstra paru
- Limfoma
- Sarkoma Kaposi’s
- Ensefalopati HIV
Dan atau skala fungsional 4 :> 50% dalam masa 1 bulan terakhirterbaring
 HIV wasting syndrome : berat badan berkurang > 10% dari BB semula, disertai
salah satu dari diare kronik tanpa penyebab yang jelas (> 1 bulan) atau
kelemahan kronik dan demam berkepanjangan tanpa penyebab yang jelas .
 Ensefalopati HIV : adanya gangguan dan atau disfungsi motorik yang
mengganggu aktivitas hidup sehari-hari, berlangsung selamaberminggu-minggu
atau bulan tanpa ada penyakit penyerta lainselain infeksi HIV yang dapat
menjelaskan mengapa demikian.
b. Stadium klinis HIV/AIDS pada anak
a) Stadium klinis I
- Asimtomatik
- Limfadenopati Generalisata
b) Stadium klinis II
- Diare kronik > 30 hari tanpa etiologi yang jelas
- Kandidiasis persisten atau berulang di luar masa neonatal
- Berat badan berkurang atau gagal tumbuh tanpa etiologi yang jelas
- Demam persisten > 30 hari tanpa etiologi yang jelas
-

- Infeksi bakterial berulang yang berat selain septikemia atau meningitis (


contoh : osteomielitis, pnemonia bakterial non-TB, abses)
c) Stadium klinis III
- Infeksi oportunistik yang termasuk dalam definisi AIDS
- Gagal tumbuh yang berat (wasting) tanpa etiologi yang jelas
- Ensefalopati yang progresif
- Keganasan
- Septikemia atau meningitis berulang
Berat badan berkurang secara persisiten > 10% dari BB semulaatau di bawah
persentil 5 grafik BB/TB pada pengukuran 2 kaliberturut-turut dengan selang
waktu lebih dari 1 bulan tanpaadanya etiologi atau penyakit penyerta lain
yang jelas .
2. METABOLISME GIZI PADA ODHA
Pada ODHA sering terjadi anoreksia, depresi, rasa lelah, mual, muntah, sesak
napas, diare serta infeksi. Hal ini menyebabkan asupan gizi tidak adekuat dan
tidak mampu memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, apalagi disertai
infeksi akut. Kurang gizi dapat menurunkan kapasitas fungsional, memberikan
kontribusi tidak berfungsinya kekebalan dan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Salah satu faktor yang berperan dalam penurunan sistim imun, adalah
defisiensi zat gizi baik mikro maupun makro.
Memburuknya status gizi bersifat multifaktor, terutama disebabkan oleh
kurangnya asupan makanan, gangguan absorbsi dan metabolism zat gizi, infeksi
oportunistik, serta kurangnya aktivitas fisik.

3. HUBUNGAN ANTARA GIZI DAN HIV


Sejak seseorang terinfeksi HIV, terjadi gangguan sistim kekebalan
tubuhsampai ke tingkat yang lebih parah hingga terjadi pula penurunanstatus
gizi. Menurunnya status gizi disebabkan oleh kurangnya asupanmakanan karena
berbagai hal, misalnya adanya penyakit infeksi,sehingga menyebabkan
-

kebutuhan zat gizi meningkat. Selain ituperlu diperhatikan faktor psikososial


serta keamanan makanan danminuman.
Pada ODHA terjadi peningkatan kebutuhan zat gizi yang disebabkan antara
lain karena stres metabolisme, demam, muntah, diare, malabsorbsi, infeksi
oportunistik. Selain itu terjadi perubahan komposisi tubuh, yaitu berkurangnya
masa bebas lemak terutama otot.
Efek HIV pada gizi :
a. Kebutuhan energy meningkat
b. Kebutuhan gizi meningkat
c. Infeksi sekunder berulang
d. Anoreksia patologi oral dll
e. Diare berulang
f. Menghambat efek obat
g. Malabsorpsi
h. Respon peradangan
Gizi yang adekuat pada ODHA dapat mencegah kurang gizi, meningkatkan daya
tahan terhadap infeksi oportunistik, menghambat berkembangnya HIV,
memperbaiki efektivitas pengobatan dan memperbaiki kualitas hidup.
2.6 Diet Penderita HIV/AIDS

2.6.1 Tujuan Umum Diet HIV/AIDS:


1. Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh aspek
dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV.

2. Mencapai dan mempertahankan berat badan serta komposisi tubuh yang


diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).
3. Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.

4. Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi.


-

2.6.2 Tujuan Khusus Diet HIV/AIDS:


1. Mengatasi gejala diare, intoleransi lakstosa, mual dan muntah.
2. Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat pada:
pasien dapat membedakan antar gejala anorexia, perasaan kenyang, perubahan
indera pengecap dan kesulitan menelan.
3. Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
4. Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan otot).
5. Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat yang sesuai
dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.

2.6.2 Syarat Diet HIV/AIDS

1. Energi tinggi.
Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stress, aktifitas fisik dan
kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sabanyak 13% untuk setiap kenaikan suhu
10 C.
2. Protein tinggi

Yaitu 1,1-1,5 g/Kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh yang
rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.
3. Lemak cukup
-

Yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total. Jenis lemak disesuaikan dengan toleransi
pasien. Apabila ada malabsorbsi lemak digunakan lemak dengan ikatan rantai sedang
(Medium Chain Trigliserida/MCT). Minyak ikan (Asam Lemak Omega3) diberikan
bersama minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.
4. Vitamin dan mineral tinggi
Yaitu 1½ kali (150%) angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan, terutama
vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan Selenium.

5. Serat cukup, gunakan serat yang mudah cerna 25 g/hari.


6. Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan gangguan
fungsi fungsi menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap
dengan konsistensi yang sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental
(Thick fluid), semi kental (Semi thick fluid) dan cair (Thin fluid).
7. Elektrolit

Kehilangan elektrolid melalui muntah dan diare perlu diganti (Natrium, Kalium dan
Klorida).
8. Bentukmakanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini sebaiknya
dilakukan dengan cara pendekatan perorangan, dengan melihat kondisi dan toleransi
pasien. Apabila terjadi penurunana berat badan yang cepat, maka dianjurkan
pemberian makanan melalui pipa atau sonde sebagai makanan utama atau makanan
selingan.
9. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
10. Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik, termik
maupun kimia.

2.6. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian


Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV, yaitu kepada
-

pasien dengan :
-Infeksi HIV positif tanpa gejala.
-Infeksi HIV dengan gejala (misalnya : panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan,
sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening).
-Infeksi HIV dengan gangguan syaraf.
-Infeksi HIV dengan TBC.
-Infeksi HIV dengan Kanker dan HIV Wasting Syndrome.
Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral,
enteral (sonde) dan parenteral (infuse). Asupan makanan secara oral sebaiknya
dievaluasis secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan
enteral atau parenteral sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.

Ada tiga macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan III.
1) Diet AIDS I
Diet ini diberikan pada pasien infeksi HIV akut, dengan gejala panas tinggi, sariawan,
kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadarn menurun, atau segera
setelah pasien dapat diberi makan.
Makanan berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama beberapa hari sesuai
dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap tiga jam. Bila ada kesulitan menelan,
makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi makanan cair
dengan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri atau menggunakan
makanan enteral komersial energy dan protein tinggi. Makanan ini cukup energy, zat
besi, tiamin dan vitamin C. Bila dibutuhkan lebih banyak energi dapat ditambahkan
glukosa polimer (misalnya Poyijoule).

Contoh makanan cair oral


Bahan Makanan Berat (g) URT
Susu Whole Bubuk 200 40 sdm
Tepung maizena / kcng hijau / beras 100 20 sdm
-

/ havermout
Telur ayam 150 3 butir
Margarin / minyak 25 2,5 sdm
Gula pasir 100 10 sdm

Pembagian Waktu Makan Sehari:


06.00 Susu 16.00 Bubur susu
07.00 Susu 20.00 Bubur Susu
10.00 Bubur Havermout 21.00 Susu
13.00 Bubur susu

Kandungan Gizi
Energi (kkal) 2207
Protein (g) 73
Lemak (g) 103
Karbohidrat (g) 251
Kalsium (mg) 190
Besi (mg) 6,4
Vitamin A (RE) 1361
Tiamin (mg) 0,7
Vitamin C (mg) 12
-

2) Diet AIDS II
Diet ini diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut teratasi.
Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap tiga jam. Makanan ini
rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat
gizi diberikan makanan enteral atau sonde sebagai tambahan atau sebagai makanan
utama.
Pembagian Makan Sehari:
Pagi: Siang/Malam:
Tepung Beras = 50 g = 8 sdm Beras = 30 g = 1 gls bubur
Telur ayam = 50 g = 1 btr Daging = 50 g = 1 ptg sdg
Tahu = 25 g = 1/4 bh bsr Tahu = 25 g = 1/2 bh bsr
susu = 200 g = 1 gls Sayuran = 50 g = 1/2 gls
gula pasir = 10 g = 1 sdm Pepaya = 100 g = 1 ptg sdg
Margarin = 15 g = 1,5 sdm

Pukul 10.00 Pukul 16.00


Telur ayam = 50 g = 1 btr Maizena = 15 g = 3 sdm (Puding
Maizena)
Susu = 200 g = 1 gls Susu = 200 g = 1 gls
Gula pasir = 10 g = 1 sdm Gula pasir = 30 g = 3 sdm
Pukul 20.00
Susu = 200 g = 1 gls
Gula Pasir = 10 g = 1 sdm
-

Kandungan Gizi
Energi (kkal) 1900
Protein (g) 72
Lemak (g) 83
Karbohidrat (g) 223
Kalsium (mg) 1300
Besi (mg) 25,6
Vitamin A (RE) 2940
Tiamin (mg) 0,8
Vitamin C (mg) 176

Contoh Menu:
Pagi :Bubur sumsum, telur 1/2 masak, susu, jus tomat
Selingan 1 (10.00): telur dan susu
Siang:Bubur, Semur daging/gadon daging, semur tahu, tumis sayur, jus pepaya
Selingan 2 (16.00): Puding Maizena
Malam: Bubur, sup bola-bola ikan, perkedel tahu, sup wortel+buncis, Pisang

3) Diet AIDS III


Diet ini diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada pasien dengan
infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa, diberikan dalam porsi
kecil dan sering. Diet ini tinggi energi, protein, vitamin dan mineral. Apabila
kemamuan makanan melalui mulut terbatas dan masih tejadi penurunan berat badan,
maka dianjurkan pemberian makanan sonde sebagai makanan tambahan atau sebagai
makanan utama.
Contoh Menu:
Waktu Makanan Lunak Makanan Biasa
Pagi Bubur Havermout Nasi
Telur ½ masak Telur dadar
-

Susu Setup buncis+wortel


10.00 Puding karamel Bubur kacang hijau
Siang Bubur nasi Nasi
Semur daging Ikan goring
Orak-arik telur Telur bumbu rending
Tumis tempe Perkedel tahu
Setup wortel Sayur sop
Jus tomat Pepaya
16.00 Sirup Sirup
Malam Bubur nasi Nasi
Sup daging + tomat Empal daging

Pembagian Makan Sehari:


Pagi: Siang / Malam:
Beras = 50 g = 1/2 gelas nasi Beras = 150 g = 2 1/4 gls nasi
Telur ayam = 50 g = 1 btr Daging = 50 g = 1 ptg sdg
sayuran = 50 g = 1/2 gelas Tempe = 50 g = 2 ptg sdg
susu = 200 g = 1 gls Sayuran = 75 g = 3/4 gls
gula pasir = 10 g = 1 sdm Pepaya = 75 g = 3/4 ptg sdg
minyak = 5 g = 1/2 sdm Minyak = 10 g = 1,5 sdm
Pukul 10.00 Pukul 16.00
Kacang Hijau = 25 g = 2,5 sdm Gula pasir = 10 g = 1 sdm (teh/ sirup/
kopi)
Gula pasir = 10 g = 1 sdm
-

Kandungan Gizi
Energi (kkal) 2530
Protein (g) 90
Lemak (g) 65
Karbohidrat (g) 387
Kalsium (mg) 673
Besi (mg) 27,9
Vitamin A (RE) 29502
Tiamin (mg) 1,2
Vitamin C (mg) 145

Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan


Jenis Yang dianjurkan Yang tidak dianjurkan
Protein Susu, telur, daging dan ayam tidak Daging dan ayam
Hewani berlemak, ikan berlemak, kulit ayam
Protein
Tempe, tahu, kacang hijau Kacang merah
Nabati
Semua makanan yang
Minyak, margarin, santan, dan
Lemak berlemak tinggi (digoreng,
kelapa dalam jumlah terbatas
santan kental)
Sayuran yang tidak menimbulkan
Sayuran yang
gas seperti labu kuning, wortel,
Sayuran menimbulkan gas seperti
bayam, kangkung, buncis. Kacang
kol, sawi, dan ketimun.
panjang, dan tomat
Buah- Buah-buahan yang
Pepaya, pisang, jeruk, apel, dsb
buahan menimbulkan gas seperti
-

nangka, durian
Bumbu yang tidak merangsang
Bumbu yang merangsang
seperti bawang merah, bawang
Bumbu seperti cabe, lada, asam,
putih, daun salam, ketumbar, laos,
cuka
kecap
Minuman bersoda dan
Minuman Sirup, teh, kopi
mengandung alkohol

4. GIZI DENGAN ANTI RETRO VIRAL (ARV)


Asuhan gizi bagi ODHA sangat penting, bila mereka juga mengonsumsi
obat-obat ARV. Makanan yang dikonsumsi mempengaruhi penyerapan ARV dan
obat infeksi oportunistik. Sebaliknya penggunaan ARV dan obat infeksi
oportunistik dapat menyebabkan gangguan gizi . Terdapat interaksi antara gizi
dan ARV yaitu :
a. Makanan dapat mempengaruhi efektivitas ARV
b. ARV dapat mempengaruhi penyerapan zat gizi
c. Efek samping ARV dapat mempengaruhi konsumsi makanan
Kombinasi ARV dan makanan tertentu dapat menimbulkan efek
sampingARV bekerja dengan menghambat proses replikasi HIV dalam selyang
mempunyai reseptor CD4, dengan demikian mengurangi jumlahvirus yang
tersedia untuk menginfeksi sel CD4 baru. Akibatnya system kekebalan tubuh
dilindungi dari kerusakan dan mulai pulih kembali,yang ditunjukkan dengan
peningkatan jumlah sel CD4.
Manfaat ARV dalam pengobatan HIV/AIDS adalah menghambatperjalanan
penyakit HIV, meningkatkan jumlah sel CD4, mengurangijumlah virus dalam
darah dan membuat ODHA merasa lebih baik yangpada akhirnya dapat
-

meningkatkan kualitas hidup ODHA.Tidak semua ODHA membutuhkan ARV.


Bila ODHA membutuhkan ARV,sebaiknya mulai diberikan ARV sebelum
masuk ke fase AIDS. Selainobat-obat ARV ada beberapa obat lain yang
diberikan pada ODHA sesuaidengan kondisi klinisnya.
Efek samping dalam pemakaian ARV harus diperhatikan, karena dapat
mengganggu kepatuhan minum obat, yang pada akhirnya akan mempengaruhi
pengobatan. Beberapa efek samping bahkan tidak dapat ditolerir sehingga
membutuhkan penghentian obat.

C. PELAYANAN GIZI BAGI ODHA


1. Asuhan Gizi Pada Bayi
Bayi yang lahir dari ibu positif HIV, umumnya mempunyai berat lahir rendah.
Bayi yang terbukti HIV positif biasanya akan mengalami kenaikan berat badan
dan panjang badan yang tidak adekuat. Hal ini mencerminkan adanya suatu
proses kronik yang dapat berakibat terjadinya gagal tumbuh. Keadaan ini
disebabkan karena interaksi infeksi HIV dan adanya penyakit penyerta (misalnya
TB) serta asupan makro dan mikronutrien yang tidak adekuat.
Pada bahasan ini asuhan gizi dibedakan pada :
a. Bayi 0-6 bulan
Makanan terbaik untuk anak usia 0-6 bulan adalah ASI, karena itu bayi yang
lahir dari seorang ibu dengan HIV positif, harus diberikan pendampingan dan
konseling mengenai pemilihan cara pemberian makanan untuk bayinya dan
dijelaskan mengenai risiko dan manfaat masing-masing pilihan tersebut. Ibu
juga harus diberikan petunjuk khusus dan pendampingan hingga anak berusia 2
tahun agar dapat tercapai asupan nutrisi yang adekuat sehingga tercapai tumbuh
kembang yang optimal. Apabila ibu memutuskan untuk tetap menyusui
bayinya, maka harus diberikan secara eksklusif 0-6 bulan. Artinya hanya
diberikan ASI saja, bukan mixed feeding (ASI dan susu formula bergantian).
Pemberian mixed feeding ini terbukti memberikan resiko lebih tinggi terhadap
kejadian infeksi daripada pemberian ASI ekslusif. Makanan Pendamping ASI
-

(MPASI) diberikan mulai usia yang dapat digunakan untuk memperkecil resiko
transmisi melalui ASI, yaitu :
- Memberikan ASI ekslusif dengan (Inisiasi Menyusu Dini)/early cessation,
- memanaskan ASI perah padasuhu tertentu (suhu 660C).
Adanya masalah pada payudara ibu seperti puting yang lecet,mastitis atau
abses akan meningkatkan resiko transmisi HIV.Bagi ibu dengan HIV positif
yang memilih untuk tidakmemberikan ASI dapat memberikan susu formula
sepanjangmemenuhi kriteria AFASS (acceptable, feasible, aff
ordable,sustainable, and safe). Acceptable (mudah diterima) berartitidak ada
hambatan sosial budaya bagi ibu untuk memberikansusu formula untuk bayi,
Feasible (mudah dilakukan) berarti ibudan keluarga punya waktu,
pengetahuan, dan ketrampilan yangmemadai untuk menyiapkan dan
memberikan susu formulakepada bayi, Aff ordable (terjangkau) berarti ibu
dan keluargamampu membeli susu formula, Suistanable (berkelanjutan)berarti
susu formula harus diberikan setiap hari dan malamselama usia bayi dan
diberikan dalam bentuk segar, serta suplaidan distribusi susu formula tersebut
dijamin keberadaannya,Safe (aman penggunaannya) berarti susu formula
harusdisimpan secara benar, higienis, dengan kadar nutrisi yangcukup,
disuapkan dengan tangan dan peralatan yang bersih,serta tidak berdampak
peningkatan penggunaan susu formulauntuk masyarakat luas pada umumnya.
Susu yang dapat dijadikan makanan pengganti ASI bisa diperoleh dari susu
formula komersial maupun susu hewani yang dimodifikasi. Susu formula
komersial diberikan apabila ibu mampu menyediakannya minimal untuk
jangka waktu 6 bulan (44 kaleng @ 450 gram susu formula). Penting
diperhatikan kebersihan peralatan, air yang digunakan dan jumlah takaran
susu untuk mengurangi risiko terjadinya diare. Susu hewani yang dimodifikasi
dapat dijadikan pilihan bagi ibu yang tidak mampu menyediakan susu formula
komersial (karena harga yang mahal serta tidak tersedia di daerahnya). Bila
keluarga tersebut mempunyai hewan peliharaan seperti sapi, kambing dapat
digunakan sebagai pengganti ASI.
-

Beberapa hal penting yang harus di sampaikan kepada ibu dan keluarganya:
- ASI yang tidak eksklusif (ASI bersama dengan susu ataumakanan lain)
meningkatkan risiko terjadinya infeksipada bayi.
- Ibu dan keluarga harus diberikan KIE (Komunikasi,Informasi dan Edukasi
mengenai cara mengolah danmenyajikan susu dan makanan
- Membersihkan tangan dengan air dan sabun sebelummenyiapkan makanan
- Membersihkan peralatan makan dengan cara merebussampai mendidih
sebelum menggunakannya
- Selalu menggunakan air matang yang bersih dan amandalam mempersiapkan
makanan
- Hindari menyimpan susu atau makanan yang telahdimasak.
- Jika akan disimpan, dapat dimasukkan dalam lemaripendingin dan
dipanaskan kembali jika akan disajikan
- Simpan makanan dan minuman dalam tempat yangtertutup
b. Anak 6-24 bulan
Setelah bayi berusia 6 bulan, pemberian ASI atau susu saja tidakdapat
memenuhi kebutuhan bayi, oleh karena itu makananpadat harus segera diberikan.
Jika bayi berusia 4 bulan terdapattanda-tanda gagal tumbuh dengan ODHA atau
ibu dengan HIV Positif memutuskan untuk tidak memberikan ASI-nya lagi,
maka makanan padat dapat segera diberikan. Susu sebagai komponen dari
makanan bayi masih diperlukan, tetapi semakin lama semakin berkurang
porsinya. Pada usia 6- 12 bulan, susu paling banyak memenuhi setengah
kebutuhan bayi, sedangkan pada usia 12-24 bulan hanya memenuhi sepertiga
kebutuhan per harinya.
Pada usia usia diatas 24 bulan, makanan yang diberikan sama dengan
makanan keluarga, usahakan untuk menghindari makanan jajanan dan
memperhatikan kebersihan. Pada anak yang sudah mengalami kurang gizi,
intervensi harus segera dilakukan dan dapat lebih agresif. Pada dasarnya tata
laksana gizi tersebut harus meliputi : Konseling dan edukasi gizi, untuk mencapai
kecukupan gizi agar tumbuh kembang optimal dapat tercapai .
-

c. Pada anak ( 2-12 tahun)


Sekitar 90% dari anak dengan HIV positif mengalami kurang gizi. Hal ini akan
meningkatkan risiko terjadinya gagal tumbuh pada anak. Oleh karena itu,
diperlukan tatalaksana gizi yang adekuat agar dapat mencegah terjadinya
malnutrisi serta dapat memacu tumbuh kembang anak secara optimal.
Pemberian makan pada anak dengan HIV positif pada dasarnya tidak berbeda
dengan anak seusianya. Pemilihan bentuk dan cara makan dilakukan berdasarkan
kemampuan oral dan adanya faktor lain yang mungkin menghambat, seperti
misalnya adanya oral trush, atau ulserasi pada mulut atau adanya perdarahan
saluran cerna. Diusahakan untuk senantiasa memberi makanan melalui oral, bila
tidak dapat dipenuhi melalui oral dapat digunakan pipa oro/ nasogastrik (nutrisi
enteral). Apabila terdapat infeksi kronis saluran cerna serta sindrom malabsorpsi
yang berat dapat dipertimbangkan pemberian nutrisi parenteral. Pada anak gizi
buruk, dilakukan tata laksana sesuai dengan tata laksana gizi buruk. Berikut
beberapa saran dalam pemberian makanan pada anak:
1) Anjuran diet berdasarkan bahan lokal yang memenuhi persyaratan
2) Selalu mencoba nutrisi oral terlebih dahulu.
3) Buah dicuci dengan air hangat, kupas kulitnya jikamemungkinkan.
4) Sayuran dicuci dengan air hangat dan masak hinggamatang .
5) Meningkatkan densitas kalori, dapat denganmenambahkan jenis bahan
makanan yang disukai olehanak, misalnya minyak, margarine atau mentega
6) Obati penyakit penyerta.
7) Melakukan pemantauan rutin tiap 2-4 minggu

2. REMAJA (12-18 tahun) DAN DEWASA


A. PENGKAJIAN GIZI
Pengkajian gizi meliputi data antropometri, data biokimia, dataklinis dan fisik,
data kebiasaan makan dietary history / sertadata riwayat personal.Informasi
yang diperoleh melalui pengkajian gizi selanjutnyadibandingkan dengan
-

standar baku/nilai normal, sehinggadapat dievaluasi dan diidentifikasi seberapa


besar masalahnya.
a. Pengumpulan dan pengkajian data antropometri
Pengumpulan dan pengkajian data antropometri merupakanhasil
pengukuran fisik pada individu. Pengukuran yangumum dilakukan adalah
tinggi badan, berat badan, lingkaranlengan atas, tebal lemak, lingkar
pinggang, lingkar panggul,tinggi lutut dan sebagainya. Kecepatan
pertumbuhan dankecepatan perubahan berat badan juga termasuk data
yangdinilai dalam aspek ini. Dengan mengaitkan dua ukuranantropometri
akan didapat indeks yang dapat memberi informasi mengenai kondisi status
gizi seperti IMT (IndeksMassa Tubuh) untuk dewasa dan standar deviasi Z-
scoreBB/PB atau BB/TB untuk anak.Hasil pengukuran ini dapat
menginterpretasikan status giziseseorang yaitu dengan membandingkan
hasil pengukurandengan standar yang ada atau memasukkan beberapahasil
pengukuran ini ke dalam rumus penilaian status gizitertentu.
a. IMT (Indeks Massa Tubuh)
Digunakan untuk menentukan status gizi orang dewasa.Cara menghitungnya
adalah dengan menggunakanhasil pengukuran tinggi badan dan berat
badan.Rumusnya adalah :

IMT (kg/m²) = Berat Badan (kg)


Tinggi badan (m) X Tinggi Badan (m)

Hasil perhitungannya dapat diinterpretasikan dengancara membandingkannya dengan


klasifikasi IMT yangtersedia. Berikut adalah kalsifikasi IMT untuk orang
Indonesia.
Tabel 5 : Penilaian berat IMT menggunakan batas Ambang

IMT Kategori
-

Kurus (Kekurangan berat badan


< 17,0
tingkat berat)
Kurus (Kekurangan berat badan
17,0 – 18,4
tingkat ringan)

18,5 – 25,0 Normal

Gemuk (kelebihan berat badan tingkat


25,1 – 27,0
ringan)
Obes (Kelebihan berat badan tingkat
 27,0
berat)

b. Laboratorium
Misalnya CD4, Viral load, C-creative Protein,Fibronectin, Albumin, Prealbumin,
Hemoglobin,Hematokrit, Total kolesterol, HDL, LDL, trigliserida,Ureum,
Kreatinin, SGOT, SGPT, Gula darah
c. Klinis / fisik
Misalnya tanda dan gejala kurang gizi (sesuai stadiumHIV/AIDS), kehilangan
massa lemak, massa otot,kekurangan cairan dan zat gizi mikro.
d. Riwayat gizi :
Meliputi pola makan, kebiasaan makan, adanyapantangan makanan (berkenaan
dengan agamadan etnis), alergi makanan, intoleransi makanan,keamanan
makanan dan minuman, efek sampingobat ARV, masalah yang mempengaruhi
nafsu makan(masalah mengunyah, mual, muntah, konstipasi, diare,rasa panas di
dada), penggunaan suplemen vitamin,mineral, herbal, konsumsi alkohol dan
kafein.
e. Riwayat personal
Meliputi riwayat penyakit, riwayat keluarga, sosialekonomi dan kebiasaan
merokok .

2. PENENTUAN MASALAH GIZI


-

Merupakan hasil penilaian dari pengkajian gizi, misalnya


a. Asupan makanan/minuman yang tidak adequate
b. Kehilangan berat Baden
c. Efek samping obat-obatan, misalnya ARV
d. Kurangnya pengetahuan tentang gizi
Masalah gizi bisa berkembang sesuai dengan klinis ODHA

DAFTAR PUSTAKA

Anya Romanowski.2002. promoted Diets for HIV. http://www.the body.com.

Denise De Tommoso. 2002. Treating unintentional weight loss nutrition options:an


important piece of the HIV puzzle. http://www.the body.com

Dirjan pemberantasan penyakit menular. 2003. Pedoman nasional perawatan


dukungan dan pengobatan bagi ODHA. Jakarta: Depkes RI

http://www.makarame.com/2011/11/diet-cinta-untuk-odha.html

HRSA ( Health Resources and Sciences Administrasion ). 2002. Health care and
HIV: Nutritional Guide For Providers and Clients. HIV/AIDS Bureau.

heri.”Asuhan Keperawatan HIV/AIDS”,(Online),(http://mydocumentku.blogspot.


com/2012/03/asuhan-keperawatan-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)

Istiqomah, Endah.”Asuhan Keperawatan pada Klien dengan HIV/AIDS”,(Online)


,(http://ndandahndutz.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan.html, diakses 20 Oktober 2012)

Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC
-

Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses
– Proses Penyakit . Jakarta : EGC

UGI.2012.”Diet Penyakit HIV/AIDS”,(Online),(http://ugiuntukgiziindonesia.


blogspot.com/2012/05/diet-penyakit-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)

Anda mungkin juga menyukai