• Obat yang digunakan untuk membasmi penyebab infeksi system urinarius umumnya adalah antimikroba • Tujuan penatalaksanaan: - Eradikasi infeksi - Mencegah komplikasi - Menghilangkan gejala Penatalaksanaan infeksinya akan berbeda-beda antar jenis kelamin dan usia karena masing-masing memiliki kecenderungan etiopatogenesis yang berbeda sehingga memerlukan terapi yang berbeda pula • Pemilihan antimikroba berdasarkan: - Spektrum dan pola kerentanan uropatogen - Kemanjuran pada indikasi tertentu - Harga - Tolerabilitas - Ketersediaan obat - Efek yang merugikan Klasifikasi • Berdasarkan sifat toksisitas Antimikroba harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. - Aktivitas bakteriostatik: menghambat pertumbuhan kuman - Aktivitas bakterisid: membunuh kuman misalnya dg cara merusak dinding sel => infeksi yang berat atau pertahanan tubuh kurang baik sebaiknya dipilih bakterisid • Berdasarkan spektrum - Spektrum sempit, ex: penisilin, bersifat aktif terutama thd bakteri gram-positif, sedangkan bakteri gram-negatif pada umumnya resisten/tidak peka - Spektrum luas, ex: tetrasiklin, aktif thd beberapa bakteri gram positif maupun negative, juga thd rickettsia dan Chlamydia. • Berdasarkan mekanisme kerja 1. Mengganggu metabolisme sel mikroba, ex: sulfonamid, trimetoprim 2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba, ex: penisilin, sefalosporin Dinding sel bakteri tdd polipeptidoglikan, suatu kompleks polimer mukopeptida (glikopeptida). Dalam proses sintesis dinding sel, antimikroba akan menghambat sesuai dg tahapnya, contohnya sikloserin menghambat reaksi paling dini, sementara penisilin serta sefalosporin menghambat reaksi terakhir (transpeptidasi). Akibat tekanan osmotik dlm sel bakteri lebih tinggi drpd diluar sel maka kerusakan dinding sel akan menyebabkan tjdnya lisis pd bakteri yg peka 3. Mengganggu permeabilitas membran sel mikroba, ex: polimiksin, gol. polien Polimiksin dapat merusak membran sel stl bereaksi dg fosfat pd fosfolipid membran sel, tapi tidak efektif thd bakteri gram (+) krn jml fosfor bakteri rendah. Sementara bakteri gram (-) yg resisten krn jml fosfornya menurun. Polien bereaksi dg struktur sterol pd membran sel fungus shg mempengaruhi permeabilitas selektif membran. Bakteri tdk sensitif krn tdk memiliki struktur sterol pd membrannya 4. Menghambat sintesis protein sel mikroba, ex: aminoglikosid, makrolid, tetrasiklin Utk kehidupannya, sel bakteri perlu mensintesis bbgai protein yg berlangsung di ribosom dg bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom tdd 2 sub unit, dinyatakan sbg 3OS dan 5OS. Untuk berfungsi pd sintesis protein, 2 komponen ini bersatu pd pangkal rantai mRNA mjd ribosom 7OS. Penghambatan sintesis protein oleh AM tjd berbagai cara. Contoh, streptomisin berikatan dg komponen ribosom 3OS menyebabkan kode pd mRNA salah dibaca oleh tRNA saat sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk protein abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Tetrasiklin berikatan dg ribosom 3OS dn menghalangi masuknya kompleks tRNA-asam amino pd lokasi asam amino. 5. Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba, ex: kuinolon, rifampisin Beberapa obat dlm kelompok ini dapat pula digunakan sbg antivirus. Gol kuinolon menghambat enzim DNA girase pd kuman yg fungsinya menata kromosom yg sgt panjang mjd bentuk spiral hingga bisa muat dlm sel kuman yg kecil. Indikasi Penggunaan Terapeutik AM diklinik bertujuan membasmi mikroba penyebab infeksi dengan mempertimbangkan: 1. Gambaran klinik penyakit infeksi yaitu efek yg ditimbulkan oleh adanya mikroba 2. Efek terapi AM pada penyakit infeksi diperoleh hanya sbg akibat kerja AM thd biomekanisme mikroba, tidak thd biomekanisme tubuh hospes 3. Antimikroba bukan ‘obat penyembuh’ penyakit infeksi. AM hanya menyingkat waktu yg diperlukan tubuh hospes utk sembuh dari suatu infeksi. Karena dg adanya invasi oleh mikroba, tubuh akan bereaksi dg mengaktifkan mekanisme daya tahan tubuh. Kalo mekanisme pertahanan tubuh berhasil, mikroba dan zat toksik yg dihasilkan dapat disingkirkan sehingga tidak diperlukan pemberian AM utk penyembuhan infeksi. Utk memutuskan perlu-tidaknya pemberian AM pd suatu infeksi perlu diperhatikan Gejala klinis, Jenis, Patogenesitas mikroba dan Kesanggupan mekanisme daya tahan tubuh hospes Penyakit infeksi dg gejala klinik ringan tidak perlu segera mendapat AM. Menunda pemberian AM malah memberikan kesempatan utk terangsangnya mekanisme kekebalan tubuh. Contohnya gejala demam yg merupakan gejala sistemik infeksi paling umum, ini bukan merupakan indikator yg kuat utk pemberian AM karena bisa saja demam ternyata disebabkan penyakit noninfeksi. Pemberian AM nantinya malah akan merugikan pasien thd efek samping yg didapat,juga masyarakat sekitar yaitu masalah resistensi. Tetapi penyakit infeksi dg gejala yg berat, bila telah berlangsung beberapa waktu lamanya, memerlukan terapi AM. Sulfonamid • Sulfonamid mempunyai spektrum antibakteri yang luas, namun strain mikroba yang resisten makin meningkat. Golongan obat ini umumnya hanya bersifat bakteriostatik, namun pada kadar yang tinggi dalam urin, sulfonamid dapat bersifat bakterisid. • Kuman yang sensitive terhadap sulfa secara in vitro ialah Strep. pyogenes, Strep. pneumoniae, beberapa galur Bacillus anthracis dan Corynebacteium diphtheriae, Haemophilus influenzae, H. ducreyi, Brucella, Vibrio chalerae, Nocardia, Actinomyces, Calymmatobacterium granulomatis, Chtamydia trachomatis dan beberapa protozoa. • RESISTENSI BAKTERI. Bakteri yang semula sensitif terhadap sulfonamid dapat menjadi resisten secara in vitro maupun in vivo. Resistensi ini biasanya bersifat ireversibel, mungkin disebabkan oleh mutasi yang meningkatkan produksi PABA atau mengubah struktur molekul enzim yang berperan dalam sintesis folat sedemikian rupa sehingga afinitasnya terhadap sulfonamid menurun. Timbulnya resistensi merupakan faktor yang membatasi manfaat sulfonamid dalam pengobatan penyakit infeksi, terutama infeksi yang disebabkan oleh gonokokus, stafilokokus, meningokokus, streptokokus dan beberapa galur Shigella. • Sulfonamid pada saat ini bukan lagi obat pilihan pertama untuk inleksi saluran kemih, karena jumlah mikroba yang resisten makin meningkat. Namun demikian sulfisoksazol masih efektif untuk pengobatan infeksi saluran kemih dimana prevalensi resistensi mikroba masih rendah atau mikroba masih peka. Obat pilihan lain untuk infeksi saluran kemih antara lain trimetoprim- sulfametoksazol, Kotrimoksazol • Kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatik obligat pada 2 tahap berurutan pada mikroba, shg kombinasi 2 obat ini memberikan efek sinergi. Perbandingan kadar yg optimal utk kebanyakan kuman adl sulfa : trime = 20 : 1. Kombinasi ini mungkin efektif walaupun mikroba udah resisten thd sulfonamid dan agak resisten thd trimetoprim. • Mikroba yg peka: e.coli, proteus mirabilis, salmonella, shigella, klebsiella • Aktivitas antibakteri kotrimoksazol berdasarkan kerjanya pada 2 tahap berurutan dlm reaksi enzimatik utk membentuk asam tetrahidrofolat. Mikroba butuh asam folat yang digunakan untuk sintesis purin dan asam-asam nukleat. Beda dg mamalia yg mendapat asam folat dari luar, bakteri patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam paraamino benzoat (PABA) utk kebutuhan hidupnya. Secara kompetitif, sulfonamid menghambat dihidropteroat sintase, enzim yg berperan dlm penggabungan PABA ke dalam asam dihidropteroat, prekursor penting pada asam folat. Bila sulfonamid menang bersaing dg PABA maka akan terbentuk analog asam folat yg nonfungsional. Akibatnya kehidupan mikroba akan terganggu • Sementara itu, Trimetoprim menghambat enzim dihidrofolat reduktase yang berfungsi mereduksi asam dihidrofolat menjadi asam tetrahidrofolat. jadi pemberian sulfonamide bersama trimetoprim menyebabkan hambatan berangkai dalam reaksi pembentukan asam tetrahidrofolat • Frekuensi tjdnya resistensi thd kotrimoksazol lebih rendah drpd thd masing2 obat, karena mikroba yg resisten thd salah satu komponen masih peka thd komponen lainnya. • Farmakokinetik Rasio yg ingin dicapai dlm darah sekitar 20 : 1. trimetoprim punya vol distribusi yg lbh besar, yaitu hampir 9 kali lebih besar drpd sulfa karena sifatnya yg lipofilik. Pemberian sufametoksazol 800 mg dan trimetoprim 160 mg per oral (rasio 5 : 1) akan menghasilkan rasio dlm darah kurang lebih 20 : 1 Trimetoprim cepat didistribusi dlm jaringan dan kira2 40% terikat pd protein plasma dg adanya sulfametoksazol. Sementara sulfa terikat sekitar 65%. Obat masuk ke CSS dan saliva dg mudah, juga ditemukan kadar tinggi dlm empedu. Sampai 60% trimetoprim dan 25-50% sulfa dieksresi mll urin dlm 24 jam stl pemberian. 2/3 sulfonamid tdk mengalami konjugasi. Metabolit trimetoprim ditemukan jg diurin. • Sediaan: bentuk tablet oral, mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim. Atau 800 mg sulfa dan 160 mg trime. • Utk anak tersedia bentuk suspensi oral, mengandung 200mg sulfa dan 40 mg trime/5 ml. • Utk pemberian IV tersedia sediaan infus mengandung 400mg sulfa dan 80mg trime per 5 ml. • Dosis dewasa umumnya 800 mg sulfa dan 160 mg trime setiap 12 jam. Pd infeksi yg berat diberikan dosis lbh besar • Dosis anak sulfa 40mg/kgBB/hari dan trime 8 mg/kgBB/hari yg diberikan dlm 2 dosis. • Pemberian pd anak < 2 th dan bumil/menyusui tdk dianjurkan • Sulfonamid masih berguna utk infeksi ringan sal kemih bag bawah, tapi karna resistensi makin meningkat terutama pd bakteri gram (-), penggunaan sulfonamid tdk diandalkan utk pengobatan infeksi yg lbh berat pd sal kemih bag atas • Sulfonamid digunakan utk pengobatan sistitis akut maupun kronik, sistitis akut tanpa penyulit pd wanita • Pd keadaan pielonefritis akut yg disertai demam hebat dan bila ada kemungkinan timbl bakterimia dan syok, sebaiknya jgn diberi pengobatan dg sulfonamid, tapi dianjurkan pemberian AM bakterisid scr parenteral yg dipilih berdasarkan uji sensitivitas mikroba dr hasil kultur urin • Pengobatan infeksi ringan sal kemih bag bawah dg kotrimoksazol lbh efektif bahkan utk infeksi oleh mikroba yg tlh resisten thd sulfonamid. • Untuk infeksi genitalia, karna resistensi mikroba, kotrimoksazol tdk dianjurkan lagi utk pengobatan gonore. Nitrofurantoin • Antiseptik sal kemih yg efektif utk kebanyakan kuman penyebab infeksi sal kemih spt E.coli, proteus spesies, klebsiella, enterococcus, streptococcus, clostridia. Namun utk proteus mirabilis dan pseudomonas kurang efektif. • Farmakokinetik Nitrofurantoin diserap dg cepat dan lengkap mll sal cerna. Pemberian obat bersama makanan mengurangi kemungkinan tjdnya iritasi lambung dan mempertinggi bioavaibilitas Stl diserap, obat ini terikat kuat dg protein plasma dan cepat dieksresi mll ginjal shg kadar obat bebas dlm darah tdk dpt mencapai kadar terapi. Masa paruh dlm serum hanya 20 menit dan kira2 40% obat dieskresi dlm bentuk asalnya, shg didapatkan kadar cukup tinggi dlm urin bila fungsi ginjal cukup baik • Kontraindikasi nitrofurantoin tdk boleh diberikan pd penderita gagal ginjal. Bila bersihan kreatinin (clearance) < 40 ml/menit, maka kadar obat dlm urin tdk cukup tinggi. Sebaliknya tjd akumulasi dlm darah shg kemungkinan tjdnya intoksikasi jg lebih besar. Juga tdk boleh pd wanita hamil aterm dan bayi < 3 bulan krn dpt menimbulkan anemia hemolitik • Nitrofurantoin menyebabkan urin berwarna agak coklat. ES yg sering dijumpai: mual, muntah, diare. Keluhan dpt dikurangi dg pemberian bersama makanan/susu. Reaksi hipersensitivitas mungkin timbul, berupa demam, leukopeni, ikterus kolestatik. ES lain yg mungkin timbul spt kelainan neurologik (sakit kepala, vertigo, kantuk, nistagmus, nyeri otot). • Sediaan. Dalam bentuk kapsul/tablet 50-100 mg. dosis dewasa 3-4x 50-100 mg/hari. Anak dosis 5-7 mg/kgBB/hari terbagi dlm beberapa dosis • Nitrofurantoin efektif untuk mengobati bakteriuria yang disebabkan oleh infeksi saluran kemih bagian bawah. penggunaannya terbatas untuk tujuan prolilaksis atau pengobatan supresif inleksi saluran kemih menahun, yaitu setelah kuman penyebabnya dibasmi atau dikurangi dengan antimikroba lain yang lebih efektif. Makrolida • Ex: eritromisin. Gol makrolid menghambat sintesis protein kuman dg berikatan scr reversibel dg ribosom subunit 5OS, dan bersifat bakteriostatik/bakterisid tergantung jenis kuman dan kadarnya. • Efek terbesar eritromisin thd kokus gram (+) spt streptococcus piogenes. Stapilococcus aureus hanya sebagian yg peka thd obat ini. Strain s.aureus yg resisten sering dijumpai di RS (nosokomial). • Eritromisin tdk aktif thd kebanyakan kuman gram (-) tp ada beberapa spesies yg sgt peka, yaitu N. gonorrhea, campylobacter jejuni. • Farmakokinetik Basa eritromisin diserap baik oleh usus kecil bag atas; aktivitasnya hilang oleh cairan lambung dan absorbsi diperlambat dg adanya makanan dlm lambung. utk mencegah kerusakan oleh asam lambung maka diberi selaput tahan asam. Dg dosis oral 500 mg, eritromisin dpt mencapai kadar puncak dlm waktu 4 jam Hny 2-5% yg dieksresi dlm bentuk aktif mll urin. Eritromisin mengalami pemekatan dlm jar hati. Kadar obat aktif dlm cairan empedu dpt melebihi 100x kadar yg tercapai dlm darah Masa paruh eliminasi eritromisin sekitar 1,6 jam. Eritro berdifusi dg baik ke berbagai jar tubuh kecuali ke otak dan LCS. Kadarnya dlm jar prostat hny sekitar 40% dr kadar yg tercapai dlm darah. Pd bumil, kadar eritro dlm sirkulasi fetus adl 5-20% dr kadar obat dlm sirkulasi darah ibu Eritro dieksresi terutama mll hati. Dialisis peritoneal dan hemodialisis tdk dpt mengeluarkan eritro dr tubuh. • ES yg berat jarang tjd. Reaksi alergi mungkin timbul dlm bentuk demam, eosinofilia, yg cepat hilang bila terapi dihentikan. Ketulian sementara dpt tjd bila eritro diberikan dlm dosis tinggi scr IV. Eritro meningkatkan toksisitas karbamazepin, kortikosteroid, siklosporin, digoksin, warfarin dan teofilin • Penggunaan klinik. Pd infeksi klamidia tnp komplikasi yg menyerang uretra, endoserviks, rectum atau epididimitis, eritro merupakan alternatif tetrasiklin. Dosisnya 4x sehari 500 mg PO diberikan slm 7 hari. Eritro dipilih utk bumil dan anak2 • Utk penderita sifilis std dini yg alergi penisilin, dpt diberikan eritro PO dg dosis 2-4 g sehari slm 10-15 hari • Utk gonore diseminata pd bumil yg alergi thd penisilin, eritro mungkin bermanfaat. Dosisnya 4x 500 mg sehari diberikan 5 hari PO. Angka relaps hampir mencapai 25%. Obat terpilih utk indikasi ini adl seftriakson. Kuinolon • Kuinolon lama (asam nalidiksat, asam piromidat) hny digunakan sbg antiseptik sal kemih • Gol fluorokuinolon dpt digunakan utk infeksi sistemik. Yg termasuk gol ini antara lain siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin • Mekanisme kerja. Bentuk double helx DNA harus dipisahkan menjadi 2 utas DNA pada saat akan berlangsung- nya replikasi dan transkripsi. Pemisahan ini selalu akan mengakibatkan terjadinya puntiran berlebihan (overwinding) pada double helx DNA sebelum titik pisah. Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase (topoisomerase ll) yang kerjanya menimbulkan negative supercoiling. Golongan fluorokuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman dan bersilat bakterisidal. • Mekanisme resistensi melalui plasmid seperti yang banyak terjadi pada antibiotika lain tidak dijumpai pada golongan kuinolon, namun dapat terjadi dengan mekanisme mutasi pada DNA atau membran sel kuman. • Gol fluorokuinolon aktif thd enterobacteriaceae (e.coli, klebsiella, enterobacter, proteus), shigella, salmonella, n.gonorrhoeae. Kuman yg kurang peka adl streptokokus. Kuman2 anaerob jg umumnya resisten thd fluorokuinolon • Farmakokinetik Fluoro diserap dg cepat mll sal cerna. Semua fluoro mencapai kadar puncak dlm 1-2 jam stl pemberian obat. Bioavailabilitas pd pemberian PO = pemberian parenteral. Penyerapan terhambat bila diberikan bersama antasida. Fluoro hny sedikit terikat dg protein. Distribusi dg baik pd berbagai organ tubuh. Dlm urin, fluoro mencapai kadar yg melampaui kadar hambat minimal utk kebanyakan kuman patogen selama minimal 12 jam. Fluoro mampu mencapai kadar tinggi dlm jar prostat. Masa paruh eliminasinya panjang shg obat cukup diberikan 2x sehari. Kebanyakan fluoro dimetab di hati dan dieksresi mll ginjal. Sebagian kecil obat akan dikeluarkan mll empedu. Hemodialisis hny sedikit mengeluarkan fluoro dr tubuh shg penambahan dosis umumnya tdk diperlukan • Gol kuinolon baru umumnya dpt ditoleransi dg baik. ES yg terpenting pd sal cerna, terutama mual dan hilang nafsu makan dan susunan saraf pusat, umumnya bersifat ringan berupa sakit kepala, vertigo, insomnia. Reaksi hipersensitivitas berupa eritema dan pruritus • Penggunaan klinik utk ISK umumnya efektif, baik yg dengan maupun tanpa komplikasi. Berbagai kuman gram (-), nosokomial dan multiresisten lainnya biasanya masih responsif thd fluorokuinolon. • Utk sistitis akut tanpa komplikasi, byk tersedia AM lain yg lbih murah juga memberikan hasil terapi yg sgt memuaskan dg pemberian dosis tunggal • Fluoro jg efektif utk prostatitis akut (misal oleh e.coli) krn mampu menembusmasuk ke dlm jar prostat. • Utk gonore, semua fluoro dg dosis tunggal PO efektif utk mengobati, misal siprofloksasin 250 mg, ofloksasin 200 mg. tapi utk uretritis nonspesifik disebabkan klamidia hny sipro dan oflo yg efektif, diberikan slm 7-10 hari. • Fluoro dpt digunakan sbg obat alternatif utk kotrimoksazol dlmpengobatan ulkus molle.