Anda di halaman 1dari 9

ARTRITIS SEPTIK

Definisi
Artritis septik merupakan suatu invasi langsung berbagai mikroorganisme, seperti
bakteri, virus, mikobakteri dan jamur. Pathogen bakteri adalah agen infeksi yang paling
signifikan mempunyai kemampuan dalam memberikan kerusakan pada sendi.

Epidemiologi
Artritis monoartikular adalah gejala umum di unit gawat darurat (emergency department)
dan penyebab utama kecacatan di Amerika Serikat. Artritis monoartikular memiliki beragam
etiologi potensial, mulai dari yang jinak hingga yang mengancam jiwa. Salah satu penyebab
paling mengkhawatirkan pada pasien dengan artritis monoartikular adalah artritis septik.
Meningkatnya penggunaan sendi buatan menyebabkan infeksi yang berkaitan dengan
artritis septik. Sekitar 20.000 kasus artritis septik terjadi di Amerika Serikat setiap tahun,
kelompok utama artritis supuratif adalah gonokokus dan nongonokokal. Insiden tampaknya
meningkat, yang mungkin disebabkan oleh peningkatan penggunaan perawatan imunosupresif
dan prosedur invasif, selain populasi lansia. Prevalensi bacterial arthritis dengan monoartritis
akut berkisar antara 8% hingga 27%, sebagaimana ditentukan dari studi prospektif di Boston dan
Taiwan. Sebagian besar infeksi terjadi pada anak-anak, lansia, imunosupresi dan penggunaan
narkoba secara intravena.
Insidens artritis septik bervariasi antara 4-29 kasus per 100.000 orang per tahun;
meningkat pada rheumatoid artritis menjadi 28-38 kasus per 100.000 per tahun, pada prosthesis
sendi sebesar 40-68 kasus/100.000/tahun. Puncak insidens pada anak-anak usia kurang dari 5
tahun (5 per 100.000/tahun) dan dewasa usia > 64 tahun (8,4 kasus/100.000 penduduk/tahun).
Pada usia > 64 tahun dikaitkan dengan penyakit komorbid dan meningkatnya penggunaan sendi
protesis.

Etiologi dan faktor risiko


Secara keseluruhan, bakteri pathogen terbanyak adalah Neisseria gonorrhoeae (75% dari
kasus), namun infeksi Staphylococcus aureus adalah penyebab sebagian besar kasus radang sendi
bakteri akut pada orang dewasa dan pada anak > 2 tahun. Patogen ini menjadi penyebab pada
80% dari sendi yang terinfeksi terkena rheumatoid artritis. Sementara itu, spesies streptokokus
terlibat dalam 20-25% kasus.
Bakteri penyebab arthritis septic sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus,
termasuk methicillin-resistant S. aureus. Streptokokus juga sering menjadi penyebab, bersama
dengan basil gram negatif.

Patogenesis dan Patofisiologi


Organisme dapat menginvasi secara inokulasi langsung pada saat kontak dari jaringan
periartikular yang terinfeksi, seperti yang terjadi pada trauma, operasi sendi, atau luka gigitan.
Atau dapat juga melalui aliran darah (rute yang paling umum) yang lebih sering terjadi pada
pasien usia lanjut dan pasien dengan faktor predisposisi seperti intravascular device, kateter
kemih, penggunaan obat injeksi, dan imunosupresi. Sinovium merupakan struktur yang kaya
dengan vascular yang kurang dibatasi oleh membrane basal sehingga memungkinkan mudah
masuknya bakteri secara hematogen. Di dalam ruang sendi, lingkungannya sangat avascular
(karena banyaknya fraksi kartilago hialin) dengan aliran cairan sendi yang lambat, sehingga
menjadi suasana yang baik bagi bakteri berdiam dan berproliferasi.
Sendi normal memiliki beberapa komponen pelindung. Sel synovia yang sehat memiliki
aktivitas fagositosis signifikan dan cairan synovia biasanya memiliki aktivitas bakterisida
signifikan. Faktor risiiko terpenting pada artritis septik adalah arsitektur sendi yang abnormal.
Adanya riwayat kerusakan sendi, misalnya pada kondisi RA, SLE atau osteoarthritis akan
menghambat fungsi pertahanan cairan synovia, penurunan kemotaksis dan penurunan fungsi
fagositosis leukosit PMN sehingga akhirnya memberikan manifestasi untuk terjadinya
bacteremia dan mengakibatkan infeksi sendi.
Konsekuensi utama dari invasi bakteri adlaah kerusakan tulang rawan articular, mungkin
disebabkan oleh kemampuan organisme untuk membentuk kondisi patologis. Sel-sel merangsang
sintesis sitokin dan produk inflamasi lainnya yang mengakibatkan hidrolisis kolagen dan
proteoglikan. Infeksi akan menginduksi masuknya leukosit ke dalam sendi dan menimbulkan
kerusakan sendi. Pada infeksi gonorea kerusakan yang ditimbulkan lebih minimal dibanding
dengan infeksi S.aureus.
Proses destruktif yang berlanjut akan membentuk erosi tulang rawan pada margin lateral
sendi. Semakin luas kerusakan tulang rawan maka akan terbentuk ekspos tulang yang mengganti
posisi tulang rawan, hal ini akan menurunkan fungsi sendi. Kondisi lebih lanjut akan
menyebabkan degenerasi tulang yang terlibat sehingga mengalami perubahan arsitektur pada
ujung tulang. Kondisi pembentukan efusi yang dapat terjadi pada infeksi sendi pinggul akan
mengganggu suplai darah dan mengakibatkan nekrosis tulang.
bone spurs: degenerasi dg perubahan arsitektur tulang

Manifestasi klinis
Keluhan local dan sistemik. Gejala klasik adalah demam dan nyeri lokal pada sendi yang
terinfeksi. Demam merupakan gejala sistemik paling sering pada 60-80% kasus, biasanya ringan;
demam tinggi > 39o C pada 30-40% kasus. Nyeri pada artritis septik berupa nyeri berat terus-
menerus saat istirahat ataupun gerakan aktif. Nyeri lokal sendi disertai tanda-tanda peradangan
(tumor, kalor, dolor, rubor, function laesa).

Prinsip diagnostik holistic dan pemeriksaan penunjang


- Anamnesis
Tanyakan riwayat penyakit, seperti demam yang mendadak, malaise, nyeri local pada
sendi yang terinfeksi, pembengkakan sendi, dan penurunan kemampuan ruang lingkup gerak
sendi. Deskripsi nyeri sendi dapat ditanyakan dengan metode PQRST
o Provoking incident: menentukan faktor/peristiwa yang mencetuskan keluhan nyeri.
Apakah ada penyakit pencetus yang menjadi predisposisi terjadinya nyeri sendi,
seperti riwayat penyakit rematik, trauma, riwayat infeksi sistemis (terutama pada
kondisi penurunan imunitas seperti DM, limfoma, kanker, HIV), adanya riwayat
penyakit ekstraartikular, penyebab iatrogenic, pemakaian obat imunosupresi,
alkoholisme, malignansi serta faktor local seperti sendi prostetik, infeksi kulit,
operasi sendi serta osteoarthritis.
o Quality/quanitity of pain: tanyakan maksud dari keluhan pasien. Apakah keluhan
nyeri bersifat menusuk, tajam atau tumpul menusuk. Pemeriksa harus bisa
menerangkan dalam bahasa yang lebih mudah dimengerti pasien karena kebanyakan
deskripsi sifat dari nyeri sulit ditafsirkan
o Region, radiation, referred: menentukan area/lokasi keluhan nyeri, apakah nyeri
menyebar dan apakah menjalar ke area lain
o Severity (scale) of pain: skala nyeri sendi artritis septik biasanya bervariasi dalam
rentang 2-3 (0-4) dalam pengkajian nyeri subjektif
0: tidak ada nyeri
1: nyeri ringan
2: nyeri sedang
3: nyeri berat
4: nyeri berat sekali/tak tertahankan
o Time: sifat mula timbulnya (onset) nyeri biasanya relatif kronis. Tanyakan apakah
gejala timbul secara terus-menerus atau hilang-timbul (intermitten). Tanyakan juga
lama timbulnya dan kapan gejala tersebut pertama kali timbul (kapan pertama kali
terasa tidak biasa atau tidak enak pada sendi yang terkena), usahakan menghitung
tanggalnya seteliti mungkin
- Pemeriksaan fisik
Biasanya sendi yang paling terlibat adalah sendi lutut (50% dari kasus), diikuti sendi
panggul (20%), bahu (8%), pergelengan kaki dan pergelangan tangan (masing-masing
7%). Sendi pada siku (cubitii), interphalangeal, sternoklavikular dan sendi setiap
sacroiliac hanya sekitar 1-4% kasus. Pada kebanyakan kasus artrtitis reaktif (Nyeri sendi
dan bengkak yang dipicu oleh infeksi bagian lain pada tubuh) biasanya akan melibatkan
beberapa sendi yang besar dengan pola asimetris.
o Look: pada sendi local didapatkan tanda eritema, bengkak (90% kasus), sendi
terinfeksi biasanya menunjukkan suatu efusi yang jelas
o Feel: teraba hangat local, kelembutan dan tenderness
o Move: keterbatasan gerak sendi akibat adanya nyeri sendi
- Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium: evaluasi cairan synovia (melalui jumlah leukosit, penampilan Gram,
polarisasi pemeriksaan mikroskopis dan kultur) untuk mengidentifikasi penyebab.
Dilakukan aspirasi pada sendi. Metode definitif untuk mendiagnosis adalah kultur
synovia/jaringan synovia. Kultur pada pasien dengan artritis septik nongonokokal
hampir selalu positif kecuali pasien telah menerima antibiotik sebelum aspirasi.
Sementara pada artritis septik gonokokal hasil yang positif dalam hanya sekitar 25%
dari kasus. Keputusan pemberian terapi dengan menunda sampai hasil kultur
didapatkan merupakan keputusan yang baik.
Jika kondisi pasien tidak membaik secara signifikan setelah pemberian antimikroba
sesuai dengan kultur dalam rentang waktu 5 hari, sendi harus diaspirasi ulang dan
diperiksa kembali. Sebagian besar septik sendi memiliki jumlah leukosit melebihi
50.000/uL, dengan >75% leukosit PMN.
Perubahan dalam konsentrasi glukosa dan protein dari cairan synovia yang spesifik
perlu diukur, tetapi tidak harus secara rutin. Peningkatan LED dan CRP ditemukan
pada sebagian besar kasus dan merupakan hasil yang berguna dalam menilai respon
terhadap terapi, serta dalam mendeteksi proses akut pada peradangan sendi.
b. Radiologi: radiografi polos memiliki keterbatasan dalam mengevaluasi adanya infeksi
pada sendi. Pembengkakan jaringan lunak periartikular adalah penemuan paling
umum. USG dapat digunakan untuk mendiagnosis efusi pada artritis septik kronis
(sekunder terhadap trauma atau RA). CT scan dan MRI lebih sensitif untuk
membedakan osteomyelitis, abses periartikular dan efusi sendi, namun biayanya
mahal. MRI lebih disukai karena kemampuannya yang lebih besar untuk gambar
jaringan lunak.
Diagnosis banding
- Abses
- Selulitis
- Gout
- Artritis rheumatoid
- Osteomielitis
- Keganasan
- Nekrosis avaskular.

Tatalaksana Komprehensif
a. Promotif
Pada pasien dengan sendi palsu perlu diberikan edukasi/instruksi untuk mengenali tanda-
tanda awal infeksi dan yang lebih penting untuk mengidentifikasi infeksi bakteri dibagian lain
dari tubuh mereka untuk mencegah bakteremia.
b. Preventif
Untuk menurunkan kejadian artritis septik, setiap pelaksanaan prosedur dilakukan secara
steril, misalnya dalam aspirasi atau prosedur artroskopik. Pemberian antibiotik profilaksis
dengan antibiotik antistafilokokus telah ditunjukkan untuk mengurangi infeksi luka pada bedah
penggantian sendi.
c. Kuratif
Tatalaksana manajemen medis berfokus pada ketepatan waktu pemberian antimikroba
dan drainase yang memadai dari cairan synovia yang terinfeksi, serta imobilisasi sendi untuk
mengontrol rasa sakit. Artritis septik dengan durasi < 3 minggu dapat disembukan secara medis
jika tipe awal atau sekunder untuk menyebar hematogen tanpa bukti keterlibatan jaringan lunak
periartikular/ketidakstabilan sendi. Pada fase akut, pasien disarankan untuk mengistirahatkan
sendi yang terkena.
Pemilihan antibiotik awal harus empiris, harus berdasarkan beberapa pertimbangan
termasuk kondisi klinis, usia, pola dan resistensi kuman setempat, serta hasil pewarnaan gram
cairan sendi. Modifikasi antibiotika dilakukan bila sudah ada hasil kultur dan sensitivitas bakteri.
Pemberian antibiotik biasanya harus diberikan secara parenteral selama sedikitnya 2 minggu,
namun setiap kasus harus dievaluasi secara independen.
Drainase bisa dilakukan perkutan/bedah. Secara umum, aspirasi jarum dilakukan pada
fase awal untuk menurunkan jumlah pus dan untuk mencegah reakumulasi. Aspirasi sendi 2-3
kali sehari mungkin diperlukan selama beberapa hari pertama. Bedah drainase ditunjukkan ketika
terjadi pilihan tepat drainase perkutan dan antibiotik gagal untuk menghapus infeksi setelah 5-7
hari, atau pun sendi yang terinfeksi sulit untuk dilakukan aspirasi (misalnya panggul) atau ada
jaringan lunak yang berdekatan telah terinfeksi.
Jika setelah 5 hari terapi sendi menunjukkan beberapa tingkat perbaikan, pertimbangkan
pemberian agen antiinflamasi. Jika terapi gagal untuk merespons setelah 5 hari terapi antibiotik
yang sesuai (misalnya kehadiran klinis demam signifikan, purulensi synovia lanjut dan kultur
positif) maka ditinjau kembali pendekatan terapeutik. Pertimbangkan kemungkinan artritis
reaktif, bisa diberikan NSAID sebagai agen terapeutik utama.
d. Rehabilitatif
Rehabilitasi merupakan hal yang penting untuk menjaga fungsi sendi dan mengurangi
morbiditas. Rehabilitasi seharusnya sudah dilakukan saat munculnya artritis untuk mengurangi
kehilangan fungsi. Pada fase akut dan fase supuratif, pasien harus mempertahankan posisi fleksi
ringan sampai sedang yang biasanya cenderung membuat kontraktur. Pemasangan bidai kadang
diperlukan untuk mempertahankan posisi dengan fungsi optimal: sendi lutut dengan posisi
ekstensi, sendi panggul seimbang posisi ekstensi dan rotasi netral, siku fleksi 90 o dan
pergelangan tangan posisi netral sedikit ekstensi. Walaupun pada fase akut, latihan isotonik harus
segera dilakukan untuk mencegah otot atrofi. Pergerakan sendi, baik aktif maupun pasif harus
segera dilakukan tidak lebih dari 24 jam setelah keluhan membaik.

Komplikasi dan prognosis


- Komplikasi: Disfungsional sendi, osteomyelitis dan septik sistemis
- Prognosis: 50% orang dewasa dengan artritis septik mempunyai penurunan yang
signifikan dari jangkauan gerak atau mengalami nyeri kronis setelah infeki. prediktor
hasil yang buruk di artritis supuratif meliputi hal-hal berikut.
1. Umur > 60 tahun
2. Infeksi sendi pinggul atau bahu
3. Rheumatoid artritis
4. Temuan positif pada kultur cairan synovia setelah 7 hari terapi
5. Keterlambatan penatalaksanaan >= 7 hari akan memberikan dampak pada
kompleksnya pemberian terapi yang akan diberikan

Referensi
1. Noor Helmi, Zairin. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal Edisi Kedua. Jakarta:
Salemba Medika; 2016. h.182-8.
2. Cho, Hyung & Burke, Leah & Lee, Mikyung. (2014). Septic Arthritis. Hospital Medicine
Clinics. 3. 494–503. 10.1016/j.ehmc.2014.06.009.
3. Adjie, Riko FK. Pendekatan Diagnosis dan Tatalaksana Septic Arthritis. 2018. CDK-264/
vol. 45 no. 5
4. Long, Brit, et al. Evaluation and Management of Septic Arthritis and its Mimics in the
Emergency Department. 2019. Western Journal of Emergency Medicine Vol 20 No. 2

Anda mungkin juga menyukai