Anda di halaman 1dari 7

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT JANTUNG KORONER

Pola penyakit penyebab kematian di dunia saat ini telah mengalami transisi epidemiologi,
dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Hal ini dibuktikan pada tahun 2015,
kematian akibat penyakit tidak menular sekitar 39,5 juta orang, yaitu tiga kali lebih banyak
dibanding kematian akibat penyakit menular sekitar 11,9 juta orang. Salah satu dari penyakit
tidak menular yang banyak diderita orang adalah penyakit jantung koroner.
Menurut WHO, selama 15 tahun penyakit jantung koroner menempati urutan pertama
penyebab kematian di dunia, dan hal ini terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 ada
sekitar 6,8 juta orang, 2005 sekitar 7,5 juta orang, 2010 sekitar 8,2 juta orang dan 2015
sekitar 8,7 juta orang (kurang lebih sekitar 31% dari seluruh penyebab kematian).
Kematian akibat penyakit jantung koroner terjadi di negara maju dan negara berkembang. Di
Amerika Serikat, menurut American Heart Assosiation (AHA) 2017 penyakit jantung
koroner merupakan 1 dari 7 penyebab kematian di Amerika Serikat, sekitar lebih dari
366.800 orang meninggal. Sementara itu, di Indonesia menurut WHO 2012, penyakit jantung
koroner merupakan penyebab kematian nomor 2 di Indonesia sekitar 338.400 orang
meninggal.
Survei Sample Registration System (SRS) 2014 di Indonesia menyatakan penyakit jantung
koroner menjadi penyebab kematian tertinggi pada semua umur setelah stroke (12,9%). Hasil
Riskesdas 2018, 15 dari 1000 penduduk Indonesia menderita penyakit jantung koroner.
Berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia sebesar 1,5% dari total penduduk dengan
prevalensi provinsi tertinggi:
- Kalimantan Utara 2,2% - Sulawesi Utara 1,8%
- Yogyakarta 2% - Aceh 1,6%
- Gorontalo 2% - Sumatera Barat 1,6%
- Jakarta 1,9% - Jawa Barat 1,6%
- Kalimantan Timur 1,9% - Jawa Tengah 1,6%
- Sulawesi Tengah 1,9%
Dari 19 Kabupaten/ Kota yang ada di Sumatera Barat, terdapat dua daerah yang paling tinggi
prevalansi PJK nya, yakni Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Agam. Prevalansi PJK
di Kabupaten Pesisir Selatan 32,2 persen dan di Kabupaten Agam 32,6 persen. Sementara itu,
data dari RSUP M. Djamil Padang selama 2017, tercatat sebanyak 881 kasus Sindrom
Koroner Akut (SKA). Dari 881 kasus SKA tersebut, terdapat 440 gejala STEMI, 170 gejala
NSTEMI dan 271 gejala UAP.
Penyakit jantung koroner tidak hanya menyerang laki-laki saja; wanita juga berisiko terkena
penyakit jantung koroner meskipun kasusnya tidak sebesar pada laki-laki. Pada orang yang
berumur 65 tahun ke atas, ditemukan 20 % penyakit jantung koroner pada laki-laki dan 12 %
pada wanita.
Data BPJS menunjukkan adanya peningkatan biaya kesehatan untuk penyakit jantung
koroner dari tahun ketahun. Pada 2014, BPJS menghabiskan dana 4,4 triliun. 2016
menghabiskan sebanyak 7,4 triliun. 2018 menghabiskan dana sebanyak 9,3 triliun. Pada
periode Januari hingga Maret 2019 telah mencapai 2,8 triliun. Ini menunjukkan besarnya
beban negara terhadap penanggulangan penyakit jantung koroner, yang harusnya dapat
dikendalikan dengan mengendalikan faktor risiko.
ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER
Salah satu penyebab penyakit jantung koroner adalah kebiasaan makan makanan berlemak
tinggi terutama lemak jenuh sehingga terbentuknya plak-plak lemak yang disebut ateroma.
Ateroma akan menyebabkan Aterosklerosis, yaitu suatu keadaan arteri besar dan kecil yang
ditandai oleh endapan lemak, trombosit, makrofag dan leukosit di seluruh lapisan tunika
intima dan akhirnya ke tunika media. Pada aterosklerosis, lapisan intima dinding arteri
banyak mengandung kolesterol atau lemak lain yang megalami pengapuran, pengerasan, dan
penebalan. Mengeras dan menyempitnya pembuluh darah oleh pengendapan kolesterol,
kalsium, dan lemak berwarna kuning dikenal sebagai aterosklerosis (atherosclerosis) atau
pengapuran.
Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan
pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat
menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam kondisi
yang parah, kemampuan jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak sistem
pengontrol irama jantung dan berakhir dan berakhir dengan kematian.
Penyebab terjadinya penyakit kardiovaskuler pada prinsipnya disebabkan oleh dua faktor
utama yaitu:
1) Aterosklerosis
Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri koroneria yang paling
sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam
arteri koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen
menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran
darah miokardium.
2) Trombosis
Endapan lemak dan pengerasan pembuluh darah terganggu dan lama-kelamaan berakibat
robek dinding pembuluh darah. Pada mulanya, gumpalan darah merupakan mekanisme
pertahanan tubuh untuk mencegahan perdarahan berlanjut pada saat terjadinya luka.
Berkumpulnya gumpalan darah dibagian robek tersebut, yang kemudian bersatu dengan
keping-keping darah menjadi trombus. Trombosis ini menyebabkan sumbatan di dalam
pembuluh darah jantung, dapat menyebabkan serangan jantung mendadak, dan bila sumbatan
terjadi di pembuluh darah otak menyebabkan stroke.
Secara statistik, seseorang dengan faktor risiko kardiovaskuler akan memiliki kecenderungan
lebih tinggi untuk menderita gangguan koroner dibandingkan mereka yang tanpa faktor
resiko. Semakin banyak faktor resiko yang dimiliki, semakin berlipat pula kemungkinan
terkena penyakit jantung koroner. Menurut World Heart Federation menyatakan non-
modifiable risk factor adalah umur, jenis kelamin dan riwayat keturunan, sedangkan
modifiable risk factor adalah hipertensi, merokok, diabetes mellitus, kurang aktifitas fisik,
diet tidak sehat, dislipidemia dan obesitas.
A. Tidak dapat dimodifikasi
a. Umur
Kerentanan terhadap penyakit jantung koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Namun
dengan demikian jarang timbul penyakit serius sebelum usia 40 tahun, sedangkan dari usia 40
hingga 60 tahun, insiden meningkat lima kali lipat. Hal ini terjadi akibat adanya pengendapan
aterosklrerosis pada arteri koroner.
Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat PJK. Sebagian besar
kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya
umur. Kadar kolesterol pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada
laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum menopause
(45-50 tahun) lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause
kadar kolesterol perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki.
b. Jenis kelamin
Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan
1 dari 17 perempuan. Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai resiko PJK 2-3 kali lebih besar
dari perempuan dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-laki daripada
perempuan. Estrogen endogen bersifat protektif pada perempuan, namun setelah menopause
insidensi PJK meningkat dengan cepat dan sebanding dengan insidensi pada laki-laki
c. Keturunan / riwayat keluarga
Riwayat jantung koroner pada keluarga meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis
prematur. Riwayat keluarga penderita jantung koroner umumnya mewarisi faktor-faktor
resiko lainnya, seperti abnormalitas kadar kolesterol, peningkatan tekanan darah, kegemukan
dan DM. Jika anggota keluarga memiliki faktor resiko tersebut, harus dilakukan pengendalian
secara agresif. Dengan menjaga tekanan darah, kadar kolesterol, dan gula darah agar berada
pada nilai ideal, serta menghentikan kebiasaan merokok, olahraga secara teratur dan
mengatur pola maka

B. Dapat dimodifikasi
a. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia merupakan factor risiko untuk PJK. Hubungan erat antara hiperlipidimeia dan
atherosclerosis sudah diketahui dengan baik. Penelitian terhadap binatang yang diberikan
makan kolesterol menunjukkan bahwa vasodilatasi endothelium-dependent berkurang, baik
pada pembuluh darah sedang maupun pembuluh darah resisten setelah histology yang terjadi
terbukti sebagai lesi atherosclerosis. Mirip dengan relaksasi vascular endhotelial-dependent
yang akan menurun pada pasien hiperkolesterolemia, baik ada maupun tidak adanya factor
risiko koroner yang lain. Disfungsi endotel (menurunnya efek vascular NO) akan
mempercepat onset atherosclerosis koroner yang terjadi lebih dini sebagai factor predisposisi
terjadinya vasospasme pada arteri koroner.
 Kolesterol Total.
Kolesterol dalam darah merupakan salah satu parameter yang dipakai untuk mengetahui
adanya risiko PJK. Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah 200 mg/dl. Bila > 200 mg/dl
berarti resiko untuk terjadinya PJK meningkat. Jika kadar kolesterol kurang <200 mg/dl maka
seseorang dikatakan berisiko rendah terhadap PJK. Kadar kolesterol dalam darah
berkontribusi sekitar 45% dalam meningkatkan risiko PJK
Tabel 2.2. kadar kolesterol total Kadar kolesterol total
Normal Agak tinggi Tinggi
<200 mg /dl 200-239 mg / dl >240 mg / dl

 LDL Kolesterol.
LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol yang bersifat “buruk”
atau merugikan (bad cholesterol): karena kadar LDL yang meninggi akan rnenyebabkan
penebalan dinding pembuluh darah. Kadar LDL kolesterol lebih tepat sebagai penunjuk untuk
mengetahui resiko PJK dari pada kolesterol total. Kolesterol LDL lebih popular dikenal
sebagai kolesterol jahat/bad cholesterol. Berbagai penelitian, baik pada hewan, uji klinis dan
penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa hiperkolesterol LDL merupakan faktor risiko
utama PJK. Kolesterol LDL menyebabkan pengapuran pembuluh koroner dan mengirim serta
menimbun kolesterol di pembuluh koroner. Banyak studi epidemiologis yang menunjukkan
bahwa LDL merupakan faktor utama aterogenik, dimana peningkatan kadar kolesterol LDL
memberikan angka kejadian PJK. Kadar kolesterol LDL 170 mg/dl dibandingkan dengan
kadar 100 mg/dl maka memberikan resiko PJK hampir 3x lipat lebih tinggi. Jika dikaitkan
dengan PJK, maka terdapat peningkatan hampir 1% risiko PJK untuk setiap kenaikan 1 mg/dl
kolesterol LDL. Sehingga peninggian kolesterol LDL mempredisposisi individu terjadinya
percepatan aterosklerosis. Insiden PJK berbanding lurus dengan kadar kolesterol LDL dan
berbanding terbalik dengan kadar kolesterol HDL.
Tabel 2.3. Kadar LDL kolesterol Kadar LDL kolesterol
Normal Agak tinggi Tinggi
< 130 mg /dl 130 - 159 mg / dl > 160 mg / dl

 HDL Koleserol :
HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol yang bersifat “baik”
atau menguntungkan (good cholesterol) : karena mengangkut kolesterol dari pembuluh darah
kembali ke hati untuk di buang sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau
mencegah terjadinya proses arterosklerosis. Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin
besar kemungkinan resiko terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan
berhenti merokok, mengurangi berat badan dan menambah aktifitas (exercise)
Tabel 2.4. Kadar HDL kolesterol Kadar HDL kolesterol
Normal Agak tinggi Tinggi
< 45 mg /dl 35 - 45 mg / dl > 35 mg / dl
Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan terjadinya PJK. Kadar
HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan mengurangi berat badan, menambah exercise dan
berhenti merokok.
 Rasio Kolesterol Total : HDL Kolesterol
Rasio kolesterol total: HDL kolesterol sebaiknya 4.5 pada laki-laki dan 4.0 pada perempuan.
Makin tinggi rasio kolesterol total : HDL kolesterol makin meningkat resiko PJK.
 Kadar Trigliserida.
Trigliserid didalam yang terdiri dari 3 jenis lemak yaitu Lemak jenuh, Lemak tidak tunggal
dan Lemak jenuh ganda. Kadar triglisarid yang tinggi merupakan faktor resiko untuk
terjadinya PJK. Kadar trigliserida 209-315 mg/dL meningkatkan angka kejadian PJK
sebanyak lebih dari 5x dibandingkan dengan kadar 118-172 mg/dL setelah 40 tahun pada 100
orang laki-laki berusia rata-rata 22 tahun
Tabel 2.5. Kadar trigliserid Kadar trigliserid
Normal Agak tinggi Tinggi Sangat sedang
(sedang)
< 150 mg/dl 150-250 mg/dl 250 – 500 mg/dl >500 mg/dl
Kadar trigliserid perlu diperiksa pada keadaan sbb : Bila kadar kolesterol total > 200 mg/dl,
PJK, ada keluarga yang menderita PJK < 55 tahun, ada riwayat keluarga dengan kadar
trigliserid yang tinggi, ada penyakit DM & pankreas.
b. Merokok
Di Amerika Serikat, merokok berhubungan erat bagi sekitar 325.000 kematian premature
atau dini setiap tahunnya. Setiap jumlah kematian tersebut terdapat kematian akibat PJK dan
lebih dari satu kematian PJK terjadi karena merokok. Merokok sigaret tinggi nikotin
menyebabkan peningkatan frekuensi denyut jantung istirahat serta meningkatkan tekanan
darah sistolik dan diastolic sehingga meningkatkan kebutuhan kebutuhan oksigen
myokardium. Penelitian Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada
laki-laki perokok 10 kali lebih besar dari pada bukan perokok, pada perempuan perokok 4,5
kali lebih besar dari pada bukan perokok Apabila berhenti merokok, penurunan risiko PJK
akan berkurang 50% pada akhir tahun pertama setelah berhenti merokok dan kembali seperti
yang tidak merokok setelah berhenti merokok 10 tahun.
Sekitar 24% kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11% pada perempuan disebabkan
kebiasaan merokok. Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama perokok (perokok pasif)
memiliki peningkatan resiko sebesar 20-30%. Resiko terjadinya PJK akibat merokok
berkaitan dengan dosis dimana orang yang merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari
memiliki resiko sebesar dua hingga tiga kali lebih tinggi menderita PJK dari pada yang tidak
merokok. Setiap batang rokok mengandung 4.800 jenis zat kimia, diantaranya karbon
monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen sianida, amoniak, oksida nitrogen,
senyawa hidrokarbon, tar (bersifat karsinogenik), nikotin (bersifat adiktif), benzopiren, fenol
dan kadmium.
Reaksi kimiawi yang menyertai pembakaran tembakau menghasilkan senyawa-senyawa
kimiawi yang terserap oleh darah melalui proses difusi. Nikotin yang masuk dalam pembuluh
darah akan merangsang katekolamin dan bersama-sama zat kimia yang terkandung dalam
rokok dapat merusak lapisan dinding koroner. Nikotin berpengaruh pula terhadap syaraf
simpatik dan memacu pengeluaran adrenalin, sehingga jantung berdenyut lebih cepat dan
tekanan darah meningkat. Karbon monooksida yang tersimpan dalam asap rokok akan
menurunkan kapasitas penggangkutan oksigen yang diperlukan jantung karena gas tersebut
memiliki kemampuan jauh lebih kuat untuk menarik/menyerap oksigen sehingga
menggantikan sebagian oksigen dalam hemoglobin. Perokok beresiko mengalami seranggan
jantung karena perubahan sifat keping darah yang cenderung menjadi lengket
(hiperkoagulasi) sehingga memicu terbentuknya gumpalan darah ketika dinding koroner
terkoyak
c. Obesitas
Terdapat saling keterkaitan antara obesitas dengan risiko peningkatan PJK. Data dari
Framingham menunjukkan bahwa apabila setiap individu mempunyai berat badan optimal,
akan terjadi penurunan insiden PJK sebanyak 25 %. Kelebihan berat badan merupakan
potensi untuk gangguan kesehatan. Kelebihan berat badan berisiko untuk terjadinya kadar
kolesterol yang tinggi dan penyakit diabetes mellitus. Kelebihan berat badan juga
mengakibatkan sensitivitas insulin menurun sehingga kadar gula darah yang tidak terkendali
sering terjadi pada orang yang terlalu gemuk. Kelebihan berat badan memaksa jantung
bekerja lebih keras, adanya beban ekstra bagi jantung. Berat badan yang berlebih
menyebabkan bertambahnya volume darah dan perluasan sistem sirkulasi sehingga
berkolerasi terhadap tekanan darah sistolik
Penurunan berat badan diharapkan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki
sensitivitas insulin, pembakaran glukosa dan menurunkan dislipidemia. Hal tersebut
ditempuh dengan cara mengurangi asupan kalori dan menambah aktifitas fisik. Disamping
pemberian daftar komposisi makanan, pasien juga diharapkan untuk berkonsultasi dengan
pakar gizi secara teratur.
d. Hipertensi
Tabel 2.7. Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Klasifikasi tekanan
darah pada orang
dewasa (18 tahun
keatas) Klasifikasi
Normal < 120 <80
PraHipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 >160 >100
Tekanan darah yang terus meningkat dalam jangka waktu panjang akan mengganggu fungsi
endotel, sel-sel pelapis dinding dalam pembuluh darah (termasuk pembuluh koroner).
Disfungsi endotel ini mengawali proses pembentukan kerak yang dapat mempersempit liang
koroner. Pengidap hipertensi beresiko dua kali lipat menderita penyakit jantung koroner.
Resiko jantung menjadi berlipat ganda apabila penderita hipertensi juga menderita DM,
hiperkolesterol, atau terbiasa merokok. Selain itu hipertensi juga dapat menebalkan dinding
bilik kiri jantung yang akhirnya melemahkan fungsi pompa jantung. Resiko PJK secara
langsung berhubungan dengan tekanan darah, untuk setiap penurunan tekanan darah diastolik
sebesar 5mmHg resiko PJK berkurang sekitar 16%
Orang yang mempunyai darah tinggi berisiko mengalami penyakit jantung, ginjal, bahkan
stroke. Hal ini dikarenakan tekanan darah tinggi membuat jantung bekerja dengan berat
sehingga lama kelamaan jantung juga akan kecapaian dan skait. Bahkan jika ada sumbatan di
pembuluh darah koroner jantung maupun pembuluh darah yang lain, tekanan darah tinggi
akan berakibat pada pecahnya pembuluh darah.
e. Diabetes.
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit
pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-laki yang menderita DM resiko PJK 50 %
lebih tinggi daripada orang normal, sedangkan pada perempuaan resikonya menjadi 2 kali
lipat.
Diabetes Mellitus (DM) berpotensi menjadi ancaman terhadap beberapa organ dalam tubuh
termasuk jantung. Keterkaitan diabetes mellitus dengan penyakit jantung sangatlah erat.
Resiko serangan jantung pada penderita DM adalah 2-6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan
orang tanpa DM. Jika seorang penderita DM pernah mengalami serangan jantung, resiko
kematiannya menjadi tiga kali lipat lebih tinggi. Peningkatan kadar gula darah dapat
disebabkan oleh kekurangan insulin dalam tubuh, insulin yang tidak cukup atau tidak bekerja
dengan baik. Penderita diabetes cenderung memiliki pravalensi prematuritas, dan keparahan
arterosklerosis lebih tinggi. Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan secara
bermakna meningkatkan kemungkinan timbulnya arterosklerosis. Diabetes mellitus juga
berkaitan dengan proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah arteri koroner, sintesis
kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid. Peningkatan kadar LDL dan turunnya kadar HDL juga
disebabkan oleh diabetes milletus. Biasanya penyakit jantung koroner terjadi di usia muda
pada penderita diabetes dibanding non diabetes.
f. Kurangnya aktivitas fisik
Ketidakaktifan fisik meningkatkan resiko PJK yang setara dengan hiperlipidemia, merokok,
dan seseorang yang tidak aktif secara fisik memiliki resiko 30%-50% lebih besar mengalami
hipertensi. Aktivitas olahraga teratur dapat menurunkan resiko PJK. Selain meningkatkan
perasaan sehat dan kemampuan untuk mengatasi stres, keuntungan lain olahraga teratur
adalah meningkatkan kadar HDL dan menurunkan kadar LDL. Selain itu, diameter pembuluh
darah jantung tetap terjaga sehingga kesempatan tejadinya pengendapan kolesterol pada
pembuluh darah dapat dihindari
Aktivitas fisik seperti olahraga dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki
kolaterol koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi. Olahraga bermanfaat karena :
1. Dapat membakar lemak-lemak yang berlebihan didalam tubuh. Bila lemak-lemak banyak
yang dibakar, maka pembuluh darah kita akan terbebas dari lemak jahat sehingga
keelastisannya menjadi terjaga. Pembuluh darah yang sehat pada gilirannya juga akan
membuat jantung kita menjadi sehat.
2. Memperbaiki fungsi paru dan pemberian oksigen ke miokard
3. Menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersama-sama dengan
menurunkan LDL kolesterol.
4. Membantu menurunkan tekanan darah
5. Meningkatkan kesegaran jasmani.
g. Perubahan keadaan sosial dan stress.
Penelitian Supargo dkk ( 1981-1985 ) di FKUI menunjukkan orang yang stress 1 1/2 X lebih
besar mendapatkan resiko PJK stress disamping dapat menaikkan tekanan darah juga dapat
meningkatkan kadar kolesterol darah.
h. Diet yang tidak sehat
Makanan memegang peranan penting dalam kaitannya dengan kejadian PJK. Komposisi
kandungan zat-zat gizi dalam makanan dapat berpengaruh terhadap tingginya kadar lemak
dalam darah, terutama makanan mengandung kolesterol yang banyak terdapat pada makanan
tinggi lemak, seperti daging yang mengandung lemak dan jeroan. Mengkonsumsi lemak
tinggi dalam hidangan dapat mempengaruhi kadar lemak darah, berarti mempengaruhi
terjadinya PJK.
Kebiasaan konsumsi lemak erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko
terjadinya PJK. Konsumsi lemak terutama jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis
yang merupakan faktor risiko terjadi PJK. Penurunan konsumsi lemak, terutama lemak dalam
makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh
secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber
dari tanaman dapat menurunkan risiko PJK.
Makanan sehari-hari dapat meningkatkan ataupun menurunkan kadar kolesterol darah.
Makanan orang Amerika rata-rata mengandung lemak jenuh dan kolesterol yang tinggi
seperti daging yang berlemak, susu, es krim, telor, makanan-makanan gorengan, kue kering,
cake yang biasanya akan meningkatkan kadar kolesterol darah. Sedangkan makanan orang
Jepang umumnya berupa nasi, sayur-sayuran, buah-buahan dan ikan sehingga orang Jepang
rata-rata mempunyai kadar kolesterol yang rendah dan angka kejadian PJK lebih rendah bila
dibandingkan orang Amerika. Ini disebabkan karena makanannya sehari-hari rendah lemak,
terutama lemak jenuh yang sangat mempengaruhi peninggian kadar kolesterol darah. Jadi diet
atau susunan makanan merupakan faktor penting yang mempengaruhi tinggi rendahnya
kolesterol darah.

Anda mungkin juga menyukai