Anda di halaman 1dari 31

P R E S E N TA S I K E L O M P O K

THYPOID
IYAN SOLIHIN
YAYA NURCAHYA
ANNA DINASTY OKTAVIENI
MILA NARFIANTI
ENNY SUHARTINI

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PERTAMEDIKA
2020
THYPOID
demam tifoid atau tifus abdominalis adalah suatu
penyakit infeksi akut yang menyerang manusia
khususnya pada saluran pencernaan yaitu pada
usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella typhi yang masuk melalui makanan
atau minuman yang tercemar dan ditandai
dengan demam berkepanjangan lebih dari satu
minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan
lebih diperburuk dengan gangguan penurunan
kesadaran
 
ETIOLOGI
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain
adalah bakteri Gram-negatif, mempunyai flagella, tidak
berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari
oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari
protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari
polisakarida.Mempunyai makromolekular
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar
dari dinding sel dan dinamakan endotoksin.Salmonella
typhi juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang
berkaitan dengan resistensi terhadap multiple
antibiotic (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 178).
M A N I F E S TA S I K L I N I S
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih
ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa.
Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari
jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang
terlama 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama
masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodomal
yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
pusing dan tidak bersamangat kemudian menyusul
gejala klinis sebagai berikut :
1. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama.
2. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali
demam tidak tertangani akan menyebabkan syok,
Stupor dan Koma.
3. Ruam muncul pada hari hari ke 7-10 dan bertahan
selama 2-3 hari.
4. Nyeri kepala, nyeri perut
M A N I F E S TA S I K L I N I S
5. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi.
6. Pusing, bradikardi, nyeri otot, batuk, Epitaksis
7. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepid an
ujung merah serta tremor)
8. Hepatomegaly, splenomegali, meteroismus
9. Gangguan mental berupa samnolen, delirium
atau psikosis
10. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal
terutama pada bayi muda sebagai penyakit
demam akut dengan disertai syok dan hipotermia.
PAT O F I S I O L O G I
Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna,
bersama makanan dan minuman, sabagian besar akan mati oleh
asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup),
kemudian kuman masuk kedalam usus (plag payer) dan
mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia
primer dan mengakibatkan perdangan setempat ( Sondarto,
1996 ), kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan
menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe.
Di organ Retikuloendotel (RES) ini sebagian kuman akan
difagosit dan sebagian yang tidak difagosit akan berkembang
biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke
organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan
peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan
hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus
akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam
remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh
menjadi mudah lelah.
PAT O F I S I O L O G I
Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah
kapiler menyebabkan roseola pada kulit dan lidah hipermi.
Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali.
Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal
(perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra
intestinal (pnemonia, meningitis, kolesistitis,
neuropsikratrik).
Makanan terkontaminasi Salmonela Typhosa

Mulut
 
Masuk asam lambung

Lolos dari asam lambung Di musnahkan oleh asam


lambung
Bakteri masuk
Tidak hidup
Usus halus (mukosa + submukosa)

Pembuluh limfe

Peredaran darah (Bakteremia primer)

Masuk retikulo endotel system


(RES) terutama hati & limpa
PAT H WAY
Di fagosit Tidak di fagosit

Mati

Berkembang biak Masuk aliran darah (Bakteremia sekunder)


di hati & limpa

Pembesaran hati dan limpa Pembuluh darah Usus halus Hipotalamus Hepar
kapiler
Fungsi hati terganggu Peradangan Hipotasplenom
Menekan
Roseola Tidak termoreguler
Hati tidak dapat mengubah Pada kulit hiperemi Endotoksin
zat makanan yang di Malabsorbsi
Hipertermia
absorbsi oleh usus nutrisi
SGOT/SGPT
Hiperperistaltik meningkat
Kebutuhan jaringan akan
nutrisi kurang
Diare mual
Tubuh kelelahan
Gangguan pola eliminasi Intake nutrisi
Intoleransi aktivitas tidak adekuat

Nutrisi kurang dari


Kebutuhan tubuh
KOMPLIKASI

Pada usus halus ( Intestinal )


• Perdarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan
tinja dengan benzidin.
• Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelahnya dan
terjadi pada bagian distal ileum
• Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjdi tanpa
perforasi usus.
KOMPLIKASI

Komplikasi di luar usus (Ekstra Intestinal )

Terjadi karena lokalisasi perdarahan akibat sepsis

(bakteremia), yaitu miningitis, kolesistitis,

ensefalopati, dan lain-lain. Terjadi karena infeksi

sekunder yaitu bronkopnemonia.

 
Pemeriksaan Penunjang

Darah tepi
Terdapat gambaran leukomenia, limfositosis relatif dengan
anesinofilia pada permulaan sakit. Fungsi pemeriksaan
darah tepi berguna untuk membantu menentukan
penyakitnya dengan cepat (adakalanya dilakukan
pemeriksaan sumsum tulang  jarang sekali
Darah untuk kultur (Biakan empedu dan widal)
Biakan empedu basil salmonela typhi di temukan dalam
darah pasien (hasil positif).
Pemeriksaan widal di temukan fiter bernilai 1/200
atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif
Pemeriksaan Penunjang
SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT seringkali meningkat
Pemeriksaan Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap
bakteri Salmonella thypi. Uji widal dimaksudkan untuk
menentukan adanya aglutinin
 
Anti Salmonella Typhi IgG/IgM
Solid phase immunochromatographic untuk deteksi antibodi IgG
dan IgM pada salmonella typhi serum, plasma, atau darah secara
cepat dan kualitatif.
muncul pada hari ke 3 dan 4 terjadinya demam (Nurarif &
Kusuma, 2015, p. 179)
PENATALAKSANAAN
Keperawatan
Tirah baring
Observasi kesadaran
Observasi BAK, defekasi untuk
mengetahui terjadi obstipasi dan retensi
air kemih.
Kolaborasi ( Medis )
Diet : Diberikan bubur saring kemudian
bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai
dengan tingkat kesembuhan pasien.
Obat:
Obat anti mikroba, meliputi :
Kloramfenikol, tiamfenikol, ko-trimasol,
ampisilin dan amoksilin, sekalosporin
generasi ke tiga, flourokinolon.
Obat-obat simptomatik : Antipiretik,
kortikosteroid.
KONSEP KEPERAWATAN
• Identitas
• Dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan, kelompok
umur yang terbanyak adalah diatas 5 tahun. Factor yang
mendukung terjadinya typus abdominalis adalah iklim tropis,
sosial ekonomi yang rendah, sanitasi lingkungan yang kurang
(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 178).
• Keluhan utama
• Demam 39 C pada malam hari dan biasanya turun pada pagi
hari (Muttaqin & Sari, 2011, p. 491)
KONSEP KEPERAWATAN
• Riwayat kesehatan sekarang
• Pasien terinfeksi bakteri salmonella thypi akibat makan
makanan yang tidak higienis. Pasien mengatakan badannya
terasa panas, mual, nyeri di abdomen . Pasien juga tampak
lemah dan pucat serta panas terasa panas diseluruh tubuh
(Wijaya A. S., 2013, p. 175)
• Riwayat kesehatan dahulu
• Riwayat kesehatan keluarga
• Dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita
thypoid (Wijaya A. S., 2013, p. 180)
• Riwayat psikososial dan spiritual
• Pola fungsi kesehatan ( 11 pola Gordon )
• Pola persepsi kesehatan, Pola nutrisi metabolik, pola
eleminasi, pola aktivitas-latihan, pola istirahat dan tidur, pola
kognitif perseptual, pola persepsi diri, pola peran-hubungan,
pola seksualitas-reproduksi, pola koping-toleransi stress, pola
nilai kepercayaan.
Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi
a. Definisi:
Suhu tubuh meningkat diatas rentang tubuh normal
b. Penyebab:
1) Dehidrasi
2) Terpapar lingkungan panas
3) Proses penyakit (mis. infeksi, kanker)
4) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5) Peningkatan laju metabolisme
6) Respon trauma
7) Aktifitas berlebihan
8) Penggunaan incubator
c. Gejala tanda mayor
a) Subjektif: tidak tersedia
b) Objektif: Suhu tubuh diatas nilai normal
 
Diagnosa Keperawatan
d. Gejala dan tanda minor
a) Subjektif: tidak tersedia
b) Objektif: Kulit merah, kejang, takikardi, takipnea, kulit
terasa hangat, kondisi klinis terkait, proses infeksi,
hipertiroid, stroke, dehidrasi, trauma, prematuritas(SDKI,
2017, p. 284)
Diagnosa Keperawatan
2. Defisit Nutrisi
a. Definisi: Asupan Nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme
b. Penyebab
Ketidakmampuan menelan makanan
Ketidakmampuan mencerna makanan
Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
Peningkatan kebutuhan metabolisme
Factor ekonomis (nis. Finansial tidak mencukupi)
Factor psikologis (nis. Stress,keengganan untuk makan)
c. Gejala  dan tanda mayor
a) Subjektif: Tidak tersedia
b) Objektif: Berat badan menurun minimal 10% dibawah
rentang ideal
Diagnosa Keperawatan
d. Gejala dan tanda minor
a) Subjektif
Cepat kenyang setelah makan
Kram/nyeri abdomen
Nafsu makan menurun
b) Objektif
Bising usus hiperaktif
Otot pengunyah lemah
Otot menelan lemah
Membrane mukosa pucat
Sariawan
Serum albumin turun
Rambut rontok berlebihan
Diare (SDKI, 2017, p. 56)
Diagnosa Keperawatan
3. Intoleransi aktivitas
a. Definisi: Ketidakcukupan energi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari
b. Penyebab
• Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
• Tirah baring
• Kelemahan
• Imobilitas
• Gaya hidup monoton
c. Gejala dan tanda mayor
Subjektif: Mengeluh lelah
Objektif : Frekuensi jantung meningkat > 20% dari
kondisi istirahat
 
Diagnosa Keperawatan
d. Gejala dan tanda minor
Subjektif
• Dispnea saat atau setelah aktifitas
• Merasa tidak nyaman setelah beraktifitas
• Merasa lemah
Objektif
• Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
• Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat atau setelah
aktifitas
• Gambaran EKG menunjukan iskemia
• Sianosis

 
Diagnosa Keperawatan
e. Kondisi Klinis Terkait
• Anemia
• Gagal jantung Kongestif
• Penyakit Jantung Koroner
• Penyakit katub jantung
• Aritmia
• Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
• Gangguan metabolic
• Gangguan muskuloskelatal (SDKI, 2017, p. 128)
 
 

 
INTERVENSI
Bayi akan :
• Tidak mengalami gawat
1. Hipertermi
panas, gelisah, atau letargi
• Menggunakan sikap tubuh
Tujuan: Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yang
yang tidak dapat
dibuktika oleh indicator gangguan sebagai berikut (gangguan
ekstrim, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan). mengurangi panas
Kriteria hasil Intervensi
Menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu • Aktifitas keperawatan
Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau meminimalkan • Pantau aktifitas kejang
peningkatan suhu tubuh • Pantau hidrasi (mis. Turgor
Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermia kulit, kelembapan
  membrane mukosa)
• Pantau tekanan darah,
denyut nadi, dan frekuensi
pernapasan
• Kaji ketepatan jenis pakaian
yang digunakan, sesuai
dengan suhu lingkungan
INTERVENSI
• Lepaskan pakaian yang
Penyuluhan untuk pasien/keluarga berlebihan dan tutupi
• Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk pasien dengan selimut saja
• Gunakan waslpa dingin
mencegah dan mengenali secara dini hipertermia (mis.,
stroke bahang dan keletihan akuibat panas) (atau kantong es yang
• Regulasi suhu (NIC) : Ajarkan indikasi keletihan akibat panas dibalut dengan kain) di
dan tindakan kedaruratan yang diperlukan, jika perlu aksila, kening, tengkuk, dan
• Aktifitas kolaboratif lipat paha
• Regulasi suhu (NIC) : Berikan obat antipiretik jika perlu. • Anjurkan asupan cairan
Gunakan matras dingin dan amndi air hangat untuk oral, setidaknya 2 liter
mengatasi gangguan suhu tubuh, jika perlu sehari, dengan tambahan
• Aktifitas  LAIN cairan selama aktifitas yang
  berlebihan atau aktifitas
sedang dalam cuaca panas
• Gunakan kipas yang
 
  berputar diruangan pasien
• Gunakan selimut pendingin
(Wilkinson, 2016, pp. 216-
217)
INTERVENSI
2. Nutrisi, ketidakseimbangan : kurang dari
kebutuhan tubuh
a. Tujuan: Memperlihatkan status nutrisi yang dibktikan oleh
indicator sebagai berikut (gangguan ekstrim berat, sedang,
ringan, atau tidak ada penyimpangan dari rentan normal)
b. Kriteria hasil
• Mempertahankan berat badan
• Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
• Mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet
• Menoleransi diet yang dianjurkan
• Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam
batas normal
• Memiliki nilai laboratorium (mis. Transferrin, albumin,
elektrolit) dalam batas normal
• Melaporkan tingkat energy yang adekuat

 
 
INTERVENSI
2. Nutrisi, ketidakseimbangan : kurang dari
kebutuhan tubuh
a) Aktifitas Keperawatan c) Aktifitas kolaboratif
• Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan • Diskusikan dengan ahli gizi dalam
menentukan kebutuhan protein
makan
pasien yang mengalami
• Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan
ketidakadekuatan asupan protein atau
nutrisi kehilangan protein (mis., pasien
• Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin, anoreksia nervosa, penyakit
dan elektrolit glomerular atau dialysis peritoneal)
• Menejemen nutrisi (NIC) : • Diskusikan dengan dokter kebutuhan
• Ketahui makanan kesukaan pasien stimulasi nafsu makan, makanan
• Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan lengkap, pemberian makanan melalui
• Timbang pasien pada interval yang tepat selang, atau nutrisi parental total agar
asupan kalori yang adekuat dapat
b) Penyuluhan untuk pasien dipertahankan
• Ajarkan metode untuk perencanaan makan • Rujuk ke dokter untuk menentukan
• Ajarkan pasien/keluarga tentang makanan bergizi dan tidak penyebab gangguan nutrisi
mahal • Rujuk ke program gizi dikomunitas
• Menejemen nutrisi (NIC) : berikan informasi yang tepat yang tepat, jika pasien tidak dapat
tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya membeli atau menyiapkan makanan
yang adekuat
 
 
INTERVENSI
Intoleransi aktifitas
Tujuan: Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, yang
dibuktikan oleh toleransi aktifitas, ketahana,
penghematan energy, tingkat kelelahan, energy • Mengungkapkan secara
psikomotorik, istirahat dan perawatan diri : AKS (dan verbal pengalaman
AKSI)
tentang kebutuhan
Kriteria Hasil:
• Mengidentifikasi aktifitas atau situasi yang oksigen, obat dan
menimbulkan kecemasan yang dapat mengakibatkan peralatan yang dapat
intoleran aktivitas meningkatkan toleransi
•   Berpartisipasi dalam aktifitas fisik yang dibutuhkan pada aktifitas
  dengan peningkatan denyut jantung, frekuensi • Menampilkan aktifitas
pernapasan, dan tekanan darah serta memantau pola kehidupan sehari-hari
dalam batas normal (AKS) dengan beberapa
• Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktifitas bantuan (mis. Eliminasi
(uraikan tingkat yang diharapkan dari daftar pada
dengan bantuan ambulasi
saran penggunaan)
untuk ke kamar mandi)
INTERVENSI b) Penyuluhan untuk pasien
• Penggunaan teknik napas terkontrol
Intervensi selama aktifitas jika perlu
a)Aktifitas keperawatan • Mengenali tanda dan gejala
• Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari intoleran aktifitas, termasuk kondisi
tempat tidur, berdiri, ambulasi dan melakukan AKS dan yang perlu dilaporkan pada dokter
AKSI • Pentingnya nutrisi yang baik
• Kaji respon emosi, social, dan spiritual terhadap aktifitas • Penggunaan peralatan, seperti
• Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan oksigen selama aktifitas
aktivitas • Penggunaan teknik relaksasi (mis.,
• Manajemen Energi (NIC) : Tentukan penyebab keletihan distraksi, visualisasi) selama aktifitas
(mis., perawatan, nyeri dan pengobatan), Pantau respon • Dampak intoleransi aktifitas
kardiorespiratori terhadap aktifitas (mis., takikardia, terhadap tanggung jawab peran
distribmia lain, dispenia, diaphoresis, pucat, tekanan dalam keluarga dan tempat kerja
hemodinamik dan frekuensi pernapasan) • Tindakan untuk menghemat energy
sebagai contoh : menyimpan alat
atau benda yang sering digunakan di
  tempat yang mudah terjangkau
 
INTERVENSI
c) Aktifitas kolaboratif
• Pantau TTV sebelum,
• Berikan pengobatan nyeri sebelum aktifitas apabila nyeri
selama, sesudah aktifitas;
merupakan salah satu factor penyebab
• Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik (mis., untuk hentikan jika TTV tidak
dalam rentang normal
latihan ketahanan), atau rekreasi untuk metencanakan dan
bagi pasien atau jika ada
memantau program aktifitas jika perlu
• Rujuk pasien ke pelayanan kesehatan rumah untuk tanda-tanda bahwa
aktifitas tidak dapat
mendapatkan bantuan perawatan rumah jika perlu
• Rujuk pasien ke ahli gizi untuk perencanaan diet, guna ditoleransi (mis.,nyeri
dada, pucat, vertigo,
meningkatkan asupan makanan yang kaya energy
dyspnea)
Aktivitas lain
• Rencanakan aktivitas
• Hindari menjadwalkan aktifitas perawatan selama periode
bersaama pasien dan
istirahat
• Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, keluarga yang
meningkatkan
bersanndar, duduk, berdiri, dan ambulasi sesuai toleransi
kemandirian dan
ketahanan (Wilkinson,
2016, pp. 15-18)

 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Gangguan Gastrointestinal.
Jakarta: Salemba medika.
Nugroho, T. (2011). Asuhan Keperawatan Matrnitas, Anak,
Bedah, dan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan
Keperwatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA JILID 1.
Yogyakarta: Medi Action.
SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional  
Indonesia.
Wijaya, A. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Wilkinson, J. (2016). Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Jakarta: EGC.
 thanks you !!!

Anda mungkin juga menyukai