Dzikra (1713060261) Tugas Aspek Hukum Dalam Bisnis
Dzikra (1713060261) Tugas Aspek Hukum Dalam Bisnis
Nim : 1713060261
Lokal : Eksya A
Tugas : Aspek Hukum dalam Bisnis
Dosen : Aslan Deri Ichsandi SH.,MH
HUKUM PERJANJIAN
(KONTRAK BISNIS)
Pengertian perjanjian
Menurut pasal 1313 KUHPerdata suatu perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan nama suatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih.
Menurut Sudikno Mertokusumo perjanjian adalah hubungan hukum antara
dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hukum.
Menurut Rutten menurutnya perjanjian adalah perbuatan yang tidak sesuai
dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada tergantung
dari persesuaian kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk
timbulnya akibat hukum dari kepentingan salah satu pihak atas beban pihak
lain.
Menurut prof R. Setiawan
perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih.
Menurut Abdulkadir
perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih
saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta
kekayaan
Menurut Van Dunne perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua
pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hukum.
Jadi perjanjian adalah suatu kesepakatan antara dua orang atau lebih dimana
seseorang itu terikat oleh suatu perbuatan hukum.
Subyek dan obyek perjanjian
A. Subyek perjanjian
1. Subjek perjanjian berupa manusia (orang)
R.Subekti berpendapat yang dikatakan subjek perjanjian adalah:
• Yang membuat perjanjian (orang) sudah cakap atau sanggup melakukan
perbuatan hukum tersebut.
• Para pihak yang membuat perjanjian harus melaksanakan perjanjian
dengan dasar kebebasan menentukan kehendaknya.
2. Badan hukum
Badan hukum adalah badan-badan perkumpulan dari orang-orang yang
diciptakan oleh hukum.
Badan hukum dibedakan menjadi dua:
a) Badan hukum publik
Badan hukum publik adalah badan hukum yang didirikan secara publik
Dimana tujuan pendiriannya untuk kepentingan publik atau orang banyak.
b) Badan hukum privat
Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang mana
didirikan untuk kepentingan orang yang ada didalam badan hukum itu sendiri.
B. Objek perjanjian
Objek perjanjian antara lain:
1) Barang yang dapat diperdagangkan (pasal 1332 KUH Perdata)
2) Barang yang dapat ditentukan jenisnya (pasal 1333 KUH Perdata)
3) Barang-barang yang akan ada dikemudian hari (pasal 1334 ayat (2) KUH
Perdata).
Subekti menambahkan terkait objek perjanjian:
4) Yang telah dijanjikan para pihak harus jelas agar dapat menentukan hak dan
kewajiban para pihak.
5) Yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan Undang-Undang ketentuan
umum, kesusilaan.
Azas-azas dalam hukum perjanjian
A. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)
Asas kebebasan berkontrak diatur dalam pasal 1338 KUHPerdat, yang
menyebutkan: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas ini merupakan suatu asas
yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
Membuat atau tidak membuat perjanjian
Mengadakan perjanjian dengan siapa pun
Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya
Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan, serta
Menentukan sistem hukum manakah yang dipilih para pihak jika terjadi
sengketa.
B. Asas konsensualisme (concensualism)
Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Asas ini
merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak
diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua
belah pihak.
C. Asas kepastin hukum (pacta sunt servanda)
Asas kepastian hukum merupakan asas yang berhubungan dengan akibat
perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak
ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak,
sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.
D. Asas itikad baik (good faith)
Asas itikad baik tercantum dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang
berbunyi: “ perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Asas ini
merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang
teguh maupun kemauan baik dari para pihak.
E. Asas kepribadian (personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang
akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja.
Syarat-syarat syahnya perjanjian
Agar suatu perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian
harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan daam pasal 1320
KUHPerdata antara lain sebagai berikut:
1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya: kata sepakat berarti perjanjian
tidak boleh disebabkan karena adanya kekhilafan mengenai hakekat barang
yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan menegenai diri pihak
lawannya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang
tersebut, termasuk adanya paksaan dimana seseorang melakukan perbuatan
karena takut ancaman (Pasal 1324 KUHPerdata).
2. Cakap untuk membuat perikatan ; kata cakap dalam hal ini bahwa para pihak
telah dewasa, tidak dibawah pengawasan karena perilaku yang tidak stabil
dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu
perjanjian.
Menurut Pasal 1330 KUHPerdata, termasuk orang-orang yang tidak cakap
untuk membuat perikatan adalah:
Orang-orang yang belum dewasa
Mereka yang ditaruh dibawah pengampunan
Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh
undang-undang , dan pada umumnya semua orang kepada siapa
undang-undang telah melarang membuat perjanjian tertentu.
3. suatu hal tertentu; perjanjian harus harus menentukan jenis objek
yang diperjanjikan, jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum.
4. Suatu sebab atau causa yang halal. Sahnya causa dari suatu
persetujuan ditentukan pada saat perjanjian itu dibuat. Perjanjian
tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain
oleh undang-undang.
1. Ketentuan umum
wanprestasi berasal dari bahasa belanda yang artinya prestasi buruk, yang
menurut kamus hukum wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cedera janji, dan
tidak menepati janji dan perjanjian.
Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena
kesalahan debitur, baik karena kesengajaan atau kelalaian.
Menurut J. Satrio, Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana debitur tidak
memenuhi janjinya.
Menurut Yahya Hararap, wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak
tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga
menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar
ganti rugi.
Pada prinsipnya wanprestasi berarti tidak melakukan apa-apa yang menjadi
unsur prestasi, konkretnya dapat dirumuskan sebagai berikut:
• Berbuat sesuatu
• Tidak berbuat sesuatu; dan
• Menyerahkan sesuatu
2. Bentuk-bentuk wanprestasi
• Tidak melaksanakan prestasi sama sekali
• Melaksanakantetapi tidak tepat waktu atau terlambat dari yang
diperjanjikan sebelumnya
• Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan;
• Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
3. Tata cara menyatakan debitur wanprestasi
Disamping debitur harus menanggung akibat hukum dan sanksi yang diberikan
sebagaimana tersebut, maka berdasarkan pasal 1276 KUHPerdata terdapat lima
opsi yang dapat dilakukan oleh kreditur dalam menghadapi debitur wanprestasi ,
sebagai berikut:
a. Memenuhi / melaksanakan perjanjian
b. Memenuhi perjanjian disertai keharusan membayar ganti rugi
c. Membayar ganti rugi
d. Membatalkan perjanjian; dan
e. Membatalkan perjanjian disertai dengan ganti rugi.
Sekian terima kasih