Anda di halaman 1dari 43

ABORTUS

 Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan


pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar uterus.
 Abortus adalah pengakhiran kehamilan
sebelum janin mencapai berat 500 gram
atau kurang dari 20 minggu.

Sarwono 2002, 302-312


Jenis abortus:
 Abortus spontan

adalah abortus yang berlangsung tanpa


tindakan.
 Abortus buatan

adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia


20 minggu akibat tindakan.
 Abortus terapeutik

adalah abortus buatan yang dilakukan atas


indikasi medik.
 Frekuensi abortus sukar ditentukan
karena abortus buatan banyak tidak
dilaporkan, kecuali bila terjadi komplikasi.
Juga karena sebagian abortus spontan
hanya disertai gejala dan tanda ringan
sehingga pertolongan medik tidak
diperlukan.
 Frekuensi abortus spontan berkisar 10-
15%.
Etiologi:
 Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
disebabkan oleh faktor kelainan
kromosom, lingkungan kurang sempurna
(endometrium kurang baik), pengaruh dari
luar (radiasi, virus, obat).
 Kelainan pada plasenta
 Penyakit ibu
 Kelainan traktus genitalis
(retroversio uteri, mioma uteri, serviks
inkompeten).
Diagnosis:
 Abortus harus diduga bila seorang wanita
dalam masa reproduksi mengeluh ada
perdarahan pervaginam setelah terlambat
haid, sering pula disertai rasa mules.
 Pemeriksaan fisik untuk menentukan adanya
kehamilan muda, melihat adanya perdarahan,
pembukaan serviks dan jaringan di mulut
rahim.
 Tes kehamilan.
 USG.
Diagnosis banding:
 KET (Kehamilan Ektopik Terganggu)
 Mola hidatidosa
 Kehamilan dengan kelainan pada serviks
(karsinoma servisis uteri, polip serviks,
dll)
Pembagian abortus secara klinik:
 Abortus imminens  Abortus servikalis
 Abortus insipiens  Missed abortion
 Abortus inkompletus  Abortus habitualis
 Abortus kompletus  Abortus infeksiosa
 Abortus septik
Abortus imminens:
 Perdarahan dari uterus pada kehamilan
kurang dari 20 minggu, disertai mules
sedikit atau tidak sama sekali
 Hasil konsepsi masih di dalam uterus
 Tanpa adanya dilatasi serviks
 Istirahat baring merupakan unsur penting
dalam pengobatan, karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah
ke uterus dan berkurangnya rangsang
mekanik.
Abortus insipiens:
 Perdarahan uterus pada kehamilan kurang
dari 20 minggu dengan adanya dilatasi
serviks, tetapi hasil konsepsi masih
dalam uterus.
 Rasa mules menjadi lebih sering dan kuat,
perdarahan bertambah.
 Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilakukan
dengan kuret vakum atau dengan cunam
ovum, disusul dengan kerokan.
Abortus inkompletus:
 Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan kurang dari 20 minggu dengan masih
ada sisa tertinggal dalam uterus.
 Kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat
diraba dalam kavum uteri atau kadang sudah
menonjol dari OUE (ostium uteri eksternum).
 Perdarahan dapat banyak sekali dan tidak akan
berhenti sebelum sisa hasil konsepsi
dikeluarkan.
 Dilakukan penanganan bila syok, setelah itu
dilakukan kuretase.
Abortus kompletus:
 Semua hasil konsepsi sudah keluar.
 Perdarahan sedikit, ostium uteri telah
menutup, dan uterus sudah banyak
mengecil.
 Tidak memerlukan pengobatan khusus.
Abortus servikalis:
 Keluarnya hasil konsepsi dari uterus
dihalangi OUE yang tidak membuka,
sehingga semuanya terkumpul dalam
kanalis servikalis dan serviks uteri menjadi
besar dengan dinding menipis.
 Dilakukan dilatasi serviks dengan busi
Hegar dan kuretase untuk mengeluarkan
hasil konsepsi.
Missed abortion:
 Kematian janin berusia sebelum 20
minggu, tetapi janin mati itu tidak
dikeluarkan selama 8 minggu atau
lebih.
 Missed abortion kadang disertai gangguan
pembekuan darah karena
hipofibrinogenemia.
Abortus habitualis:
 Adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali
atau lebih berturut-turut.
 Etiologi pada dasarnya sama dengan
penyebab abortus spontan.
 Abortus habitualis yang terjadi dalam
triwulan kedua dapat disebabkan
disebabkan serviks inkompeten (serviks
tidak sanggup terus menutup, melainkan
perlahan-lahan membuka).
Abortus infeksiosa / Abortus septik:
 Abortus infeksiosa dalah abortus yang
disertai infeksi pada genitalia.
 Abortus septik adalah abortus infeksiosa
yang berat disertai penyebaran kuman atau
toksin ke dalam peredaran darah atau
peritoneum.
 Biasanya terjadi pada abortus inkompletus
dan lebih sering pada abortus buatan yang
dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan
antisepsis.
Komplikasi abortus:
 Perdarahan
 Perforasi

dapat terjadi pada saat kuretase terutama


pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi.
 Infeksi
 Syok

bisa terjadi karena perdarahan (Syok


Hemoragik) dan karena infeksi berat (Syok
Septik).
 Kehamilan ektopik terjadi bila ovum yang
dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar
endometrium kavum uteri.
 Kehamilan ektopik tidak sinonim dengan
kehamilan ekstrauterin (hamil di luar
kandungan).
 Kehamilan intrauterin dapat ditemukan
bersamaan dengan kehamilan
ekstrauterin.
 Sebagian besar KE berlokasi di tuba:
- kehamilan pars interstisialis tuba
- kehamilan pars ismika tuba
- kehamilan pars ampularis tuba
- kehamilan infundibulum tuba.
 Kehamilan Ektopik di luar tuba:

- kehamilan ovarial
- kehamilan intraligamenter
- kehamilan servikal
- kehamilan abdominal.
Gambaran klinik:
 Kehamilan tuba yang belum terganggu
gejalanya tidak khas.
 Biasanya penderita menunjukkan gejala-
gejala hamil muda, dan mungkin merasa
nyeri sedikit di perut bagian bawah.
Gambaran klinik KET:
 Nyeri merupakan keluhan utama.
 Perdarahan pervaginam  anemis.
 Amenorea.
 Nyeri goyang serviks uteri.
 Kavum Douglas menonjol dan nyeri pada
perabaan.
 Teraba tumor di samping uterus dengan
konsistensi agak lunak.
 KET sangat bervariasi, dari yang klasik
dengan gejala perdarahan mendadak
intraabdomen dan ditandai akut
abdomen, sampai gejala-gejala yang
samar sehingga sukar membuat
diagnosis.
Diagnosis:
 Pemeriksaan umum
 Pemeriksaan ginekologik
 Pemeriksaan laboratorium
 Dilatasi dan kuretase
 Kuldosentesis
 USG
 Laparoskopi
Diagnosis banding:
 Infeksi pelvik
 Abortus imminens atau Abortus insipiens
 Ruptur korpus luteum
 Torsi kista ovarium
 Apendisitis
Penatalaksanaan:

LAPAROTOMI

 Salfingektomi
 Salfingo-oovorektomi
 Reanastomosis tuba
MOLA HIDATIDOSA
 Suatu kehamilan yang berkembang tidak
wajar dimana tidak ditemukan janin dan
hampir seluruh villi korialis mengalami
perubahan hidropik.
 Bila seperti tersebut di atas disebut
Complete Mole, sedangkan bila disertai
janin atau bagian dari janin disebut Mola
Parsialis atau Partial Mole.

Sarwono 2002, 342-354


 Makroskopik:
Berupa gelembung-gelembung putih, tembus
pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran
bervariasi dari beberapa milimeter sampai satu
atau dua sentimeter.

 Mikroskopik:
Edema stroma villi, tidak ada pembuluh darah
pada villi dan proliferasi sel trofoblas.
Sedangkan gambaran sitogenetik umumnya
XX46.
Gejala-gejala dan penyulit:
 Keluhan kehamilan sering lebih hebat.
 Perkembangannya lebih pesat, sehingga
umumnya besar uterus lebih besar dari
umur kehamilan.
 Perdarahan biasanya terjadi antara bulan
pertama sampai ketujuh dengan rata-rata
12-14 minggu. Sifatnya bisa intermiten,
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak
sehingga menyebabkan syok dan
kematian.
 Bisa disertai preeklampsia (eklampsia)
yang biasanya terjadi lebih muda daripada
kehamilan biasa.
 Tirotoksikosis.

Berhubungan erat dengan besarnya


uterus, makin besar uterus makin besar
kemungkinan terjadi tirotoksikosis.
Prognosisnya lebih buruk, baik untuk
terjadi kematian maupun keganasan.
 Emboli sel trofoblas ke paru-paru, bisa
menyebabkan kematian.
 Kista lutein sering menyertai mola, baik
unilateral maupun bilateral. Biasanya
segera menghilang setelah jaringan mola
dikeluarkan. Risiko untuk menjadi ganas 4
kali lebih besar dibandingkan mola tanpa
kista.
Diagnosis:
 Harus dicurigai mola bila amenorea,
perdarahan pervaginam, uterus yang lebih
besar dari tuanya kehamilan dan tidak
ditemukan tanda pasti kehamilan
(misalnya balotemen dan DJJ).
 Pemeriksaan kadar HCG (human chorionic
gonadotropin) meningkat.
 Pemeriksaan foto abdomen.
 Biopsi transplasental.
 Pemeriksaan dengan sonde uterus yang
diputar menurut Wiknjosastro.
 Pemeriksaan USG, menunjukkan
gambaran yang khas seperti badai salju
(snow flake pattern).
 Diagnosis yang paling tepat bila kita telah
melihat gelembung mola.
Penatalaksanaan (4 tahap):
 Perbaikan keadaan umum
 Pengeluaran jaringan mola
 Terapi profilaksis dengan sitostatika
 Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)
Perbaikan keadaan umum:
 Transfusi darah
 Preeklampsia seperti pada kehamilan
biasa
 Tirotoksikosis diobati sesuai dengan
protokol bagian Penyakit Dalam.
Pengeluaran jaringan mola, ada 2 cara:
 Vakum kuretase (kuret hisap)
setelah keadaan umum diperbaiki
dilakukan vakum kuretase, dilanjutkan
dengan sendok kuret biasa yang tumpul.
 Histerektomi
dilakukan pada wanita yang telah cukup
umur dan cukup mempunyai anak (umur
35 tahun dengan tiga anak hidup),
karena umur tua dan paritas tinggi
merupakan faktor predisposisi keganasan.
Terapi profilaksis dengan sitostatika
diberikan pada :
 Kasus mola dengan risiko tinggi akan
terjadinya keganasan yang menolak untuk
dilakukan histerektomi.
 Kasus mola dengan hasil histopatologi
yang mencurigakan.
Pemeriksaan tindak lanjut:
 Perlu dilakukan mengingat adanya
kemungkinan keganasan setelah mola.
 Lama pengawasan antara satu atau dua
tahun.
 Pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu
agar tidak mengacaukan pemeriksaan.
Prognosis:
 Kematian di negara maju tidak ada lagi, di
negara berkembang antara 2,2% sampai 5,7%.
 Keganasan terjadi sekitar 5,56%.
 Keganasan bisa terjadi antara 7 hari sampai 3
tahun pasca mola, tetapi paling banyak dalam 6
bulan pertama.
 Kejadian mola berulang agak jarang (penelitian
di Bandung hanya 4 dari 323 kasus atau
1,23%).
Penyebab kematian pada mola
hidatidosa:
 Perdarahan
 Infeksi
 Eklampsia
 Payah jantung
 Tirotoksikosis
 Emboli paru

Anda mungkin juga menyukai