Anda di halaman 1dari 23

KEPERAWATAN JIWA PADA SITUASI

BENCANA

OLEH :
HERNA ALIFIANI
BENCANA
• BENCANA ADALAH PERISTIWA ATAU KEJADIAN PADA SUATU DAERAH YANG
MENGAKIBATKAN KERUSAKAN EKOLOGI, KERUGIAN KEHIDUPAN MANUSIA, SERTA
MEMBURUKNYA KESEHATAN DAN PELAYANAN KESEHATAN YANG BERMAKNA SEHINGGA
MEMERLUKAN BANTUAN LUAR BIASA DARI PIHAK LUAR (DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA, 2001)

• BENCANA ALAM ADALAH BENCANA YANG DIAKIBATKAN OLEH PERISTIWA ATAU


SERANGKAIAN PERISTIWA YANG DISEBABKAN OLEH ALAM ANTARA LAIN BERUPA GEMPA
BUMI, TSUNAMI, GUNUNG MELETUS, BANJIR, KEKERINGAN, ANGIN TOPAN, DAN TANAH
LONGSOR. BENCANA NONALAM ADALAH BENCANA YANG DIAKIBATKAN OLEH PERISTIWA
ATAU RANGKAIANPERISTIWA NONALAM YANG ANTARA LAIN BERUPA GAGAL TEKNOLOGI,
GAGAL MODERNISASI, EPIDEMI, DAN WABAH PENYAKIT
JENIS-JENIS BENCANA

• BENCANA ALAM
• BENCANA ULAH MANUSIA

USEP SOLEHUDIN (2005)

3
DAMPAK BENCANA

• BENCANA MENGAKIBATKAN KERUSAKAN DI BERBAGAI BIDANG.


• MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NO.21 TH.2008 BENCANA DAPAT MENGAKIBATKAN
TIMBULNYA  KORBAN JIWA MANUSIA, KERUSAKAN LINGKUNGAN, KERUGIAN HARTA BENDA, DAN
DAMPAK PSIKOLOGIS.
• DAMPAK PSIKOLOGIS BENCANA SECARA UMUM PADA MASYARAKAT ADALAH KEHILANGAN (LOSS),
STRESS, DAN TRAUMA YANG MEMPENGARUHI CARA COPING DAN BEHAVIORAL OUTCOME LAINNYA.
• ADA KAITAN YG SANGAT ERAT ANTARA KEJADIAN/EVENT SOSIAL DENGAN KEADAAN PSIKOLOGIS
SESEORANG/KELOMPOK DALAM LINGKUP BENCANA, DIMANA BENCANA TIDAK SAJA BERDAMPAK
PADA 1 ORANG TAPI JUGA SELURUH KOMUNITAS (VIEMILAWATI, 2009)    
TIGA FASE TERJADI BENCANA MENURUT
BARBARA SANTAMARIA (1995)

Fase Pre- Fase Fase post


Impact impact impact
Merupakan warning

Merupakan fase
● Merupakan saat

phase, tahap awal dimulainya perbaikan dan


terjadinya klimaks dari
penyembuhan dari fase
dari bencana. bencana. Inilah saat-saat
darurat, juga tahap di
Informasi didapat dimana manusia sekuat mana masyarakat mulai
dari badan satelit dan tenaga mencoba untuk berusaha kembali pada
meteorologi cuaca bertahan hidup (survive) fungsi komunitas normal.
PELAYANAN KESEHATAN JIWA
Pos Kesehatan : Hari Ke 2 Pasca Gempa
Kasus Jiwa Ringan
Metode : Penyuluhan, Bimbingan dan Konseling
Kelompok Besar ( > 20 orang )
Kelompok Kecil ( 5 – 20 orang )
Konseling Perorangan

Rumah Sakit Rujukan : Sesuai kondisi jiwa korban Pasca Gempa


Kasus Jiwa Berat / Gangguan Jiwa
Tidak ada perbaikan setelah 3 minggu
Metode : Psikoterapi, Medikamentosa
Penanganan Kesehatan Jiwa

FASE KEDARURATAN AKUT , Intervensi masalah psikososial dini dilakukan bersama


dengan tim lain yang terkait dimulai setelah 48 jam kejadian bencana.
Intervensi kesehatan jiwa :

 Menangani keluhan psikiatrik yang mendesak (misalnya keadaan yang membahayakan diri sendiri
atau orang lain, psikosis, depresi berat, mania, epilepsi) di pos kesehatan.

 Melaksanakan prinsip 'pertolongan pertama pada kelainan psikologik akut' yaitu, mendengarkan,
menyatakan keprihatinan, menilai kebutuhan, tidak memaksa berbicara, menyediakan atau
mengerahkan pendamping dari keluarga atau orang yang dekat, melindungi dari cedera lebih lanjut.

 Tidak dianjurkan untuk memaksa orang untuk berbagi pengalaman pribadi melebihi yang akan
dilakukan secara alami.
FASE REKONSOLIDASI

 Melanjutkan Intervensi sosial yang relevan

 Mengorganisasi kegiatan Psikoedukasi yang menjangkau ke masyarakat untuk memberi pendidikan


tentang ketersediaan pilihan pelayanan kesehatan jiwa. Dilakukan tidak lebih awal dari 4 minggu
setelah fase akut.

 Mendorong dilakukannya cara Coping mechanism yang positif yang sudah ada sebelumnya.

 Melatih petugas kemanusiaan lain dan pemuka masyarakat (misalnya kepala desa, guru dll.)
dalam ketrampilan inti perawatan psikologik (seperti 'pertolongan pertama psikologik', dukungan
emosional, menyediakan informasi, penenteraman yang simpatik, pengenalan masalah kesehatan
mental utama) untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan masyarakat dan untuk merujuk orang
ke puskesmas jika diperlukan.
 Melatih dan mensupervisi petugas pelayanan kesehatan dasar dalam pengetahuan dan ketrampilan
dasar kesehatan jiwa

 Menjamin kesinambungan medikasi pasien psikiatrik yang mungkin tidak mempunyai akses
terhadap medikasi selama fase kedaruratan akut.

 Melatih dan mensupervisi petugas masyarakat (misalnya petugas bantuan, konselor) untuk membantu
petugas Pelayanan kesehatan dasar yang beban kerjanya berat. Petugas masyarakat dapat terdiri dari
relawan, paraprofesional, atau profesional, tergantung keadaan. Melatih ketrampilan inti: penilaian
persepsi individual, keluarga dan kelompok tentang masalah yang dihadapi, pertolongan pertama
psikologik, menyediakan dukungan emosional, konseling perkabungan (grief counseling), manajemen
stres, 'konseling pemecahan masalah', memobilisasi sumber daya keluarga dan masyarakat serta
rujukan.

 Bekerja sama dengan penyembuh tradisional (traditional healers) jika mungkin. Dalam beberapa
keadaan, dimungkinkan kerja sama antara praktisi tradisional dan kedokteran.
PERLINDUNGAN KELOMPOK RENTAN SAAT
BENCANA

• ANAK
• PEREMPUAN KHUSUSNYA PEREMPUAN HAMIL DAN MENYUSUI
• PENYANDANG CACAT DAN PARA LANJUT USIA
DAMPAK PSIKOLOGIS AKIBAT BENCANA
DIKATEGORIKAN MENJADI TIGA, YAITU :
1. DISTRES PSIKOLOGIS RINGAN
CEMAS, PANIK, TERLALU WASPADA; TERJADI NATURAL RECOVERY DALAM
HITUNGAN HARI/MINGGU, TIDAK BUTUH INTERVENSI SPESIFIK; TAMPAK PADA
SEBAGIAN BESAR SURVIVOR
2. DISTRES PSIKOLOGIS SEDANG 
CEMAS MENYELURUH, MENARIK DIRI, GANGGUAN EMOSI; NATURAL
RECOVERY DALAM WAKTU YG RELATIF LEBIH LAMA; DAPAT BERKEMBANG
MENJADI GANGGUAN MENTAL DAN TINGKAH LAKU YANG BERAT; BUTUH
DUKUNGAN PSIKOSOSIAL UNTUK NATURAL RECOVERY
3. GANGGUAN TINGKAH LAKU DAN MENTAL YANG BERAT 
GANGGUAN MENTAL KARENA TRAUMA ATAU STRESS SEPERTI PTSD (POST-
TRAUMATIC STRESS DISORDER), DEPRESI, CEMAS MENYELURUH, FOBIA, DAN
GANGGUAN DISOSIASI; JIKA TIDAK DILAKUKAN INTERVENSI SISTEMIK AKAN
MUDAH MENYEBAR; BUTUH DUKUNGAN MENTAL DAN PENANGANAN
OLEH MENTAL HEALTH PROFESSIONAL
DALAM MENANGANI DAMPAK BENCANA
TERHADAP ASPEK KESEHATAN MENTAL
DIPERLUKAN DUA INTERVENSI UTAMA, YAITU :
1. INTERVENSI SOSIAL
TERSEDIANYA AKSES TERHADAP INFORMASI YANG BISA DIPERCAYA DAN TERUS MENERUS
MENGENAI BENCANA DAN UPAYA-UPAYA YANG BERKAITAN, MEMELIHARA BUDAYA DAN
ACARA-ACARA KEAGAMAAN SEPERTI UPACARA PEMAKAMAN, TERSEDIANYA AKSES
SEKOLAH DAN AKTIVITAS REKREASI NORMAL UNTUK ANAK-ANAK DAN REMAJA,
PARTISIPASI DALAM KOMUNITAS UNTUK ORANG DEWASA DAN REMAJA, KETERLIBATAN
JARINGAN SOSIAL UNTUK ORANG YG TERISOLASI SEPERTI ANAK YATIM PIATU, BERSATUNYA
KEMBALI KELUARGA YANG TERPISAH, SHELTER DAN ORGANISASI KOMUNITAS UNTUK YANG
TIDAK PUNYA  TEMPAT TINGGAL, KETERLIBATAN KOMUNITAS DALAM KEGIATAN
KEAGAMAAN DAN FASILITAS MASYARAKAT LAINNYA.
2. INTERVENSI PSIKOLOGIS DAN PSIKIATRIK
TERPENUHINYA AKSES UNTUK PERTOLONGAN PERTAMA PSIKOLOGIS PADA
PELAYANAN KESEHATAN DAN DI KOMUNITAS UNTUK ORANG-ORANG YANG
MENGALAMI DISTRESS MENTAL AKUT, TERSEDIANYA PELAYANAN UNTUK
KELUHAN PSIKIATRIK DI SISTEM PELAYANAN KESEHATAN PRIMER,
PENANGANAN YANG BERKELANJUTAN UNTUK INDIVIDU DENGAN GANGGUAN
PSIKIATRIK YANG SUDAH ADA SEBELUMNYA, PEMBERHENTIAN MEDIKASI
TIBA-TIBA HARUS DIHINDARI, PERLU DIBUAT PERENCANAAN UNTUK
INTERVENSI PSIKOLOGIS BERBASIS KOMUNITAS PASCA BENCANA.
MENGENALI TANDA DAN GEJALA TRAUMA
SETELAH BENCANA :
SECARA GARIS BESAR, ADA TIGA TANDA-TANDA UMUM YANG SERING TERLIHAT
PADA ORANG YANG MENDERITA TRAUMA:
1. MENGALAMI ULANG PERISTIWA TRAUMATIK.
• KORBAN TRAUMA SERING MENGALAMI KESULITAN BERKONSENTRASI, KARENA
MEREKA TERGANGGU OLEH PIKIRAN BERULANG ATAU GAMBAR DARI PERISTIWA
TRAUMATIK.
• MEREKA MUNGKIN MERASA DAN BERTINDAK GELISAH ATAU TERTEKAN BILA
TERKENA SESUATU YANG MENGINGATKAN MEREKA TENTANG TRAGEDI ITU.
• KADANG-KADANG, MEREKA BERBICARA TENTANG PERISTIWA MASA LALU SEOLAH-
OLAH ITU MASIH TERJADI DI MASA SEKARANG, SEOLAH-OLAH MEREKA MELIHATNYA
DARI DEKAT DAN TEPAT DI DEPAN MATA MEREKA.
• PADA ANAK-ANAK, REEXPERIENCING MUNGKIN DATANG DALAM BENTUK MIMPI
BURUK PERSISTEN YANG TIDAK DAPAT DIJELASKAN DAN HARI MENGOMPOL SETELAH
ACARA TELAH TERJADI, ATAU TERUS-MENERUS, KELUHAN FISIK YANG TIDAK DAPAT
DIJELASKAN (SEPERTI SAKIT PERUT, PUSING, DAN SAKIT KEPALA YANG TIDAK DAPAT
DIKAITKAN DENGAN PENYEBAB FISIK).
2. MENGHINDARI KENANGAN TRAUMA
• KORBAN TRAUMA SERING MENCOBA UNTUK TIDAK MENGINGAT
KEJADIAN TRAUMATIS
• MEREKA MUNGKIN MENGHINDARI PERGI KE TEMPAT-TEMPAT ATAU
MELAKUKAN KEGIATAN YANG MEMBAWA KEMBALI PERASAAN
TERTEKAN TENTANG KEJADIAN TRAUMATIS.
• MEREKA MUNGKIN BERUSAHA KERAS UNTUK MENGHINDARI
BERBICARA TENTANG INSIDEN ITU, ATAU BAHKAN BERPIKIR TENTANG
HAL ITU.
• MENARIK DIRI DARI LINGKUNGAN SOSIAL.
• SECARA FISIK, MEREKA MUNGKIN MULAI MERASA MATI RASA ATAS
SEBAGIAN ATAU SELURUH TUBUH MEREKA SETIAP KALI KENANGAN
DARI PERISTIWA TRAUMATIS MUNCUL KEMBALI.
• BEBERAPA BAHKAN MUNGKIN TIDAK MAMPU MENGINGAT APA YANG
TERJADI, ATAU MEREKA MUNGKIN LUPA BAHWA MEREKA TELAH
MELALUI PENGALAMAN TRAUMATIS.
3. MENJADI MUDAH CEMAS ATAU GELISAH.
• KONDISI INI, JUGA DIKENAL SEBAGAI HYPERAROUSAL, EFEKNYA ORANG
TERSEBUT MENJADI MUDAH PANIC DAN SERING MERESPON DENGAN CARA
YANG BERLEBIHAN (MISALNYA, TIBA-TIBA MELARIKAN DIRI SAAT
MENDENGAR SESUATU YANG MENGINGATKAN MEREKA TENTANG TRAUMA).
• SETELAH PERISTIWA TRAUMATIK, ORANG MUNGKIN TIDAK BISA TIDUR ATAU
BANYAK TERTIDUR.
• MEREKA MUNGKIN LEBIH MUDAH MARAH, TERJADI PERUBAHAN SUASANA
HATI YANG TIDAK MENENTU ATAU MISBEHAVIORS YANG TIDAK KHAS.
• ANAK-ANAK MUNGKIN AKAN SELALU MELEKAT PADA ORANG TUA MEREKA,
MENOLAK UNTUK PERGI KE SEKOLAH, DAN MENUNJUKAN RASA
KHAWATIRAN TERUS-MENERUS BERHUBUNGAN DENGAN BENCANA, SEPERTI
TAKUT KEHILANGAN ORANG TUA MEREKA.
INTERVENSI KEPERAWATAN PADA POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

1. Pada Korban PTSD ansietas berat, panik, atau ketakutan, Intervensi Keperawatan:
a. Pastikan lingkungan aman dan tidak mengancam
b. Kaji derajat ansietas
c. Pertahankan dan hargai privasi pasien (Bila memungkinkan)
d. Pertahankan rasa saling percaya
e. Identifikasi peristiwa yang menyertai
f. Observasi cedera fisik / trauma fisik
g. Evaluasi aspek sosial trauma
h. Identifikasi respon psikologik
i. Dampingi korban, pertahankan sikap tenang, percaya diri, bicara singkat, informatif
j. Tingkatkan keterlibatan orang lain secara bertahap
k. Diskusikan persepsi korban mengenai peristiwa tersebut
l. Bantu identifikasi perasaan yang dialami dan fokus pada koping mekanisme.
m. Minta korban menuliskan perasaannya, pencetusnya, perilaku yang berkaitan
n. Gali cara korban biasa mengatasi ansietasnya sebelum peristiwa terjadi
o. Libatkan korban mempelajari koping mekanisme yang baru
p. Lakukan tehnnik relaksasi, otot progresif, stoped thinking
q. Beri umpan balik positif jika korban melakukan cara mengatasi ansietas.
r. Kolaborasikan dengan psikiater dalam pemberian obat medis.
2. Ketidakberdayaan, Intervensi Keperawatan :
a. Identifikasi perilaku koping dan kuatkan penggunaannya
b. Perhatikan latar belakang budaya, agama, kepercayaan
c. Rumuskan tujuan yang realistik
d. Identifikasi faktor pengendalian diri dan kemampuan pengendalian nya
e. Kaji faktor perasaan tidak berdaya
f. Gali tindakan yang dapat di gunakan korban selama periode stress
g. Beri umpan balik positif
h. Libatkan dalam terapi kelompok
i. Kolaborasi libatkan dalam pelatihan asertif yang sesuai
3. Potensial membahayakan diri atau orang lain, Intervensi Keperawatan :
a. Evaluasi adanya aktivitas destruktif atau bunuh diri, ancaman, Menarik diri.
b. Identifikasi bersama pasien mengenai stimulus perilaku kekerasan
c. Diskusikan dengan korban tentang perilaku yang dipilih jika mengalami perasaan yang serupa.
d. Bantu korban memahami perasaan marah dan cara mengekspresikannya
e. Pantau tingkat kemarahan korban
f. Ajari korban dalam pengendalian lingkungan.
g. Lakukan tindakan untuk mengurangi tingkat kemarahan
h. Libatkan latihan aktivitas kelompok, olah raga
i. Kolaborasikan bila memerlukan isolasi atau restrain sampai kesadarannya pulih
j. Kolabarasikan pemberian obat medis.
4. Ketidakefektifan koping individu, Intervensi Keperawatan :
a. Identifikasi dan diskusikan derajat disfungsi koping
b. Bantu korban menggunakan Ego yang positif, akui kemampuan menangani peristiwa yang terjadi
c. Beri kesempatan korban untuk mengekspresikan perasaannya secara bebas
d. Hindari penenagan yang tidak tepat
e. Anjurkan korban menyadari dan menerima perasaannya sendiri
f. Lakukan diskusi pada tingkat praktis dan emosi
g. Identifikasi orang yang dapat mendukung korban
h. Kolaborasi Medis
i. Kolaborasi pada Psikoterapi, Terapi implosif, Hipnotherapi, relaksasi, rolfing, kerja memori,
restrukturisasi kognotif.
j. Kolaborasi pada okupasi, rehabilitasi vokasional.
5. Berduka, Maladaptif , Intervensi Keperawatan :
a. Perhatikan ekspresi perasaan bersalah atau menyalahkan diri secara verbal/ nonverbal
b. Akui realitas perasaan bersalah dan bantu mengambil resolusi
c. Beri penguatan bahwa korban telah membuat keputusan terbaik pada saat itu
d. Perhatikan tahapan berduka terhadap diri atau orang lain
e. Sadari adanya perilaku menghindar
f. Beri informasi mengenai Normalnya perasaan dan tindakan yang berhubungan dengan berduka
g. Identifikasi cara dan budaya korban pada saat menghadapi berduka
h. Beri penguatan penggunaan koping yang efektif sebelumnya
i. Bantu orang terdekat menghadapi respon korban
j. Kolaborasi Psikoterapi, Konseling, Rokhaniawan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai