Anda di halaman 1dari 8

Situational and Contigency

Leadership Theories
Chandra Tri Wahyudi
1906337721
Sejarah Teori Kepemimpinan Situasional
• Digagas oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard
• Teori ini diperkenalkan sebagai “Life Cycle Theory of Leadership”.
• Pada pertengahan tahun 1970an berganti menjadi “Situational
Leadership Theory“
• Di akhir 1970an dan awal 1980an, masing-masing penulis
mengembangkan teori kepemimpinannya sendiri-sendiri. Hersey –
mengembangkan Situational Leadership Model dan Blancard –
mengembangkan Situational Leadership Model II
Definisi Teori Kepemimpinan Situasional
• Menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus menyesuaikan gaya
kepemimpinannya agar sesuai dengan kondisi atau situasi bergantung pada
tingkat kesiapan para pengikutnya (Robbins,2008).
• Contoh : jika para pengikutnya/karyawannya tidak mempunyai keahlian
yang terampil maka cara atau gaya demokratis tidak cocok digunakan
pada pemimpin dan begitu sebaliknya jika karyawannya mempunyai
keahlian yang terampil maka gaya demokratis mungkin lebih efektif
digunakan
• Menurut penelitian yang dilakukan Cnaff & Wright (2013) bahwa teori
kepemimpinan situasional sangat berkorelasi dengan peningkatan
produktivitas karyawannya.
Situational Leadership Model by
Paul Hersey and Ken Blanchard

Sumber : Rabarison et al., 2013; Saputra & Adnyani, 2017


Penjelasan Situational Leadership Model by Paul Hersey and Ken Blanchard

• Dari Model diatas menunjukan adanya 2 konsep fundamental yaitu tingkat


kesiapan pengikut dan gaya kepemimpinan.
1. Menunjukan kesiapan pengikut rendah (R1: Readiness 1) tidak mampu dan tidak mau
mengambil tanggung jawab untuk melakukan suatu tugas karena merasa tidak memiliki
kompetensi dan kepercayaan diri. Dengan demikian gaya pengarah (S1: Telling ) lebih tepat
digunakan dengan memberikan pengarahan yang jelas dan spesifik seperti memberitahu soal
apa,bagaimana,mengapa,kapan dan dimana sebuah pekerjaan dilaksanakan. Gaya ini
menekankan pada kepemimpinan dengan komunikasi satu arah.
2. Menunjukan kesiapan pengikut tingkat kematangan rendah (R2: Readiness 2) tidak mampu
melakukan suatu tugas, tetapi ia sudah memiliki kemauan. Jika diliat disini bahwa adanya
motivasi yang kuat tetapi tidak didukung oleh pengetahuan dan keterampilan kerja yang
memadai untuk melaksanakan tugas. Dengan demikian, gaya konsultasi (S2: Selling) lebih
tepat digunakan dalam memberikan perilaku pengarahan dengan menggunakan komunikasi
dua arah dan perlu terus menerus menyediakan sikap membimbing karena belum siapnya
pengikut dalam mengambil tanggung jawab penuh atas proses dalam pekerjaan.
3. Menunjukkan pengikut (R3: Readiness 3)  memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja
yang memadai untuk melaksanakan tugas. Tetapi tidak mau melaksanakan tugas-tugas yang
diberikan oleh pemimpinnya. Dengan demikin gaya yang mendukung, tanpa mengarahkan,
partisipasi (S3: Participating ) mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi untuk diterapkan
karena gaya kepemimpinan pada tahap ini mendorong individu/kelompok untuk saling berbagi
gagasan dan sekaligus memfasilitasi pekerjaan dengan semangat yg ditunjukan.
4. Menunjukkan pengikut (R4: Readiness 4) telah memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja
yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas, disertai dengan kemauan yang kuat untuk
melaksanakannya. Dengan demikian gaya delegasi (S4: Delegating) lebih tepat digunakan.
Gaya ini efektif karena pengikut dianggap telah kompeten dan termotivasi penuh untuk
mengambil tanggung jawab atas pekerjaannya. Tugas seorang pemimpin hanyalah memonitor
berlangsungnya sebuah pekerjaan.
 Jika kita simpulkan berdasarkan ulasan diatas tidak ada yang dapat disebut yang paling optimal
setiap saat bagi seorang pemimpin. Maka pemimpin yang efektif itu butuh adanya fleksibilitas dan
harus dapat beradaptasi disituasi tertentu
• Model teori kepemimpinan situasional juga mempunyai model teori
yang lain salah satunya adalah model teori kepemimpinan kontigensi
(fielder dalam Choughri et al., 2017; Lamb, 2017).
• Model teori kepemimpinan kontigensi dilihat dari kontribusi
pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada
kualitas pemimpin, cara atau gaya kepemimpinan dan kesesuaian
situasi yang dihadapinya (fielder dalam Choughri et al., 2017; Lamb,
2017).
• Contohnya jika pemimpin pada suatu organisasi dapat berkomunikasi
dengan baik dan memiliki hubungan yang harmonis diantara anggota
tim maka dianggap sangat menjanjikan pada situasi ini karena dapat
meningkatkan kinerja karyawannya yang memberikan dampak positif
bagi organisasi tersebut
Referensi
• Choughri, R., Ghazzawi, K., Shoughari, R. El, & Osta, B. El. (2017). Situational leadership and its
effectiveness in rising employee productivity: A study on North Lebanon organization. Human
Resource Management Research, 2017(3), 102–110. https://doi.org/10.5923/j.hrmr.20170703.02
• Cnaff, A., & Wright, W. (2013). Anexiety: Counseling the job insecure client. Journal of
Employment Counseling.
• Lamb, R. (2013). How can Managers Use Participative Leadership Effectively? Retrieved October
10, 2020, from http://www.task.fm/participative-leadership.
• Rabarison, K., Ingram, R. C., & Holsinger, J. W. (2013). Application of situational leadership to
the national voluntary public health accreditation process. Frontiers in Public Health, 1(AUG), 26.
https://doi.org/10.3389/fpubh.2013.00026
• Robbins & Timothy. (2008). Perilaku Organisasi,Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat
• Saputra, I., & Adnyani, I. (2017). Pengaruh Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
terhadap Kepuasan Kerja Karyawan. E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana, 6(12), 255367.

Anda mungkin juga menyukai