Anda di halaman 1dari 15

PERKEMBANGAN

BIROKRASI DI
INDONESIA

PERTEMUAN 4

OLEH:
LUKI OKA PRASTIO S.IP.,M.IP
MAKNA BIROKRASI
1. MAKNA POSITIF :
• Birokrasi diartikan sebagai birokrasi legal-rasional yang bekerja secara
efisien dan efektif. Birokrasi tercipta karena kebutuhan adanya
penghubung antara negara dan masyarakat, untuk mengartikulasikan
kebijakan-kebijakan negara. Artinya, birokrasi dibutuhkan baik oleh
negara maupun oleh rakyat. Tokoh pendukungnya adalah : Max Weber
dan Hegel
2. MAKNA NEGATIF :
• Birokrasi di artikan sebagai birokrasi yang penuh dengan patologi
(penyakit), organisasi tambun, boros, tidak efisien dan tidak efektif,
korupsi, dll. Birokrasi adalah alat penindas (penghisap) bagi kaum yang
lemah (miskin) dan hanya membela kepentingan kelompk. Artinya,
briokrasi hany a menguntungkan kelompok yang bekasa. Tokoh
pendukungnya adalah : Karl Max dan Harold Laski
3. MAKNA NETRAL (value free)
• Sedangkan birokrasi yang bermakna netral diartikan sebagai
keseluruhan pejabat negara pada cabang eksekutif atau bisa juga
diartikan sebagai setiap organisasi yang berskala besar.
BIROKRASI KERAJAAN
Memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
• Penguasa menganggap dan menggunakan administrasi publik sebagai urusan pribadi;
Administrasi adalah perluasan rumah tangga istana;
Tugas pelayanan ditujukan kepada pribadi sang raja;
“Gaji” dari raja kepada bawahan pada hakikatnya adalah anugerah yang juga dapat ditarik
sewaktu- waktu sekehendak raja;
• Aparat kerajaan dikembangkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan raja. 
Di dalam pemerintahan pusat, urusan dalam pemerintahan diserahkan kepada empat pejabat
setingkat menteri yang dikoordinasikan oleh seorang pejabat setingkat Menteri Kordinator.
• Pejabat – pejabat kerajaan tersebut masing – masing membawahi pegawai yang jumlahnya cukup
banyak. 
• Daerah diluar keraton, seperti daerah pantai raja menunjuk bupati –bupati yang setia kepada raja
untuk menjadi penguasa daerah. Para bupati biasanya bupati lama yang telah ditaklukkan oleh raja,
pemuka masyarakat setempat, atau saudara raja sendiri.
BIROKRASI ZAMAN KOLONIAL
• Pelayanan publik pada masa pemerintahan kolonial Belanda tidak terlepas dari sistem
administrasi pemerintahan yang berlangsung saat itu.
• Kedatangan kolonial tidak banyak mengubah sistem birokrasi dan adminitrasi
pemerintahan yang berlaku di Indonesia, sebagai bangsa pendatang yang ingin
menguasai wilayah nusantara, pemerintah kolonial menjalin hubungan politik dengan
pemerintah kerajaan yang masih di segani oleh masyarakat, degan motif utamanya
mempengaruhi elite politik kerajaan.
• Selama pemerintahan kolonial terjadi dualisme sistem birokrasi pemerintahan. Di
satu sisi telah mulai diperkenalkan dan diberlakukan sistem administrasi kolonial yang
mengenalkan sistem birokrasi dan administrasi modern, sedangkan pada sisi lain,
sistem tradisional (InheemscheBestuur) masih tetap dipertahankan.
• Birokrasi pemerintahan kolonial disusun secara hierarki yang puncaknya pada
Raja Belanda. Dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintahan di Negara
jajahan, Ratu Belanda menyerahkan kepada wakilnya, yakni seorang gubernur
jenderal.
• Kekuasaan dan kewenangan gubernur jenderal meliputi seluruh keputusan
politik diwilayah Negara jajahan yang dikuasai. Contoh: Peiter Both – Gubernur
jendral VOC.
• Gubernur Jenderal dibantu oleh gubernur dan residen. Gubernur merupakan
wakil pemerintah pusat yang berkedudukan di Batavia untuk wilayah provinsi,
• sedangkan ditingkat kabupaten terdapat asisten residen dan pengawas yang
diangkat oleh gubernur jenderal untuk mengawasi bupati dan wedana dalam
menjalankan pemerintahan sehari – hari. 
BIROKRASI ORDE LAMA
• Berakhirnya masa pemerintahan kolonial membawa perubahan sosial politik yang sangat
berarti bagi kelangsungan birokrasi pemerintahan. 
• Perbedaan– perbedaan pandangan yang terjadi diantara pendiri bangsa diawal masa
kemerdekaan tentang bentuk Negara yang akan didirikan, termasuk dalam pengaturan
birokrasinya, telah menjurus kearah disintegrasi bangsa dan keutuhan aparatur pemerintahan.
• Perubahan bentuk Negara dari kesatuan menjadi federal berdasar kankonstitusi RIS
melahirkan dilematis dalam cara pengaturan aparatur pemerintah. 
• Setidaknya terdapat dua persoalan dilematis menyangkut birokrasi padasaat itu. Pertama,
bagaimana cara menempatkan pegawai Republik Indonesia yang telah berjasa
mempertahankan NKRI,tetapi relatif kurang memiliki keahlian dan pengalaman kerja yang
memadai.
• Kedua, bagaimana menempatkan pegawai yang telah bekerja pada Pemerintah belanda yang
memiliki keahlian, tetapi dianggap berkhianat atau tidak loyal terhadap NKRI.
• Demikian pula penerapan sistem pemerintahan parlementer dan sistem politik yang
mengiringinya pada tahun 1950-1959 telah membawa konsekuensi pada sering nya terjadi
pergantian kabinet hanya dalam tempo beberapa bulan. 
• Seringnya terjadi pergantian kabinat menyebabkan birokrasi sangat terfragmentasi secara politik.
Di dalam birokrasi tejadi tarik-menarik antar berbagai kepentingan partai politik yang kuat pada
masaitu.
• Banyak kebijakan atau program birokrasi pemerintah yang lebih kental nuansa kepentingan politik
dari partai yang sedang berkuasa dalam suatu departemen. Program – program departemen yang
tidak sesuai dengan garis kebijakan partai yang berkuasa dengan mudah dihapuskan oleh menteri
baru yang menduduki suatu departemen.
• Birokrasi pada masa itu benar- benar mengalami politisasi sebagai instrument politik yang
berkuasa atau berpengaruh. Dampak dari sistem pemerintahan parlementer telah memunculkan
persaingan dan sistem kerja yang tidak sehat didalam birokrasi. 
• Birokrasi menjadi tidak professional dalam menjalan kantugas-tugasnya, birokrasi tidak pernah
dapat melaksanakan kebijakan atau program-programnya karena sering terjadi pergantian pejabat
dari partai politik yang memenangkan pemilu.
• Pengangkatan dan penempatan pegawai tidak berdasarkan merit system, tetapi lebih pada
pertimbangan loyalitas politik terhadap partainya.
BIROKRASI MASA ORDE BARU
• Birokrasi pada masa Orde Baru menciptakan strategi politik korporatisme Negara yang bertujuan
untuk mendukung penetarsinya kedalam masyarakat, sekaligus dalam rangka mengontrol publik
secara penuh.
• Strategi politik birokrasi tersebut merupakan strategi dalam mengatur system perwakilan
kepentingan melalui jaringan fungsional non ideologis, dimana sistem tersebut memberikan
berbagai lisensi pada kelompok fungsional dalam masyarakat, seperti monopoli atau perizinan,
yang bertujuan untuk meniadakan konflik antar kelompok kepentingan dalam masyarakat yang
memiliki konsekuensi terhadap hilangnya pluralitas social, politik maupun budaya.
• Pemerintahan Orde Baru mulai menggunakan birokrasi sebagai premium mobile bagi program
pembangunan nasional, dan mempertahankan kekuasaan.
• Memindahkan wewenang administratif kepada eselon atas dalam hierarki birokrasi
Untuk membuat agar birokrasi responsif terhadap kehendak kepemimpinan pusat
Untuk memperluas wewenang pemerintah baru dalam rangka mengkonsolidasikan pengendalian
atas daerah-daerah.
BIROKRASI ZAMAN REFORMASI
• Publik mengharapkan bahwa dengan terjadinya Reformasi, akan diikuti pula dengan
perubahan besar pada desain kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
namun harapan terbentuknya kinerja birokrasi yang berorientasi pada pelanggan
sebagaimana birokrasi di Negara – Negara maju tampaknya masih sulit diwujudkan. 
• Kecenderungan birokrasi untuk bermain politik pada masa reformasi, tampaknya belum
sepenuhnya dapat dihilangkan dari kultur birokrasi di Indonesia. 

• Birokrasi yang seharusnya bersifat apolitis, dalam kenyataannya masih dijadikan alat
politik bagi kepentingan golongan atau partai politik tertentu. 
Terdapat pula kecenderungan dari aparat yang kebetulan memperoleh kedudukan atau
jabatan strategis dalam birokrasi, terdorong untuk bermain dalam kekuasaan dengan
melakukan tindak KKN. 
• Mentalitas dan budaya kekuasaan ternyata masih melingkupi
sebagian besar aparat birokrasi pada masa reformasi. Kultur
kekuasaan yang telah terbentuk semenjak masa birokrasi kerajaan
dan kolonial ternyata masih sulit untuk dilepaskan dari perilaku aparat
atau pejabat birokrasi.

• Dapat dikemukakan bahwa realitas sosial, politik dan ekonomi yang


dihadapi oleh Negara – Negara yang sedang berkembang sering kali
berbeda dengan realitas sosial yang ditemukan pada masyarakat di
negara maju. 
KULTUR SOSIAL DAN BUDAYA
BIROKRASI
• Budaya dan sistem sosial berpengaruh signifikan thdp bentuk, struktur, kinerja,
dan sistem nilai birokrasi di suatu negara.
• Negara Asia dikenal memiliki jenis birokrasi “patrimonial”, krn pengaruh budaya
patrimonialistik(PEMIMPIN SEBAGAI SENTRAL, TIDAK ADA PERBEDAAN ANTARA
RANAH PUBLIK DAN PRIVAT)
• Pada negara otoriter yg menggunakan birokrasi sebagai alat kekuasaan, dikenal
istilah “bureaucratic polity” atau bahkan “bureaucratic authoritarian”, yg
menempatkan birokrasi sbg mesin otoritas dan mesin politik.
• Sedangkan di negera maju dikenal istilah “birokrasi rasional (rational
bureaucracy), krn sistem sosiokultural di negara maju telah berjalan scr rasional.
• Negara yg tdk pernah mengalami penjajahan, birokrasi secara dominan
dipengaruhi budaya setempat. Di negara yg pernah mengalami penjajahan, selain
dipengaruhi budaya lokal juga dipengaruhi sistem nilai budaya penjajah.
Lanjutan...
• Corak operasional birokrasi di AS, dan Eropa dipengaruhi oleh kultur
masy yg demokratis dan egaliter.
• Cina dipengaruhi oleh nilai konfusionisme yg cenderung elitis
dengan hierarki dan struktur yg tegas membedakan atasan dan
bawahan, sehingga corak operasional birokrasinya bersifat komando
(commanding operation style).
• Jepang memiliki corak operasional birokrasi yg disebut “ringisei”,
dimana draft keputusan berasal dari eselon bawah utk kemudian
diputuskan oleh atasan dgn beberapa modifikasi (bottom-up)
BIROKASI DI NEGARA
BERKEMBANG
• Ciri-Ciri Birokrasi Negara Berkembang
• Birokrasi lebih berorientasi kepada hal-hal lain, dari pada mengarah terhadap hal
menghasilkan. Dengan kata lain, birokrat lebih berusaha mewujudkan tujuan
pribadinya dibanding pencapaian sasaran-sasaran program.
• Preferensi birokrat atas kemanfaatan pribadi (personal expediency) ketimbang
kepentingan masyarakat (public interest). Dari sifat seperti ini lahir nepotisme,
penyalahgunaan kewenangan, korupsi, dan berbagai penyakit birokrasi, yang
menyebabkan aparat birokrasi dinegara berkembang pada umumnya memiliki
kredibilitas yang rendah, dan dianggap tidak mengenal etika.
• Dibanyak Negara berkembang, korupsi telah mengakar sehigga menjadi fenomena
yang sangat BIASA dan diterima sebagai sesuatu yang wajar.
BIROKRASI NEGARA MAJU

Birokrtasi Negara Maju memiliki ciri-ciri :


• Aparat negara yang netral (apolitis, tidak propolitik pemerintah serta
tidak pro pada kepentingan tertentu.
• Objektif(memberikan pelayanan sama).
• Rasional, tidak dikuasai/didominasi kelompok tertentu (public Servant).
• Cakap,terampil dan efesein dalam mencapai kesejahteraan sosial
• Formal dan legalistis
• Tunduk kepada NEGARA dan Udang-undang yang memperoleh
kepercayaan rakyat,
• Tidak mudah diintimidasi.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai