Anda di halaman 1dari 25

Bioteknologi dan

Pengolahan Limbah
Pengertian
Limbah : semua buangan yang dihasilkan
oleh aktivitas manusia dan hewan yang
berbentuk padat, lumpur (sludge), cair
maupun gas yang dibuang karena tidak
dibutuhkan atau tidak diinginkan lagi.
Walaupun dianggap sudah tidak berguna
dan tidak dikehendaki, namun bahan
tersebut kadang-kadang masih dapat
dimanfaatkan kembali dan dijadikan
bahan baku.
Pembagian Limbah :
Berdasarkan sumbernya, seperti : limbah kegiatan
kota (masyarakat), industri, pertambangan.
Berdasarkan fasanya/bentuknya : padat, berlumpur
(sludge), cair, gas
Berdasarkan sifat bahayanya : limbah bahan
berbahaya dan beracun(B3), limbah non-B3, limbah
domestik.

Limbah Domestik :
Dihasilkan dari aktivitas primer sehari-hari
Dalam bentuk : cair  dari kegiatan mencuci
pakaian dan makanan,, mandi, kakus, dan
kegiatan lain yang menggunakan air rumah
Padat : dikenal sebagai sampah (domestik)
Komposisi Sampah Domestik &
Persen Penanganannya
Teknik Operasional Pengolahan
Sampah
Terdiri atas kegiatan:
Pewadahan (storage)
Pengumpulan (collection)
Pemindahan (transfer)
Pengangkutan (transportation)
Pengolahan/pemrosesan
(treatment/processing)
Daur ulang (reuse, recovery, recycling)
Penyingkiran (disposal)
Solid Waste Handling
A.Collection
Waste separation

B. Transportation
CLEAN, EASY MAINTENANCE,
AESTHETICALLY WELL
C. Treatment
VOLUME, WEIGHT,
AND TOXICITY REDUCTION
D. Disposal & Recovery
SANITARY LANDFILL,
ENERGY, COMPOST
PENGELOLAAN B3
Limbah B3 : Sisa suatu usaha atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya atau beracun yang
karena sifat dan konsentrasinya atau jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan
hidup dan/atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
mahluk hidup lain. (PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999)

Sistem pengelolaan limbah B3 dilaksanakan dengan


menggunakan suatu pendekatan yang bertujuan
untuk keselamatan terhadap semua tahap dan
operasi yang melibatkan keseluruhan tahapan.
Karakteristik limbah B3

-Mudah terbakar
-Korosivitas
-Reaktivitas
-Toksisitas
-Beracun
-Infeksius
-Mudah meledak
Pengujian Limbah B3
Analisis lumpur -> bila limbah B-3 berupa lumpur,
yaitu: kandungan total solids residue (TSR),
kandungan Fixed Residue (FR), kandungan volatile
solids, kadar air (sludge moisture content), volume
padatan.
Karakteristik B-3 -> sifat mudah meledak, terbakar,
reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, korosif,
maupun toksik.
Analisis komposisi kandungan komponen bahan kimia
-> senyawa dioksin, nitrogen, sulfur/sulfida, halogen,
logam berat, kromium valensi +6, sianida, pestisida.
Nilai bakar (heating value)
Total Solids Residue (TSR) -> % berat padatan
terhadap total residu. Didapat dengan menguapkan
air hingga berat padatan konstan (103°C).
Fixed Residue -> Kandungan padatan setelah
pembakaran terukur sbg berat inorganic.
Analisis kandungan kimia di dalam residu
diperlukan bila disposal residu dilakukan secara
composting atau landfill.
Volume Padatan -> Padatan dalam lumpur
umumnya 1 -10 %-w dan sisanya air.
Volatile Solids Content (VS) -> VS terukur
sebagai berat yang hilang saat penguapan pada
pengukuran kandungan air atau residu padatan.
VS sebagai karakterisasi kandungan organik
dalam lumpur berguna untuk menunjukkan
efisiensi proses biologi dan indikasi/persyaratan
proses insinerasi padatan.
Beberapa limbah berbahaya & beracun yang
dihasilkan beberapa industri
PROSES PENGOLAHAN LIMBAH B3
1. SECURE LANDFILL
Teknologi secure landfill dilaksanakan dengan
mengurung ("encapsule") limbah B3 dalam suatu
lahan penimbunan (landfill).
Bagian dasar dari landfill tersebut dilapisi
berbagai tingkatan lapisan pengaman yang
berfungsi untuk mengurung limbah B3, agar
polutan tidak terdistribusi ke lingkungan
sekitarnya melalui proses perembesan ke dalam
air tanah.
Jenis limbah B3 yang dapat lansung ditimbun
dan landfill sangat sedikit (misalnya : limbah
asbes). Sebagian besar limbah B3 anorganik
harus diproses terlebih dahulu dengan cara
stabilisasi/solidifikasi untuk mengurangi
/menghilangkan sifat racun limbah B3.
Sistem pelapisan landfill
Standar yang digunakan oleh pemerintah Indonesia melalui
Keputusan Kepala BAPEDAL No.04/BAPEDAL/1995.
1. Sistem pelapisan dasar yang digunakan adalah sbb:
Sub-base untuk landfill terbuat dari tanah liat yang
dipadatkan dengan konduktivitas hidrolika jenuh
maksimum 1 x 10-9 m/det. Ketebalan lapisan ini paling
kurang 1 m
Secondary Geomembrane adalah berupa lapisan High Density
Polyethylene (HDPE) dengan ketebalan 1,5 mm . Lapisan ini
dirancang untuk menahan segala instalasi, operasi dan
penutupan akhir landfill.
Primary Soil Liner adalah terdiri dari lapisaan tanah liat
geosintesis (geosynthetic clay liner, GCL). GCL ini tebuat
dari lempung bentonit yang diapit oleh lapisan geotekstil.
Dalam keadaan basah jika terjadi kebocoran, lempung ini
mengembag dan kemudian menyumbat kebocoran lapisan
atasnya.
Primary Geomembrane adalah lapisan yang mempunyai
ketebalan 1,5 mm. Hal ini dirancang untuk menahan segala
tekanan sewaktu instalasi, konstruksi,operasi dan
penutupan akhir landfill.
2. Sistem pelapisan penutup akhir landfill
Dilaksanakan sebagai berikut:
Intermediate Soil Cover akan ditempatkan diatas timbunan
limbah setelah lapisan terakhir limbah terbentuk. Lapisan ini
terbuat dari tanah setempat dengan ketebalan paling
sedikit 25 cm.
Cap soil Barrier adalah lapisan yang ternbentuk dari lempung
yang dipadatkan seperti yang terpasang pada pelapisan
dasar landfill.
Cap geomembrane adalah lapisan HDPE dengan ketebalan 1,0
mm.
Cap drainage layer ditempatkan diatas cap geomembrane.
Cap drainage ini terbuat dari HDPE geonet dengan
transmissivitas planar paling rendah 30 cm, dan granular soil
dengan konduktivitas hidrolika minimum 1 x 10-4 m/det.
Komponen paling atas dari cap geomembrane adalah
geotekstil yang dirancang untuk meminimisasi penyumbatan.
Vegetative layer adalah lapisan tanah setempat dengan
ketebalan 60 cm yang ditempatkan diatas cap drainege
layer.
Vegetation adalah lapisan penutup landfill
Sistem pengendalian dan pemantauan air lindi
(leachate)
Lindi adalah air hujan yang jatuh ke area landfill,
yang kontak dengan limbah B3 baik lansung
maupun tidak lansung dikumpulkan dan dipompa.
Tahap pemeliharaan dan pemantauan akhir sampai
30 tahun kemudian.

2. STABILISASI/SOLIDIFIKASI
Proses stabilisasi dilakukan untuk menjamin bahwa
sifat-sifat kimia dan fisika limbah B3 yang diolah
adalah sesuai dengan kriteria landfill limbah B3.
Jika sesuatu hal terjadi terhadap landfill, limbah
B3 yang telah distabilisasi ini akan menjamin
tidak adanya mobilisasi komponen-komponen
limbah B3 ke lingkungan.
Inti dari proses stabilisasi ini adalah adanya
pencampuran antara limbah B3 dengan bahan-
bahan kimia (stabilization reagents). Proses
stabilisasi menghasilkan suatu campuran yang
aman
3.DESTRUKSI TERMAL
Destruksi termal atau insinerasi adalah suatu proses
penghancuran polutan organik yang terkandung dalam
limbah B3 (misalnya oil sludge, PCB, dll.) dengan cara
pembakaran atau insenerasi pada suhu dan waktu
tinggal yang tepat. Umumnya suhu yang aman untuk
proses insenarasi ini adalah di atas 1250oC dan waktu
tinggal gas/uap minimum 2 detik.
Dua tahap dalam pengolahan limbah B3 secara
destruksi termal ini yaitu tahap pencampuran
(blending) dan tahap insenerasi (pembakaran).

Parameter-parameter fisika dan kimia yang


dikendalikan dalam pencampuran meliputi:
-Berat jenis
-viskositas
-nilai kalori
-Kandungan sulfur
-Kandungan senyawa halida (Cl, Br dan F)
-Kandungan abu
-Kandungan logam-logam berat (As, Cd, Cr, Pb,
Hg, Tl dan Zn)
PENANGANAN LIMBAH CAIR
Penanganan limbah cair dapat dilakukan
dengan menggunakan proses pengolahan
secara biologis, yaitu dengan melibatkan
mikroorganisme yang dapat mengurai/
mendegradasi bahan organik.
Mikroorganisme yang digunakan umumnya
adalah bakteri aerob.
terdapat tiga metode pengolahan secara
biologis yang umum digunakan yaitu metode
penyaringan dengan tetesan (trickling filter),
metode lumpur aktif (activated sludge), dan
metode kolam perlakuan (treatment ponds /
lagoons)
a. Metode Trickling Filter
Pada metode ini, bakteri aerob yang
digunakan untuk mendegradasi bahan organik
melekat dan tumbuh pada suatu lapisan
media kasar, biasanya berupa serpihan batu
atau plastik, dengan dengan ketebalan ± 1 –
3 m. limbah cair kemudian disemprotkan ke
permukaan media dan dibiarkan merembes
melewati media tersebut. Selama proses
perembesan, bahan organik yang terkandung
dalam limbah akan didegradasi oleh bakteri
aerob. Setelah merembes sampai ke dasar
lapisan media, limbah akan menetes ke suatu
wadah penampung dan kemudian disalurkan
ke tangki pengendapan.
Pengolahan Limbah Cair dengan
cara Trickling Filter
b. Metode Activated Sludge
Pada metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah
cair disalurkan ke sebuah tangki dan didalamnya limbah
dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri aerob.
Proses degradasi berlangsung didalam tangki tersebut
selama beberapa jam, dibantu dengan pemberian gelembung
udara aerasi (pemberian oksigen). Aerasi dapat mempercepat
kerja bakteri dalam mendegradasi limbah. Selanjutnya,
limbah disalurkan ke tangki pengendapan untuk mengalami
proses pengendapan, sementara lumpur yang mengandung
bakteri disalurkan kembali ke tangki aerasi. Seperti pada
metode trickling filter, limbah yang telah melalui proses ini
dapat dibuang ke lingkungan atau diproses lebih lanjut jika
masih dperlukan.
c. Metode Treatment ponds/ Lagoons
Metode treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan
merupakan metode yang murah namun prosesnya berlangsung
relatif lambat. Pada metode ini, limbah cair ditempatkan
dalam kolam-kolam terbuka. Algae yang tumbuh dipermukaan
kolam akan berfotosintesis menghasilkan oksigen. Oksigen
tersebut kemudian digunakan oleh bakteri aero untuk proses
penguraian/degradasi bahan organik dalam limbah. Selama
proses degradasi di kolam, limbah juga akan mengalami
proses pengendapan. Setelah limbah terdegradasi dan
terbentuk endapan didasar kolam, air limbah dapat disalurka
untuk dibuang ke lingkungan atau diolah lebih lanjut.
Produk Bioteknologi
Pengolahan Limbah
Biogas dibuat dalam fase anaerob dalam
fermentasi limbah kotoran makhluk hidup. Pada
fase anaerob akan dihasilkan gas metana yang
dibakar dan digunakan untuk bahan bakar.

Pembentukan Biogas
• Laju pembentukan biogas dipengaruhi sifat air
limbah dan desain reaktor (retention time)
• Tipikal laju pembentukan biogas 350 l/kg
BODtotal ter-remove
• Per kg bahan organik kering diharapkan
menghasilkan 300 – 450 L biogas (untuk bahan
organik kuat)
• 1 m3 biogas ≈ 5 kg kayu bakar atau 0,6 L solar
Pengumpulan dan Penyimpanan Gas
• Biogas diproduksi dalam air limbah dan lumpur ->
naik ke permukaan dalam bentuk gelembung gas ->
dikumpulkan
• Fluktuasi pembentukan gas tiap harinya ± 25% ->
harus diantisipasi dalam merencankan volume
penyimpanan gas

Tangki Penyimpan Gas


• Bahan: Rigid
Sistem: - floating drum
- fixed dome

• Bahan: Fleksibel
Sistem: - balloon
- tent above water
Floating Drum
• Tangki mengambang di air, bagian bawah terbuka
• Tangki akan naik jika volume gas bertambah
• Terbuat dari baja

Fixed Dome
• Diterapkan skala rumah tangga, di pedesaan
• Alternatif dari floating drum yang mempunyai resiko
korosi

Tent System & Balloon


• Tent system umumnya digunakan pada anaerobic pond
• Balloon umumnya digunakan pada anaerobic tank
reactor
• Bahan: kedap udara, tahan terhadap UV, fleksibel
dan kuat. PVC tidak cocok!

Anda mungkin juga menyukai