Money laundering merupakan suatu aspek perbuatan kriminal karena sifat kriminalitasnya adalah berkaitan dengan latar belakang dari perolehan sejumlah uang yang sifatnya gelap, haram atau kotor, lalu sejumlah uang kotor ini kemudian dikelola dengan aktivitas-aktivitas tertentu seperti dengan membentuk usaha, mentransfer atau mengkonversikannya ke bank atau valuta asing sebagai langkah untuk menghilangkan latar belakang dari dana kotor tersebut. Dalam prakteknya, money laundering di Indonesia disebabkan karena Indonesia menganut system devisa bebas. Sistem devisa bebas memungkinkan setiap orang bebas memasukkan atau membawa keluar valuta asing dari wilayah yuridiksi Indonesia. Penyebab lainnya karena munculnya system teknologi perbankan secara elektronik yang disebut electronic money atau E-money. Sistem perbankan ini dapat bertransaksi dengan system internet cyberpayment yang kemudian dimanfaatkan oleh si pencuci uang. Cara pemutihan atau pencucian uang dilakukan dengan melewatkan uang yang diperoleh secara illegal melalui serangkaian transaksi finansial yang rumit guna menyulitkan berbagai pihak untuk mengetahui asal usul uang yang didapatkan oleh si pencuci uang. Transaksi derivatif merupakan cara yang paling disukai karena kerumitannya dan daya jangkauannya menembus batas-batas yurisdiksi. Kerumitan inilah kemudian dimanfaatkan para pakar money laundering guna melakukan tahap proses pencucian uang. Money laundering sangat erat hubungannya dengan tindak pidana /kejahatan, oleh karena itu pemberantasannya juga berarti penanggulangan kejahatan yang melatar belakanginya, terutama terhadap organized crimes, seperti ketentuan tindak pidana lain, antara lain seperti: korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, perbankan, pasar modal, Asuransi, narkotika, psikotropika, perdagangan manusia, perdagangan gelap senjata, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan,pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, perpajakan, kehutanan dan lingkungan hidup. Proses pencucian uang biasanya dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: Placement Merupakan penempatan uang/asset hasil kejahatan pada sistem keuangan baik yang berada di dalam negeri maupun luar negeri dengan tujuan untuk memindahkan uang/asset tersebut dari sumber asalnya. Untuk menghindarkan pengawasan pihak berwajib, uang/asset tersebut biasanya dikonversi ke dalam bentuk asset yang berbeda, misalnya dengan memanfaatkan instrument perbankan seperti deposito/tabungan atas nama orang lain, traveller cheque, giro, e-cash, dan lain-lain. Modus lainnya adalah menggabungkan uang hasil kejahatan dengan uang hasil kegiatan yang sah dalam satu instrumen perbankan. Layering Merupakan pelapisan uang haram untuk memperpanjang jalur pelacakan dengan cara melakukan berlapis-lapis transaksi keuangan yang dirancang untuk menghilangkan jejak dan menciptakan anonim. Modus operasinya adalah dana ditransfer ke luar negeri misalnya sebagai bagian dari pembayaran impor melalui LC yang dibayarkan kepada perusahaan yang sah. Modus lainnya dapat pula dilakukan melalui pembukaan rekening bank atas nama sebanyak mungkin perusahaan-perusahaan fiktif dengan memanfaatkan ketentuan rahasia bank. Integration Merupakan penempatan uang/aset hasil kejahatan yang telah melalui tahap placement dan layering untuk menjadi uang/ asset yang benar-benar terlihat legal. Pada tahap ini, uang/asset tersebut diintegrasikan ke dalam sistem keuangan yang legal dan diasimilasikan dengan semua uang/ asset yang ada. Pelaku dalam hal ini berusaha untuk menjelaskan bahwa uang/asset yang dimiliki adalah berasal dari kegiatan dan transaksi yang sah. Dari uang /asset yang telah terintegrasi inilah, pelaku kemudian melakukan transaksi / pembayaran-pembayaran dengan memanfaatkan instrumen bank. Modus operandinya adalah dilakukan transaksi yang bersih. Dana yang telah terlapis tadi baru kemudian digunakan untuk melakukan pembayaran atas transaksi yang dilakukan dengan/melalui lembaga keuangan biasa sebagai bagian dari transaksi yang sah. Misalnya untuk melakukan pembayaran utang atau tagihan- tagihan lainnya. Setidaknya terdapat empat faktor yang menjadi tujuan pencucian uang, yakni: 1. Merahasiakan siapa pemilik sebenarnya dari uang yang diperoleh dari hasil kejahatan tersebut. 2. Memperoleh bentuk penempatan/pelapisan/integrasi atas uang yang diperoleh dari hasil kejahatan tersebut ke dalam sistem/instrumen keuangan yang mudah di bawa ke mana-mana, misalnya ke dalam instrumen Traveller Cheque. 3. Merahasiakan proses pencucian uang sehingga sulit untuk dilacak. 4. Mudah diawasi oleh pemilik sebenarnya dari uang hasil kejahatan ini. Faktor Penyebab Money Laundering Dampak Kemajuan Teknologi dalam Sistem Transfer Keuangan. Timbulnya praktik money loundering dapat dikatakan sebagai dampak dari kemajuan teknologi dalam sistem transfer keuangan, karena pengiriman keuangan /pemindah bukuan keuangan secara elektronik dapat berlangsung mudah dan hanya dalam waktu beberapa detik saja, misalnya dengan memanfaatkan Automatic Teller Machines (ATM) atau Anjungan Tunai Mandiri (ATM), dan Electronic Wire Transfer. Kemajuan teknologi di bidang transfer keuangan ini memudahkan tumbuh suburnya praktik Money loundering, karena: a. Beroperasi selama 24 jam, b. Memiliki kecepatan bertransaksi secara elektronik. Dampak Perkembangan Globalisasi Ekonomi. Perkembangan globalisasi ekonomi telah menyebabkan terbukanya ekonomi negara bagi arus dana dari negara-negara maju. Kebijakan pemerintah Indonesia yang membuka kran selebar-lebarnya bagi penanaman modal asing jika tidak dilakukan secara cermat dan akurat akan berdampak negatif, yaitu terbukanya potensi masuknya arus money laundering dari Negara-negara lain ke Indonesia. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh orang-orang yang ingin mendapatkan keuntungan secara cepat tapi tidak halal, misalnya mempraktikkan penyelamatan uang dari hasil kejahatan narkotika, pelacuran, penyelundupan, penjualan senjata api illegal, dan sebagainya. Ketentuan rahasia bank yang sangat ketat Penerapan ketentuan kerahasian bank secara ketat, dapat menumbuh suburkan kegiatan pencucian uang. Uang yang disembunyikan di bank sulit untuk dilacak dan disita oleh penegak hukum. Setiap ada upaya hukum, pelaku berlindung dibalik kerahasian bank yang ketat. Dalam penyelidikan dan penyidikan financial crime, atau tindak pidana yang dilakukan dengan tujuan mencari uang atau kekayaan, kita mengenal pendekatan follow the money dan follow the Suspect. Pendekatan follow the money merupakan istilah lain bagi Pendekatan Anti Pencucian Uang. Pendekatan follow the money mendahulukan mencari uang atau harta kekayaan hasil tindak pidana dibandingkan dengan mencari pelaku kejahatan. Setelah hasil tindak pidana diperoleh melalui pendekatan analisa transaksi keuangan (financial analysis) kemudian dicarilah pelakunya dan tindak pidana yang dilakukan. Untuk melacak terjadinya transaksi, pelacakan dapat dilakukan ke belakang untuk mengetahui sumber dana. Demikian juga pelacakan ke depan untuk mengetahui siapa lawan transaksi, yang menerima atau menikmati hasil transaksi tersebut. Pelacakan dapat dilakukan semaksimal mungkin, sesuai kebutuhan untuk mencari adanya indikasi tindak pidana yang dilakukan seseorang. Hasil financial analysis ini dapat memberikan petunjuk atau indikasi mengenai dugaan adanya suatu tindak pidana telah dilakukan seseorang. Dari pendekatan follow the money ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh : jangkauannya lebih jauh sehingga dirasakan lebih adil • Dapat dilakukan dengan “diam-diam”, sehingga lebih mudah, dan risiko lebih kecil karena tidak berhadapan langsung dengan pelaku yang kerap memiliki potensi melakukan perlawanan • Pendekatan merampas hasil kejahatan mengurangi atau menghilangkan motivasi orang untuk melakukan tindak pidana. Harta atau uang merupakan tulang punggung organisasi kejahatan. Sehingga dengan mengejar dan merampas harta kekayaan hasil kejahatan akan memperlemah pelaku kejahatan sehingga tidak membahayakan kepentingan umum • Palam pendekatan pencucian uang, terdapat pengecualian ketentuan rahasia bank atau rahasia lainnya sejak pelaporan transaksi oleh penyedia jasa keuangan sampai pemeriksaan selanjutnya oleh penegak hukum.