Tarif Penyusutan
Masa
Kelompok Harta (Metode Garis
Manfaat
Lurus)
Bukan Bangunan
Kelompok I 4 Tahun 25%
Kelompok II 8 Tahun 12,50%
Kelompok III 16 Tahun 6,25%
Kelompok IV 20 Tahun 5%
Bangunan
Permanen 20 Tahun 5%
Tidak Permanen 10 Tahun 10%
Description Calculation
59,652,358,48
Benchmark Balance (Revenue) 6
Selected Factor 2.35%
Calculated Materiality (Benchmark *
Factor) 1,401,830,424
Selected Materiality (rounded) 1,400,000,000
Total Anticipated Uncorrected
Materiality 140,000,000
Performance Materiality 1,260,000,000
Clearly Trivial Misstatement 70,000,000
Karena PT AI merupakan anak perusahaan dari PT IP, materialitas yang telah dihitung
tersebut harus dibandingkan terlebih dahulu dengan materialitas perusahaan induk. Tim audit akan
menghitung besarnya materiality based on forecast berdasarkan materialitas induk. Setelah
membandingkan kedua perhitungan materialitas tersebut, tim audit akan memilih tingkat
materialitas yang lebih kecil untuk digunakan dalam proses audit.
Pada PT IP sendiri, acuan yang digunakan adalah total aset. Penghitungan komponen
materialitas berdasarkan total aset ditentukan dengan cara mengalikan nilai total aset dengan 3%
(berdasarkan DAAM). Dalam menentukan materiality based on forecast, auditor membandingkan
terlebih dahulu total aset antara PT AI dengan perusahaan induk. Rasio yang didapatkan akan
menjadi acuan atas persentase yang akan digunakan dalam menentukan materiality based on
forecast. Perbandingan atas materialitas PT AI dengan materiality based on forecast dapat dilihat
di tabel 4.3
Performance
Perusahaan Materiality CTM
Materiality
PT IP 1,590,000,000 1,431,000,000 79,500,000
PT AI 1,400,000,000 1,260,000,000 70,000,000
Indicative Range of
% of the Group Materiality M
Amount for choosen benchmark = Taksiran
Perusahaan Represented by Compared to ba
Total Aset %
Chosen Benchmark Group Materiality fo
(refer to DAAM)
PT IP 793,633,878,112 100%
PT AI 333,960,293,862 42% 55% - 75% 65% 1,0
Description Amount
Selected Materiality (M) 1,033,500,000
AUM (10% of M) 103,350,000
PM (90% of M) 930,150,000
CTM (5% of M) 51,675,000
Nilai CTM sendiri biasanya digunakan ketika auditor menjalankan pengujian substantif.
Sebagai contoh, bila auditor melakukan perhitungan ulang atas beban depresiasi aset tetap klien,
ada kemungkinan auditor akan menemukan selisih dengan angka beban depresiasi yang terdapat
di neraca. Bila selisih tersebut melebihi nilai CTM, auditor perlu melakukan prosedur tambahan
untuk mengetahui timbulnya selisih tersebut. Prosedur tambahan tersebut dapat berupa inquiry
kepada klien atau dengan dokumentasi atas dokumen pendukun dari suatu aset tertentu yang
menimbulkan adanya selisih tersebut.
Menentukan Program Audit
Pada tahap penerimaan klien, tim audit sudah memperdalam pemahamannya atas kegiatan
bisnis klien. Pemahaman yang mendalam tersebut membantu auditor untuk merumuskan risiko
signifikan yang perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut ketika audit dijalankan. Selanjutnya, tim
audit juga perlu menentukan risiko-risiko lainnya yang membutuhkan prosedur pengujian.
Risikorisiko yang telah ditentukan akan didokumentasikan ke dalam sebuah kertas kerja yang
bernama Audit Planning Memorandum (APM). Kertas kerja APM juga berisi perencanaan audit
secara komprehensif, dimulai dari ruang lingkup audit, komponen materialitas yang digunakan,
risiko signifikan, dan risiko-risiko salah saji lainnya. Pada APM, risiko signifikan yang telah
ditentukan pada tahap sebelumnya dibagi ke dalam beberapa risiko yang memungkinkan
timbulnya salah saji. Pembagian risiko tersebut memungkinkan tim audit untuk memilih asersi
manajemen terkait, dan merancang prosedur pengujian yang sesuai agar tujuan audit dapat
tercapai.
Selanjutnya, tim audit perlu mengidentifikasi risiko-risiko non-signifikan yang dapat
memungkinkan terjadinya salah saji material. Setiap risiko tersebut harus dihubungkan dengan
suatu saldo akun, kelas transaksi tertentu, atau memiliki risiko yang memiliki dampak pada
pengungkapan dan laporan keuangan secara keseluruhan. Setelah menghubungkan risiko dengan
kelas transaksi atau saldo akun tertentu, auditor dapat mengembangkan prosedur pengujian lebih
lanjut untuk setiap saldo akun atau kelas transaksi. Prosedur yang telah dirancang untuk
masingmasing saldo akun tersebut nantinya akan didokumentasikan pada kertas kerja Model Audit
Program. Kertas kerja Model Audit Program nantinya juga akan digunakan setelah prosedur audit
atas aset tetap telah dijalankan. Pada kertas kerja tersebut, auditor perlu menyertakan kesimpulan
atas prosedur substantif yang telah dijalankan, beserta acuan atas kertas kerja untuk prosedur
terkait, Identifikasi risiko dan prosedur pengujian yang akan dijalankan terkait aset tetap dapat
dilihat pada tabel 4.5.
Prosedur Audit atas Aset Tetap
Pada tahapan ini tim audit mulai menjalankan berbagai prosedur yang telah ditentukan
pada tahapan perancangan program audit secara keseluruhan. Pada tahap penetapan risiko, aset
tetap dianggap memiliki tingkat risiko normal, karena itu tidak diperlukan pengujian atas
keefektifan pengendalian internal. Pada tabel 4.5, dapat dilihat bahwa tim audit memilih tingkat
pengujian tanpa bergantung terhadap pengendalian internal perusahaan (not relying on Control).
Tingkat pengujian yang tidak bergantung pada pengendalian internal perusahaan akan berdampak
pada pemilihan sampel atas pengujian yang jumlahnya lebih banyak bila dibandingkan dengan
tingkat pengujian yang mengandalkan pengendalian internal perusahaan.
1. Prosedur Analitis
Prosedur audit aset tetap diawali dengan membuat lead schedule kelompok akun aset tetap terlebih
dahulu. Lead schedule terdiri dari angka akun-akun yang terdapat pada kelompok aset tetap. Angka
tersebut didapatkan langsung dari trial balance yang didapatkan dari klien. Pada lead schedule,
terdapat angka saldo akun pada akhir tahun 2013 dan 2012. Angka pada akhir tahun 2013 yang
didapatkan dari klien ini disebut dengan angka preliminary. Pada kertas kerja ini, sudah terdapat
dua kolom tambahan yang berfungsi untuk mengisi adanya angka penyesuaian dan reklasifikasi.
Angka akhir tahun 2013 setelah adanya jurnal penyesuaian dan reklasifikasi tersebut disebut juga
sebagai angka final.
Saat pembuatan lead schedule ini, auditor juga dapat melakukan prosedur analitis untuk
kelompok akun bersangkutan. Pada kertas kerja lead schedule terdapat kolom yang menunjukkan
perubahan dari masing-masing akun yang terdapat pada kelompok aset tetap. Bila besarnya
perubahan angka tersebut melebihi 10% dari nilai materialitas, yang pada PT AI adalah sebesar
103,350,000, maka auditor perlu melakukan analisis lebih lanjut terkait perubahan tersebut. Dari
prosedur analitis yang telah dilakukan, auditor menemukan adanya peningkatan yang cukup
signifikan pada biaya perolehan pada akun kendaraan, furnitur, dan renovasi bangunan.
Berdasarkan keterangan klien, peningkatan tersebut muncul dari sejumlah pembelian atas aset
tetap baru. Setelah lead schedule dibuat, auditor dapat menjalankan prosedur substantif lainnya.
2. Pengujian atas Saldo Akhir dan Mutasi Aset Tetap
Selanjutnya, auditor perlu melakukan verifikasi atas saldo akhir aset tetap dan memeriksa
mutasi atau perubahan aset tetap secara lebih lanjut pada kertas kerja tersendiri. Pengerjaan
prosedur ini dimulai dengan meminta daftar aset tetap yang sudah disiapkan oleh klien. Pada daftar
aset tetap yang disiapkan oleh klien terdapat semua aset tetap yang dimiliki beserta informasi
pendukung seperti biaya perolehan, masa manfaat, beban depresiasi setiap bulannya, dan nilai
buku bersih setiap aset tetap. PT AI menyediakan daftar aset tetap untuk perlengkapan, bangunan,
dan kendaraan. Pada daftar aset tetap perlengkapan dibagi lebih lanjut berdasarkan lokasi aset
tersebut.
Setelah daftar aset tetap didapat, auditor dapat melakukan perhitungan perubahan aset tetap
dari tahun 2012 ke tahun 2013. Perhitungan dapat dilakukan dengan memasukan saldo akhir tahun
2012 ditambahkan dengan penambahan dan pelepasan aset pada tahun 2013. Auditor akan
mendapatkan saldo akhir tahun 2013 berdasarkan perhitungan audit. Auditor harus memastikan
saldo hasil perhitungan pada akhir tahun 2013 tersebut sudah sesuai dengan daftar aset tetap yang
diberikan oleh klien. Perhitungan atas mutasi aset tetap yang telah dilakukan oleh auditor
membuktikan bahwa tidak adanya perbedaan antara angka yang tercatat pada neraca dengan
rincian pada daftar aset tetap milik PT AI.
3. Melakukan Perhitungan Ulang Beban Depresiasi
Selain memastikan perhitungan nilai saldo akhir aset tetap, auditor juga perlu memeriksa
perhitungan beban depresiasi dari aset tetap yang diakui PT AI pada tahun 2013. Auditor
melakukan penghitungan ulang aset tetap dengan menggunakan informasi tanggal pembelian aset
tetap dan masa manfaat dari aset masing-masing aset tetap. Informasi tersebut telah tersedia pada
daftar aset tetap yang diberikan oleh klien. Dari informasi tersebut, tim audit juga memastikan
bahwa umur manfaat dari aset tetap yang dimiliki telah sesuai dengan kebijakan akuntansi yang
digunakan oleh PT AI. Dalam penghitungan beban depresiasi, PT AI menggunakan metode
penyusutan garis lurus tanpa menggunakan nilai residu untuk semua aset tetap yang mereka miliki.
Dari hasil perhitungan beban depresiasi tersebut, auditor akan melakukan investigasi lebih
lanjut bila menemukan adanya perbedaan yang signifikan dengan perhitungan beban depresiasi
klien. Selisih antara perhitungan auditor dan perhitungan klien yang berasal dari pembulatan tidak
akan ditindaklanjuti.
Selanjutnya, tim audit melakukan verifikasi terhadap saldo akhir akun akumulasi penyusutan
aset tetap. Verifikasi atas saldo akhir ini dilakukan dengan membandingkan angka akumulasi
depresiasi yang terdapat pada neraca dengan angka yang terdapat pada daftar aset tetap.
Penambahan atas akumulasi penyusutan tersebut didapatkan dari master file aset tetap yang
disiapkan oleh PT AI. Pengurangan atas akumulasi aset tetap dapat timbul akibat adanya penjualan
dari suatu aset tetap pada tahun berjalan.
Setelah menjalankan prosedur di atas, auditor menemukan adanya selisih yang timbul akibat
adanya perbedaan pada perhitungan bulan pada suatu aset komputer yang dimiliki PT AI. Tim
audit tidak menjalankan prosedur tambahan atas selisih tersebut dikarenakan nilainya jauh
dibawah tingkat materialitas yang telah ditetapkan. Selisih pada beban depresiasi kendaraan dan
bangunan berasal dari perbedaan pembulatan angka, sehingga tim audit hanya mengajukan jurnal
penyesuaian bagi beban depresiasi komputer dan peralatan.
Jurnal penyesuaian beban depresiasi komputer dan peralatan:
Beban Depresiasi Komputer XXX
Akumulasi Depresiasi – Komputer XXX
4. Test of Detail Penambahan Aset Tetap
Prosedur berikutnya yang dilakukan oleh auditor adalah melakukan pengujian terinci untuk
penambahan aset tetap selama tahun 2013. Pada buku besar PT AI ada sebanyak 121 transaksi
penambahan aset tetap pada tahun 2013. Nilai nominal dari seluruh transaksi pembelian pada buku
besar tersebut dicocokkan dengan nilai nominal dari aset tetap yang memiliki tanggal perolehan di
tahun 2013 pada daftar aset tetap, untuk memastikan tidak ada perbedaan antara daftar aset tetap
dengan pencatatan di buku besar. Banyaknya transaksi pembelian tersebut mengharuskan auditor
untuk memilih sampel. Penghitungan sampel dilakukan dengan metode monetary unit sampling.
Penghitungan sampel dengan metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan kertas kerja
monetary unit sampling yang telah diformat secara khusus oleh Deloitte. Dalam penghitungan
sampel tersebut, auditor membutuhkan nilai populasi dari penambahan aset tetap. Angka tersebut
nantinya akan dibagi dengan performance materiality untuk mendapatkan jumlah sampel yang
akan diambil. Jumlah sampel dan seluruh transaksi penambahan tersebut nantinya akan
dimasukkan ke dalam kertas kerja monetary unit sampling.
Setelah mendapatkan tiga sampel yang diperlukan, auditor akan meminta kepada bagian
akuntansi dokumen voucher beserta dokumen pendukung lainnya seperti invoice, bilyet giro, cek,
faktur pajak, purchase order, dan requisition form. Dokumen yang didapat akan dicocokkan
dengan transaksi yang tercatat. Dengan dokumen pendukung yang diberikan, terutama vendor
invoice, giro atau cek, dan faktur pajak, auditor dapat melakukan pengujian untuk mencapai tujuan
audit terkait keberadaan dan ketepatan. Auditor juga memeriksa ketepatan nilai aset yang tercatat
dan ketepatan tanggal pencatatan berdasarkan tanggal yang tercatat pada receiving report dan cek
atau giro untuk pencatatan tanggal pembayaran. Berdasarkan prosedur vouching yang telah
dilakukan, auditor berkesimpulan bahwa pencatatan penambahan aset tetap pada tahun 2013 telah
dilakukan secara wajar.
5. Test of Detail dan Pengujian Laba (Rugi) Penjualan Aset Tetap
Selanjutnya auditor perlu menjalankan prosedur atas penjualan aset tetap. Auditor harus
memastikan nilai penjualan yang terdapat pada daftar aset tetap telah sesuai dengan nilai penjualan
pada transaksi penjualan yang ada di buku besar perusahaan. Selanjutnya prosedur yang dilakukan
adalah pengujian terinci atas penjualan dan penghitungan laba rugi penjualan aset tetap. Pada
pengujian test of detail penjualan aset tetap, auditor memutuskan untuk melakukan pengujian pada
seluruh populasi. Hal ini dilakukan karena penjualan pada tahun 2013 tidak terlalu banyak, karena
itu tidak diperlukan adanya penghitungan sampel untuk pengujian. Selanjutnya, auditor meminta
kepada klien receiving voucher untuk penerimaan kas beserta dokumen pendukung lainnya
sebagai syarat dalam pencatatan penjualan aset tetap. Transaksi penjualan aset tetap yang didapat
dari buku besar kemudian dicocokkan dengan dokumen pendukung yang diberikan oleh klien
untuk memastikan pencatatan transaksi tersebut telah dilakukan dengan wajar.
Pada prosedur selanjutnya, auditor memastikan bahwa pencatatan laba atau rugi dari penjualan
aset tetap telah dilakukan secara wajar. Auditor melakukan perhitungan atas nilai buku bersih dari
aset tetap yang dijual dengan cara mengurangi nilai perolehan aset dengan akumulasi depresiasi
hingga tahun penjualan aset tetap tersebut, Informasi terkait aset tetap yang diperlukan telah
tersedia pada daftar aset tetap yang diberikan klien pada pengujian sebelumnya. Dari perhitungan
yang telah dilakukan, semua aset yang dijual oleh klien sudah habis masa manfaatnya, dan
pencatatan laba penjualan aset tetap tersebut telah dilakukan secara wajar.
6. Prosedur Terkait Asuransi
KAP OBSE juga menjalankan sebuah prosedur tambahan untuk menilai kecukupan asuransi
yang PT AI miliki untuk melindungi aset yang dimiliki terhadap risiko-risiko yang meliputi.
Prosedur ini perlu dilakukan karena pada tahap perencanaan, cakupan dari nilai pertanggungan
asuransi merupakan salah satu informasi tambahan yang perlu diungkapkan di dalam laporan
keuangan PT AI. Prosedur terkait asuransi yang dijalankan memiliki tujuan untuk memastikan
tujuan ketepatan dari nilai pertanggungan asuransi dapat tercapai.
Dalam menjalankan prosedur ini, tim audit meminta kepada PT AI dokumen polis asuransi
yang dimiliki untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, seperti jenis asuransi, periode
asuransi, nilai pertanggungan dari asuransi dan premi asuransi yang dikenakan. Setelah semua
dokumen polis didapatkan, auditor membuat rekapitulasi atas rincian informasi dari polis asuransi.
Nilai pertanggungan dari asuransi tersebut nantinya akan dibandingkan dengan nilai buku dari aset
tetap yang diasuransikan.
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari dokumen polis asuransi, nilai pertanggungan dari
asuransi yang dimiliki PT AI lebih besar dari nilai buku aset tetap. Nilai asuransi atas aset
bangunan dan perlengkapan memiliki pertanggungan sebesar 104% dari nilai buku aset tersebut.
Sementara itu, untuk aset berupa kendaraan memiliki nilai pertanggungan sebesar 150% dari nilai
buku. Karena nilai pertanggungan asuransi lebih tinggi dari nilai buku, maka dapat disimpulkan
bahwa asuransi yang dimiliki mampu melindungi aset tetap atas kerugian dan risiko yang mungkin
timbul dari aset bersangkutan.
Analisis Prosedur Audit Aset Tetap KAP OBSE
Prosedur Perencanaan
Prosedur pengendalian yang dijalankan KAP OBSE secara garis besar sudah sesuai dengan
teori yang dipaparkan oleh Arens et al. (2009). Tahapan awal perencanaan audit oleh KAP OBSE
menggabungkan beberapa tahapan awal perencanaan yang diterangkan oleh Arens et al. Tahapan
pemahaman bisnis klien dilakukan sebelum KAP OBSE menentukan untuk menerima apakah akan
menjalankan perikatan dengan suatu klien atau tidak. Hal ini dilakukan agar auditor memiliki
gambaran yang lebih komprehensif dan memiliki pemahaman yang baik sebelum memutuskan
untuk menerima suatu klien.
Prosedur awal sebelum menentukan penerimaan klien mencakup pemahaman atas
integritas dan karakteristik manajemen, struktur organisasi, kondisi umum bisnis klien, lingkungan
bisnis, kinerja keuangan klien, hubungan klien dengan pihak luar dan pihak afiliasi, pengalaman
sebelumnya terkait perikatan dengan klien, dan penilaian atas risiko penyelewengan. Tahapan
pemahaman bisnis dan industri yang diterangkan Arens et al. (2009) setidaknya mengharuskan
auditor untuk memiliki pemahaman atas kondisi eksternal dan industri dimana klien menjalankan
bisnisnya, kondisi operasional dan proses bisnis yang dijalani oleh klien, kondisi tata kelola dan
gaya manajemen, tujuan dan strategi yang diterapkan oleh klien, beserta pengukuran kinerja yang
digunakan.
Pemahaman atas klien berdasarkan DAAM telah sesuai dan mencakup ketentuan yang
diterangkan oleh Arens tersebut. Prosedur yang dilakukan ini juga sudah sesuai dengan Standar
Profesional Akuntan Publik SA 318 terkait pemahaman atas bisnis klien. Seluruh prosedur tersebut
harus dijalankan agar auditor dapat merumuskan risiko signifikan dan risiko perikatan secara
umum yang meliputi calon klien. Berdasarkan risiko perikatan umum, auditor akan memutuskan
apakah akan menerima klien atau tidak. Pada teori acuan, risiko dibagi ke tiga tingkatan, yaitu
rendah, sedang, dan tinggi. Sementara pada KAP OBSE, risiko dibagi ke dalam dua tingkatan,
yaitu risiko biasa dan risiko signifikan.
Setelah menetapkan risiko dan risiko signifikan dari klien, KAP OBSE akan merancang
program audit secara keseluruhan. Proses ini dimulai dengan menghubungkan risiko-risiko
tersebut dengan saldo akun atau kelas transaksi tertentu. Dari setiap saldo akun maupun kelas
transaksi yang tela ditentukan, tim audit dapat merancang prosedur untuk setiap risiko yang terkait
beserta tujuan audit yang ingin dicapai. Pada tahapan ini, tim audit juga menentukan tingkat
materialitas yang akan digunakan dalam menjalankan prosedur audit lapangan. Tahapan ini
merupakan salah satu yang paling penting, karena sangat melibatkan pertimbangan profesional
yang dimiliki oleh auditor.
Setelah memutuskan untuk menerima klien, auditor akan membentuk tim yang akan
menjalankan prosedur audit selanjutnya. Pemilihan anggota tim telah dilakukan sesuai dengan SA
Seksi 220: Independensi, dimana anggota tim harus sepenuhnya independen dan tidak memiliki
kepentingan atas perusahaan klien. Tim audit yang telah terbentuk nantinya akan menjalankan
prosedur audit interim, yang di dalamnya termasuk melakukan prosedur analitis awal untuk
melihat adanya perubahan dari saldo akun yang di luar ekspektasi auditor. Prosedur analitis awal
yang dijalankan biasanya dengan membandingkan angka interim yang disetahunkan dengan angka
tahun sebelumnya. Dengan menjalankan prosedur analitis interim ini, tim audit dapat melihat
adanya pembelian dan penjualan atas aset tetap yang dilakukan pada tahun berjalan, sehingga
auditor akan mendapatkan gambaran untuk prosedur audit selanjutnya yang akan dijalankan.
Selain prosedur analitis, tim audit juga mempelajari pengendalian internal yang dijalankan klien.
Tim audit meminta keterangan atas siklus bisnis yang dijalankan oleh klien, seperti siklus
pengeluaran kas, siklus penerimaan kas, siklus penggajian, dan lain-lain. Selanjutnya, tim audit
menjalankan prosedur lebih lanjut untuk memeriksa ekeftivitas pengendalian bagi risiko yang
dianggap signifikan.
Pengujian Pengendalian Internal
Arens et al. (2009) menjelaskan beberapa prosedur yang perlu dilakukan ketika melakukan
pengujian atas pengendalian internal terkait siklus pembelian dan pembayaran, yang juga
mencakup siklus pembelian aset tetap. Dalam melakukan pengujian pengendalian internal atas aset
tetap, auditor perlu memiliki pemahaman mendalam terkait siklus pembelian dan pemeliharaan
aset tetap. Siklus dari aset tetap sendiri biasanya meliputi otorisasi pembelian, penyimpanan dan
pemeliharaan aset tetap, pencatatan aset tetap, dan otorisasi pembayaran atas pembelian aset tetap.
Pemahaman atas siklus dan pengendalian internal perusahaan akan membantu auditor dalam
menentukan tingkatan pengujian yang akan dilakukan.
Prosedur pengujian pengendalian internal hanya dilakukan tim audit untuk akun yang
dianggap memiliki risiko signifikan, yaitu penjualan, dan pengujian journal entries untuk risiko
pencatatan laporan keuangan secara keseluruhan. KAP OBSE memutuskan untuk tidak melakukan
pengujian pengendalian internal atas akun aset tetap atas pertimbangan bahwa pengendalian atas
aset tetap belum terlalu kuat dan risiko salah saji material pada akun aset tetap dianggap tidak
signifikan, sehingga tim audit memilih untuk tidak bergantung pada pengendalian internal PT AI
(not rely on Control). Tidak adanya pengujian pengendalian internal pada akun aset tetap
berdampak pada jumlah sampel yang akan lebih banyak bila dibandingkan jika pengujian
pengendalian internal dilakukan.
Prosedur Substantif
Berdasarkan teori yang terdapat pada Arens et al. (2009), pengujian atas aset tetap memiliki
perbedaan dengan aset lancar. Akun aset tetap memiliki karakteristik dimana frekuensi
transaksinya cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan aset lancar, namun transaksi yang
dilakukan biasanya dalam jumlah nominal yang besar. Atas dasar pertimbangan tersebut, dalam
menguji akun aset tetap, auditor lebih fokus terhadap akuisisi dan penjualan pada periode
bersangkutan dibandingkan verifikasi terhadap saldo akun dari periode sebelumnya. Arens et al.
(2009) menjelaskan dalam memeriksa akun aset tetap terdapat prosedur audit sebagai berikut:
Menjalankan prosedur analitis
Verifikasi akuisisi/pembelian pada periode pelaporan
Verifikasi penjualan pada periode pelaporan
Verifikasi saldo akhir akun aset tetap
Verifikasi beban depresiasi pada periode pelaporan
Verifikasi saldo akhir akumulasi depresiasi aset tetap
Berikut analisis atas prosedur audit yang diterapkan oleh KAP OBSE atas akun aset tetap PT AI:
1. Prosedur Analitis
Prosedur analitis merupakan tahapan pertama yang dilakukan oleh tim audit ketika mengaudit
aset tetap dari PT AI. Dengan menjalankan prosedur analitis, auditor dapat mengidentifikasi
adanya penambahan atau pelepasan aset pada tahun berjalan. Prosedur analitis pada KAP OBSE
dilakukan sebanyak tiga kali. Prosedur analitis pertama dilakukan pada tahap interim. Prosedur
analitis kedua dilakukan ketika pengujian substantif dilakukan setelah klien memberikan angka
tertanggal 31 Desember 2013. Kemudian auditor melakukan prosedur analitis subsequent sebelum
tanggal rilis laporan keuangan telah diaudit untuk melihat adanya peristiwa atau kondisi yang
membutuhkan investigasi lebih lanjut. Prosedur analitis yang dilakukan oleh KAP OBSE terkait
akun aset tetap hanya dengan melihat tren peningkatan dan penurunan melalui perbandingan antara
angka akhir tahun sebelumnya dengan angka pada tanggal tutup buku tahun berjalan. Akan lebih
baik bila prosedur analitis juga melakukan pengujian rasio terkait akun beban depresiasi dan
akumulasi depresiasi aset tetap, karena akun ini cukup rentan akan kesalahan dalam pencatatan.
2. Verifikasi Akuisisi Aset Tetap
Verifikasi penambahan aset tetap menjadi salah satu prosedur yang sangat penting dilakukan,
karena pencatatan penambahan aset tetap yang tidak tepat dapat berdampak kepada salah saji yang
dicatat dalam beberapa periode ke depan. Prosedur yang dijalankan oleh KAP OBSE sudah sesuai
dengan teori yang dijelaskan. KAP OBSE mencocokkan jumlah nilai transaksi penambahan aset
tetap yang tercatat pada buku besar dengan aset tetap yang memiliki tanggal akuisisi di tahun 2013
pada fixed asset register. Selanjutnya, KAP OBSE melakukan pengujian terinci atas transaksi
penambahan aset tetap dengan memilih sampel representatif berdasarkan tingkat materialitas yang
ditetapkan. Berdasarkan Arens et al. (2009), terdapat tujuh tujuan audit terkait saldo yang menurut
Arens perlu dicapai dalam melakukan audit atas aset tetap, yaitu detail tie-in, keberadaan,
kelengkapan, ketepatan, klasifikasi, pisah batas, dan hak serta kewajiban. Prosedur audit atas aset
tetap yang telah dijalankan oleh KAP OBSE setidaknya telah memenuhi tujuan yang harus dicapai
tersebut, kecuali untuk tujuan terkait pisah batas. Tim audit memutuskan untuk tidak
mengumpulkan bukti untuk mencapai tujuan audit terkait pisah batas, diakibatkan jumlah transaksi
penambahan aset tetap yang jumlahnya tidak banyak dan pada tahun berjalan tidak ada transaksi
aset tetap yang terjadi berdekatan dengan tanggal tutup buku.
3. Verifikasi Penjualan Aset Tetap
KAP OBSE juga menjalankan prosedur untuk melakukan verifikasi atas penjualan aset tetap
pada periode pelaporan. Prosedur yang dijalankan sudah sesuai dengan teori yang ada. Verifikasi
yang dilakukan oleh tim audit dimulai dengan mencocokkan transaksi pelepasan aset tetap yang
terdapat pada buku besar dengan pelepasan yang tercatat pada daftar aset tetap yang dimiliki klien,
dan dilanjutkan dengan meminta dokumen pendukung bagi aset tetap yang dijual. KAP OBSE
juga melakukan penghitungan ulang atas nilai buku aset tetap yang dijual untuk memastikan laba
atau rugi atas penjualan aset tetap telah dicatat dengan benar.
4. Verifikasi Saldo Akhir Aset Tetap
Dalam melakukan verifikasi atas saldo akhir akun aset tetap, KAP OBSE memastikan angka
yang tertera pada buku besar dan neraca telah sesuai dengan daftar aset tetap yang dimiliki klien.
Namun, KAP OBSE tidak menjalankan pemeriksaan fisik atas aset tetap perusahaan. Hal ini
memungkinkan adanya aset tetap yang hilang atau tidak lagi dapat memberikan manfaat ekonomis
bagi perusahaan namun masih termasuk di dalam daftar aset tetap klien. Tujuan audit atas
keberadaan aset tetap akan lebih tercapai bila tim audit menjalankan prosedur pemeriksaan fisik
atas aset tetap.
5. Verifikasi Beban Depresiasi dan Akumulasi Depresiasi
Dalam melakukan verifikasi atas beban depresiasi, Arens et al. (2009) mengatakan bahwa
auditor harus terlebih dahulu mengkaji apakah perusahaan klien menggunakan kebijakan
depresiasi yang konsisten dari tahun ke tahun. Prosedur ini telah tercakup di saat perencanaan
audit, dimana auditor meminta keterangan kepada klien atas adanya kondisi yang mempengaruhi
kegiatan bisnis dan menyebabkan adanya perubahan estimasi akuntansi. Berdasarkan keterangan
yang diberikan, tidak ada perubahan atas kebijakan depresiasi perusahaan. Sehingga, selanjutnya
auditor perlu memastikan ketepatan perhitungan beban depresiasi pada tahun 2013. Tim audit
melakukan perhitungan ulang atas beban depresiasi dari seluruh aset untuk memastikan beban
depresiasi dicatat secara tepat. Verifikasi atas saldo akhir akun akumulasi depresiasi aset tetap juga
dilakukan oleh KAP OBSE dengan memastikan bahwa nilai akumulasi depresiasi aset tetap yang
terdapat pada daftar aset tetap klien telah sesuai dengan pencatatan yang ada di buku besar.
6. Prosedur Terkait Asuransi
Prosedur pengujian atas asuransi bukan merupakan prosedur utama yang termasuk dalam audit
atas aset tetap. Pengujian atas asuransi aset masih masuk ke dalam siklus pengeluaran perusahaan.
Namun, karena asuransi dibayarkan sebagai salah satu bentuk manajemen risiko atas aset yang
dimiliki perusahaan, maka prosedur ini menjadi sangat penting dan sangat berkaitan dengan aset
tetap perusahaan yang digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan.
Arens et al. (2009) menjelaskan bahwa bentuk pengendalian atas akun asuransi dibayar di
muka terbagi ke dalam tiga pengendalian utama, yaitu pengendalian atas pembayaran dan
pencatatan asuransi, pengendalian atas daftar asuransi yang dimiliki perusahaan, dan pengendalian
atas reklasifikasi asuransi dibayar di muka menjadi beban. Prosedur pengujian yang dilakukan atas
akun asuransi sendiri dapat dimulai dengan meminta dokumen polis asuransi perusahaan. Dari
dokumen polis tersebut, auditor dapat melihat informasi terkait besarnya premi, periode premi,
nilai pertanggungan, syarat dan ketentuan asuransi, dan lainlain. Informasi yang tertera pada
dokumen polis tersebut dapat digunakan auditor untuk mencapai tujuan terkait keberadaan, hak,
klasifikasi, dan ketepatan atas pencatatan nilai asuransi dibayar di muka dan beban asuransi pada
tahun berjalan.
Prosedur yang dijalankan KAP OBSE atas akun asuransi PT AI sudah sesuai dengan yang
dipaparkan oleh Arens et al. (2009). Seluruh dokumen polis milik PT AI pada tahun berjalan telah
didokumentasikan pada kertas kerja audit. Tim audit juga melakukan pengujian atas nilai
pertanggungan asuransi dibandingkan dengan nilai buku aset yang diasuransikan. Hal ini
dilakukan untuk memastikan bahwa nilai pertanggungan telah mencukupi sebagai salah satu
bentuk manajemen risiko yang diterapkan perusahaan.
Secara keseluruhan, prosedur audit atas aset tetap yang dirancang oleh KAP OBSE telah sesuai
dan mencakup prosedur yang dipaparkan oleh Arens et al. (2009). Terdapat beberapa kekurangan
atas prosedur substantif yang dijalankan. Akan lebih baik bila dalam melakukan pemeriksaan atas
aset tetap, prosedur audit dilengkapi dengan melakukan pengujian atas penurunan nilai aset tetap
dan pengumpulan bukti berupa pemeriksaan fisik.
Tim audit tidak melakukan pengujian atas penurunan nilai aset tetap. Keputusan ini dibuat
berdasarkan penilaian atas keterangan yang diberikan manajemen, dimana tidak terdapat indikasi
atas penurunan nilai pada aset tetap perusahaan. Tim audit baru akan melakukan pengujian atas
penurunan nilai bila terdapat indikasi penurunan nilai atau ketika klien sedang dalam tahapan
untuk melakukan corporate action seperti akuisisi.
Tim audit memutuskan untuk tidak mengumpulkan bukti berupa pemeriksaan fisik diakibatkan
jumlah aset tetap yang kuantitasnya cukup banyak namun secara nominal tidak begitu besar,
kecuali untuk gedung dan kendaraan. Selain itu, aset tetap PT AI memiliki karakteristik tidak
mudah dipindahkan dan letaknya tersebar di dalam unit-unit yang disewakan sehingga akses
terhadap aset cukup terjaga. Walaupun begitu, akan lebih baik bila tim audit melakukan
pemeriksaan fisik atas aset tetap klien. Karena pengujian saldo akhir aset tetap terlalu bergantung
pada daftar aset tetap yang disiapkan oleh klien yang mudah sekali diubah-ubah oleh pihak yang
memiliki akses atas data tersebut. Dengan adanya prosedur pemeriksaan fisik, akan membantu
auditor untuk dapat mencapai tujuan audit terkait kejadian dan kelengkapan.
Hasil Temuan Audit
Melalui berbagai prosedur yang dijalankan tim audit atas akun aset tetap PT AI, tim audit
dapat menyimpulkan bahwa akun aset tetap telah disajikan secara wajar oleh PT AI. Terdapat
temuan berupa selisih pada penghitungan beban depresiasi aset komputer. Timbulnya kesalahan
pada perhitungan depresiasi ini diakibatkan adanya salah input pada daftar aset tetap. Namun, tim
audit memutuskan untuk tidak melakukan investigasi secara lebih lanjut. Tim audit mengajukan
adanya jurnal penyesuaian atas temuan tersebut walaupun jumlahnya jauh dibawah tingkat
materialitas yang digunakan.
Selain dari selisih tersebut, tim audit merasa pengendalian atas aset tetap yang dilakukan
oleh PT AI masih belum cukup baik. Pengawasan dan pemeliharaan atas aset tetap akan lebih baik
lagi bila PT AI menggunakan nomor identifikasi khusus untuk setiap aset tetap dan secara berkala
melakukan pemeriksaan fisik atas aset tetap yang dimiliki. Adanya pemeriksaan fisik secara
berkala dapat membantu PT AI dalam memastikan bahwa daftar aset tetap yang disiapkan benar-
benar sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Karena ada saja kemungkinan adanya aset tetap
yang hilang atau sudah tidak mampu berfungsi sesuai perkiraan awal tanpa disadari, dan aset
tersebut masih tercatat di dalam daftar aset tetap.