Anda di halaman 1dari 19

AUDIT ATAS ASET TETAP

Kebijakan Akuntansi dan Siklus atas Aset Tetap PT AI


PT AI menjalankan kebijakan akuntansi yang mengacu pada standar akuntansi keuangan
yang berlaku di Indonesia, yaitu PSAK. Laporan keuangan perusahaan disajikan dalam mata uang
Rupiah. Perusahaan menggunakan basis pencatatan akrual dalam melakukan pencatatan transaksi
yang dilakukan.
Terkait pencatatan aset tetap, acuan yang digunakan adalah PSAK no. 16 (revisi 2011).
Perusahaan melakukan pencatatan aset tetapnya dengan menggunakan metode biaya historis
(model biaya), sehingga tidak melakukan revaluasi atas nilai aset tetap. Perusahaan menetapkan
klasifikasi aset tetap ke dalam beberapa kategori untuk menentukan umur manfaat dari masing-
masing aset tetap. Dalam menghitung aset tetap, perusahaan menggunakan metode garis lurus
terhadap semua asetnya. Perusahaan tidak menggunakan nilai residu dalam melakukan
penghitungan beban penyusutan aset tetap. Beban terkait aset tetap yang dikeluarkan selama
periode berjalan merupakan beban depresiasi dan beban pemeliharaan aset tetap. Untuk
kepentingan penyajian, beban depresiasi dan pemeliharaan tersebut diklasifikasikan ke dalam
beban produksi dan beban operasional (beban penjualan dan beban administrasi dan umum) pada
catatan laporan keuangan. Kebijakan akuntansi atas aset tetap secara lebih lengkap dapat dilihat
pada lampiran 2.
Dalam pencatatan akuntansinya, PT AI menggunakan aplikasi Synergi. Perangkat lunak
yang digunakan dibeli pada tahun 2001 tanpa banyak modifikasi yang dilakukan. Aplikasi
akuntansi yang digunakan masih belum menggunakan konsep enterprise resource plannning (ERP)
yang menggunakan aplikasi perangkat lunak yang terintegrasi.
Pada tahap perencanaan, tim audit mencoba memahami setiap siklus dari operasi bisnis
klien. Tim audit meminta keterangan langsung kepada klien terkait siklus-siklus bisnis yang
dijalani, yaitu siklus pelaporan keuangan, siklus pembelian dan pengeluaran kas, siklus aset tetap,
siklus persediaan, siklus penggajian, dan siklus pendapatan dan penerimaan kas. Semua
keterangan terkait siklus-siklus tersebut didokumentasikan oleh auditor pada kertas kerja terkait
pemahaman proses bisnis klien.
Berdasarkan keterangan yang diberikan klien, siklus aset tetap sendiri terdiri dari lima
proses utama, yaitu pembelian aset tetap, pemeliharaan daftar aset tetap, penghitungan depresiasi,
dan penjualan aset tetap. Pembahasan terkait masingmasing proses akan dibahas lebih lanjut.
Pembelian Aset Tetap
Proses pembelian aset tetap yang dijalankan klien tidak memiliki perbedaan dengan
pembelian barang-barang selain aset tetap. Proses ini dimulai dari adanya permintaan dari
departemen tertentu terhadap suatu aset. Permintaan tersebut harus dibuat dalam pernyataan
tertulis dengan menggunakan requisition form (RF). Sebelum diproses lebih lanjut, RF tersebut
harus mendapat persetujuan dari kepala masing-masing departemen yang mengajukan permintaan.
Dokumen RF tersebut nantinya perlu untuk dibuat rangkap empat, untuk diberikan kepada bagian
akuntansi, pembelian, storekeeper, dan requestor.
Sebelum pembelian dilakukan, requestor perlu membawa RF yang diisi ke gudang untuk
memeriksa ketersediaan aset tetap yang diperlukan, karena ada kemungkinan bahwa aset tetap
yang dibutuhkan ternyata masih tersedia di gudang dan tidak diperlukan pembelian lagi. Bila aset
yang diminta masih tersedia di gudang, maka bagian gudang akan memberikan persetujuan pada
dokumen RF dan memberikan barang yang diminta oleh requestor. Bila barang yang diminta tidak
tersedia di gudang, maka bagian gudang akan membuat purchase requisition form (PRF), yang
nantinya akan dibuat rangkap tiga untuk bagian akuntansi, pembelian dan gudang. Dokumen PRF
yang asli akan diproses lebih lanjut setelah menerima persetujuan dari kepala departemen yang
mengajukan permintaan dan kepala departemen keuangan. Setelah mendapatkan persetujuan yang
diwajibkan, bagian pembelian akan mencari pemasok dari barang yang akan dibeli. Bagian
pembelian akan mengumpulkan setidaknya data dari tiga pemasok untuk membandingkan tawaran
yang diberikan. Pemilihan pemasok sepenuhnya merupakan wewenang dari direktur perusahaan.
Biasanya, pertimbangan dalam pembelian tersebut didasarkan dari harga penawaran yang paling
rendah. Selanjutnya, bagian pembelian akan membuat purchase order (PO) yang akan diberikan
kepada bagian finance. Dokumen PO ini nantinya akan dibuat rangkap tiga untuk diberikan kepada
pemasok, bagian akuntansi, bagian pembelian, dan gudang.
Ketika barang tersebut telah sampai di gudang, orang yang menerima akan mencocokkan
dokumen PO, PRF, surat jalan, dan barang yang telah diterima, untuk memastikan barang yang
diterima sudah sesuai dengan pesanan. Selanjutnya, bagian gudang akan membuat receiving report
yang akan diberikan ke bagian pembelian, dengan rangkap yang akan diberikan ke bagian
keuangan dan akuntansi. Dokumen penerimaan barang tersebut akan dijadikan acuan oleh bagian
akuntansi dalam pencatatan terkait barang yang dibeli. Pencatatan yang dilakukan sesuai dengan
nilai yang tertera pada invoice dari pemasok.
Jurnal yang dicatat setelah penerimaan barang:
Aset Tetap xxx
A/P Supplier xxx
Selanjutnya, bagian pembelian akan menerima tagihan dari pemasok. Bagian pembelian
akan mencocokkan invoice yang diterima dengan faktur pajak, kuitansi, dan dokumen PO. Bagian
pembelian juga harus memastikan dokumendokumen tersebut sudah diotorisasi oleh pihak yang
berwenang. Bila dokumen dan otorisasi yang diperlukan telah lengkap, bagian pembelian akan
memberikan dokumen tersebut kepada kasir agar pembayaran dapat diproses. Bagian kasir
nantinya akan menyiapkan payment voucher, bilyet giro atau cek, dan slip setoran. Voucher dan
cek atau giro yang disiapkan akan dikaji dan harus mendapatkan persetujuan dari bagian keuangan
dan direktur perusahaan. Setelah mendapatkan persetujuan, pembayaran akan diproses oleh kasir.
Dokumen rangkap yang diterima oleh bagian keuangan nantinya akan diberikan kepada bagian
akuntansi untuk dijadikan acuan dalam pencatatan.
Jurnal yang dicatat setelah pembayaran diproses:
A/P Supplier xxx
Bank xxx
Atas aset tetap berupa bangunan apartemen yang dimiliki untuk disewakan tidak
diklasifikasikan sebagai properti investasi. Hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa
penerimaan atas rental tidak dapat berjalan tanpa adanya fasilitas penunjang dan tidak terjadi
pemindahan tanggung jawab ketika suatu unit apartemen disewa oleh pihak luar. Tidak adanya
pemindahan tanggung jawab kepada penyewa mengharuskan PT AI untuk tetap bertanggung
jawab atas biaya pengelolaan dan pemeliharaan bangunan. Kondisi ini tidak memenuhi syarat
properti investasi berdasarkan PSAK 13 yang mengharuskan adanya independence of generation
of cash flow untuk suatu aset tetap agar dapat diklasifikasikan sebagai properti investasi. Karena
itu, aset bangunan masih diklasifikasi sebagai aset tetap yang diatur oleh PSAK 16 (revisi 2011).
Pemeliharaan Daftar Aset Tetap
Daftar aset tetap perusahaan selalu di-update oleh bagian akuntansi ketika ada penambahan
atau pelepasan aset tetap. PT AI tidak menetapkan nilai materialistis minimum untuk pengeluaran
yang dapat dikapitalisasi sebagai aset. Pengeluaran yang dapat diakui sebagai aset tetap didasarkan
lewat pertimbangan dari masa manfaat dari aset yang dibeli, bila masa manfaat melebihi satu tahun
maka pengeluaran tersebut dapat dikapitalisasi sebagai aset. Penambahan dan pelepasan aset tetap
tersebut harus mendapatkan persetujuan dari bagian keuangan dan Property Manager. Berbeda
dengan pembelian aset tetap lain, untuk pembelian kendaraan membutuhkan persetujuan dari
direktur, dan general manager. Perusahaan jarang melakukan pemeriksaan fisik dari aset tetap
perusahaan, dikarenakan jumlah aset tetap yang begitu banyak dan terletak di kamar-kamar yang
ditempati oleh tennant.
Dalam melakukan input ke daftar aset tetap, bagian akuntansi mencatat nilai aset tetap
berdasarkan harga perolehan yang dikeluarkan untuk mendapatkan dan mengkondisikan aset tetap
tersebut seusai dengan kebutuhan perusahaan. Selain harga perolehan, daftar aset tetap harus berisi
deskripsi aset tetap, bulan dan tahun pembelian, tipe klasifikasi aset tetap, masa manfaat, jumlah,
depresiasi per bulan, dan nilai buku bersih. Daftar aset tetap dibuat berdasarkan lokasi dari aset
tetap bersangkutan, yaitu bagian pemasaran, ruang serba guna, housekeeping dan meeting room,
dan serviced apartment .
Penghitungan Depresiasi
Penghitungan depresiasi aset tetap dilakukan oleh salah satu personel dari departemen
akuntansi setiap bulannya. Penghitungan depresiasi yang dilakukan menggunakan metode garis
lurus (straight line) untuk semua jenis aset. Perhitungan yang dilakukan akan diperiksa oleh
manajer departemen Finance & Accounting. Setelah mendapat persetujuan, bagian akuntansi akan
menyiapkan journal voucher untuk mencatat beban depresiasi pada bulan bersangkutan ke dalam
buku besar dan akan diinput ke dalam daftar aset tetap. Perusahaan melakukan pengkajian ulang
secara periodik untuk melihat adanya perubahan pada umur manfaat dan nilai residu dari aset tetap
yang dimiliki.
Dalam menentukan masa manfaat dari suatu aset tetap, PT AI menggunakan tarif sesuai
dengan peraturan pajak. Tarif depresiasi berdasarkan peraturan pajak dibagi atas aset bangunan
dan non-bangunan. Aset tetap berupa bangunan dibagi atas permanen dan non-permanen.
Sementara itu, untuk aset tetap non-bangunan dibagi ke dalam 4 kategori masa manfaat. Dalam
menentukan kategori tersebut, secara lebih rinci dijelaskan pada PMK No. 96/PMK.03/2009
terkait jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk
keperluan penyusutan. Penggunaan tarif sesuai dengan peraturan pajak digunakan dengan maksud
untuk mengurangi kemungkinan timbulnya temporary difference ketika melakukan penghitungan
pajak badan. Berikut merupakan masa manfaat dari berbagai kategori aset tetap berdasarkan
peraturan pajak:

Tarif Penyusutan
Masa
Kelompok Harta (Metode Garis
Manfaat
Lurus)
Bukan Bangunan
Kelompok I 4 Tahun 25%
Kelompok II 8 Tahun 12,50%
Kelompok III 16 Tahun 6,25%
Kelompok IV 20 Tahun 5%
Bangunan
Permanen 20 Tahun 5%
Tidak Permanen 10 Tahun 10%

Penjualan Aset Tetap


Setiap aset tetap yang akan dijual harus mendapatkan persetujuan dari Property Manager.
Aset yang akan dijual akan diserahkan terlebih dahulu ke bagian gudang dan akan diambil alih
oleh pihak koperasi karyawan. Pihak koperasi akan menegosiasi harga kepada pembeli pihak
ketiga atau pengumpul barang bekas. Selanjutnya, kepala koperasi akan mengajukan harga
penawaran dari pihak ketiga tersebut kepada manajer keuangan dan akuntansi untuk memastikan
harganya sesuai dengan perhitungan bagian akuntansi.
Setelah mendapatkan persetujuan harga dari bagian akuntansi, barang tersebut akan
ditawarkan terlebih dahulu kepada karyawan perusahaan dengan harga jual yang telah disetujui.
Bila tidak ada karyawan yang berminat, barang tersebut baru akan dijual kepada pihak ketiga.
Invoice dari penjualan barang tersebut akan diproses setelah ada pembeli yang siap membayarkan
barang tersebut sesuai dengan harga yang telah disetujui. Setelah penjualan dilakukan, perusahaan
akan mengakui rugi atau laba atas penjualan aset tetap tersebut dengan membandingkan harga jual
dengan nilai buku bersih dari aset yang dijual.
Analisis Kebijakan Akuntansi Aset Tetap PT AI
Pada analisis ini penulis akan membandingkan kebijakan akuntansi yang dijalankan oleh
PT AI terkait aset tetap dengan standar akuntansi yang berlaku, yaitu PSAK 16 (revisi 2011).
Analisis akan dilakukan mulai dari tahap pengakuan aset tetap, pengukuran setelah pengukuran,
depresiasi aset tetap, penghentian pengakuan aset tetap, penyajian aset tetap, dan pengungkapan
aset tetap.
1. Pengakuan Aset Tetap
Pengakuan suatu aset sebagai aset tetap oleh PT AI sendiri dilakukan ketika suatu aset yang
dibeli untuk digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan dan dalam jangka waktu lebih dari
satu tahun. Bagi aset berupa bangunan, diakui sebagai aset tetap bagi bangunan untuk disewakan
dan diakui sebagai persediaan bagi bangunan yang dijual. Terkait besarnya nilai aset tetap yang
dicatat, sesuai dengan kebijakan yang diterapkan, pengakuan aset tetap dicatat sebesar biaya
perolehan yang dikeluarkan untuk mengkondisikan aset tetap sesuai dengan kebutuhan PT AI.
Biaya perolehan tersebut meliputi biaya yang dapat diatribusikan langsung, seperti biaya
pengiriman, biaya instalasi, dan biaya imbalan kerja. Kebijakan pengakuan yang diterapkan sudah
sesuai dengan PSAK 16 (revisi 2011).
2. Pengukuran Setelah Pengakuan Awal
Dalam melakukan pengukuran setelah pengakuan awal, PT AI memilih untuk menggunakan
metode biaya historis. Model biaya mengharuskan perusahaan untuk mencantumkan nilai aset
tetap berdasarkan biaya perolehannya dikurangi dengan akumulasi depresiasi dan amortisasi
hingga tanggal neraca tersebut, Dengan menggunakan metode biaya, PT AI tidak perlu melakukan
revaluasi nilai aset tetap berdasarkan nilai wajar aset tetap. Metode pengukuran yang dipilih PT
AI sudah sesuai dengan peraturan pengukuran setelah pengakuan awal aset tetap yang diatur pada
PSAK 16 (revisi 2011), yang membolehkan perusahaan untuk melakukan pengukuran aset tetap
menggunakan model biaya maupun model revaluasi.
Kebijakan perusahaan terkait depresiasi aset tetap juga sudah sesuai dengan peraturan PSAK
16 (revisi 2011). PT AI memilih untuk menggunakan metode garis lurus bagi semua aset tetap
yang dimiliki dalam menghitung beban depresiasi di setiap periode. Penggunaan metode garis
lurus menyebabkan perusahaan selalu mengakui adanya penyusutan yang besarannya selalu sama
di setiap periode terlepas dari tingkat penggunaan aset tersebut. Perusahaan memilih untuk tidak
menggunakan nilai residu bagi semua aset tetap, dengan tujuan untuk memudahkan perhitungan
dan dikarenakan besarnya nilai residu dianggap tidak signifikan. Dalam penentuan masa manfaat
aset tetap, PT AI memilih untuk menggunakan tariff yang diberlakukan oleh PMK No.
96/PMK.03/2009 sesuai dengan perhitungan depresiasi berdasarkan pajak. PT AI menganggap
tarif yang diberlakukan peraturan pajak sudah cukup sesuai dengan penggunaan aset tetap yang
dimiliki. Pengakuan beban depresiasi selalu dicatat di laporan laba rugi, sesuai dengan yang diatur
pada PSAK 16 (revisi 2011). PT AI juga melakukan pengkajian ulang secara periodik untuk
melihat adanya perubahaan dari umur manfaat dan nilai residu dari aset tetap yang dimiliki.
Namun, terkait pengkajian secara periodik ini hanya sebatas keterangan yang diberikan
manajemen. Tidak ada bukti nyata yang menyatakan adanya proses pengkajian yang dilakukan.
3. Pemberhentian Pengakuan Aset Tetap
Pemberhentian pengakuan aset tetap dilakukan PT AI ketika suatu aset tetap telah dijual ke
pihak luar. Berdasarkan PSAK 16 (revisi 2011), pemberhentian pengakuan aset tetap dapat
dilakukan bila terjadi pelepasan atau ketika suatu aset tetap tidak dapat memberikan manfaat
ekonomis. Pelepasan itu sendiri dapat dilakukan melalui penjualan, disumbangkan, atau
disewakan melalui sewa pembiayaan. Perusahaan lebih memilih untuk menjual aset tetap ke pihak
luar ketika mereka memutuskan untuk melepas aset tetap. Keuntungan atau kerugian yang timbul
dari penjualan aset tetap tersebut diakui dalam laporan laba rugi perusahaan.
4. Penyajian Aset Tetap
PT AI menyajikan nilai aset tetap secara keseluruhan pada neraca keuangan perusahaan dengan
nilai bersih setelah dikurangi dari akumulasi depresiasi hingga tanggal neraca pada 31 Desember
2013. Rincian dari aset tetap tersebut secara lebih lanjut dijelaskan pada catatan laporan keuangan.
Beban terkait aset tetap disajikan pada laporan laba rugi perusahaan, yang rinciannya terdapat pada
catatan laporan keuangan. Pada rincian tersebut beban depresiasi dan beban pemeliharaan
diatribusikan dalam beban langsung, beban administrasi dan umum, dan beban penjualan.
Penyajian aset tetap PT AI sudah sesuai dengan standar yang berlaku. Secara lebih lanjut,
penyajian atas aset tetap dan beban terkait dapat dilihat pada lampiran 1.
5. Pengungkapan Aset Tetap
Pada laporan keuangan PT AI, sudah terdapat informasi terkait:
a. Dasar pengukuran dalam menentukan nilai bruto yang tercatat
b. Metode depresiasi yang digunakan
c. Umur manfaat dan tarif depresiasi dari masing-masing kelompok aset tetap
d. Jumlah tercatat bruto serta akumulasi depresiasi pada awal dan akhir tahun berjalan
e. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode
PSAK 16 (revisi 2011) juga mengharuskan perusahaan untuk mengungkapkan kondisi khusus
terkait aset tetap, seperti adanya aset yang dijaminkan, atau adanya restriksi atas hak penggunaan
aset tetap. Pada tahun 2013, tidak ada aset tetap PT AI yang dijadikan jaminan atas hutang. PT AI
juga saat ini tidak memiliki aset dalam pembangunan dan aset yang dijadikan sebagai komitmen
kontraktual. Karena itu, tidak diperlukan pengungkapan atas informasi tersebut. Pengungkapan
yang dilakukan PT AI telah sesuai dengan PSAK 16 (revisi 2011). Pengungkapan terkait aset tetap
dapat dilihat pada lampiran 2.
Pelaksanaan Audit atas Aset Tetap PT AI
Selama menjalankan kegiatan magang, penulis bergabung dengan sebuah tim yang
mendapatkan tugas untuk melaksanakan audit atas laporan keuangan grup PT IP untuk periode 31
Desember 2013. Tim audit grup PT IP terdiri dari seorang manager, seorang assistant manager,
dua orang associate 2, dan dua orang trainee. Selama kegiatan magang sendiri, penulis lebih
banyak mengerjakan prosedur audit lapangan. Pelaksanaan audit yang dijalankan KAP OBSE
mengacu pada Deloitte Audit Approach Manual (DAAM) yang digunakan oleh seluruh kantor
afiliasi dari Deloitte Touche Tohmatsu.
Penerimaan Klien
Tahapan pertama dari pelaksanaan audit dimulai dengan proses penerimaan klien.
Pengambilan keputusan terkait penerimaan klien dibuat berdasarkan penilaian atas risiko yang
akan timbul bila kerja sama dengan klien terjalin. Dalam menentukan risiko meliputi suatu klien,
auditor perlu melakukan pemahaman mendalam terhadap kondisi dan lingkungan bisnis
perusahaan. Pemahaman tersebut didapatkan melalui keterangan yang diberikan langsung oleh
klien, pihak ketiga seperti kuasa hukum, dan berdasarkan pengalaman dari auditor pada periode
sebelumnya. Berikut adalah beberapa masalah menurut DAAM yang perlu ditanyakan kepada
klien untuk membantu tim audit dalam menilai risiko perusahaan:
1. Karakteristik dan Integritas Manajemen: auditor akan menanyakan apakah adanya
pengaruh dari bagian atas manajemen terkait filosofi, karakteristik, dan gaya operasional
pada perusahaan secara keseluruhan.
Berdasarkan keterangan yang diberikan general manager perusahaan, tidak ada pengaruh
negatif atas karakteristik dan integritas manajemen atas dalam menjalankan bisnis.
Manajemen terdiri dari personel yang sudah bekerja di perusahaan dalam waktu yang lama
dan sangat memahami operasional perusahaan.
2. Struktur organisasi: Beberapa contoh dari kondisi struktur yang dapat meningkatkan risiko
klien adalah alokasi tugas dan tanggung jawab yang tidak jelas dan ketika perusahaan baru
menjalankan ekspansi besar-besaran.
Struktur perusahaan tergolong tidak rumit dan sesuai dengan bisnis yang dijalani.
Penerapan rantai komando dan alokasi tanggung jawab telah dijalankan dengan baik.
3. Sifat bisnis: Beberapa contoh kondisi yang mampu meningkatkan risiko perusahaan adalah
perusahaan memiliki siklus operasional yang panjang dan menggunakan strategi
pembiayaan yang kompleks dan inovatif.
Perusahaan klien beroperasi pada penjualan dan sewa apartemen. Perusahaan tidak
memiliki key customer, sehingga sumber pendapatan tidak bergantung pada suatu pihak.
Perusahaan juga tidak menggunakan estimasi dan strategi pembiayaan yang rumit.
4. Lingkungan Bisnis: Auditor melakukan penilaian atas keterangan yang diberikan klien
terkait faktor eksternal yang dapat mempengaruhi risiko bisnis perusahaan.
Berdasarkan keterangan yang diberikan klien, tidak ada faktor-faktor eksternal yang secara
signifikan dapat mempengaruhi kegiatan operasional perusahaan. Tim audit juga
melakukan konfirmasi dengan kuasa hukum perusahaan dan melakukan penilaian
berdasarkan pengalaman dari audit periode sebelumnya.
5. Kinerja keuangan: risiko perusahaan dapat meningkat bila perusahaan klien mendapatkan
tekanan besar untuk mencapai target kinerja keuangan tertentu. Beberapa kondisi yang
mampu meningkatkan tekanan tersebut antara lain adalah ketika kompensasi manajemen
bergantung pada kinerja keuangan perusahaan.
Berdasarkan keterangan yang diberikan general manager perusahaan, tidak ada faktor-
faktor yang memberikan tekanan kepada pihak manajemen untuk memanipulasi laba untuk
mencapai target keuangan tertentu. Manajemen juga menjelaskan bahwa perusahaan
beroperasi secara stabil karena tidak ada ekspansi atau akuisisi yang dilakukan.
6. Hubungan bisnis dengan pihak afiliasi: auditor perlu memiliki pemahaman memadai
terkait sifat transaksi dan hubungan bisnis dengan pihak afiliasi. Manajemen menerangkan
bahwa segala transaksi dengan pihak afiliasi selalu dilengkapi dengan dokumen
pendukung. Manajemen juga berusaha terbuka kepada auditor bila ada pertanyaan seputar
transaksi dengan pihak afiliasi.
7. Pengalaman dari audit periode sebelumnya: risiko audit akan lebih besar bila audit baru
dijalankan pertama kali. PT AI sendiri sudah menjadi klien KAP OBSE dalam beberapa
tahun terakhir. Selama menjadi klien KAP OBSE, manajemen PT AI bersikap sangat
kooperatif, terutama dalam memberikan dokumen dan data pendukung yang diperlukan
dalam menjalankan prosedur audit.
8. Risiko penyelewengan: auditor perlu memahami adanya faktor-faktor yang dapat
meningkatkan kemungkinan adanya salah saji laporan keuangan yang disengaja. Faktor-
faktor tersebut antara lain adalah tekanan dari pihak ketiga maupun dari dalam perusahaan
untuk mencapai target kinerja keuangan tertentu dan sifat dari industri ataupun operasional
perusahaan yang memungkinkan adanya peluang untuk melakukan penyelewengan.
Setelah mendapatkan keterangan klien, auditor perlu merumuskan risiko signifikan yang
meliputi klien tersebut. Pada kasus PT AI, tim audit merumuskan risiko signifikan yang meliput
klien adalah risiko terkait pengakuan pendapatan dan risiko terkait pelanggaran terhadap
pengendalian internal untuk mencapai tujuan tertentu. Risiko signifikan yang telah ditentukan
tersebut nantinya perlu dihubungkan dengan suatu saldo akun, kelompok transaksi tertentu,
pengungkapan tertentu, atau risiko yang berhubungan dengan laporan keuangan secara
keseluruhan. Risiko signifikan yang telah ditentukan nantinya akan diuji dengan uji pengendalian
internal (test of control)
Pembuatan Engagement Letter dan Pembentukan Tim
Setelah memutuskan untuk menerima klien, partner akan menyiapkan engagement letter
sebagai pernyataan tertulis mengenai tujuan audit, ruang lingkup audit, dan tanggung jawab dari
kedua belah pihak. Tentunya isi dari engagement letter harus sudah disetujui oleh kedua belah
pihak.
Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah pembentukan tim yang akan
menjalankan proses audit. Anggota tim diharuskan memiliki kemampuan dan kapabilitas sesuai
kriteria yang ditetapkan oleh kebijakan KAP OBSE, standar profesional, dan hukum yang berlaku.
KAP juga memberlakukan kebijakan bahwa harus ada rotasi engagement partner. Engagement
partner hanya boleh memimpin tim audit suatu klien dalam dua periode, selanjutnya akan
digantikan oleh partner yang lain.
Tim yang dibentuk untuk mengaudit grup PT IP cenderung tidak besar, karena klien masih
dianggap belum beroperasi dalam skala besar dan menjalankan proses bisnis yang rumit. Tim audit
grup PT IP sendiri terdiri dari seorang manajer, seorang asisten manajer, dua orang associate 2,
dan dua orang trainee. KAP juga memutuskan untuk tidak menggunakan jasa IT specialist saat
mengaudit PT IP, dikarenakan sistem komputer dan aplikasi yang digunakan perusahaan masih
sangat sederhana dan belum terintegrasi.
Penetapan Materialitas
Dalam merancang strategi audit secara keseluruhan, tim audit perlu menentukan tingkat
materialitas yang akan digunakan. KAP OBSE memiliki tiga jenis materialitas, yaitu Materiality
(M), Performance Materiality (PM), Clearly Trivial Misstatement (CTM). Ketiga jenis materialitas
tersebut memiliki maksud yang berbeda. M merupakan total salah saji yang dapat diterima dari
suatu laporan keuangan. PM merupakan salah saji yang dapat diterima dari suatu kelompok akun.
CTM merupakan salah saji yang dapat diterima dari suatu akun yang terdiri dalam kelompok akun.
Penentuan materialitas sangatlah bergantung pada pertimbangan profesional auditor.
Auditor perlu memilih acuan yang akan digunakan dalam perhitungan tingkat materialitas.
Penjualan dipilih atas pertimbangan bahwa akun ini memiliki pergerakan cukup stabil dari tahun
ke tahun, dan dianggap dapat menggambarkan kinerja dan pertumbuhan perusahaan.
Besarnya penjualan pada tahun 2013 tersebut nantinya akan dikalikan dengan factor rate.
Besarnya persentase dari factor rate sendiri sudah ditetapkan oleh Deloitte Audit Approach Manual
(DAAM). Factor rate yang akan digunakan sesuai dengan besarnya penjualan PT AI adalah
sebesar 2.35%. Tim audit mendapatkan angka materialitas sebesar 1,401,830,424, yang
selanjutnya akan dibulatkan menjadi 1,400,000,000 untuk melakukan perhitungan komponen
materialitas berikutnya. Selanjutnya, untuk menentukan besarnya PM, materialitas yang dipilih
dikalikan dengan 90%. Besarnya CTM sendiri merupakan 10% dari total materialitas, dan
besarnya AUM adalah 10% dari total materialitas.

Description Calculation
59,652,358,48
Benchmark Balance (Revenue) 6
Selected Factor 2.35%
Calculated Materiality (Benchmark *
Factor) 1,401,830,424
Selected Materiality (rounded) 1,400,000,000
Total Anticipated Uncorrected
Materiality 140,000,000
Performance Materiality 1,260,000,000
Clearly Trivial Misstatement 70,000,000

Karena PT AI merupakan anak perusahaan dari PT IP, materialitas yang telah dihitung
tersebut harus dibandingkan terlebih dahulu dengan materialitas perusahaan induk. Tim audit akan
menghitung besarnya materiality based on forecast berdasarkan materialitas induk. Setelah
membandingkan kedua perhitungan materialitas tersebut, tim audit akan memilih tingkat
materialitas yang lebih kecil untuk digunakan dalam proses audit.
Pada PT IP sendiri, acuan yang digunakan adalah total aset. Penghitungan komponen
materialitas berdasarkan total aset ditentukan dengan cara mengalikan nilai total aset dengan 3%
(berdasarkan DAAM). Dalam menentukan materiality based on forecast, auditor membandingkan
terlebih dahulu total aset antara PT AI dengan perusahaan induk. Rasio yang didapatkan akan
menjadi acuan atas persentase yang akan digunakan dalam menentukan materiality based on
forecast. Perbandingan atas materialitas PT AI dengan materiality based on forecast dapat dilihat
di tabel 4.3
Performance
Perusahaan Materiality CTM
Materiality
PT IP 1,590,000,000 1,431,000,000 79,500,000
PT AI 1,400,000,000 1,260,000,000 70,000,000

Indicative Range of
% of the Group Materiality M
Amount for choosen benchmark = Taksiran
Perusahaan Represented by Compared to ba
Total Aset %
Chosen Benchmark Group Materiality fo
(refer to DAAM)
PT IP 793,633,878,112 100%
PT AI 333,960,293,862 42% 55% - 75% 65% 1,0

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, tim audit menemukan bahwa perhitungan


komponen materialitas PT AI lebih besar dibandingkan dengan materiality based on forecast. Tim
audit menemukan besaran materiality based on forecast sebesar 1,033,500,000. Nilai tersebut lebih
kecil dari komponen materialitas PT AI sebesar 1,400,000,000. Tim audit memutuskan untuk
menggunakan nilai materialitas sebesar 1,033,500,000. Selanjutnya, tim audit perlu melakukan
perhitungan kembali untuk menentukan besaran AUM, PM, dan CTM. Perhitungan untuk ketiga
materialitas tersebut sama dengan cara perhitungan pada materialitas PT AI sebelumnya. Dengan
nilai materialitas baru, didapatkan nilai AUM, PM, dan CTM sebagai berikut:

Description Amount
Selected Materiality (M) 1,033,500,000
AUM (10% of M) 103,350,000
PM (90% of M) 930,150,000
CTM (5% of M) 51,675,000

Nilai CTM sendiri biasanya digunakan ketika auditor menjalankan pengujian substantif.
Sebagai contoh, bila auditor melakukan perhitungan ulang atas beban depresiasi aset tetap klien,
ada kemungkinan auditor akan menemukan selisih dengan angka beban depresiasi yang terdapat
di neraca. Bila selisih tersebut melebihi nilai CTM, auditor perlu melakukan prosedur tambahan
untuk mengetahui timbulnya selisih tersebut. Prosedur tambahan tersebut dapat berupa inquiry
kepada klien atau dengan dokumentasi atas dokumen pendukun dari suatu aset tertentu yang
menimbulkan adanya selisih tersebut.
Menentukan Program Audit
Pada tahap penerimaan klien, tim audit sudah memperdalam pemahamannya atas kegiatan
bisnis klien. Pemahaman yang mendalam tersebut membantu auditor untuk merumuskan risiko
signifikan yang perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut ketika audit dijalankan. Selanjutnya, tim
audit juga perlu menentukan risiko-risiko lainnya yang membutuhkan prosedur pengujian.
Risikorisiko yang telah ditentukan akan didokumentasikan ke dalam sebuah kertas kerja yang
bernama Audit Planning Memorandum (APM). Kertas kerja APM juga berisi perencanaan audit
secara komprehensif, dimulai dari ruang lingkup audit, komponen materialitas yang digunakan,
risiko signifikan, dan risiko-risiko salah saji lainnya. Pada APM, risiko signifikan yang telah
ditentukan pada tahap sebelumnya dibagi ke dalam beberapa risiko yang memungkinkan
timbulnya salah saji. Pembagian risiko tersebut memungkinkan tim audit untuk memilih asersi
manajemen terkait, dan merancang prosedur pengujian yang sesuai agar tujuan audit dapat
tercapai.
Selanjutnya, tim audit perlu mengidentifikasi risiko-risiko non-signifikan yang dapat
memungkinkan terjadinya salah saji material. Setiap risiko tersebut harus dihubungkan dengan
suatu saldo akun, kelas transaksi tertentu, atau memiliki risiko yang memiliki dampak pada
pengungkapan dan laporan keuangan secara keseluruhan. Setelah menghubungkan risiko dengan
kelas transaksi atau saldo akun tertentu, auditor dapat mengembangkan prosedur pengujian lebih
lanjut untuk setiap saldo akun atau kelas transaksi. Prosedur yang telah dirancang untuk
masingmasing saldo akun tersebut nantinya akan didokumentasikan pada kertas kerja Model Audit
Program. Kertas kerja Model Audit Program nantinya juga akan digunakan setelah prosedur audit
atas aset tetap telah dijalankan. Pada kertas kerja tersebut, auditor perlu menyertakan kesimpulan
atas prosedur substantif yang telah dijalankan, beserta acuan atas kertas kerja untuk prosedur
terkait, Identifikasi risiko dan prosedur pengujian yang akan dijalankan terkait aset tetap dapat
dilihat pada tabel 4.5.
Prosedur Audit atas Aset Tetap
Pada tahapan ini tim audit mulai menjalankan berbagai prosedur yang telah ditentukan
pada tahapan perancangan program audit secara keseluruhan. Pada tahap penetapan risiko, aset
tetap dianggap memiliki tingkat risiko normal, karena itu tidak diperlukan pengujian atas
keefektifan pengendalian internal. Pada tabel 4.5, dapat dilihat bahwa tim audit memilih tingkat
pengujian tanpa bergantung terhadap pengendalian internal perusahaan (not relying on Control).
Tingkat pengujian yang tidak bergantung pada pengendalian internal perusahaan akan berdampak
pada pemilihan sampel atas pengujian yang jumlahnya lebih banyak bila dibandingkan dengan
tingkat pengujian yang mengandalkan pengendalian internal perusahaan.
1. Prosedur Analitis
Prosedur audit aset tetap diawali dengan membuat lead schedule kelompok akun aset tetap terlebih
dahulu. Lead schedule terdiri dari angka akun-akun yang terdapat pada kelompok aset tetap. Angka
tersebut didapatkan langsung dari trial balance yang didapatkan dari klien. Pada lead schedule,
terdapat angka saldo akun pada akhir tahun 2013 dan 2012. Angka pada akhir tahun 2013 yang
didapatkan dari klien ini disebut dengan angka preliminary. Pada kertas kerja ini, sudah terdapat
dua kolom tambahan yang berfungsi untuk mengisi adanya angka penyesuaian dan reklasifikasi.
Angka akhir tahun 2013 setelah adanya jurnal penyesuaian dan reklasifikasi tersebut disebut juga
sebagai angka final.
Saat pembuatan lead schedule ini, auditor juga dapat melakukan prosedur analitis untuk
kelompok akun bersangkutan. Pada kertas kerja lead schedule terdapat kolom yang menunjukkan
perubahan dari masing-masing akun yang terdapat pada kelompok aset tetap. Bila besarnya
perubahan angka tersebut melebihi 10% dari nilai materialitas, yang pada PT AI adalah sebesar
103,350,000, maka auditor perlu melakukan analisis lebih lanjut terkait perubahan tersebut. Dari
prosedur analitis yang telah dilakukan, auditor menemukan adanya peningkatan yang cukup
signifikan pada biaya perolehan pada akun kendaraan, furnitur, dan renovasi bangunan.
Berdasarkan keterangan klien, peningkatan tersebut muncul dari sejumlah pembelian atas aset
tetap baru. Setelah lead schedule dibuat, auditor dapat menjalankan prosedur substantif lainnya.
2. Pengujian atas Saldo Akhir dan Mutasi Aset Tetap
Selanjutnya, auditor perlu melakukan verifikasi atas saldo akhir aset tetap dan memeriksa
mutasi atau perubahan aset tetap secara lebih lanjut pada kertas kerja tersendiri. Pengerjaan
prosedur ini dimulai dengan meminta daftar aset tetap yang sudah disiapkan oleh klien. Pada daftar
aset tetap yang disiapkan oleh klien terdapat semua aset tetap yang dimiliki beserta informasi
pendukung seperti biaya perolehan, masa manfaat, beban depresiasi setiap bulannya, dan nilai
buku bersih setiap aset tetap. PT AI menyediakan daftar aset tetap untuk perlengkapan, bangunan,
dan kendaraan. Pada daftar aset tetap perlengkapan dibagi lebih lanjut berdasarkan lokasi aset
tersebut.
Setelah daftar aset tetap didapat, auditor dapat melakukan perhitungan perubahan aset tetap
dari tahun 2012 ke tahun 2013. Perhitungan dapat dilakukan dengan memasukan saldo akhir tahun
2012 ditambahkan dengan penambahan dan pelepasan aset pada tahun 2013. Auditor akan
mendapatkan saldo akhir tahun 2013 berdasarkan perhitungan audit. Auditor harus memastikan
saldo hasil perhitungan pada akhir tahun 2013 tersebut sudah sesuai dengan daftar aset tetap yang
diberikan oleh klien. Perhitungan atas mutasi aset tetap yang telah dilakukan oleh auditor
membuktikan bahwa tidak adanya perbedaan antara angka yang tercatat pada neraca dengan
rincian pada daftar aset tetap milik PT AI.
3. Melakukan Perhitungan Ulang Beban Depresiasi
Selain memastikan perhitungan nilai saldo akhir aset tetap, auditor juga perlu memeriksa
perhitungan beban depresiasi dari aset tetap yang diakui PT AI pada tahun 2013. Auditor
melakukan penghitungan ulang aset tetap dengan menggunakan informasi tanggal pembelian aset
tetap dan masa manfaat dari aset masing-masing aset tetap. Informasi tersebut telah tersedia pada
daftar aset tetap yang diberikan oleh klien. Dari informasi tersebut, tim audit juga memastikan
bahwa umur manfaat dari aset tetap yang dimiliki telah sesuai dengan kebijakan akuntansi yang
digunakan oleh PT AI. Dalam penghitungan beban depresiasi, PT AI menggunakan metode
penyusutan garis lurus tanpa menggunakan nilai residu untuk semua aset tetap yang mereka miliki.
Dari hasil perhitungan beban depresiasi tersebut, auditor akan melakukan investigasi lebih
lanjut bila menemukan adanya perbedaan yang signifikan dengan perhitungan beban depresiasi
klien. Selisih antara perhitungan auditor dan perhitungan klien yang berasal dari pembulatan tidak
akan ditindaklanjuti.
Selanjutnya, tim audit melakukan verifikasi terhadap saldo akhir akun akumulasi penyusutan
aset tetap. Verifikasi atas saldo akhir ini dilakukan dengan membandingkan angka akumulasi
depresiasi yang terdapat pada neraca dengan angka yang terdapat pada daftar aset tetap.
Penambahan atas akumulasi penyusutan tersebut didapatkan dari master file aset tetap yang
disiapkan oleh PT AI. Pengurangan atas akumulasi aset tetap dapat timbul akibat adanya penjualan
dari suatu aset tetap pada tahun berjalan.
Setelah menjalankan prosedur di atas, auditor menemukan adanya selisih yang timbul akibat
adanya perbedaan pada perhitungan bulan pada suatu aset komputer yang dimiliki PT AI. Tim
audit tidak menjalankan prosedur tambahan atas selisih tersebut dikarenakan nilainya jauh
dibawah tingkat materialitas yang telah ditetapkan. Selisih pada beban depresiasi kendaraan dan
bangunan berasal dari perbedaan pembulatan angka, sehingga tim audit hanya mengajukan jurnal
penyesuaian bagi beban depresiasi komputer dan peralatan.
Jurnal penyesuaian beban depresiasi komputer dan peralatan:
Beban Depresiasi Komputer XXX
Akumulasi Depresiasi – Komputer XXX
4. Test of Detail Penambahan Aset Tetap
Prosedur berikutnya yang dilakukan oleh auditor adalah melakukan pengujian terinci untuk
penambahan aset tetap selama tahun 2013. Pada buku besar PT AI ada sebanyak 121 transaksi
penambahan aset tetap pada tahun 2013. Nilai nominal dari seluruh transaksi pembelian pada buku
besar tersebut dicocokkan dengan nilai nominal dari aset tetap yang memiliki tanggal perolehan di
tahun 2013 pada daftar aset tetap, untuk memastikan tidak ada perbedaan antara daftar aset tetap
dengan pencatatan di buku besar. Banyaknya transaksi pembelian tersebut mengharuskan auditor
untuk memilih sampel. Penghitungan sampel dilakukan dengan metode monetary unit sampling.
Penghitungan sampel dengan metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan kertas kerja
monetary unit sampling yang telah diformat secara khusus oleh Deloitte. Dalam penghitungan
sampel tersebut, auditor membutuhkan nilai populasi dari penambahan aset tetap. Angka tersebut
nantinya akan dibagi dengan performance materiality untuk mendapatkan jumlah sampel yang
akan diambil. Jumlah sampel dan seluruh transaksi penambahan tersebut nantinya akan
dimasukkan ke dalam kertas kerja monetary unit sampling.
Setelah mendapatkan tiga sampel yang diperlukan, auditor akan meminta kepada bagian
akuntansi dokumen voucher beserta dokumen pendukung lainnya seperti invoice, bilyet giro, cek,
faktur pajak, purchase order, dan requisition form. Dokumen yang didapat akan dicocokkan
dengan transaksi yang tercatat. Dengan dokumen pendukung yang diberikan, terutama vendor
invoice, giro atau cek, dan faktur pajak, auditor dapat melakukan pengujian untuk mencapai tujuan
audit terkait keberadaan dan ketepatan. Auditor juga memeriksa ketepatan nilai aset yang tercatat
dan ketepatan tanggal pencatatan berdasarkan tanggal yang tercatat pada receiving report dan cek
atau giro untuk pencatatan tanggal pembayaran. Berdasarkan prosedur vouching yang telah
dilakukan, auditor berkesimpulan bahwa pencatatan penambahan aset tetap pada tahun 2013 telah
dilakukan secara wajar.
5. Test of Detail dan Pengujian Laba (Rugi) Penjualan Aset Tetap
Selanjutnya auditor perlu menjalankan prosedur atas penjualan aset tetap. Auditor harus
memastikan nilai penjualan yang terdapat pada daftar aset tetap telah sesuai dengan nilai penjualan
pada transaksi penjualan yang ada di buku besar perusahaan. Selanjutnya prosedur yang dilakukan
adalah pengujian terinci atas penjualan dan penghitungan laba rugi penjualan aset tetap. Pada
pengujian test of detail penjualan aset tetap, auditor memutuskan untuk melakukan pengujian pada
seluruh populasi. Hal ini dilakukan karena penjualan pada tahun 2013 tidak terlalu banyak, karena
itu tidak diperlukan adanya penghitungan sampel untuk pengujian. Selanjutnya, auditor meminta
kepada klien receiving voucher untuk penerimaan kas beserta dokumen pendukung lainnya
sebagai syarat dalam pencatatan penjualan aset tetap. Transaksi penjualan aset tetap yang didapat
dari buku besar kemudian dicocokkan dengan dokumen pendukung yang diberikan oleh klien
untuk memastikan pencatatan transaksi tersebut telah dilakukan dengan wajar.
Pada prosedur selanjutnya, auditor memastikan bahwa pencatatan laba atau rugi dari penjualan
aset tetap telah dilakukan secara wajar. Auditor melakukan perhitungan atas nilai buku bersih dari
aset tetap yang dijual dengan cara mengurangi nilai perolehan aset dengan akumulasi depresiasi
hingga tahun penjualan aset tetap tersebut, Informasi terkait aset tetap yang diperlukan telah
tersedia pada daftar aset tetap yang diberikan klien pada pengujian sebelumnya. Dari perhitungan
yang telah dilakukan, semua aset yang dijual oleh klien sudah habis masa manfaatnya, dan
pencatatan laba penjualan aset tetap tersebut telah dilakukan secara wajar.
6. Prosedur Terkait Asuransi
KAP OBSE juga menjalankan sebuah prosedur tambahan untuk menilai kecukupan asuransi
yang PT AI miliki untuk melindungi aset yang dimiliki terhadap risiko-risiko yang meliputi.
Prosedur ini perlu dilakukan karena pada tahap perencanaan, cakupan dari nilai pertanggungan
asuransi merupakan salah satu informasi tambahan yang perlu diungkapkan di dalam laporan
keuangan PT AI. Prosedur terkait asuransi yang dijalankan memiliki tujuan untuk memastikan
tujuan ketepatan dari nilai pertanggungan asuransi dapat tercapai.
Dalam menjalankan prosedur ini, tim audit meminta kepada PT AI dokumen polis asuransi
yang dimiliki untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, seperti jenis asuransi, periode
asuransi, nilai pertanggungan dari asuransi dan premi asuransi yang dikenakan. Setelah semua
dokumen polis didapatkan, auditor membuat rekapitulasi atas rincian informasi dari polis asuransi.
Nilai pertanggungan dari asuransi tersebut nantinya akan dibandingkan dengan nilai buku dari aset
tetap yang diasuransikan.
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari dokumen polis asuransi, nilai pertanggungan dari
asuransi yang dimiliki PT AI lebih besar dari nilai buku aset tetap. Nilai asuransi atas aset
bangunan dan perlengkapan memiliki pertanggungan sebesar 104% dari nilai buku aset tersebut.
Sementara itu, untuk aset berupa kendaraan memiliki nilai pertanggungan sebesar 150% dari nilai
buku. Karena nilai pertanggungan asuransi lebih tinggi dari nilai buku, maka dapat disimpulkan
bahwa asuransi yang dimiliki mampu melindungi aset tetap atas kerugian dan risiko yang mungkin
timbul dari aset bersangkutan.
Analisis Prosedur Audit Aset Tetap KAP OBSE
Prosedur Perencanaan
Prosedur pengendalian yang dijalankan KAP OBSE secara garis besar sudah sesuai dengan
teori yang dipaparkan oleh Arens et al. (2009). Tahapan awal perencanaan audit oleh KAP OBSE
menggabungkan beberapa tahapan awal perencanaan yang diterangkan oleh Arens et al. Tahapan
pemahaman bisnis klien dilakukan sebelum KAP OBSE menentukan untuk menerima apakah akan
menjalankan perikatan dengan suatu klien atau tidak. Hal ini dilakukan agar auditor memiliki
gambaran yang lebih komprehensif dan memiliki pemahaman yang baik sebelum memutuskan
untuk menerima suatu klien.
Prosedur awal sebelum menentukan penerimaan klien mencakup pemahaman atas
integritas dan karakteristik manajemen, struktur organisasi, kondisi umum bisnis klien, lingkungan
bisnis, kinerja keuangan klien, hubungan klien dengan pihak luar dan pihak afiliasi, pengalaman
sebelumnya terkait perikatan dengan klien, dan penilaian atas risiko penyelewengan. Tahapan
pemahaman bisnis dan industri yang diterangkan Arens et al. (2009) setidaknya mengharuskan
auditor untuk memiliki pemahaman atas kondisi eksternal dan industri dimana klien menjalankan
bisnisnya, kondisi operasional dan proses bisnis yang dijalani oleh klien, kondisi tata kelola dan
gaya manajemen, tujuan dan strategi yang diterapkan oleh klien, beserta pengukuran kinerja yang
digunakan.
Pemahaman atas klien berdasarkan DAAM telah sesuai dan mencakup ketentuan yang
diterangkan oleh Arens tersebut. Prosedur yang dilakukan ini juga sudah sesuai dengan Standar
Profesional Akuntan Publik SA 318 terkait pemahaman atas bisnis klien. Seluruh prosedur tersebut
harus dijalankan agar auditor dapat merumuskan risiko signifikan dan risiko perikatan secara
umum yang meliputi calon klien. Berdasarkan risiko perikatan umum, auditor akan memutuskan
apakah akan menerima klien atau tidak. Pada teori acuan, risiko dibagi ke tiga tingkatan, yaitu
rendah, sedang, dan tinggi. Sementara pada KAP OBSE, risiko dibagi ke dalam dua tingkatan,
yaitu risiko biasa dan risiko signifikan.
Setelah menetapkan risiko dan risiko signifikan dari klien, KAP OBSE akan merancang
program audit secara keseluruhan. Proses ini dimulai dengan menghubungkan risiko-risiko
tersebut dengan saldo akun atau kelas transaksi tertentu. Dari setiap saldo akun maupun kelas
transaksi yang tela ditentukan, tim audit dapat merancang prosedur untuk setiap risiko yang terkait
beserta tujuan audit yang ingin dicapai. Pada tahapan ini, tim audit juga menentukan tingkat
materialitas yang akan digunakan dalam menjalankan prosedur audit lapangan. Tahapan ini
merupakan salah satu yang paling penting, karena sangat melibatkan pertimbangan profesional
yang dimiliki oleh auditor.
Setelah memutuskan untuk menerima klien, auditor akan membentuk tim yang akan
menjalankan prosedur audit selanjutnya. Pemilihan anggota tim telah dilakukan sesuai dengan SA
Seksi 220: Independensi, dimana anggota tim harus sepenuhnya independen dan tidak memiliki
kepentingan atas perusahaan klien. Tim audit yang telah terbentuk nantinya akan menjalankan
prosedur audit interim, yang di dalamnya termasuk melakukan prosedur analitis awal untuk
melihat adanya perubahan dari saldo akun yang di luar ekspektasi auditor. Prosedur analitis awal
yang dijalankan biasanya dengan membandingkan angka interim yang disetahunkan dengan angka
tahun sebelumnya. Dengan menjalankan prosedur analitis interim ini, tim audit dapat melihat
adanya pembelian dan penjualan atas aset tetap yang dilakukan pada tahun berjalan, sehingga
auditor akan mendapatkan gambaran untuk prosedur audit selanjutnya yang akan dijalankan.
Selain prosedur analitis, tim audit juga mempelajari pengendalian internal yang dijalankan klien.
Tim audit meminta keterangan atas siklus bisnis yang dijalankan oleh klien, seperti siklus
pengeluaran kas, siklus penerimaan kas, siklus penggajian, dan lain-lain. Selanjutnya, tim audit
menjalankan prosedur lebih lanjut untuk memeriksa ekeftivitas pengendalian bagi risiko yang
dianggap signifikan.
Pengujian Pengendalian Internal
Arens et al. (2009) menjelaskan beberapa prosedur yang perlu dilakukan ketika melakukan
pengujian atas pengendalian internal terkait siklus pembelian dan pembayaran, yang juga
mencakup siklus pembelian aset tetap. Dalam melakukan pengujian pengendalian internal atas aset
tetap, auditor perlu memiliki pemahaman mendalam terkait siklus pembelian dan pemeliharaan
aset tetap. Siklus dari aset tetap sendiri biasanya meliputi otorisasi pembelian, penyimpanan dan
pemeliharaan aset tetap, pencatatan aset tetap, dan otorisasi pembayaran atas pembelian aset tetap.
Pemahaman atas siklus dan pengendalian internal perusahaan akan membantu auditor dalam
menentukan tingkatan pengujian yang akan dilakukan.
Prosedur pengujian pengendalian internal hanya dilakukan tim audit untuk akun yang
dianggap memiliki risiko signifikan, yaitu penjualan, dan pengujian journal entries untuk risiko
pencatatan laporan keuangan secara keseluruhan. KAP OBSE memutuskan untuk tidak melakukan
pengujian pengendalian internal atas akun aset tetap atas pertimbangan bahwa pengendalian atas
aset tetap belum terlalu kuat dan risiko salah saji material pada akun aset tetap dianggap tidak
signifikan, sehingga tim audit memilih untuk tidak bergantung pada pengendalian internal PT AI
(not rely on Control). Tidak adanya pengujian pengendalian internal pada akun aset tetap
berdampak pada jumlah sampel yang akan lebih banyak bila dibandingkan jika pengujian
pengendalian internal dilakukan.
Prosedur Substantif
Berdasarkan teori yang terdapat pada Arens et al. (2009), pengujian atas aset tetap memiliki
perbedaan dengan aset lancar. Akun aset tetap memiliki karakteristik dimana frekuensi
transaksinya cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan aset lancar, namun transaksi yang
dilakukan biasanya dalam jumlah nominal yang besar. Atas dasar pertimbangan tersebut, dalam
menguji akun aset tetap, auditor lebih fokus terhadap akuisisi dan penjualan pada periode
bersangkutan dibandingkan verifikasi terhadap saldo akun dari periode sebelumnya. Arens et al.
(2009) menjelaskan dalam memeriksa akun aset tetap terdapat prosedur audit sebagai berikut:
 Menjalankan prosedur analitis
 Verifikasi akuisisi/pembelian pada periode pelaporan
 Verifikasi penjualan pada periode pelaporan
 Verifikasi saldo akhir akun aset tetap
 Verifikasi beban depresiasi pada periode pelaporan
 Verifikasi saldo akhir akumulasi depresiasi aset tetap
Berikut analisis atas prosedur audit yang diterapkan oleh KAP OBSE atas akun aset tetap PT AI:
1. Prosedur Analitis
Prosedur analitis merupakan tahapan pertama yang dilakukan oleh tim audit ketika mengaudit
aset tetap dari PT AI. Dengan menjalankan prosedur analitis, auditor dapat mengidentifikasi
adanya penambahan atau pelepasan aset pada tahun berjalan. Prosedur analitis pada KAP OBSE
dilakukan sebanyak tiga kali. Prosedur analitis pertama dilakukan pada tahap interim. Prosedur
analitis kedua dilakukan ketika pengujian substantif dilakukan setelah klien memberikan angka
tertanggal 31 Desember 2013. Kemudian auditor melakukan prosedur analitis subsequent sebelum
tanggal rilis laporan keuangan telah diaudit untuk melihat adanya peristiwa atau kondisi yang
membutuhkan investigasi lebih lanjut. Prosedur analitis yang dilakukan oleh KAP OBSE terkait
akun aset tetap hanya dengan melihat tren peningkatan dan penurunan melalui perbandingan antara
angka akhir tahun sebelumnya dengan angka pada tanggal tutup buku tahun berjalan. Akan lebih
baik bila prosedur analitis juga melakukan pengujian rasio terkait akun beban depresiasi dan
akumulasi depresiasi aset tetap, karena akun ini cukup rentan akan kesalahan dalam pencatatan.
2. Verifikasi Akuisisi Aset Tetap
Verifikasi penambahan aset tetap menjadi salah satu prosedur yang sangat penting dilakukan,
karena pencatatan penambahan aset tetap yang tidak tepat dapat berdampak kepada salah saji yang
dicatat dalam beberapa periode ke depan. Prosedur yang dijalankan oleh KAP OBSE sudah sesuai
dengan teori yang dijelaskan. KAP OBSE mencocokkan jumlah nilai transaksi penambahan aset
tetap yang tercatat pada buku besar dengan aset tetap yang memiliki tanggal akuisisi di tahun 2013
pada fixed asset register. Selanjutnya, KAP OBSE melakukan pengujian terinci atas transaksi
penambahan aset tetap dengan memilih sampel representatif berdasarkan tingkat materialitas yang
ditetapkan. Berdasarkan Arens et al. (2009), terdapat tujuh tujuan audit terkait saldo yang menurut
Arens perlu dicapai dalam melakukan audit atas aset tetap, yaitu detail tie-in, keberadaan,
kelengkapan, ketepatan, klasifikasi, pisah batas, dan hak serta kewajiban. Prosedur audit atas aset
tetap yang telah dijalankan oleh KAP OBSE setidaknya telah memenuhi tujuan yang harus dicapai
tersebut, kecuali untuk tujuan terkait pisah batas. Tim audit memutuskan untuk tidak
mengumpulkan bukti untuk mencapai tujuan audit terkait pisah batas, diakibatkan jumlah transaksi
penambahan aset tetap yang jumlahnya tidak banyak dan pada tahun berjalan tidak ada transaksi
aset tetap yang terjadi berdekatan dengan tanggal tutup buku.
3. Verifikasi Penjualan Aset Tetap
KAP OBSE juga menjalankan prosedur untuk melakukan verifikasi atas penjualan aset tetap
pada periode pelaporan. Prosedur yang dijalankan sudah sesuai dengan teori yang ada. Verifikasi
yang dilakukan oleh tim audit dimulai dengan mencocokkan transaksi pelepasan aset tetap yang
terdapat pada buku besar dengan pelepasan yang tercatat pada daftar aset tetap yang dimiliki klien,
dan dilanjutkan dengan meminta dokumen pendukung bagi aset tetap yang dijual. KAP OBSE
juga melakukan penghitungan ulang atas nilai buku aset tetap yang dijual untuk memastikan laba
atau rugi atas penjualan aset tetap telah dicatat dengan benar.
4. Verifikasi Saldo Akhir Aset Tetap
Dalam melakukan verifikasi atas saldo akhir akun aset tetap, KAP OBSE memastikan angka
yang tertera pada buku besar dan neraca telah sesuai dengan daftar aset tetap yang dimiliki klien.
Namun, KAP OBSE tidak menjalankan pemeriksaan fisik atas aset tetap perusahaan. Hal ini
memungkinkan adanya aset tetap yang hilang atau tidak lagi dapat memberikan manfaat ekonomis
bagi perusahaan namun masih termasuk di dalam daftar aset tetap klien. Tujuan audit atas
keberadaan aset tetap akan lebih tercapai bila tim audit menjalankan prosedur pemeriksaan fisik
atas aset tetap.
5. Verifikasi Beban Depresiasi dan Akumulasi Depresiasi
Dalam melakukan verifikasi atas beban depresiasi, Arens et al. (2009) mengatakan bahwa
auditor harus terlebih dahulu mengkaji apakah perusahaan klien menggunakan kebijakan
depresiasi yang konsisten dari tahun ke tahun. Prosedur ini telah tercakup di saat perencanaan
audit, dimana auditor meminta keterangan kepada klien atas adanya kondisi yang mempengaruhi
kegiatan bisnis dan menyebabkan adanya perubahan estimasi akuntansi. Berdasarkan keterangan
yang diberikan, tidak ada perubahan atas kebijakan depresiasi perusahaan. Sehingga, selanjutnya
auditor perlu memastikan ketepatan perhitungan beban depresiasi pada tahun 2013. Tim audit
melakukan perhitungan ulang atas beban depresiasi dari seluruh aset untuk memastikan beban
depresiasi dicatat secara tepat. Verifikasi atas saldo akhir akun akumulasi depresiasi aset tetap juga
dilakukan oleh KAP OBSE dengan memastikan bahwa nilai akumulasi depresiasi aset tetap yang
terdapat pada daftar aset tetap klien telah sesuai dengan pencatatan yang ada di buku besar.
6. Prosedur Terkait Asuransi
Prosedur pengujian atas asuransi bukan merupakan prosedur utama yang termasuk dalam audit
atas aset tetap. Pengujian atas asuransi aset masih masuk ke dalam siklus pengeluaran perusahaan.
Namun, karena asuransi dibayarkan sebagai salah satu bentuk manajemen risiko atas aset yang
dimiliki perusahaan, maka prosedur ini menjadi sangat penting dan sangat berkaitan dengan aset
tetap perusahaan yang digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan.
Arens et al. (2009) menjelaskan bahwa bentuk pengendalian atas akun asuransi dibayar di
muka terbagi ke dalam tiga pengendalian utama, yaitu pengendalian atas pembayaran dan
pencatatan asuransi, pengendalian atas daftar asuransi yang dimiliki perusahaan, dan pengendalian
atas reklasifikasi asuransi dibayar di muka menjadi beban. Prosedur pengujian yang dilakukan atas
akun asuransi sendiri dapat dimulai dengan meminta dokumen polis asuransi perusahaan. Dari
dokumen polis tersebut, auditor dapat melihat informasi terkait besarnya premi, periode premi,
nilai pertanggungan, syarat dan ketentuan asuransi, dan lainlain. Informasi yang tertera pada
dokumen polis tersebut dapat digunakan auditor untuk mencapai tujuan terkait keberadaan, hak,
klasifikasi, dan ketepatan atas pencatatan nilai asuransi dibayar di muka dan beban asuransi pada
tahun berjalan.
Prosedur yang dijalankan KAP OBSE atas akun asuransi PT AI sudah sesuai dengan yang
dipaparkan oleh Arens et al. (2009). Seluruh dokumen polis milik PT AI pada tahun berjalan telah
didokumentasikan pada kertas kerja audit. Tim audit juga melakukan pengujian atas nilai
pertanggungan asuransi dibandingkan dengan nilai buku aset yang diasuransikan. Hal ini
dilakukan untuk memastikan bahwa nilai pertanggungan telah mencukupi sebagai salah satu
bentuk manajemen risiko yang diterapkan perusahaan.
Secara keseluruhan, prosedur audit atas aset tetap yang dirancang oleh KAP OBSE telah sesuai
dan mencakup prosedur yang dipaparkan oleh Arens et al. (2009). Terdapat beberapa kekurangan
atas prosedur substantif yang dijalankan. Akan lebih baik bila dalam melakukan pemeriksaan atas
aset tetap, prosedur audit dilengkapi dengan melakukan pengujian atas penurunan nilai aset tetap
dan pengumpulan bukti berupa pemeriksaan fisik.
Tim audit tidak melakukan pengujian atas penurunan nilai aset tetap. Keputusan ini dibuat
berdasarkan penilaian atas keterangan yang diberikan manajemen, dimana tidak terdapat indikasi
atas penurunan nilai pada aset tetap perusahaan. Tim audit baru akan melakukan pengujian atas
penurunan nilai bila terdapat indikasi penurunan nilai atau ketika klien sedang dalam tahapan
untuk melakukan corporate action seperti akuisisi.
Tim audit memutuskan untuk tidak mengumpulkan bukti berupa pemeriksaan fisik diakibatkan
jumlah aset tetap yang kuantitasnya cukup banyak namun secara nominal tidak begitu besar,
kecuali untuk gedung dan kendaraan. Selain itu, aset tetap PT AI memiliki karakteristik tidak
mudah dipindahkan dan letaknya tersebar di dalam unit-unit yang disewakan sehingga akses
terhadap aset cukup terjaga. Walaupun begitu, akan lebih baik bila tim audit melakukan
pemeriksaan fisik atas aset tetap klien. Karena pengujian saldo akhir aset tetap terlalu bergantung
pada daftar aset tetap yang disiapkan oleh klien yang mudah sekali diubah-ubah oleh pihak yang
memiliki akses atas data tersebut. Dengan adanya prosedur pemeriksaan fisik, akan membantu
auditor untuk dapat mencapai tujuan audit terkait kejadian dan kelengkapan.
Hasil Temuan Audit
Melalui berbagai prosedur yang dijalankan tim audit atas akun aset tetap PT AI, tim audit
dapat menyimpulkan bahwa akun aset tetap telah disajikan secara wajar oleh PT AI. Terdapat
temuan berupa selisih pada penghitungan beban depresiasi aset komputer. Timbulnya kesalahan
pada perhitungan depresiasi ini diakibatkan adanya salah input pada daftar aset tetap. Namun, tim
audit memutuskan untuk tidak melakukan investigasi secara lebih lanjut. Tim audit mengajukan
adanya jurnal penyesuaian atas temuan tersebut walaupun jumlahnya jauh dibawah tingkat
materialitas yang digunakan.
Selain dari selisih tersebut, tim audit merasa pengendalian atas aset tetap yang dilakukan
oleh PT AI masih belum cukup baik. Pengawasan dan pemeliharaan atas aset tetap akan lebih baik
lagi bila PT AI menggunakan nomor identifikasi khusus untuk setiap aset tetap dan secara berkala
melakukan pemeriksaan fisik atas aset tetap yang dimiliki. Adanya pemeriksaan fisik secara
berkala dapat membantu PT AI dalam memastikan bahwa daftar aset tetap yang disiapkan benar-
benar sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Karena ada saja kemungkinan adanya aset tetap
yang hilang atau sudah tidak mampu berfungsi sesuai perkiraan awal tanpa disadari, dan aset
tersebut masih tercatat di dalam daftar aset tetap.

Anda mungkin juga menyukai