Oke bro, sis, om dan tan berikut ini adalah prosedur audit aset tetap dan penjelasannya,
langsung aja disimak, SEMOGA MANFAAT......
1. Pelajari dan evaluasi internal control atas aset tetap.
dalam hal ini biasanya auditor menggunakan Internal Control Questionnaires (ICQ),
beberapa ciri internal control yang baik atas aset tetap adalah :
a. digunakannya anggaran untuk penambahan aset tetap .
Jika ada aset tetap yang ingin dibeli tetapi belum tercantum dianggaran maka aset tetap
tersebut tidak boleh dibeli dahulu.
b. Setiap penambahan dan penarikan aset tetap terlebih dahulu harus diotorisasi oleh pejabat
berwenang.
c. Adanya kebijakan tertulis dari manajemen mengenai capitalization dan depreciation
policy.
d. Diadakannya kartu aset tetap atau sub buku besar aset tetap yang mencantumkan tanggal
pembelian, nama supplier, harga perolehan, metode dan persentase penyusutan, jumlah
penyusutan, akumulasi penyusutan dan nilai buku aset tetap.
e. Setiap aset tetap diberi nomor kode.
f. Minimal setahun sekali dilakukan inventarisasi (Pemeriksaan fisik aset tetap), untuk
mengetahui keberadaannya dan kondisi dari aset tetap.
g. Bukti-bukti pemilikan aset tetap disimpan ditempat yang aman.
h. Aset tetap diasuransikan dengan jumlah Insurance Coverage (nilai pertanggungan) yang
cukup.
karena seringkali perusahaan mencatat transaksi tersebut dengan mendebit kas Rp3.000.000
dan mengkredit mesin Rp3.000.000.
Auditor juga harus memeriksa apakah uang kas sebesar Rp3.000.000 sudah diterima
perusahaan dan dicatat dalam buku penerimaan kas.
5. Periksa fisik dari aset tetap dan perhatikan kondisinya apakah masih dalam keadaan baik
atau sudah rusak.
mengenai pemeriksaan fisik aset tetap secara basis test ada 2 pendapat ;
1. Yang dites hanya penambahan dalam tahun berjalan yang jumlahnya besar.
2. Diutamakan penambahan yang baru serta beberapa aset tetap yang lama.
pada pendapat yang pertama memang akan lebih cepat pelaksanaannya, tetapi ada kelemahan
yaitu bila ada aset tetap yang sudah lama dibeli atau tidak dapat dipakai lagi, maka dengan
cara pertama tidak diketahui.
8. Analisis perkiraan repair dan maintenance.
harus diperhatikan kemungkinan Klien untuk memperkecil laba dengan mencatat Capital
Expenditure sebagai Revenue Expenditure.
10. Tes perhitungan penyusutan dan alokasi biaya penyusutan aset tetap.
Penyusutan ini biasanya dari aset tetap yang dapat disusutkan, seperti gedung kantor dan
sebagainya, sebab ada juga Fixed Assets yang tidak dapat disusutkan seperti Tanah hak milik.
Tetapi bila tanah tersebut digunakan untuk bahan baku pembuatan batu bata atau genteng,
maka dapat disusutkan biasa istilahnya tuh deplesi.
Apabila tanah tersebut merupakan tanah dengan hak guna bangunan, maka tanah tersebut
tidak dapat disusutkan. Auditor harus memeriksa akurasi dari perhitungan penyusutan yang
dibuat klien, dan ketetapan alokasi biaya penyusutan sebagai bagian dari biaya produksi tidak
langsung, biaya umum dan administrasi serta biaya penjualan.
11. Periksa notulen rapat, perjanjian kredit, jawaban konfirmasi dari bank, untuk memeriksa
apakah ada aset yang dijadikan jaminan atau tidak.
12. Periksa apakah ada Commitment yang dibuat oleh perusahaan untuk membeli atau
menjual aset tetap.
14. Jika ada aset yang diperoleh melalui leasing, periksa lease agreement dan periksa
apakah Accounting treatment-nya sudah sesuai dengan standar akuntansi leasing.
16. Periksa penyajian aset tetap dalam laporan keuangan apakah sudah sesuai dengan
SAK/ETAP/IFRS, baik di Posisi Keuangan,(cost and accumulated depreciation), di laba rugi
(biaya penyusutan), dicatatan atas laporan keuangan (kebijakan kapitalisasi dan
penyusutan,rincian garis besar aset tetap) maupun di lampiran (rincian aset tetap).
Jika tahun sebelumnya perusahaan sudah diaudit oleh kantor akuntan lain, saldo awal
saldo aset tetap bisa dicocokkan dengan laporan akuntan terdahulu dan kertas kerja
pemeriksaan akuntan tersebut.
Jika tahun-tahun sebelumnya perusahaan belum pernah diaudit, akuntan publik harus
memeriksa mutasi penambahan dan pengurangan aset tetap sejak awal berdirinya
perusahaan, untuk mengetahui apakah pencatatan yang dilakukan perusahaan untuk
penambahan dan pengurangan aset tetap, serta metode dan perhitungan penyusutan
aset tetap dilakukan sesuai dengan standar akuntansi di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).
Tentu saja pemeriksaan mutasi tahun-tahun sebelumnya dilakukan secara test basis
dengan mengutamakan jumlah material.
http://coretanauditor.blogspot.co.id/2014/11/prosedur-audit-pemeriksaan-aset-tetap.html
Dasar Pencatatan :
(1) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 30 (Revisi 2007) tentang Sewa,
Perlakuan Akuntansi
PSAK No. 30 (Revisi 2007) tentang Sewa dalam paragraf 8 mengatur bahwa suatu sewa
diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh
risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa
operasi jika sewa tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait
dengan kepemilikan aset.
Paragraf 10 menjelaskan bahwa klasifikasi sewa sebagai sewa pembiayaan atau sewa operasi
didasarkan pada substansi transaksi dan bukan pada bentuk kontraknya. Contoh dari situasi yang
secara individual atau gabungan dalam kondisi normal mengarah pada sewa yang diklasifikasikan
sebagai sewa pembiayaan adalah :
1. sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa;
2. lessee mempunyai opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan nilai
wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa
opsi memang akan dilaksanakan;
3. masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak milik tidak dialihkan;
4. pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati
nilai wajar aset sewaan; dan
5. aset sewaan bersifat khusus dan dimana hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu
modifikasi secara material.
Lebih lanjut, paragraf 16 menjelaskan bahwa untuk sewa pembiayaan pada awal masa sewa, lessee
mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan kewajiban dalam neraca sebesar nilai wajar aset
sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini lebih rendah dari nilai
wajar. Penilaian ditentukan pada awal kontrak.
Sedangkan dalam paragraf 29 diatur mengenai pencatatan sewa operasi, bahwa pembayaran sewa
dalam sewa operasi diakui sebagai beban dengan dasar garis lurus (straight-line basis) selama masa
sewa kecuali terdapat dasar sistimatis lain yang dapat lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat
aset yang dinikmati pengguna.
Untuk jenis transaksi leasing berupa transaksi jual dan sewa-balik (sale and lease back) dapat terjadi
bahwa nilai aset tercatat aset yang dialihkan kepada leasing company berbeda dengan nilai
pembelian/pembiayaan oleh leasing company tersebut.
Paragraf 56 PSAK No. 30 mengatur bahwa jika suatu transaksi jual dan sewa-balik merupakan sewa
pembiayaan, selisih lebih hasil penjualan dari nilai tercatat tidak dapat diakui segera sebagai
pendapatan oleh penjual-lessee, tetapi ditangguhkan dan diamortisasi selama masa sewa.
Perlakuan Perpajakan
Secara perpajakan, pencatatan transaksi leasing diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
1169/KMK.01/1991. KepMenKeu ini hanya mengatur mengenai pencatatan transaksi leasing secara
sale and lease back dengan hak opsi sehingga untuk jenis leasing lainnya misalnya Pembiayaan
Konsumen harus mengacu kepada PSAK No. 30.
Dalam praktek sehari-hari, sering ditemukan kesalahpahaman dari accounting perusahaan sehingga
dalam perpajakan memperlakukan transaksi Pembiayaan Konsumen layaknya Sale and Lease Back
dengan Hak Opsi.
Menurut KepMenKeu No. 1169 tersebut, kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai Sewa Guna
Usaha (SGU) dengan hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :
1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambaha dengan
nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;
2. Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 tahun untuk barang modal Golongan I, 3
tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 tahun untuk Golongan Bangunan;
3. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.
Ketentuan perpajakan memperlakukan SGU dengan Hak Opsi secara berbeda dari akuntansi.
Adapun perbedaannya sebagai berikut :
2. lessee membebankan biaya penyusutan aktiva SGU dan beban bunga SGU
1. aktiva tetap leasing baru diakui setelah lessee melaksanakan hak opsinya, dengan biaya perolehan
sebagai dasar penyusutan sebesar nilai opsi tersebut
2. lessee membebankan angsuran pokok dan bunga SGU sebagai biaya leasing
Sedangkan untuk transaksi pembiayaan konsumen, pencatatan secara akuntansi maupun perpajakan
sama, yaitu dilakukan secara Capital Lease.
PT A memperoleh fasilitas pembiayaan berupa Sale and Lease Back dengan Hak Opsi atas 1 unit
Mesin Press dengan rincian transaksi sebagai berikut :
Harga beli dari supplier = Rp 1.144.800.000; Pembayaran Uang Muka (D/P) kepada Supplier = Rp
300.000.000; Sisa Hutang kepada Supplier = Rp 844.800.000.
Pembiayaan oleh Leasing Company = Rp 844.800.000; Masa Angsuran = 20/11/2004 s/d 20/10/2007
(36 bulan); Angsuran Pokok = Rp 844.800.000; Bunga Angsuran = Rp 201.312.000
Secara perpajakan, jika pada akhir masa leasing, lessee menggunakan hak opsinya maka dalam
pembukuan lessee membukukan aktiva tetap sebagai dasar penyusutan sebesar Rp 300.000.000
yaitu sebesar nilai jaminan leasing. Selama masa SGU, jaminan leasing dibukukan sebagai Aktiva
Lain-lain.
Sedangkan, jika transaksinya berupa Pembiayaan Konsumen, maka pencatatan akuntansi dan
perpajakan harus sesuai PSAK No. 30 (jurnal pertama) (Hrd).
http://auditme-post.blogspot.co.id/2008/05/membukukan-transaksi-leasing-akuntansi.html
BUKTI AUDIT
Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas
laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Ukuran
keabsahan (validity) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada pertimbangan auditor
independen, dalam hal ini bukti audit (audit evidence)berbeda dengan bukti hukum (legal
evidence) yang diatur secara tegas oleh peraturan yang ketat. Bukti audit sangat bervariasi
pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen dalam rangka memberikan
pendapat atas laporan keuangan auditan. Relevansi, objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan
bukti audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti.
Sifat Asersi
2. Kelengkapan (completencess).
Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang
seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya. Sebagai contoh,
manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat dan dicantumkan
dalam laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa utang usaha di neraca
telah mencakup semua kewajiban entitas.
Kecukupan bukti audit lebih berkaitan dengan kuantitas bukti audit. Faktor yang
mempengaruhi kecukupan bukti audit terdiri dari:
Materialitas
Auditor harus membuat pendapat pendahuluan atas tingkat materialitas laporan keuangan.
Ada hubungan terbalik antara tingkat materialitas dan kuantitas bukti audit yang diperlukan.
Semakin rendah tingkat materialitas, semakin banyak kuantitas bukti yang diperlukan. Tingkat
materialitas yang ditentukan rendah berarti torelable missunderstatement rendah. Rendahnya salah
saji dapat ditoleransi menuntut auditor untuk menghimpun lebih banyak bukti sehingga auditor
yakin tidak ada salah saji material yang terjadi.
Risiko audit
Ada hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk
mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Rendahnya risiko audit berarti tingginya
tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya. Tingginya tingkat
kepastian tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti yang lebih banyak. Semakin rendah
tingkat risiko audit yang dapat diterima auditor, semakin banyak bukti audit yang diperlukan.
Faktor-Faktor Ekonomi
Auditor memilih keterbatasan sumber daya yang digunakan untuk memperoleh bukti yang
digunakan sebagai dasar yang memadai untuk memberikan pendapat atas kewajaran laporan
keuangan. Pelaksanaan audit menghadapi kendala waktu dan biaya dalam menghimpun bukti.
Auditor harus memperhitungkan apakah setiap tambahan biaya dan waktu untuk menghimpun bukti
seimbang dengan keuntungan atau manfaat yang diperoleh melalui kuantitas dan kuliatas bukti yang
dihimpun.
Auditor tidak mungkin menghimpun dan mengevaluasi seluruh bukti yang ada untuk
mendukung pendapatnya. Hal tersebut sangat tidak efisien. Pengumpulan bukti audit pemeriksaan
terhadap bukti audit dilakukan atas dasar sampling.
Ada hubungan searah antara besarnya populasi dengan besar sampling yang harus diambil
dari populasi tersebut. Semakin besar populasinya, semakin besar jumlah sampel bukti audit yang
harus diambil dari populasinya.
Karakteristik populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas item individual yang
menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel atau informasi yang lebih kuat
atau mendukung atas populasi yang bervariasi anggotanya daripada populasi yang seragam.
Kompetensi Bukti
Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit, terlepas bentuknya, harus sah dan relevan.
Keabsahan sangat tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti tersebut.
Dengan demikian penarikan kesimpulan secara umum mengenai dapat diandalkannya berbagai
macam bukti audit, tergantung pada pengecualian penting yang ada. Namun, jika pengecualian yang
penting dapat diketahui, anggapan berikut ini mengenai keabsahan bukti audit dalam audit,
meskipun satu sama lain tidak bersifat saling meniadakan, dapat bermanfaat:
1. Apabila bukti dapat diperoleh dari pihak independen di luar perusahaan, untuk tujuan audit
auditor independen, bukti tersebut memberikan jaminan keandalan yang lebih daripada bukti yang
diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri.
2. Semakin efektif pengendalian intern, semakin besar jaminan yang diberikan mengenai
keandalan data akuntansi dan laporan keuangan.
3. Pengetahuan auditor secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui inspeksi fisik,
pengamatan, perhitungan, dan inspeksi lebih bersifat menyimpulkan dibandingkan dengan yang
diperoleh secara tidak langsung.
Kompetensi atau reliabilitas bahan bukti yang berupa catatan akuntansi berkaitan erat
dengan efektivitas pengendalian internal klien. Semakin efektif pengendalian intern klien, semakin
kompeten catatan akuntansi yang dihasilkan. Kompetensi bukti yang berupa informasi penguat
tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
Relevansi
Bukti yang relevan adalah bukti yang tepat digunakan untuk suatu maksud tertentu. Sebagai
contoh pengamatan fisik persediaan yang di auditor relevan digunakan untuk menentukan
keberadaan persediaan. Namun, pengamatan fisik persediaan tidak relevan digunakan untuk
menentukan apakah persediaan tersebut benar-benar dimiliki perusahaan.
Sumber
Bukti yang diperoleh auditor secara langsung dari pihak luar perusahaan yang independen
merupakan bukti yang paling dapat dipercaya. Bukti semacam ini memberikan tingkat keyakinan
keandalan yang lebih besar daripada yang dihasilkan dan diperoleh dari dalam perusahaan.
Ketepatan waktu
Kriteria ini berhubungan dengan tanggal pemakaian bukti tersebut. Ketepatan waktu sangat
penting terutama dalam verifikasi aktiva lancar, utang lancar, dan rekening laporan rugi laba terkait
karena hasilnya digunakan untuk mengetahui apakah cutoff telah dilakukan secara tepat.
Objektifitas
Bukti yang objektif lebih dapat dipercaya dan kompeten daripada bukti subjektif. Dalam
menelaah bukti subjektif, seperti estimasi manajemen, auditor harus mempertimbangkan kualifikasi
dan integritas individu pembuat estimasi, dan menentukan ketepatan proses pembuatan keputusan
dalam membuat judgement.
Struktur pengendalian intern dapat digunakan untuk mengecek ketelitian dan dapat
dipercayainya data akuntansi. Kuat dan lemahnya struktur pengendalian intern merupakan indikator
utama untuk menentukan jumlah bukti yang harus dikumpulkan. Oleh karena itu, struktur
pengendalian intern merupakan bukti yang kuat untuk menentukan dapat atau tidaknya informasi
keuangan dipercaya.
Bukti Fisik
Bukti fisik banyak dipakai dalam verifikasi saldo berwujud terutama kas dan persediaan.
Bukti ini banyak diperoleh dalam perhitungan aktiva berwujud. Pemeriksaan langsung auditor secara
fisik terhadap aktiva merupakan cara yang paling objektif dalam menentukan kualitas aktiva yang
bersangkutan. Oleh karena itu, bukti fisik merupakan jenis bukti yang paling bisa dipercaya.
Bukti fisik diperoleh melalui prosedur auditing yang berupa inspeksi, penghitungan, dan
observasi. Pada umumnya, biaya memperoleh bukti fisik sangat tinggi. Bukti fisik berkaitan erat
dengan asersi keberadaan dan keterjadian, kelengkapan, dan penilaian atau alokasi.
Catatan Akuntansi
Catatan akuntansi seperti jurnal dan buku besar, merupakan sumber data untuk membuat
laporan keuangan. Oleh karena itu, bukti catatan akuntansi merupakan objek yang diperiksa dalam
audit laporan keuangan. Ini bukan berarti catatan akuntansi merupakan objek audit. Objek audit
adalah laporan keuangan. Tingkat dapat dipercayainya catatan akuntansi tergantung kuat lemahnya
struktur pengendalian intern.
Konfirmasi
Konfirmasi merupakan proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung dari
pihak ketiga sebagai jawaban atas permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak
terhadap asersi laporan keuangan. Konfirmasi merupakan bukti yang sangat tinggi reliabilitasnya
karena berisi informasi yang berasal dari pihak ketiga secara langsung dan tertulis. Konfirmasi sangat
banyak menghabiskan waktu dan biaya.
Bukti dokumenter merupakan bukti yang penting dalam audit. Menurut sumber dan tingkat
kepercayaan bukti, bukti dokumenter dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar dan dikirim kepada auditor secara langsung.
2. Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui klien.
3. Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan oleh klien.
Bukti dokumenter antara lain meliputi notulen rapat, faktur penjualan, rekening koran bank,
dan bermacam-macam kontrak. Reliabilitas bukti dokumenter tergantung sumber dokumen, cara
memperoleh bukti, dan sifat dokumen itu sendiri. Sifat dokumen mengacu tingkat kemungkinan
terjadinya kesalahan atau kekeliruan yang mengakibatkan kecacatan dokumen.
Surat pernyataan tertulis merupakan pernyataan yang ditandatangani seorang individu yang
bertanggungjawab dan berpengatahuan mengenai rekening, kondisi, atau kejadian tertentu. Bukti
suatu pernyataan tertulis dapat berasal dari manajemen atau organisasi klien maupun sumber
eksternal termasuk bukti dari spesialis. Representasi tertulis yang dibuat oleh manajemen
merupakan bukti yang berasal dari organisasi klien. Surat pernyataan konsultan hukum klien, ahli
teknik yang berkaitan dengan kegiatan teknik operasional organisasi klien merupakan bukti yang
berasal dari pihak ketiga.
Bukti Lisan
Bukti analitis mencakup penggunaan rasio dan perbandingan data klien dengan anggaran
atau standar prestasi, trend industri dan kondisi ekonomi umum. Bukti analitis menghasilkan dasar
untuk menentukan kewajaran suatu pos tertentu dalam laporan keuangan. Keandalan bukti analitis
sangat tergantung pada relevansi data pembanding.
Bukti analitis meliputi juga perbandingan atas pos-pos tertentu antara laporan keuangan
tahun berjalan dengan laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya. Perbandingan ini dilakukan
untuk meneliti adanya perubahan yang terjadi, dan untuk menilai penyebabnya. Bukti-bukti ini
dikumpulkan pada awal audit untuk menentukan objek pemeriksaan yang memerlukan pemeriksaan
yang lebih mendalam.
Penilaian Bukti
Dalam menilai bukti audit, auditor harus mempertimbangkan apakah tujuan audit tertentu
telah tercapai. Auditor harus secara mendalam mencari bukti audit dan tidak memihak (bias) dalam
mengevaluasinya. Dalam merancang prosedur audit untuk memperoleh bukti kompeten yang cukup,
auditor harus memperhatikan kemungkinan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Dalam merumuskan pendapatnya, auditor harus
mempertimbangkan relevansi bukti audit, terlepas apakah bukti audit tersebut mendukung atau
berlawanan dengan asersi dalam laporan keuangan. Bila auditor masih tetap ragu-ragu untuk
mempercayai suatu asersi yang material, maka ia harus menangguhkan pemberian pendapatnya
sampai ia mendapatkan bukti kompeten yang cukup untuk menghilangkan keraguannya, atau ia
harus menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian atau menolak memberikan pendapat.
Auditor harus menghimpun bukti yang cukup untuk memperoleh dasar yang memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien. Pengujian substantif menyediakan bukti
mengenai kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan. Perancangan pengujian
substantif meliputi penentuan:
1. sifat pengujian
2. waktu pengujian
3. dan luas pengujian substantif yang perlu untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima untuk setiap asersi.
Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima rendah, maka auditor harus menggunakan
prosedur yang lebih efektif yang biasanya juga lebih mahal. Ada tiga tipe pengujian substantif yang
dapat digunakan, yaitu:
Bila diantara risiko deteksi yang ditentukan dihubungkan dengan pengujian rinci saldo yang
akan dilakukan maka akan jelas terlihat bahwa semakin rendah tingkat risiko, semakin rinci dan teliti
tindakan yang akan diambil.
Pengujian detail transaksi pada umumnya lebih banyak menyita waktu daripada prosedur
analitis. Oleh karena itu, pengujian ini lebih banyak membutuhkan biaya daripada prosedur analitis.
Meskipun demikian, pengujian detail transaksi lebih sedikit membutuhkan biaya daripada pengujian
detail saldo.
Prosedur analitis
Asumsi dasar penerapan prosedur analitik adalah bahwa hubungan yang masuk akal di
antara data dapat diharapkan tetap ada dan berlanjut, kecuali jika timbul kondisi yang sebaliknya.
Kondisi tertentu yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam hubungan ini mencakup antara lain,
peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi, perubahan usaha, fluktuasi acak,
atau salah saji.
1. Membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit lainnya.
2. Sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang
berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi.
3. Sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir audit.
Auditor mempertimbangkan tingkat keyakinan, jika ada, yang diinginkannya dari pengujian
substantif untuk suatu tujuan audit dan memutuskan, antara lain prosedur yang mana, atau
kombinasi prosedur mana, yang dapat memberikan tingkat keyakinan tersebut. Untuk asersi
tertentu, prosedur analitik cukup efektif dalam memberikan tingkat keyakinan memadai. Namun,
pada asersi lain, prosedur analitik mungkin tidak seefektif atau seefisien pengujian rinci dalam
memberikan tingkat keyakinan yang diinginkan.
Efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari suatu prosedur analitik dalam
mengidentifikasikan kemungkinan salah saji tergantung atas, antara lain:
1. Sifat asersi.
2. Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksikan suatu hubungan.
3. Ketersediaan dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan.
4. Ketepatan harapan.
Prosedur Analitik dalam Perencanaan Audit
Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk membantu dalam
perencanaan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan digunakan untuk memperoleh bukti
saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Untuk maksud ini, prosedur analitik perencanaan audit
harus ditujukan untuk:
1. Meningkatkan pemahaman auditor atas bisnis klien dan transaksi atau peristiwa yang terjadi
sejak tanggal audit terakhir dan,
2. Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu yang
bersangkutan dengan audit. Jadi, tujuan prosedur ini adalah untuk mengidentifikasikan hal seperti
adanya transaksi dan peristiwa yang tidak biasa, dan jumlah, rasio serta trend yang dapat
menunjukkan masalah yang berhubungan dengan laporan keuangan dan perencanaan audit.
Prosedur analitik yang diterapkan dalam perencanaan audit umumnya menggunakan data
gabungan yang digunakan untuk pengambilan keputusan di tingkat atas. Lebih lanjut kecanggihan,
lingkup, dan saat audit, yang didasarkan atas pertimbangan auditor dapat berbeda tergantung atas
ukuran dan kerumitan klien. Untuk beberapa entitas, prosedur analitik dapat terdiri dari review atas
perubahan saldo akun tahun sebelumnya dengan tahun berjalan, dengan menggunakan buku besar
atau daftar saldo (trial balance) tahap awal yang belum disesuaikan. Sebaliknya, untuk entitas yang
lain, prosedur analitik mungkin meliputi analisis lapotan keuangan triwulan yang ekstensif.
Program audit adalah dokumen yang memuat pernyataan tujuan audit dan rencana langkah-
langkah audit (biasanya dalam bentuk kalimat perintah) untuk mencapai tujuan audit tersebut.
Contoh tujuan audit: untuk mengetahui keberadaan barang inventaris. Langkah auditnya: Lakukan
inventarisasi fisik (stock opname) barang inventaris, hasilnya dituangkan dalam berita acara.
Penyusunan program audit dilakukan pada tahap persiapan dalam rangka pengujian dan
pengendalian dan pada tahap audit pendahuluan dalam rangka pengujian transaksi atau saldo-saldo
atau pengembangan temuan, sehingga dengan demikian program audit dapat dikelompokkan
menjadi:
Program audit untuk pengujian pengendalian, yaitu program audit untuk menguji
pengendalian intern (internal control) yang dijalankan manajemen terkait dengan informasi/kegiatan
yang akan diaudit.
Program audit untuk pengujian substantif (substative test). Secara sederhana program audit
ini dapat dijelaskan sebagai rencana kerja untuk menguji kesesuaian informasi yang diuji dengan
data pendukungnya.
Pada audit keuangan, program audit untuk pengujian substantif dan pengujian pengendalian
dapat disusun sekaligus, terutama karena standar penyajian pos-pos laporan keuangan sudah baku
sifatnya. Tetapi pada audit operasional dan audit kepatuhan, program audit substantif biasanya baru
bisa dibuat setelah pengujian pengendalian selesai dilaksanakan, yaitu setelah auditor mengetahui
kelemahan pengendalian/temuan sementara yang perlu diperdalam.
1. Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan terkait dengan kinerja tugas mereka.
2. Pengamatan atau observasi terhadap personel dalam melaksanakan tugas.
3. Menginspeksi dokumen dan catatan.
4. Melakukan penghitungan kembali atau reperforming.
5. Konfirmasi.
6. Analisis.
7. Tracing atau pengusutan.
8. Vouching atau penelusuran.
Kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor tentang prosedur
audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang diperolehnya, dan simpulan
yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya. Contoh kertas kerja adalah program audit, analisis,
memorandum, surat konfirmasi, representasi, ikhtisar dari dokumen-dokumen perusahaan, dan
daftar atau komentar yang dibuat atau diperoleh auditor. Kertas kerja dapat pula berupa data yang
disimpan dalam pita magnetik, film, atau media yang lain.
Auditor harus membuat dan memelihara kertas kerja, yang isi maupun bentuknya harus
didesain untuk memenuhi keadaan-keadaan yang dihadapinya dalam perikatan tertentu. Informasi
yang tercantum dalam kertas kerja merupakan catatan utama pekerjaan yang telah dilaksanakan
oleh auditor dan simpulan-simpulan yang dibuatnya mengenai masalah-masalah yang signifikan.
Kuantitas, tipe, dan isi kertas kerja bervariasi dengan keadaan yang dihadapi oleh auditor,
namun harus cukup memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan laporan keuangan atau
informasi lain yang dilaporkan serta standar pekerjaan lapangan yang dapat diterapkan telah
diamati. Kertas kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang memperlihatkan:
1. Pekerjaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik, yang menujukan diamatinya
standar pekerjaan lapangan yang pertama.
2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit
dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan.
3. Bukti audit yang telah diperoleh, prosedur audit yang telah diterapkan, dan pengujian yang
telah dilaksanakan, memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, yang menujukan diamatinya standar
pekerjaan lapangan ketiga.
Kepemilikan Dan Penyimpanan Kertas Kerja
Kertas kerja adalah milik auditor. Namun hak dan kepemilikan atas kertas kerja masih
tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang
berkaitan dengan hubungan yang bersifat rahasia dengan klien. Seringkali kertas kerja tertentu
auditor dapat berfungsi sebagai sumber acuan bagi kliennya, namun kertas kerja harus tidak
dipandang sebagai bagian dari, atau sebagai pengganti terhadap, catatan akuntansi klien. Auditor
harus menerapkan prosedur memadai untuk menjaga keamanan kertas kerja dan harus
menyimpannya dalam periode yang dapat memenuhi kebutuhan praktiknya dan ketentuan-
ketentuan hukum yang berlaku mengenai penyimpan dokumen.
http://abiargam.blogspot.co.id/
Tugas Auding 2
Oleh :
Ahmad Tarmizi
Antivah Dwiningsih
Dona Mariana
Meilya Yessy
Taufik Handoko
Yoyon Apriadi
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi
2014
Kata Pengantar
ASSALAMUALAIKUM WR.WB.
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT. Yang telah memberikan
Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini, yang berjudul “ Audit atas Aktiva
Tetap “.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Auditing 2. yang dibimbing oleh ibu
Arumega Zarefar SE. Mak. Akt. Untuk itu daripenulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi pembaca dan penulis. Kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.
WASSALAMUALAIKUM WR.WB.
Pekanbaru, 04 April 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum tujuan utama didirikannya sebuah perusahaan adalah untuk memperoleh laba
yang optimal atas investasi yang telah ditanamkan dan dapat mempertahankan kelancaran usaha
dalam jangka waktu yang panjang. Salah satu investasi tersebut adalah aktiva yang digunakan dalam
kegiatan normal perusahaan yaitu aktiva yang mempunyai umur ekonomis lebih dari satu tahun.
Untuk mencapainya diperlukan pengelolaan yang efektif dalam penggunaan, pemeliharaan
maupun pencatatan akuntansinya.
Bersama dengan berlalunya waktu nilai ekonomis suatu aktiva tetap tersebut harus dapat
dibebankan secara tetap dan salah satu caranya adalah dengan menentukan metode penyusutan.
Untuk itu perlu diketahui apakah metode penyusutan yang telah diterapkan oleh perusahaan telah
memperhatikan perubahan nilai aktiva tetap yang menurun yang disebabkan karena berlalunya
waktu atau menurunnya manfaat yang diberikan aktiva tersebut.
Aktiva tetap biasanya merupakan bagian investasi yang cukup besar dalam jumlah keseluruhan
asset perusahaan. Besarnya investasi yang ditanamkan dalam aktiva tetap menjadikan aktiva tetap
itu perlu mendapatkan perhatian yang serius. Tidak hanya pada penggunaan dan operasinya saja
tetapi juga dalam akuntansinya yang biasanya mencakup perolehan aktiva tetap, penghentian atau
pelepasan aktiva tetap, serta penyajian dan pengungkapannya dalam laporan keuangan.
Oleh karena itu, perlunya untuk mengetahui serta memahami secara rinci tentang aktiva tetap
baik aktiva tetap berwujud maupun tidak berwujud. Dengan cara demikian kita mampu
mengaplikasikan apa saja yang terdapat di dalam aktiva tetap sebuah perusahaan. Namun untuk
mendapatkan rincian yang baik terhadap aktiva tetap, diperlukan pengendalian terhadap aktiva
berupa pengujian substantif.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan dari penulisan makalah ini sebagai
berikut:
Apakah yang dimaksud dengan aktiva tetap dan bagaimana penggolongan aktiva tetap?
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
BAB II
LANDASAN TEORY
2.1 Definisi Aktiva Tetap
Aktiva tetap merupakan aktiva perusahaan yang tidak dimaksudkan untuk dijual belikan
melainkan untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan yang umumnya lebih dari satu tahun, dan
merupakan pengeluaran perusahaan dalam jumlah yang besar.
Sifat pertama dari aktiva tetap adalah bahwa maksud perolehannya bukan untuk dijual
belikan melainkan untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan. Sifat ini lah yang membedakannya
dari persediaan barang ( inventory ). Contoh : mobil yang diperdagangkan oleh dealer mobil
merupakan persediaan barang sedangkan mobil yang dipakainya untuk antar jemput pegawai
merupakan aktiva tetap.
Sifat kedua dari aktiva tetap adalah umurnya yang lebih dari satu tahun. Karena sifat inilah
maka kita mengenal unsur penyusutan dalam aktiva tetap. Penyusutan tidak lain dari pada alokasi
biaya tetap tersebut dalam masa umur aktiva tetap yang bersangkutan.
Didalam literatur dan peraktik akuntansi, aktiva yang mempunyai sifat pertama dan kedua
tersebut diatas sudah dianggap sebagai aktiva tetap. Akibatnya, semua aktiva yang digunakan dalam
kegiatan perusahaan dan berumur lebih dari satu tahun langsung dijadikan aktiva tetap ( istilahnya
adalah : dikapitalisasi ). Contoh : sapu dan gelas minum yang dipakai dikantor ikut dikapitalisasi.
Mengkapitalisasi aktiva yang tidak besar jumlahnya sebenarnya tidaklah bijaksana. Setiap
aktiva harus diadministrasikan dengan cara tertentu, misalnya harus ada kartu aktiva tetap,
penyusutan harus dihitung secara berkala misalnya satu bulan sekali, dan harus ada inventarisasi
atas aktiva tetap, misalnya setahun sekali. Penatausahaan aktiva tetap ini memakan waktu dan biaya
sedangkan biaya ini mungkin melebihi biaya “ ativa tetap “ yang kecil.
Oleh karena itu untuk digolongkan sebagai aktiva tetap, suatu aktiva juga harus mempunyai
sifat ketiga yaitu : yakni bahwa pengeluaran tersebut harus merupakan pengeluaran yang besar bagi
perusahaan tersebut. Dengan kata lain, suatu perusahaan harus mempunyai kebijakan kapitalisasi
yang menetapkan jumlah minimum pengeluaran yang dapat dikapitalisasi. Ini berarti bahwa
pengeluaran dibawah jumlah minimum tersebut harus dibebankan kerugi laba tahun yang berjalan.
Disamping pengertian aktiva tetap, didalam pembicaraan sehari-hari sering dikenal istilah
barang/ harta tak bergerak yang merupakan lawan dari barang/harta tak bergerak. Harta tak gerak
tidak sama dengan aktiva tetap. Istilah barang gerak dan barang tak gerak merupakan istilah hukum.
Dari uraian diatas jelas bahwa barang tak gerak mungkin merupakan aktiva tetap tapi
mungkin juga tidak. Contoh : tanah tempat usaha merupakan barang tak gerak dan aktiva tetap,
sedangkan kalau tanah tersebut diperjual belikan, maka ia merupakan barang tak gerak tapi bukan
aktiva tetap.
1. Aktiva tetap yang dicantumkan berdasarkan harga perolehannya, tanpa disusutkan atau dideplesi,
misalnya : tanah dimana gedung kantor atau suatu pabrik terletak.
2. Aktiva tetap yang disusutkan, misalnya gedung, mesin-mesin, perabot kantor, dll.
Dalam suatu pemeriksaan umum, pemeriksaan atas aktiva tetap mempunyai tujuan sebagai
berikut :
2. Untuk menetapkan hak milik atas aktiva tetap dan apakah aktiva tersebut dijadikan jaminan.
3. Untuk menentukan apakah penilaian aktiva tersebut adalah sesuai dengan prinsip akuntansi
indonesia.
4. Untuk menentukan apakah penyusutan telah sesuai dengan prinsip akuntansi indonesia dan apakah
ia telah diterapkan secara konsisten.
Unsur-unsur utama dari sistem pengendalian intern atas aktiva tetap adalah :
1. Adanya budget untuk pengeluaran bagi aktiva tetap yang disetujui oleh pejabat yang berwenang.
Persetujuan ini biasanya dilakukan dalam berbagai tingkat tergantung dari jenis dan harga aktiva
tetap yang bersangkutan. Contoh : pembelian mesin pabrik yang baru harus mendapat persetujuan
dari dewan komisaris terlebih dahulu sedangkan pembelian mesin tik atau mesin hitung cukup
dengan persetujuan kepala bagian yang membutuhkan perlengkapan tersebut dan direktur
keuangan, dst.
2. Adanya kebijaksanaan kapitalisasi secara tertulis, yakni yang membedakan antara pengeluaran yang
dianggap sebagai aktiva tetap dan pengeluaran bukan aktiva tetap.
3. Kebijaksanaan mengenai penjualan aktiva tetap, prosedur pem-besi-tuan aktiva tetap, dan
pemindahan suatu aktiva tetap dari suatu bagian kebagian yang lain, atau dari suatu lokasi kelokasi
yang lain atau dari suatu anak perusahaan keanak perusahaan lain.
4. Adanya kartu-kartu aktiva tetap dan inventarisasi atas aktiva tetap secara berkala
5. Adanya pengendalian dan pengawasan atas aktiva-aktiva kecil dibawah tanggung jawab pejabat
tertentu.
6. Adanya asuransi kerugian atas aktiva tetap yang bisa rusak karena kabakaran atau bencana lainnya
atau kerugian karena hilang atau dicuri.
1. Minta dari langganan suatu daftar utama mengenai aktiva tetapnya dengan informasi yang berikut :
Total A B C D
Akumulasi
Penusutan
Total E F G H
Bandingkan total A dan E dengan angka dalam kertas kerja tahun yang lalu dan lakukan footing dan
crossfooting.
2. Periksa tambahan-tambahan atas aktiva tetap dalam tahun berjalan( yang jumlahnya dalah B )
mengenai hal-hal yang berikut :
a. Apakah tambahan aktiva tersebut benar ada. Ini dapat dilakukan dengan melihat sendiri adanya
tambahan tersebut.
b. Adanya persetujuan dari pejabat yang berwenang dan melalui prosedur yang telah ditetapkan.
c. Bahwa tambahan tersebut dicatat dengan harga perolehan dan kalau dibeli dengan mencicil, seluruh
harga aktiva tersebut telah dicatat dan bagian yang belum dilunasi dicatat sebagai hutang.
d. Kelengkapan surat-surat atau dokumen pemilikan, misalnya sertifikat tanah dan akte jual beli tanah,
BPKB, dan lain-lain.
3. Periksa pengurangan-pengurangan aktiva tetap dalam tahun berjalan ( yang berjumlah total C ),
khususnya mengenai :
a. Persetujuan atau otorisasi atas pengurangan aktiva tetap tersebut misalnya persetujuan untuk
menjual aktiva tetap itu atau untuk menjadikan aktiva tersebut sebagai besi tua.
b. Kebenaran perlakuan akuntansi, misalnya dalam penetapan untung atau rugi karena penjualan
aktiva tersebut dan penyusutan sampai saat penjualan. Ini juga meliputi pemeriksaaan atas total G.
4. Periksa tambahan atas cadangan penyusutan ( yang berjumlah total F ). Ini tidak lain merupakan
pemeriksaan perhitungan penyusutan. Yang harus diperhatikan disini adalah konsistensi pemakaian
metode penyusutan, misalnya kalau tahun lalu menggunakan metode penyusutan dengan
presentase tetap atau metode garis lurus, maka metode ini pula yang harus ditetapkan tahun ini.
Juga taksiran umur yang sama harus digunakan untuk aktiva yang bersangkutan.
5. Seperti penjelasan no 1, akuntansi dapat juga meminta perincian dari masing-masing jenis aktiva
tetap. Ini dapat berupa daftar lengkap aktiva yang bersangkutan atau suatu daftar/ perincian
tambahan dan pengurangan aktiva tetap dalam tahun yang berjalan, jika digabungkan dengan kertas
kerja tahun lalu dapat merupakan daftar lengkap aktiva tetap sampai dengan akhir tahun berjalan.
Jika daftar ini sudah diperoleh, bandingkan informasi dalam daftar ini dengan kartu-kartu aktiva
tetap yang bersangkutan. Bandingkan angka total dalam perincian aktiva tetap tersebut dengan
angka dalam buku besar yang bersangkutan.
6. Periksa asuransi atas aktiva yang bersangkutan, khususnya mengenai nilai pertanggungan, premi
asuransi, orang atau badan yang mendapatkan ganti kerugian, jenis asuransi, dan apakah polis
asuransi masih dalam masa berlakunya. Badan yang akan mendapatkan ganti rugi belum tentu
langganan yang mempunyai aktiva tersebut, misalnya jika aktiva tersebut juga dijadikan barang
jaminan pada bank. Dalam hal ini biasanya bank meminta agar bank yang menjadi badan yang akan
menerima ganti rugi.
7. Pada pemeriksaan aktiva tetap sebenarnya sekaligus kita dapat memeriksa perkiraan rugi laba yang
bersangkutan, misalnya :
d. Kerugian karena bencana yang memusnakan aktiva tetap dan ganti rugi dari perusahaan asuransi
8. Kalau perusahaan juga mempunyai hutang terutama hutang jangka panjang, ada kemungkinan
sebagian atau seluruh aktiva tetap dijadikan jaminan. Hal ini dapat diketahui misalnya dari perjanjian
kredit atau pada waktu pemeriksaan dokumen hak milik, ternyata dokumen ini tidak ada dan
katanya disimpan oleh pemberi kredit. Jika aktiva tetap dijadikan jaminan maka prosedur yang
berikut harus dijalankan :
a. Pengiriman permintaan pengukuhan saldo (permintaan konfirmasi ) kepada pemberi kredit, lengkap
dengan permintaan daftar barang jaminan yang ditahan oleh pemberi kredit.
b. Pinjam polis asuransi dan lihat ada atau tidaknya banker’s clause yang menetapkan bahwa bank
menjadi badan yang akan menerima ganti rugi.
c. Catat syarat barang jaminan untuk dicantumkan dalam catatan mengenai ikhtisar keuangan sebagai
disclosure dan dalam surat pernyataan pelanggan.
d. Kalau aktiva tetap itu dihipotekkan, lakukan pemeriksaan kadaster, yaitu dengan meminta
keterangan tertulis tentang status aktiva tersebut dari kantor pendaftaran tanah.
1) Sebaiknya digunakan istilah akumulasi penyusutan dan biaya penyusutan daripada menggunakan
istilah penyusutan saja baik untuk pos neraca maupun pos rugi laba.
2) Akumulasi penyusutan hendaknya disajikan sebagai pengurangan atas harga perolehan, sehingga
nilai buku dapat dilihat langsung dari neraca. Ada beberapa perusahaan yang mencantumkan
akumulasi penyusutan disebelah kredit neraca dan bukan sebagai pengurangan dari biaya perolehan
aktiva tetap tersebut. Kalau hal ini dilakukan, hendaknya :
a. Neraca sebelah kiri jangan disebut aktiva dan yang disebelah kanan jangan disebut pasiva melainkan
disebut debet dan kredit. Hal ini disebabkan karena dalam sisi debet dari nerac, aktiva tetap
dinyatakan dalam bentuk harga perolehan tanpa dikurangi akumulasi penyusutan, sehingga untuk
disebut aktiva sisi debet neraca sebenarnya terlalu tinggi ( Overstated ). Juga akumulasi penyusutan
yang diletakkan disebelah kredit neraca bukanlah merupakan hutang atau modal, meskipun bersaldo
kredit.
b. Cadangan penyusutan hendaknya jangan ditaruh dibawah modal atau laba yang ditahan. Hal ini
mungkin akan menimbulkan salah pengertian seolah-olah direksi menyisihkan pendapatan atau laba
yang ditahan ( seolah-olah merupakan appropriation dari retained earning ).
3) Dasar penilaian aktiva tetap harus dicantumkan dalam neraca atau dalam catatan mengenai ikhtisar
keuangan. Dasar penelitian yang dapat diterima adalah dasar harga perolehan. Penilaian kembali
tidak sesuai dengan prinsip akuntansi indonesia.
4) Metode penyusutan yang digunakan juga harus dicantumkan dalam neraca atau catatan ikhtisar
keuangan.
5) Kebijaksanaan kapitalisasi harus dicantumkan dalam ikhtisar keuangan atau catatan mengenai
ikhtisar keuangan.
6) Barang-barang yang dijadikan jaminan harus dicantumkan dalam catatan mengenai ikhtisar
keuangan.
7) Aktiva tetap yang sudah tidak dipakai karena sudah tua atau secara ekonomis tidak dapat lagi
digunakan, tidak boleh dicatat sebagai aktiva tetap dan harus dicatat sebagai aktiva lain dengan
harga besi tua ( salvage value ).
1) Sering terjadi bahwa aktiva tetap dibeli dari atau dibuat oleh perusahaan yang masih berafiliasi
dengan perusahaan/ pelanggan yang diperiksa. Contoh: PT. ABC yang mendapat kredit investasi dari
suatu bank untuk mendirikan hotel, kemudian membuat suatu perusahaan pemborong bangunan
( PT. DEF ) atau PT. PQR yang merupakan suatu usaha patungan ( Joint venture ) antara sebuah
perusahaan indonesia dengan suatu perusahaan asing. Perusahaan asing ini mensupply aktiva tetap
dan aktiva tersebut mungkin barang bekas pakai yang diperbaiki kemudian dikirim ke Indonesia.
Dalam kedua contoh ini ada masalah penetapan harga perolehan yang wajar karena pihak yang
mensupply aktiva tetap tersebut masih berafiliasi dengan perusahaan yang diperiksa. Dalam bahas
inggris transaksi ini disebut related party transaction atau transaksi yang tidak at arm’s length.
Dalam hal ini harus ada penjelasan ( disclosure ) dalam catatan mengenai ikhtisar keuangan tentang
jenis dan besarnya transaksi tersebut.
2) Didalam pembahasan prosedur pemeriksaan, disebutkan bahwa akuntan harus melihat adanya
aktiva yang bersangkutan untuk menyakinkan dirinya sendiri bahwa aktiva tersebut memang ada.
Kalau aktiva ini hanya sekedar gedung, mesin tik atau suatu kendaraan bermotor, hal ini masih
mudah, kesukaran sering timbul karena aktiva yang ingin dilihat merupakan suatu perlengkapan
yang tidak begitu dikenal oleh akuntan, sehingga kita tidak dapat memastikan bahwa barang yang
kita lihat memang sungguh-sungguh barang yang hendak dilihat.
Kalau barang tersebut mempunyai catatan teknis yang juga tercetak pada perlengkapan yang
bersangkutan maka ia dapat membandingkan catatan yang ada pada dokumen pembelian dengan
catatan pada perlengkapan. Kalau sistem pengendalian intern dapat dipercaya, akuntan dapat
mencocokkan nomor aktiva tetap berdasarkan register atau kartu aktiva langganan. Kalau akuntan
masih tidak puas ia dapat menggunakan tenaga ahli dalam lapangan yang bersangkutan.
3) Selain transaksi pembelian yang tidak at arm’s length seperti kasus no 1, mungkin juga ada transaksi
penjualan aktiva tetap yang dilakukan tidak at arm’s length , misalnya penjualan rumah instansi
pada seorang direktur.
Dalam hal ini akuntan harus melihat prosedur dan kebijakansanaan intern dalam menjual aktiva
pada direkturnya. Akuntan harus sangat berhati-hati kalau peristiwa tersebut terjadi pada
perusahaan yang dijalankan oleh orang-orang yang bukan menjadi pemilik modal, karena transaksi
seperti itu mungkin hanya menguntungkan pribadi direktur tersebut. Kenyataan yang dapat lebih
mencurigakan akuntan dalam hal prosedur intern tidak jelas ialah kalau sebelum rumah tersebut
dijual, rumah tersebut diperbaiki lebih dulu dan biaya perbaikan dibebankan pada perusahaan
sedang harga jual dilakukan dengan nilai buku yang sudah rendah.
4) Sering dilihat bahwa aktiva tetap dibeli dengan harga yang terlalu tinggi dibandingkan dengan harga
yang umum berlaku untuk barang tersebut pada waktu itu dan ditempat yang sama. Kesulitannya
disini adalah bahwa unsur komisi atau kick back yang telah menambah harga aktiva tetap tersebut
tidak dapat dibuktikan oleh akuntan.
Pimpinan perusahaan atau dewan komisaris seharusnya diberi tahu mengenai keadaan ini, tetapi
bukan dengan pemberitahuan bahwa ada unsur komisi atau kick back melainkan adanya barang
yang dibeli dengan harga yang lebih tinggi. Disini harga pasaran umumnya dan sumber harga
tersebut sebaiknya juga dicantumkan. Kalau barang-barang tersebut dapat ditenderkan dan
pembelian tersebut dilakukan tanpa tender hal ini juga harus dicantumkan dalam surat komentar
akuntan.
5) Didalam salah satu prosedur pemeriksaan diatas disebutkan bahwa akuntan harus menelaah jumlah
pertanggungan asuransi untuk menentukan apakah jumlah pertanggungan itu cukup, kurang atau
bahkan lebih. Hal ini bukanlah hal yang mudah, dan sangatlah tidak bijaksana untuk menentukan
kecukupan jumlah pertanggungan asuransi dengan sekedar membandingkan nilai buku aktiva tetap
itu dengan jumlah pertanggungannya atau dengan membandingkan jumlah pinjaman ( misalnya dari
bank ) dengan jumlah pertanggungannya.
Membandingkan nilai buku dengan jumlah pertanggungan mempunyai kelemahan sebagai berikut :
a. Nilai buku tidak mencerminkan harga atau nilai aktiva yang bersangkutan. Misalnya, jika aktiva tetap
tersebut sudah disusutkan penuh, nilai bukanya nol. Perbandingan antara jumlah pertanggungan
dengan nilai buku dapat memberi kesan seolah-olah jumlah pertanggungan terlalu besar.
b. Misalkan aktiva tetapnya masih baru sehingga nilai buku masih menggambarkan nilai aktiva tetap.
Membandingkan nilai buku dengan jumlah pertanggungan belum tentu memberikan gambaran
mengenai kecukupan jumlah pertanggungan. Contoh : dalam industri tekstil, harga bangunan yang
sangat tinggi disebabkan karena perlunya fondasi bangunan yang khusus. Kalau terjadi kebakaran
ditaksir fondasi ini masih tetap dapat dipertahankan sehingga tidak perlu jumlah pertanggungannya
sama dengan nilai buku aktiva baru.
Membandingkan nilai buku dengan persyaratan kredit bank juga tidak selalu tepat. Bank misalnya
dapat mensyaratkan jumlah barangg jaminan 150% dari jumlah debetstand hutang dan karenanya
jumlah pertanggungan juga dibuat 150% dari debetstand. Jumlah pertanggungan ini mungkin cukup,
mungkin kurang atau mungkin juga berlebihan, karena jumlah pertanggungan yang cukup tidaklah
mempunyai hubungan langsung dengan persyaratan kredit bank.
6) Dimuka disebutkan bahwa nilai aktiva tetap yang sesuai dengan prinsip akuntansi indonesia adalah
harga perolehan atau harga historis. Kalau pemegang saham mempunyai gedung yang mempunyai
harga historis Rp. 2.500.000 tapi bernilai Rp. 25.000.000 pada saat ini, gedung tersebut dujadikannya
sebagai penyetoran modal, ia tentu saja dapat mengatakan bahwa penyetoran modal nya bernilai
Rp. 25.000.000 dan bukan Rp. 2.500.000. dalam hal ini dari segi si pemegang saham harga Rp.
25.000.000 adalah harga penilaian kembali ( appraised value ) tapi untuk PT harga Rp. 25.000.000
dalah harga perolehan. Sehingga kalau kita memeriksa PT tadi, penilaian aktiva tetapnya adalah
sesuai dengan prinsip akuntansi indonesi. Tapi disini perlu ada catatan mengenai related Party
transaction tersebut.
7) Penyusutan aktiva tetap berdasarkan prinsip akuntansi belum tentu sama dengan umur aktiva yang
disebutkan dalam peraturan perpajakan. Akuntan atau pembantunya harus menyusun suatu kertas
kerja yang merekonsiliasi penyusutan menurut prinsip akuntansi dan penyusutan untuk keperluan
pajak.
Rekening aktiva tetap digunakan untuk menampung pencatatan atas aktiva perusahaan atau
organisasi yang mempunyai manfaat ekonomis lebih dari satu tahun. Aktiva-aktiva yang termasuk
dalam katagori ini antara lain, tanah, bangunan, jalan, jembatan, bangunan air, instalasi dan
jaringan, mesin, peralatan, kendaraan, serta mebel. Aktiva tersebut tidak akan habis dalam waktu
satu tahun. Rekening nominal yang berkaitan erat dengan aktiva tetap adalah biaya depresiasi,
perbaikan, dan sewa gedung atau aktiva lainnya.
Aktiva tetap sering kali merupakan komponen terbesar dari total aktiva dalam neraca
perusahaan atu organisasi. Biaya-biaya yang berhubungan dengan aktiva tetap merupakan faktor
yang material dalam laporan rugi laba. Pemeriksaan terhadap aktiva tetap memakan waktu dan
biaya yang relatif labih sedikit dibandingkan dengan pemeriksaan aktiva lancar.
Dalam audit atas aktiva tetap , auditor harus memisahkan pengujian kedalam katagori
berikut :
Jenis prosedur analitis tergantung pada sifat operasi klien. Prosedur analitis untuk aktiva tetap :
Perusahaan harus mencatat penambahan selama tahun berjalan dengan benar karena aktiva
memiliki pengaruh jangka panjang terhadap laporan keuangan. Kegagalan untuk mengkapitalisasi
aktiva tetap, atau mencatat akuisisi pada jumlah yang salah, akan mempengaruhi neraca sehingga
perusahaan melepas atau membuang aktiva itu. Laporan laba rugi juga akan terpengaruh hingga
aktiva itu telah sepenuhnya disusutkan.
Karena pentingnya akuisis periode berjalan dalam audit aktiva tetap, auditor menggunakan tujuh
dari delapan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo sebagai kerangka referensi bagi pengujian
atas rincian saldo: (1) eksistensi (2) kelengkapan (3) keakuratan (4) klasifikasi (5) pisah batas (6)
detail tie-in (7) serta hak dan kewajiban.
Tujuan audit yang berkaitan dengan saldo dan pengujian audit yang umum ditunjukkan pada tabel
dibawah ini :
Tujuan audit yang Pengujian atas rincian Komentar
berkaitan dengan saldo saldo yang umum
Akuisisi tahun lalu berjalan Memeriksa faktur vendor Bukanlah hal yang umum
seperti yang tercantum dan laporan penerimaan. untuk memeriksa secara
dalam daftar memang ada fisik aktiva yang diperoleh
Memeriksa aktiva secara
(eksistensi) kecuali pengendaliannya
fisik. lemah atau jumlahnya
meterial
Akuisisi yang ada telah Memeriksa faktur vendor Tujuan ini merupakan salah
dicatat (kelengkapan) yang berhubungan erat satu yang paling penting
dengan akun seperti untuk aktiva tetap
reparasi dan pemeliharaan
untuk mengungkapkan
item-item yang akan
menjadi aktiva tetap.
Klien memiliki hak atas Memeriksa faktur vendor Biasanya tidak ada masalah
akuisisi tahun berjalan untuk aktiva tetap.
(hak)
Akte properti, aktiva tidak
berwujud, dan tagihan
pajak sering kali diperiksa
untuk tanah dan bangunan
utama.
Titik awal untuk memverifikasi akuisisi tahun berjalan umumnya merupakan sebuah skedul yang
diperoleh dari klien menyangkut semua akuisisi yang dicatat pada akun aktiva tetap dibuku besar
umum selama tahun tersebut. Klien memperoleh informasi ini dari file induk aktiva tetap. Skedul
yang tipikal memuat deskripsi, notasi apakah barang tersebut baru atau bekas, umur aktiva untuk
tujuan penyusutan, metode penyusutan, dan biaya atau harga perolehannya.
Transaksi yang melibatkan pelepasan aktiva tetap sering kali disalahsajikan apabila pengendalian
internal perusahaan tidak memiliki metode formal untuk memberi tahu manajemen tentang
penjualan, tukar tambah, pengabaian, atau pencurian mesin dan peralatan yang tercatat. Jika klien
lalai mencatatpelepasan, biaya awal akun aktiva tetap akan dinyatakan terlalu tinggi, dan nilai buku
bersih akan dinyatakan terlalu tinggi hingga aktiva telah disusutkan sepenuhnya. Metode formal
untuk menelusuri pelepasan dan provisi menyangkut otorisasi yang tepat atas penjualan atau
pelepasan aktiva akan membantu mengurangi resiko salah saji. Juga harus ada verifikasi internal
yang memadai atas pelepasan yang tercatat untuk memastikan bahwa aktiva telah dihapus dengan
benar dari catatan akuntansi.
Tujuan utama auditor dalam memverifikasi penjualan, tukar tambah, atau pengabaian aktiva tetap
adalah untuk mengumpulkan bukti yang cukup bahwa semua pelepasan telah dicatat dan pada
jumlah yang benar. Titik awal untuk memverifikasi pelepasan adalah skedul klien yang berisi catatan
tentang pelepasan itu. Skedul tersebut umumnya mencantumkan tanggal kapan aktiva dilepas atau
dibuang, nama orang atau perusahaan yang mengakuisisi aktiva, harga jual, biaya awal, tanggal
akuisis dan akumulasi penyusutan.
Ketika suatu aktiva dijual atau dibuang begitu saja tanpa ditukar dengan aktiva pengganti,
keakuratan transaksi dapat diverifikasi dengan memeriksa faktur penjualan terkait dan file induk
aktiva tetap. Auditor harus membandingkan biaya dan akumulasi penyusutan yang ada dalam file
induk dengan ayat jurnal yang tercatat dalam jurnal umum serta menghitung kembali keuntungan
atau kerugian atas pelepasan aktiv a sebagai perbandingan dengan catatan akuntansi. Jika terjadi
tukar tambah aktiva dengan aktiva pengganti, auditor harus memastikan bahwa aktiva yang baru
dikapitalisasi dan aktiva yang digantikan dihapus secara layak dari catatan, dengan
mempertimbangkan nilai buku aktiva yang ditukar tambah dan biaya tambahan aktiva yang baru.
Dua tujuan auditor ketika mengaudit aktiva tetap termasuk menentukan bahwa :
a. Semua aktiva tetap yang tercatat ada secara fisik pada tanggal neraca
Ketika merancang pengujian audit untuk memenuhi tujuan tersebut, pertama auditor
mempertimbangkan sifat pengendaliaqn internal terhadap aktiva tetap. Idealnya, auditor mampu
menyimpulkan bahwa pengendalian cukup kuat untuk memungkinkannya bergantung pada saldo
yang dicatat dari tahun sebelumnya. Pengendalian yang penting meliputi penggunaan file induk
untuk setiap aktiva tetap, pengendalian fisik yang memadai terhadap aktiva yang mudah
dipindahkan ( seperti, komputer, perkakas, dan kendaraan ), penulisan nomor identifikasi kesetiap
aktiva tetap, serta perhitungan fisik periodik atas aktiva tetap dan rekonsiliasinya oleh personil
akuntansi. Metode formal untuk memberi tahu departemen akuntansi tentang semua pelepasan
aktiva tetap juga merupakan pengendalian yang penting terhadap saldo aktiva yang dicatatketahun
berjalan.
Beban penyusutan merupakan salah satu dari beberapa akun beban yang tidak diverifikasi sebagai
bagian dari pengujian pengendalian dan pengujian subtantif atas transaksi. Jumlah yang tercatat
ditentukan dengan alokasi internal dan bukan oleh transaksi pertukaran dengan pihak luar. Jika
beban penyusutan berjumlah material, akan diperlukan lebih banyak pengujian yang terinci atas
beban penyusutan ketimbang untuk akun yang telah diverifikasi melalui pengujian pengendalian dan
pengujian subtantif atas transaksi.
Tujuan audit Yng berkaitan dengan saldo yang paling penting untuk beban penyusutan adalah
keakuratan. Auditor harus berfokus pada penentuan apakah klien mengikuti kebijakan penyusutan
yang konsisiten dari periode ke periode, dan apakah perhitungan klien sudah benar.
Dalam menentukan hal yang pertama, auditor harus mempertimbangkan empat aspek:
2. Metode penyusutan
Kebijakan klien dapat ditentukan melalui diskusi dengan personil yang berwenang dan
membandingkan responnya dengan informasi yang ada dalam file permanen auditor. Dalam
memutuskan kelayakan umur manfaat yang dibebankan ke aktiva yang baru saja diakuisisi, auditor
harus mempertimbangkan umur fisik aktiva, umur yang diharapkan, ( dengan memperhatikan
keusangan atau kebijakan normal perusahaan untuk meningkatkan mutu aktiva tetap ), dan
kebijakan perusahaan yang ditetapkan menyangkut pertukaran peralatan.
Pendebetan ke akumulasi penyusutan biasanya diuji sebagai bagian dari audit atas pelepasan
aktiva, sementara kredit diverifikasi sebagai bagian dari beban penyusutan. Jika auditor menelusuri
transaksi tertentu ke catatan akumulasi penyusutan dalam file induk aktiva tetap sebbagai bagian
dari pengujian tersebut, maka hanya diperlukan sedikit pengujian tambahan atas saldo akhir
akumulasi penyusutan.
Dua tujuan yang biasanya ditekankan dalam audit atas saldo akhir akumulasi penyusutan adalah :
1. Akumulasi penyusutan yang dinyatakan pada file induk aktiva tetap sama dengan buku besar umum.
Tujuan ini dapat dipenuhi dengan menguji footing akumulasi penyusutan dalam file induk aktiva
tetap dan menelusuri totalnya kebuku besar umum.
Dalam beberapa kasus, umur aktiva tetap khusunya properti pabrik mungkin saja berkurang
secara signifikan kerena umumnya permintaan pelanggan atas produk, kerusakan fisik yang tidak
terduga, modifikasi operasi, atau perubahan lainnya. Berdasarkan kemungkinan-kemungkinan
tersebut, auditor harus mengevaluasi kememadaian penyisihan untuk akumulasi penyusutan setiap
tahun guna memastikan bahwa nilai buku bersih tidak melampaui nila realisasi aktiva.
Jenis aktiva tetap yang berbeda mempunyai resiko bawaan dan resiko pengendalian yang
juga berbeda. Resiko bawaan untuk tanah adalah lebih rendah dibandingkan resiko bawaan untuk
kendaraan maupun bangunan. Hal ini diakibatkan oleh kerentanan dalam pengendalian dan
kerumitan dalam perhitungan dari estimasi umur ekonomis dan nilai residualnya. Variasi dalam
resiko bawaan dan resiko pengendalian antar berbagai aktiva tersebut perlu diperhatikan oleh
auditor dengan menentukan tingkat resiko deteksi yang tepat untuk masing-masing pernyataan.
Disamping itu, terdapat berbagai faktor lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya resiko bawaan.
Resiko bawaan pada pernyataan penilaian atau pengalokasian adalah relatif tinggi pada pembelian
aktiva tetap dengan menggunakan kredit jangka panjang.
Resiko pengendalian aktiva tetap pada umumnya relatif rendah karena transaksi ini jarang
terjadi dan terdapat otorisasi pimpinan atas pembelian aktiva tetap yang penting. Meskipun resiko
pengendaliannya rendah sehingga resiko deteksinya ditetapkan pada tingkat yang tinggi, auditor
perlu menggunakan pendekatan pengutamaan pengujian subtantif. Hal ini disebabkan karena
transaksi pembelian aktiva tetap secara individual memiliki pengaruh yang material terhadap
laporan keuangan.
Pada Desember 2006 Indonesia Corruptin Watch (ICW) melaporkan kasus dugaan korupsi ke
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam ruislaag (tukar guling) antara asset PT. Industri Sandang
Nusantara (ISN), sebuah BUMN yang bergerak di bidang tekstil, dengan asset PT. GDC, sebuah
perusahaan swasta.
Dalam ruislaag tersebut PT. ISN menukarkan tanah seluas 178.497 meter persegi di kawasan
Senayan dengan Tanah seluas 47 hektar beserta Pabrik dan mesin di karawang.
Berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) semester II Tahun Anggaran
1998/1999, menyatakan ruislaag itu berpotensi merugikan keuangan Negara sebesar Rp. 121,628
miliar.
Kerugian itu terdiri dari kekurangan luas bangunan pabrik dan mesin milik PT. GDC senilai
Rp. 63,954 miliar, berdasarkan penilaian aktiva tetap oleh PT. Sucofindo pada 1999; penyusutan nilai
asset pabrik milik PT. GDC senilai Rp. 31,546 miliar; dan kelebihan perhitungan harga tanah senilai
Rp. 0,127 miliar. Selain itu juga ditemukan bahwa terdapat nilai saham yang belum dibayarkan oleh
PT. GDC sebesar Rp. 26 miliar.
Telaah Kasus
Dalam kasus Ruislaag di atas, karena ketidakjelasan prosedur dan syarat-syarat tukar guling
asset, sehingga sangat rawan untuk diselewengkan.
Seharusnya keputusan Tukar Guling tidak hanya menjadi wewenang salah satu pejabat saja,
melainkan melibatkan beberapa pejabat sebagai pengendali dan control yang baik. Selain itu juga
diperlukan sebuah aturan baku oleh perusahaan mengenai tukar guling, sehingga kemungkinan
penyelewengan menjadi berkurang.
Diperlukan juga control dari lembaga bersangkutan terhadap penelitian tim penilik yang
meneliti kelengkapan mengenai status asset, dokumen kelengkapan asset, sehingga tidak ada
manipulasi dari nilai asset tersebut serta proses tukar menukar.
Walaupun menggunakan jasa Appraisal, penilaian asset tetap juga tetap harus diawasi untuk
mencegah kecurangan-kecurangan.
Dari kasus diatas dapat dibuktikan bahwa PT. ISN memiliki pengendalian intern yang sangat
buruk. Sehingga PT. ISN rawan dicurangi oleh rekanan-rekanan bisnisnya maupun oleh oknum-
oknum pejabat perusahaan yang ingin mengambil keuntungan. Oleh karena itu hal pertama yang
harus dibenahi oleh PT. ISN adalah soal Pengendalian Internnya
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1) Aktiva Tetap merupakan aset suatu perusahaan yang berwujud, yang digunakan
untuk kegiatan operasional perusahaan dalam jangka waktu lebih dari satu periode.
a) Tangible Assets atau aktiva berwujud seperti lahan, mesin, gedung, dan peralatan.
b) Intangible Assets atau aktiva yang tidak berwujud sepertiGoodwill, hak paten, hak cipta, dan lain-
lain.
a) Depreciated Plant Assets yaitu aktiva tetap yang dapat disusutkan seperti bangunan, peralatan,
mesin, inventaris, dan lain-lain.
b) Undepreciated Plant Assets yaitu aktiva tetap yang tidak disusutkan seperti tanah.
a. Tanah yang diatasnya didirikan bangunan atau digunakan operasi, misalnya sebagai lapangan,
halaman, tempat parkir dan lain sebagainya.
c. Mesin;
d. Inventaris;
Memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang berkaitan dengan aktiva tetap
Membuktikan kebenaran aktiva tetap dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan aktiva tetap
yang dicantumkan dineraca.
Membuktikan hak kepemilikan klien atas aktiva tetap yang dicantumkan di neraca.
Pengujian analitik
3.2 Saran
I. Mahasiswa dan masyarakat luas harus lebih memahami bagaimana ketentuan-ketentuan mengenai
aktiva tetap agar tidak terjadi kesalahan pada pemahaman terhadap aktiva tetap.
II. Auditor harus mengaudit sesuai dengan prosedur audit agar tidak terjadi kesalahan dalam
pengauditan.
III. Akuntan harus memahami dengan baik bagaimana pencatatan aktiva tetap yang baik dan benar agar
tidak terjadi salah pencatatan dalam transaksi keuangan.
DAFTAR PUSTAKA
AlvinA.Arens, RandalJ.Elder, & MarkS.Beasley. (2008). Auditing dan Jasa Assurance.Jakarta: Erlangga.
http://iipsaja.blogspot.com/2009/04/contoh-kasus-audit-fixed-asset.
SOURCE: http://meilya-yessy4.blogspot.co.id/2014/04/makalah-audit-aktiva-tetap.html
Oleh karena itu, perlunya untuk mengetahui serta memahami secara rinci tentang aktiva
tetap baik aktiva tetap berwujud maupun tidak berwujud. Dengan cara demikian kita mampu
mengaplikasikan apa saja yang terdapat di dalam aktiva tetap sebuah perusahaan. Namun
untuk mendapatkan rincian yang baik terhadap aktiva tetap, diperlukan pengendalian
terhadap aktiva berupa pengujian substantif. Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan
membahas tentang Audit terhadap Siklus Pengeluaran: Pengujian Substantif terhadap Aktiva
Tetap.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan dari penulisan makalah ini sebagai
berikut :
Apakah yang dimaksud dengan aktiva tetap dan bagaimana penggolongan aktiva tetap?
Apa saja transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap?
Apa perbedaan karakteristik aktiva tetap dengan aktiva lancar?
Apa perbedaan pengujian substantif aktiva tetap dengan aktiva lancar?
Bagaimana pengujian substantif terhadap aktiva tetap dalam audit yang pertama kalinya?
Bagaimana Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) penyajian aktiva tetap?
Apa saja tujuan pengujian substantif aktiva tetap?
Bagaimana prosedur audit aktiva tetap?
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
Untuk mengetahui dan memahami pengertian dan penggolongan aktiva tetap.
Untuk mengetahui dan memahami bentuk transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap.
Untuk mengetahui dan memahami perbedaan karakteristik aktiva tetap dengan aktiva lancar.
Untuk mengetahui dan memahami perbedaan pengujian substantifaktiva tetap dengan aktiva
lancar.
Untuk mengetahui dan memahami pengujian substantif terhadap aktiva tetap dalam audit
yang pertama kalinya.
Untuk mengetahui dan memahami Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) penyajian
aktiva tetap.
Untuk mengetahui dan memahami tujuan pengujian substantif aktiva tetap.
Untuk mengetahui dan memahami prosedur audit aktiva tetap.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Aktiva Tetap
2.1.1. Pengertian Aktiva Tetap
Aktiva tetap ialah aktiva tetap berwujud yang mempunyai nilai guna ekonomis jangka
panjang, dimiliki perusahaan untuk menjalankan operasi guna menunjang perusahaan dalam
mencapai tujuan dan dimiliki perusahaan tidak untuk dijual kembali agar diperoleh laba atas
penjualan tersebut.
Menurut Zaki Baridwan (1992, hal 271) menjelaskan : “Aktiva tetap berwujud yang
sifatnya relatif permanen (menunjukkan sifat bahwa aktiva yang bersangkutan dapat
digunakan dalam jangka waktu yang relatif cukup lama) yang digunakan dalam kegiatan
perusahaan”.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2002, Nomor 16.2 Paragraf 05) “Aktiva tetap
adalah aktiva tetap berwujud yang digunakan dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun
terlebih dahulu yang digunakan dalam operasi perusahaan. Tidak dimaksudkan untuk dijual
dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu
tahun”.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan sifat-sifat tetap berwujud digunakan dalam
operasional perusahaan, tidak untuk diperdagangkan, umur ekonomi lebih dari satu tahun
yang sifatnya relatif tetap atau permanen dan berwujud fisik artinya dapat dilihat dan
dirasakan dengan panca indera.
2.1.2. Penggolongan Aktiva Tetap
Aktiva tetap yang dimiliki perusahaan banyak jenisnya, untuk tujuan akuntansi maka
perlu penggolongan aktiva tetap sesuai dengan kebutuhan dan fungsi masing-masing.
f. Peralatan
Peralatan yang dianggap merupakan alat-alat besar yang digunakan dalam
perusahaan seperti inventaris kantor, inventaris pabrik, inventaris laboraturium,
inventaris gudang, dan lain-lain.
g. Prasarana
Di Indonesia merupakan kebiasaan bahwa perusahaan membuat klasifikasi
khusus prasarana seperti jalan, jembatan, roil, pagar, dan lain-lain.”
Jurnal-jurnal transaksi yang menyangkut perubahan aktiva tetap dan akun depresiasi
akumulasian yang bersangkutan adalah sebagai berikut:
1. Transaksi pemerolehan aktiva tetap.
Aktiva Tetap xx
Kas xx
2. Transaksi pengeluaran modal (capital expenditure).
Aktiva Tetap xx
Kas xx
3. Transaksi depresiasi aktiva tetap.
Biaya Depresiasi xx
Depresiasi Akumulasian Aktiva tetap xx
4. Transaksi penghentian pemakaian aktiva tetap.
Depresiasi Akumulasian Aktiva Tetap xx
Rugi Penghentian Pemakaian Aktiva Tetap xx
Aktiva Tetap xx
5. Transaksi reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap.
Biaya Reparasi dan Pemeliharaan Aktiva Tetap xx
Kas xx
Sediaan Suku Cadang xx
Gaji dan Upah xx
Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan xx
Contoh soal:
1. Pembelian Aktiva tetap secara tunai dalam kondisi yang normal (Pembelian 1 (satu) jenis
aktiva tetap Pada tanggal 1 februari 2013 PT Kali jaya yang bergerak dalam bidang
Peternakan ayam Membeli sebuah mobil angkut yang akan difungsikan untuk pemasaran
ayam dan telur ayam seharga Rp. 40.000.000, Berdasarkan transaksi ini buatlah jurnal umum
yang disusun oleh PT Kali Jaya!
2. Pembelian Aktiva Tetap secara tunai dimana aktiva yang dibeli lebih dari satu jenis tetapi
dibeli dalam satu harga. Seorang usahawan membeli gedung di atas sebidang tanah yang
luasnya 200 m sedangkan luas gedung 60 m dengan harga Rp 240.000.000. Berdasarkan info
pasar harga tanah per 1 meter adalah Rp 1000.000 dan menurut tipe gedung harga per meter
Rp 1.200.000. Diminta, buatlah perhitungan Harga Perolehan aktiva tetap yang dibeli dan
susunlah jurnal pembelian aktiva tetap tersebut!
3. Pembelian Aktiva tetap dengan angsuran dimana harga Tunai aktiva tetap yang dibeli
diketahui. Aktiva tetap dengan jenis kendaraan dengan harga tunai Rp 50.000.000 dibeli
secara mengangsur selama 60 kali bulanan dengan uang muka Rp 5000.000 dan bunga 12%
per tahun. Diminta; Perhitungan dan jurnal-jurnal yang diperlukan atas pembelian aktiva
tetap tersebut!
4. Cara perolehan aktiva tetap dengan cara pertukaran dimana aktiva tetap yang ditukar
berbeda jenis. Aktiva tetap mesin yang harga perolehannya Rp 20.000.000 sudah disusutkan
sebesar Rp 5000.000 ditukarkan dengan aktiva tetap kendaraan yang harga perolehannya Rp
25.000.000 belum ada penyusutan (Kendaraan Baru). Apabila Aktiva tetap mesin diakui
(harga pasar) nilainya sebesar Rp 16.000.000, maka buatlah perhitungan dan jurnal yang
diperlukan atas pertukaran aktiva tetap tersebut!
5. Cara Perolehan Aktiva tetap dengan cara pertukaran dimana aktiva yang ditukarkan
sejenis. Perusahaan Pak Subkhan ingin menukar mesin lamanya dengan mesin baru. Harga
perolehan mesin lama $ 4000 dengan penyusutan $3200 dan harga pasar mesin tersebut
$1.100. Mesin baru yang diinginkan pak Subkhan mempunyai harga perolehan $5000.
Berdasarkan data tersebut buatlah perhitungan dan jurnal yang diperlukan
Pembahasan soal 1 Dalam soal 1 terjadi pembelian aktiva tetap secara tunai dalam bentuk
sebuah mobil angkut dengan harga Rp 40.000.000, pada kondisi ini tidak ada perhitungan
yang diperlukan karena harga perolehan mobil telah diketahui sehingga tinggal menyusun
jurnal pembelian mobil tersebut. Jurnal yang disusun PT Kali jaya adalah sebagai berikut:
Mobil.............Rp 40.000.000
Kas ...............Rp 40.000.000
Pembahasan Soal 2 Dalam soal 2 terjadi pembelian aktiva tetap secara tunai dengan satu
harga tetapi aktiva tetap yang dibeli lebih dari satu jenis aktiva tetap yaitu aktiva tetap tanah
dan gedung. Berdasarkan transaksi ini maka harus diketahui terlebih dahulu harga perolehan
Tanah dan harga perolehan gedung. Perhitungan untuk mengetahui harga perolehan tanah dan
gedung yang dibeli tersebut adalah sebagai berikut: Mencari Harga Pasar Relatif
Tanah => 200 m x Rp 1000.000 = Rp 200.000.000
Gedung=> 60 m x Rp 1200.000 = Rp 72.000.000 +
Harga Pasar Relatif...................... = Rp 272.000.000
Mencari Harga Perolehan Harga Perolehan Tanah dicari dengan cara sebagai berikut:
(200.000.000/272.000.000) x 240.000.000 = Rp 176.470.588
Harga Perolehan Gedung dicari dengan cara sebagai berikut:
(72.000.000/272.000.000) x 240.000.000 = Rp 63.529.412
Jurnal yang dibuat atas pembelian aktiva tetap
Tanah .............Rp 176.470.588
Gedung............Rp 63.529.412
Kas ....................Rp 240.000.000
Pembahasan Soal 3 Dalam soal 3 terjadi pembelian aktiva tetap dengan angsuran, dimana
harga tunai aktiva tetap tersebut diketahui yaitu Rp 50.000.000. Perhitungan yang diperlukan
adalah sebagai berikut: Mencari utang pokok pinjaman
Harga Tunai => Rp 50.000.000
Uang Muka => Rp 5.000.000 -
Utang Pokok Pinjaman => Rp 45.000.000
Mencari Bunga Pinjaman Lama angsuran 60 kali bulanan sama dengan 5 tahun,
sedangkan bunga 12% per tahun sehingga besar bunga dalam persen =>12% x 5 tahun = 60%
Bunga dalam rupiah => 60% x 45.000.000 = Rp 27.000.000
Mencari angsuran yang dibayarkan setiap bulan
Besarnya utang total = utang pokok + utang bunga
= 45.0000.0000+27.000.000
= Rp 72.000.000
Angsuran utang pokok perbulan => 45.000.000 : 60 = Rp 750.000
Angsuran utang bunga perbulan => 27.000.000 : 60 = Rp 450.000
Jadi Besarnya kas yang dibayarkan setiap bulan untuk membayar angsuran adalah sebagai
berikut:
=> Angsuran utang poko per bulan + Angsuran utang bunga perbulan
=> Rp 750.000 + Rp 450.000 = Rp 1.200.000,
atau dapat juga dihitung dengan cara berikut ini:
= Total Utang : Lama angsuran = 72.000.000 : 60 = Rp 1.200.000.
Jurnal yang disusun saat pembelian
Aktiva tetap Kendaraan........................Rp 50.000.000
Beban Bunga ditetapkan dimuka..........Rp 27.000.000
Utang .................................................................Rp 72.000.000
Kas .....................................................................Rp 5.000.000
Jurnal saat pembayaran angsuran;
Utang .................Rp 1.200.000
Kas ......................Rp 1.200.000
Beban Bunga angsuran kendaraan ............Rp 450.000
Beban Bunga ditetapkan dimuka ..............Rp 450.000
Pembahasan soal 4 Dalam soal 4 terjadi transaksi pertukaran aktiva tetap berbeda jenis yaitu
aktiva tetap mesin lama akan ditukarkan dengan aktiva tetap kendaraan baru. Perhitungan
untuk menentukan laba rugi atas adanya pertukaran
Nilai buku (nilai sekarang) mesin => Harga perolehan - Penyusutan
=> Rp 20.000.000 - Rp 5000.000 = Rp 15.000.000
Harga Pasar Mesin ................................................... = Rp 16.000.000
Laba Pertukaran => Rp 16.000.000 - Rp 15.000.000 = Rp 1.000.000
Terjadi laba dalam pertukaran karena harga pasar lebih besar dari nilai buku.
Perhitungan untuk menentukan kas yang harus dibayar untuk pertukaran aktiva tetap
Harga Pasar mesin Rp 16.000.000 sedangkan harga kendaraan (baru) yang diinginkan Rp
25.000.000 Sehingga jika ingin menukarkan mesin dengan kendaraan harus menambah uang
sebesar Rp 9000.000 Note;kendaraan masih baru sehingga harga perolehan = harga pasar.
Jurnal yang disusun atas pertukaran aktiva tetap
Kendaraan ................................Rp 25.000.000
Akml. Penyusutan Mesin .........Rp 5.000.000
Mesin........................................................Rp 20.000.000
Laba Pertukaran
Aktiva...........................Rp 1.000.000 Kas............................
...............................Rp 9.000.000
Catatan: Tujuan Jurnal diatas adalah memunculkan akun kendaraan dan menghapus akun
mesin.
Pembahasan Soal 5 Dalam soal 5 terjadi pertukaran aktiva tetap dimana aktiva tetap yang
ditukar masih satu jenis, yaitu pertukaran aktiva tetap mesin lama akan ditukarkan dengan
mesin baru.
Perhitungan menentuka laba-rugi perhitungan
Nilai Buku mesin lama => $4000 -$3200 = $ 800
Harga Pasar Mesin Lama => .......................= $ 1.100
Laba Pertukaran => $1100 - $ 800 = $ 300
Karena dalam pertukaran aktiva tetap satu jenis tidak mengakui adanya laba pertukaran maka
laba pertukaran diperlakukan sebagai pengurang
Harga perolehan mesin baru, jadi harga perolehan mesin baru $5000 - $300 = $4700
Perhitungan menentukan besarnya kas yang dibayarkan untuk pertukaran aktiva tetap
Harga pasar mesin lama $ 1.100 sedangkan harga mesin baru $ 5000 sehingga kas yang
dibayar untuk menukar mesin lama dengan mesin baru adalah $5000 - $1100 = $ 3900
2.5. Pengujian Substantif terhadap Aktiva tetap dalam Audit yang Pertama Kalinya
Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam audit terhadap aktiva tetap pada
audit pertama kalinya:
a) Apakah laporan keuangan tahun sebelumnya telah di audit oleh auditor
independen lain?
b) Apakah klien menyelenggarakan catatan rinci untuk aktiva tetapnya?
c) Apakah klien mengarsipkan dokumen-dokumen yang mendukung transaksi
yang bersangkutan dengan perolehannya dan mutasi aktiva tetap sampai
dengan saat diaudit yang pertama dilaksanakan?
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
1. Aktiva Tetap merupakan aset suatu perusahaan yang berwujud, yang digunakan
untuk kegiatan operasional perusahaan dalam jangka waktu lebih dari satu
periode.
2. Dari sudut substansi, aktiva tetap dapat dibagi menjadi:
a. Tangible Assets atau aktiva berwujud seperti lahan, mesin, gedung,
dan peralatan.
b. Intangible Assets atau aktiva yang tidak berwujud seperti HGU,
GB, Goodwill-Pattens, Copyright, Hak Cipta,Franchise, dan
lain-lain.
Dari sudut disusutkan atau Tidak dapat dibagi menjadi:
a. Depreciated Plant Assets yaitu aktiva tetap yang dapat disusutkan
seperti bangunan, peralatan, mesin, inventaris, dan lain-lain.
b. Undepreciated Plant Assets yaitu aktiva tetap yang tidak disusutkan
seperti tanah.
Berdasarkan jenis dapat dibagi menjadi:
a. Tanah yang diatasnya didirikan bangunan atau digunakan operasi, misalnya sebagai
lapangan, halaman, tempat parkir dan lain sebagainya;
b. Bangunan, baik bangunan kantor, toko maupun bangunan untuk pabrik;
c. Mesin;
d. Inventaris;
e. Kendaraan dan perlengkapan atau alat-alat lainnya.
3. Tujuan pengujian substantif terhadap saldo aktiva tetap:
1. Memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang
dengan aktiva tetap;
2. Membuktikan keberadaan aktiva tetap dan keterjadian transaksi yang
berkaitan dengan aktiva tetap yang dicantumkan di neraca;
3. Membuktikan hak kepemilikan klien atas aktiva tetap yang dicantumkan
di neraca;
4. Membuktikan kewajaran penilaian aktiva tetap yang dicantumkan di neraca;
5. Membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan aktiva tetap di
neraca.
4. Prosedur audit terhadap aktiva tetap terdiri dari:
1. Prosedur audit awal;
2. Pengujian analitik;
3. Pengujian terhadap transaksi rinci;
4. Pengujian terhadap saldo akun rinci;
5. Verifikasi penyajian dan pengungkapan.
3.2. Saran
1. Mahasiswa dan masyarakat luas harus lebih memahami bagaimana ketentuan-ketentuan
mengenai aktiva tetap agar tidak terjadi kesalahan pada pemahaman terhadap aktiva tetap.
2. Auditor harus mengaudit sesuai dengan prosedur audit agar tidak terjadi kesalahan dalam
pengauditan.
3. Akuntan harus memahami dengan baik bagaimana pencatatan aktiva tetap yang baik dan
benar agar tidak terjadi salah pencatatan dalam transaksi keuangan.
http://esy-marita.blogspot.co.id/2013/11/makalah-audit-terhadap-aktiva-tetap_22.html
PENGUJIAN SUBSTANSIF
Utang lancar memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik aktiva lancar, yang berdampak terhadap
pengujian substantif atas utang lancar. Dalam menyajikan aktiva lancar, klien berkecenderungan umum untuk
menyajikan aktiva tersebut lebih tinggi dari jumlah yang senyatanya. Di lain pihak, dalam menyajikan utang
lancar, klien berkecenderungan umum untuk menyajikan utang tersebut lebih rendah dari jumlah yang
senyatanya. Kecenderungan ini didorong oleh keinginan klien untuk menyajikan gambaran modal kerja
perusahaan yang lebih baik. Oleh karena itu, pengujian substantif atas utang lancar ditujukan untuk menemukan
adanya penyajian utang lancar yang lebih rendah dari jumlah yang seharusnya (understatement utang lancar),
sedangkan pengujian substantif atas aktiva lancar ditujukan untuk menemukan adanya penyajian aktiva lancar
yang lebih tinggi dari jumlah yang seharusnya (overstatement aktiva lancar).
Dalam menyajikan aktiva lancar klien menghadapi masalah penilaian unsur-unsur aktiva lancar per tanggal
neraca. Di lain pihak, dalam penyajian utang lancar, klien tidak menghadapi masalah penentuan nilai utang
lancar tersebut pada tanggal neraca. Dalam pengujian substantif atas aktiva lancar, auditor menghadapi masalah
penentuan kewajaran nilai aktiva lancar yang dicantumkan di neraca. Di lain pihak, dalam pengujian substantif
atas utang lancar, auditor menghadapi fakta; menghadapi data historis mengenai kewajiban perusahaan yang
terjadi di masa yang lalu, yang dalam jangka pendek harus dilunasi. Oleh karena itu, pengujian substantif atas
utang lancar memerlukan waktu yang relatif lebih pendek bila dibandingkan dengan pengujian substantif atas
aktiva lancar. Utang usaha merupakan komponen terbesar utang lancar. Oleh karena itu, pengujian substantif
auditor dalam kegiatan belajar ini ini lebih difokuskan ke pengujian substantif atas utang usaha.
Pengujian substantif atas utang usaha ditujukan untuk memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan
akuntansi yang bersangkutan dengan utang usaha, membuktikan keberadaan utang usaha dan keterjadian
transaksi yang berkaitan dengan utang usaha yang dicantumkan di neraca, membuktikan kelengkapan transaksi
yang dicatat dalam catatan akuntansi dan kelengkapan saldo utang usaha yang disajikan di neraca,
membuktikan kewajiban klien yang dicantumkan di neraca, membuktikan kewajaran penyajian dan
pengungkapan utang usaha di neraca. Untuk mencapai tujuan audit tersebut auditor seharus dapat menempuh
berbagai prosedur audit.
Dalam prosedur audit awal, auditor membuktikan keandalan catatan akuntansi utang usaha yang
diselenggarakan oleh klien, dengan cara mengusut saldo utang usaha yang dicantumkan di neraca ke dalam
akun utang usaha yang diselenggarakan di dalam buku besar, membuktikan ketelitian penghitungan saldo akun
utang usaha di dalam buku besar, dan membuktikan sumber pendebitan dan pengkreditan akun utang usaha di
dalam buku besar ke dalam register bukti kas keluar dan jurnal penerimaan kas
Dalam prosedur analitik, auditor menghitung berbagai ratio, yaitu tingkat perputaran utang usaha, ratio utang
usaha dengan utang lancar, kemudian dibandingkan dengan harapan auditor, misalnya ratio tahun yang lalu,
rerata ratio industri, atau ratio yang dianggarkan. Di samping itu, dalam prosedur analitik, auditor
membandingkan akun biaya dengan akun biaya yang sama tahun lalu atau biaya yang dianggarkan untuk
mendapatkan indikasi kemungkinan adanya understatement utang lancar. Pembandingan ini membantu auditor
untuk mengungkapkan, yaitu peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi, perubahan
usaha, fluktuasi acak atau salah saji.
Dalam pengujian atas akun rinci, auditor melaksanakan prosedur audit berikut ini:
1. memeriksa sampel transaksi utang usaha yang tercatat ke dokumen yang mendukung timbulnya utang usaha,
2. melakukan verifikasi pisah batas (cut off) transaksi pembelian dan transaksi pengeluaran kas,
Dalam pengujian atas akun rinci, auditor menempuh prosedur audit berikut ini:
Dalam memverifikasi penyajian dan pengungkapan utang jangka panjang di neraca, auditor membandingkan
penyajian utang usaha di neraca dengan prinsip akuntansi berterima umum. Informasi mengenai hal ini
diperoleh auditor dengan cara, antara lain
4. meminta informasi dari klien untuk menemukan komitmen yang belum diungkapkan dan utang bersyarat dan
memeriksa pengungkapan yang bersangkutan dengan utang tersebut.
Aktiva tetap memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik aktiva lancar, yang berdampak terhadap
pengujian substantif atas aktiva tetap. Frekuensi transaksi yang menyangkut aktiva tetap relatif sedikit maka
jumlah waktu yang dikonsumsi untuk pengujian substantif atas aktiva tetap relatif lebih sedikit bila dibandingkan
dengan waktu yang digunakan untuk pengujian substantif atas aktiva lancar. Karena ketepatan pisah batas
transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap sedikit pengaruhnya terhadap perhitungan rugi-laba maka
auditor tidak mengarahkan perhatiannya terhadap masalah ketelitian pisah batas transaksi yang bersangkutan
dengan aktiva tetap pada akhir tahun. Pengujian substantif atas aktiva tetap dititikberatkan pada verifikasi
mutasi aktiva tetap yang terjadi dalam tahun yang diaudit. Verifikasi saldo aktiva tetap pada tanggal neraca tidak
mendapat perhatian auditor karena aktiva tetap disajikan pada costnya, bukan nilainya pada tanggal neraca
seperti halnya dengan aktiva lancar.
Jika laporan keuangan klien belum pernah diaudit oleh auditor independen lain, dan audit yang sekarang ini
merupakan audit yang pertama kalinya maka auditor mempunyai kewajiban untuk memverifikasi saldo awal
aktiva tetap, untuk memperoleh keyakinan mengenai kewajaran saldo tersebut. Verifikasi tersebut dilakukan oleh
auditor meliputi periode sejak saat aktiva tetap tersebut diperoleh sampai dengan awal tahun yang diaudit. Jika
laporan keuangan klien tahun sebelumnya telah diaudit oleh auditor independen lain, dan jika laporan keuangan
klien diberi pendapat wajar tanpa pengecualian dari auditor independen sebelumnya, auditor yang baru dapat
langsung menggunakan saldo awal aktiva tetap sebagai saldo awal yang wajar. Bagi auditor yang baru tersebut,
titik berat pengujian substantifnya atas aktiva tetap, kemudian hanya dipusatkan pada transaksi mutasi aktiva
tetap yang terjadi dalam tahun yang diaudit saja.
1. memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang bersangkutan dengan aktiva tetap,
2. membuktikan keberadaan aktiva tetap dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan aktiva tetap yang
dicantumkan di neraca,
3. membuktikan hak kepemilikan klien atas aktiva tetap yang dicantumkan di neraca,
Dalam prosedur audit awal, auditor membuktikan keandalan saldo aktiva tetap dengan cara membuktikan
apakah aktiva tetap yang dicantumkan di dalam neraca didukung dengan catatan akuntansi yang
diselenggarakan dengan mekanisme akuntansi yang dapat dipercaya. Untuk itu auditor mengusut saldo aktiva
tetap yang dicantumkan di neraca ke di dalam akun aktiva tetap yang diselenggarakan di dalam buku besar,
membuktikan ketelitian penghitungan saldo akun aktiva tetap di dalam buku besar, mengusut saldo awal akun
Aktiva Tetap ke kertas kerja tahun yang lalu, membuktikan sumber pendebitan dan pengkreditan akun aktiva
tetap di dalam buku besar ke dalam register bukti kas keluar dan jurnal umum, dan membuktikan ketelitian
catatan aktiva tetap dengan cara melakukan rekonsiliasi akun kontrol aktiva tetap di dalam buku besar dengan
buku pembantu aktiva tetap.
Dalam prosedur analitik, auditor menghitung berbagai ratio: tingkat perputaran aktiva tetap, ratio laba bersih
dengan aktiva tetap, ratio aktiva tetap dengan modal saham, ratio biaya reparasi dan pemeliharaan dengan
aktiva tetap, kemudian dibandingkan dengan harapan auditor, misalnya ratio tahun yang lalu, rerata ratio
industri, atau ratio yang dianggarkan. Pembandingan ini membantu auditor untuk mengung-kapkan: peristiwa
atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi, perubahan usaha, fluktuasi acak, atau salah saji.
Dalam pengujian transaksi rinci, auditor memeriksa bukti pendukung pencatatan transaksi penambahan dan
pengurangan aktiva tetap dan review terhadap akun Biaya Reparasi dan Pemeliharaan Aktiva Tetap. Verifikasi
keberadaan aktiva tetap yang ada di tangan klien pada tanggal neraca dilakukan oleh auditor dengan cara
menginspeksi tambahan aktiva tetap yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan mengusut pencatatan tambahan
aktiva tetap tersebut ke dalam buku pembantu aktiva tetap. Meskipun tidak sepenting verifikasi pisah batas
transaksi aktiva lancar, verifikasi pisah batas transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap dilakukan oleh
auditor dengan cara memeriksa transaksi mutasi aktiva tetap dalam beberapa hari menjelang dan setelah
tanggal neraca. Tujuan audit ini adalah untuk menemukan transaksi mutasi aktiva tetap yang seharusnya dicatat
dalam tahun yang diaudit oleh klien salah dicatat dalam tahun sesudahnya atau mutasi aktiva tetap yang
seharusnya dicatat dalam tahun sesudahnya oleh klien salah dicatat dalam tahun yang diaudit.
Dalam pengujian atas akun rinci, auditor melakukan inspeksi terhadap aktiva tetap, memeriksa bukti hak
kepemilikan aktiva tetap dan kontrak, dan melakukan review terhadap perhitungan depresiasi. Verifikasi
kepemilikan aktiva tetap dilakukan oleh auditor dengan memeriksa dokumen yang mendukung pemerolehan
tambahan aktiva tetap dalam tahun yang diaudit, melakukan inspeksi polis asuransi aktiva tetap, memeriksa
dokumen yang bersangkutan dengan persewaan atau kontrak leasing aktiva tetap. Dalam memverifikasi
kepemilikan aktiva tetap auditor juga meminta informasi dari klien mengenai aktiva tetap yang dijaminkan dalam
penarikan utang jangka panjang. Informasi ini bermanfaat bagi auditor untuk memberikan pengungkapan
(disclosure) mengenai kepemilikan klien atas aktiva tetap yang dicantumkan di neraca.
Dalam memverifikasi penyajian dan pengungkapan aktiva tetap di neraca, auditor membandingkan penyajian
aktiva tetap di neraca dengan prinsip akuntansi berterima umum. Informasi mengenai hal ini diperoleh auditor
dengan memeriksa klasifikasi aktiva tetap di neraca dan memeriksa kecukupan pengungkapan yang
bersangkutan dengan aktiva tetap. Aktiva tetap disajikan di dalam neraca pada nilai buku yang merupakan
selisih cost aktiva tetap dengan depresiasi akumulasiannya. Cost aktiva tetap dipengaruhi oleh harga
pemerolehan tambahan aktiva tetap, pengeluaran modal (capital expenditure), revaluasi, penghentian
pemakaian dan penjualan aktiva tetap yang terjadi dalam tahun yang diaudit. Depresiasi Akumulasian aktiva
tetap dipengaruhi oleh transaksi mutasi aktiva tetap dan perhitungan biaya depresiasi dalam tahun yang diaudit.
Untuk memverifikasi penilaian aktiva tetap auditor melakukan verifikasi terhadap dokumen yang mendukung
penambahan dan pengurangan cost aktiva tetap dalam tahun yang diaudit dan memverifikasi penentuan biaya
depresiasi aktiva tetap.
1. memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang bersangkutan dengan aktiva tidak berwujud,
2. membuktikan keberadaan aktiva tidak berwujud dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan aktiva tidak
berwujud yang dicantumkan di neraca,
3. membuktikan hak kepemilikan klien atas aktiva tidak berwujud yang dicantumkan di neraca,
Dalam prosedur audit awal, auditor membuktikan keandalan saldo aktiva tidak berwujud dengan cara
membuktikan apakah aktiva tidak berwujud yang dicantumkan di neraca didukung dengan catatan akuntansi
yang diselenggarakan dengan mekanisme akuntansi yang dapat dipercaya. Untuk itu auditor mengusut saldo
aktiva tidak berwujud yang dicantumkan di neraca ke di dalam akun aktiva tidak berwujud yang diselenggarakan
di dalam buku besar, membuktikan ketelitian penghitungan saldo akun Aktiva Tidak Berwujud di dalam buku
besar, mengusut saldo awal akun Aktiva Tidak Berwujud dan Akumulasi Amortisasi ke kertas kerja tahun yang
lalu, membuktikan sumber pendebitan dan pengkreditan akun aktiva tidak berwujud di dalam buku besar ke
dalam register bukti kas keluar dan jurnal umum.
Dalam prosedur analitik, auditor menghitung berbagai ratio, yaitu tingkat perputaran aktiva tidak berwujud, ratio
laba bersih dengan aktiva tidak berwujud, ratio aktiva tidak berwujud dengan total aktiva, kemudian
dibandingkan dengan harapan auditor, misalnya ratio tahun yang lalu, rerata ratio industri, atau ratio yang
dianggarkan. Pembandingan ini membantu auditor untuk mengungkapkan peristiwa atau transaksi yang tidak
biasa, perubahan akuntansi, perubahan usaha, fluktuasi acak atau salah saji.
Dalam pengujian transaksi rinci, auditor memeriksa bukti pendukung pencatatan transaksi pemerolehan dan
amortisasi aktiva tidak berwujud. Auditor juga meminta informasi dari klien mengenai manfaat aktiva tidak
berwujud di masa yang akan datang dalam memverifikasi eksistensi aktiva tidak berwujud.
Dalam pengujian atas akun rinci, auditor melakukan: mempelajari notulen rapat direksi, perjanjian, surat izin dari
pemerintah, dan dokumen lain yang membuktikan eksistensi aktiva tidak berwujud, meminta informasi dari klien
atau sumber lain mengenai manfaat aktiva berwujud bagi klien di masa yang akan datang, melakukan inspeksi
dan pemeriksaan atas surat perjanjian, surat izin dari pemerintah, dan dokumen yang menunjukkan hak
pemilikan klien atas aktiva tidak berwujud. Aktiva tidak berwujud disajikan di neraca pada nilainya yang
merupakan selisih cost dikurangi dengan amortisasi aktiva tidak berwujud. Untuk memverifikasi penilaian aktiva
tidak berwujud, auditor melakukan verifikasi atas dokumen yang mendukung transaksi pemerolehan dan
transaksi amortisasi aktiva tidak berwujud.
Dalam memverifikasi penyajian dan pengungkapan aktiva tidak berwujud di neraca, auditor membandingkan
penyajian aktiva tidak berwujud di neraca dengan prinsip akuntansi berterima umum. Informasi mengenai hal ini
diperoleh auditor dengan memeriksa klasifikasi aktiva tidak berwujud di neraca dan memeriksa kecukupan
pengungkapan yang bersangkutan dengan aktiva tidak berwujud. Aktiva tidak berwujud yang memiliki umur
ekonomis terbatas disajikan di neraca pada nilai buku yang merupakan selisih cost aktiva tidak berwujud dengan
akumulasi amortisasinya.
Teknik audit adalah metode yang digunakan oleh auditor untukmengumpulkan bukti audit. Menurut Arens
dalam bukunya Auditing andAssurance Services, 9th Edition, teknik audit ada tujuh, yaitu pengujian
fisik(physical examination), konfirmasi ( confirmation ), dokumentasi( documentation),prosedur
analitisanalytical procedures ), wawancara kepada klien (inquiries of theclient ) , hitung uji ( reperfomance )
,dan observasi ( observation).
1. Pengujian Fisik
Pengujian fisik adalah pengujian substantif yang melibatkan perhitungan atasaktiva yang berwujud, seperti
kas, persediaan, bangunan, dan peralatan. Teknik initidak dapat diterapkan pada aktiva yang keberadaannya dibuktikan
terutama melaluidokumentasi, seperti piutang usaha, investasi, atau beban dibayar di muka. Selainitu, teknik ini juga
tidak dapat diterapkan pada kewajiban, pendapatan, atau beban.
Sasaran utama dari pengujian fisik adalah membuktikan keberadaan(existence)hal-hal yang tersaji dalam
laporan keuangan klien. Contoh pengujian fisik adalah auditor mendatangi klien dan melakukan Cash Opname. Cash
Opname adalah perhitungan fisik kas (uang) yang dimiliki oleh klien, kemudian auditor menggolongkan
kas yang dimiliki klien berdasarkan nilai nominalnya, dan terakhir auditor menghitung besarnya kas yang dimiliki klien.
Selain itu, pengujian fisik juga dapat digunakan auditor untuk mengujipenilaian (valuation) karena
kuantitas terlibat secara langsung dalam penentuan nilaisebagian besar aktiva. Contoh dari hal ini adalah dengan
melakukuan perhitunganfisik persediaan yang dimiliki oleh klien, auditor juga dapat menentukan nilai
daripersediaan yang dimiliki klien. Melalui pengujian fisik, auditor juga kadang-kadangdapat
memperoleh buktimengenai mutu atau kondisi, dan dalam hal ini tentu jugaakan mempengaruhi penilaian.
Pengujian fisik juga dapat digunakan auditor untuk menguji asersi mengenaikelengkapan (completeness).
Dengan pengujian fisik auditor bisa menemukan item-item yang seharusnya tersaji tetapi dihilangkan klien dari laporan
keuangan. Melaluipengujian fisik, asersi mengenai hak dan kewajiban (rights and obligations)jugadapat diuji oleh
auditor, tetapi hanya untuk mendukung kepemilikan aktiva.
Bukti audit yang diperoleh dari pengujian fisik untuk menguji asersikeberadaan sangat tinggi. Akan
tetapi, bukti audit yang diperoleh auditor daripengujian fisik juga dapat menyesatkan jika auditor tidak memiliki
keahlian ataukurang hati-hati dalam melakukan pengujian fisik. Dengan demikian, pengujian fisikharus dilakukan
dengan hati-hati. Jika auditor merasa kurang memiliki keahlian dan pengalaman dalam menilai suatu
aktiva, sebaiknya auditor meminta bantuan daripihak independen yang ahli dalam menilai aktiva tersebut. Contohnya,
jika auditor merasa tidak memiliki kemampuan dan keahlian untuk menilai persediaan emasklien, auditor dapat
meminta bantuan seseorang yang ahli dalam penilaian emas(misalnya penilai emas dari pegadaian) untuk
membantu auditor menentukan nilaipersediaan emas tersebut.
2. Konfirmasi
Konfirmasi adalah metode yang digunakan auditor untuk memperoleh buktiaudit dengan cara meminta
tanggapan baik secara tertulis maupun lisan dari pihakketiga yang independen mengenai item-item tertentu yang
mempengaruhi laporankeuangan klien.Pada konfirmasi tertulis, konfirmasi adalah surat yang ditandatangaiklien,
ditujukan kepada pihak ketiga terkait (biasanya pelanggan atau kreditur ) untukmeminta penegasan
(konfirmasi) mengenai saldo utang/piutang klien pada pihakketiga tersebut per tanggal tertentu (biasanya tanggal
neraca). Bukti audit yangdiperoleh dari konfirmasi memiliki keandalan yang sangat tinggi karena bukti auditdari teknik
audit ini diperoleh dari pihak ketiga yang independen terhadap klien. Olehkarena bukti audit yang
diperoleh dari konfirmasi sangat tinggi, teknik audit iniadalah teknik audit yang paling banyak digunakan,
terutama untuk menguji asersimanajemen terhadap utang dan piutang usaha.
Konfirmasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu konfirmasi positif dan konfirmasinegatif. Pada konfirmasi positif
auditor mengirimkan surat yang isinya memintatanggapan kepada pihak ketiga terkait, pihak yang dimintakan
konfirmasi tersebutdiharuskan menjawab (membalas) apakah setuju atau tidak dengan jumlah yangtercantum
dalam surat yang dikirimkan auditor.
Sedangkan pada konfirmasi negatif, surat yang dikirimkan auditor hanyadibalas pihak yang dimintakan
konfirmasi apabila jumlah yang tercantum dalamsurat yang dikirimkan auditor tersebut tidak disetujui oleh
pihak ketiga tersebut. Apabila pihak ketiga setuju dengan jumlah yang tercantum dalam surat yangdikirimkan
auditor, maka pihak ketiga tersebut tidak perlu membalas surat yangdikirimkan tersebut. Biasanya
dalam konfirmasi negatif, surat yang dikirimkan auditor diberi batas waktu. Jika pihak terkait yang dikirimi
surat tidak memberikan jawabanatas konfirmasi tersebut sampai pada waktu yang ditetapkan maka pihak
yangdimintakan konfirmasi tersebut dianggap setuju. Konfirmasi negatif umumnyadigunakan auditor apabila :
Asersi utama yang diuji melalui konfirmasi adalah keberadaan (existence) serta hak dan kewajiban
(rights and obligations). Teknik ini juga dapat digunakanuntuk memberikan bukti mengenai penilaian ( valuation)
atau alokasi (completeness), kelengkapan ( completness ), serta penyajian dan pengungkapan ( presentation
and disclosure).
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pengumpulan bukti audit yang dilakukan olehauditor dengan cara menguji
berbagai dokumen dan catatan klien untuk mendukunginformasi yang tersaji atau seharusnya tersaji dalam laporan
keuangan. Dokumendan catatan klien yang diuji oleh auditor adalah dokumen dan catatan yangmenyediakan informasi
tentang pelaksanaan bisnis klien. Jumlah bukti audit yangdapat dikumpulkan melalui dokumentasi cukup besar karena
pada umumnya setiaptransaksi dalam organisasi klien minimal didukung dengan selembar dokumen.
Secara sederhana, dokumen dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitudokumen internal dan dokumen
eksternal. Dokumen internal adalah dokumen yangdisiapkan dan digunakan dalam organisasi klien sendiri
serta tidak pernahdisampaikan kepada pihak-pihak di luar organisasi klien. Contoh dokumen internaladalah salinan
faktur penjualan, laporan waktu kerja karyawan, dan laporanpenerimaan persediaan. Sedangkan dokumen eksternal
adalah dokumen yangpernah berada dalam genggaman seseorang di luar organisasi yang mewakili pihakyang menjadi
lawan transaksi klien, tetapi dokumen tersebut sekarang berada ditangan klien atau dengan segera dapat diakses oleh
klien. Contoh dokumeneksternal adalah faktur-faktur dari pemasok, surat utang yang dibatalkan, dan polis-polis
asuransi. Dari kedua kelompok dokumen di atas, dokumen eksternal memilikikeandalan yang lebih tinggi
karena dokumen eksternal pernah berada baik di tanganklien maupun pihak lain (pihak eksternal) sebagai lawan
transaksi klien.
Dalam dokumentasi, terdapat beberapa istilah. Berikut ini adalah beberapaistilah tersebut dan penjelasan
singkatnya :
A.Vouching
Vouching adalah kegiatan yang dilakukan untuk memeriksa kebenaran ataukeabsahan suatu bukti yang
mendukung transaksi. Kegiatan ini meliputi memilihcatatan yang ada pada catatan akuntansi serta memperoleh dan
menyelidikidokumen yang mendasari catatan tersebut untuk menentukan keabsahan danketelitian transaksi yang
dicatat. Dengan vouching , arah pengujian berlawanandengan tracing. Penelusuran dimulai dari catatan ke
dolumen.
Verifikasi adalah sebuah istilah yang digunakan dalam arti umum untuk memeriksa ketelitian perkalian,
penjumlahan pembukuan, kepemilikan, dankeberadaannya. Adapun tujuan dari vouching dan verifikasi untuk
memastikanbahwa:
B.Tracing
C. Inspeksi
Inspeksi juga dapat memberikan informasi bagi auditor sebagai dasar dalammelakukan pengujian
audit khusus, seperti inspeksi atas instrumen utang untukmenentukan suku bunga guna menguji beban bunga. Inspeksi
juga bisa menambahinformasi yang dicatat dalam catatan akuntansi, seperti menentukan persetujuanatas akuisisi
pabrik dan peralatan dengan menginspeksi notulen rapat dewandireksi.
Berbeda dengan inspeksi yang melakukan pembacaan yang kritis terhadapsuatu dokumen,
scanning melakukan penelaahan yang tidak terlalu rinci atasdokumen atau catatan. Adapun tujuan
dari scanning adalah untuk menentukanapakah terdapat hal yang tidak umum yang memerlukan investigasi lanjutan.
Contohdari kegiatan scanning adalah auditor bisa men-scan buku besar piutang usahauntuk menentukan keberadaan
( existence) dari setiap pelanggan yang memilikisaldo kredit besar yang harus direklasifikasikan sebagai kewajiban.
D. Rekonsiliasi
Rekonsiliasi adalah proses penandingan antara dua set pencatatan yangkemungkinan memiliki jumlah yang
berbeda, kemudian berusaha mencari jumlahyang seharusnya (jumlah yang benar ). Biasanya dalam melakukan suatu
audit, satuset pencatatan adalah milik klien dan yang lainnya adalah milik pihak ketiga.
E.Read
Read adalah penelaahan atas informasi tertulis untuk menentukan fakta-fakta yang berkaitan dengan audit
yang dilakukan. Contoh penerapannya adalahauditor membaca notulen rapat serta mengikhtisarkan semua informasi
yangberkaitan dengan laporan keuangan dalam kertas kerja.
F.Compare
Compare adalah perbandingan informasi dari dua lokasi yang berbeda.Instruksi harus menyatakan informasi
mana yang akan diperbandingkan dengansebanyak mungkin rincian yang dapat dilakukan dalam praktek.
Contohpenerapannya adalah auditor menyeleksi suatu sampel atas faktur-faktur penjualandan membandingkan harga
pokok penjualan per unit yang dicantumkan dalam faktur dengan nilai yang tercantum dalam daftar harga penjualan
per unit yang telahdiotorisasi oleh manajemen.
4. Prosedur Analitis
Prosedur analitis adalah metode pengumpulan bukti audit yang digunakanauditor dengan cara melakukan
mempelajari data klien, lalu mencari berbagaiperbandingan atas data klien yang berupa saldo dan rasio klien, kemudian
mencarihubungan-hubungan dari data tersebut. Prosedur analitis menghasilkan buktianalitis. Auditor dapat
menggunakan satu atau lebih dari lima jenis prosedur analitis.Lima jenis prosedur analitis tersebut yaitu :
3. Membandingkan data klien dengan hasil dugaan yang telah ditentukan kliensebelumnya (anggaran)
5. Membandingkan data klien dengan hasil dugaan yang menggunakan data nonkeuangan.
Prosedur analitis biasa digunakan auditor untuk menilai kelayakan data.Selain itu, prosedur analitis juga dapat
digunakan untuk memahami industri danbisnis klien, menilai kemampuan keberlanjutan bisnis entitas,
menunjukkanmunculnya kemungkinan kesalahan pengujian dalam laporan keuangan, sertamengurangi pengujian
audit rinci.
Wawancara adalah metode pengumpulan bukti audit yang melibatkanpertanyaan baik lisan maupun tulisan
oleh auditor. Pertanyaan-pertanyaan ini dibuatsecara intern kepada manajemen atau pegawai klien, seperti
pertanyaan tentangpersediaan yang usang atau kemungkinan dapat ditagihnya piutang. Wawancaradilakukan kepada
manajemen dan pegawai klien karena manajemen danpegawailah yang paling mengetahui operasi dan pengendalian
internal klien.
nformasi yang diperoleh auditor dari wawancara kepada klien memilikikeandalan yang terbatas karena
informasi ini diperoleh dari pihak internal klien.Walaupun demikian, informasi ini merupakan titik awal dari
pelaksanaan teknik auditlainnya. Pada umumnya, jawaban atas wawancara diperkuat dengan kinerja atauteknik
lainnya. Akan tetapi, pelaksanaan audit akan lebih efisien jika auditor mencermati jawaban atas
wawancara daripada mencari jawaban secara independenmelalui suatu pemeriksaan tidak langsung atas bukti
terperinci.
Wawancara kepada klien juga meliputi pengujian pengendalian danpengujian substantif. Wawancara kepada
klien dapat digunakan auditor untukmenguji semua asersi laporan keuangan. Auditor dapat menggunakan
wawancarauntuk mempelajari kebijakan dan prosedur pengendalian apa saja yang telahditerapkan klien, prinsip
akuntansi apa saja yang telah digunakan klien, danbagaimana transaksi-transaksi tertentu diproses. Selain itu,
wawancara juga dapatdigunakan untuk memperoleh penjelasan dari manajemen tentang hasil pengujianaudit
tertentu.
6. Hitung Uji
Hitung uji adalah metode pengumpulan bukti audit di mana auditor melakukan proses pengulangan aktivitas klien,
kemudian hasil yang diperolehauditor dari pengulangan aktivitas tersebut dibandingkan dengan hasil yangdiperoleh
oleh klien untuk mendapatkan bukti audit. Hitung uji melibatkan pengujiankembali atas berbagai perhitungan dan
pengujian kembali atas berbagai transfer informasi. Pengujian kembali atas berbagai perhitungan ini terdiri dari
pengujian ataskeakuratan aritmatis klien. Hal ini mencakup sejumlah prosedur, seperti pengujianperkalian dalam faktur-
faktur penjualan dan persediaan serta penjumlahan dalam jurnal-jurnal dan catatan-catatan pendukung. Sedangkan
pengujian kembali atasberbagai transfer informasi mencakup penelusuran nilai-nilai untuk memperolehkeyakinan
bahwa pada saat informasi tersebut dicantumkan pada lebih dari satutempat, informasi tersebut selalu dicatat dalam
nilai yang sama.
Salah saji yang ditemukan auditor ketika melakukan hitung uji dapatmencerminkan pelanggaran terhadap
asersi mengenai keberadaan (existence),kelengkapan (completeness), atau penyajian dan pengungkapan
( presentation and disclosure ). Pelanggaran mengenai asersi keberadaan terjadi jika suatu item telahdihitung lebih
dari satu kali. Sedangkan jika auditor menemukan bahwa beberapaitem telah dihilangkan, maka asersi mengenai
kelengkapan telah dilanggar. Pelanggaran mengenai asersi penyajian dan pengungkapan terjadi jika ayat jurnaltelah
diposting pada akun yang salah.
Contoh dari penerapan hitung uji adalah auditor memilih beberapa transaksiklien dengan
menggunakan sampling. Proses yang dialami oleh transaksi-transaksiyang tidak terpilih dianggap sudah dilakukan klien
dengan benar. Kemudian, auditor menjurnal transaksi-transaksi terpilih tersebut dan mepostingnya ke buku
besar pembantu. Lalu jurnal atas transaksi tersebut diposting ke buku besar. Dari bukubesar, kemudian transaksi terpilih
tersebut diproses di neraca lajur dan dilakukanpenyesuaian. Setelah dilakukan penyesuaian, laporan keuangan versi
auditor pundisusun. Kemudian laporan versi klien dan versi auditor dibandingkan dan dilihatapakah terdapat
perbedaan. Jika terdapat perbedaan, auditor mencari apapenyebab perbedaan tersebut dan jika perbedaan tersebut
karena kesalahan klien,hal itu dapat digunakan sebagai buktiaudit.
7. Observasi
Observasi adalah penggunaan indera-indera auditor untuk menilai aktivitas-aktivitas fisik klien. Observasi
berhubungan dengan memperhatikan sertamenyaksikan pelaksanaan dari suatu kegiatan dan proses. Contoh
dari observasiadalah auditor mengamati proses perhitungan persediaan klien untuk mengamatiketelitian dan
kompetensi pegawai klien dalam pelaksanaan perhitunganpersediaan. Selain itu, beberapa kebijakan dan prosedur
pengendalian internalhanya dapat diverifikasi dengan observasi karena pelaksanaan kegiatan ini tidakmeninggalkan
bukti dokumenter. Contoh dari hal ini adalah auditor mengobservasikegiatan peneriman kas klien untuk melihat apakah
pegawai klien melaksanakantugasnya sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan.
Observasi berbeda dengan pengujian fisik. Pengujian fisik melibatkanpenghitungan atas aktiva tertentu,
sedangkan observasi difokuskan pada aktivitasklien untuk mengetahui siapa mereka atau bagaimana dan kapan
merekamelakukannya.
Di antara ketujuh teknik audit di atas, teknik audit yang memerlukan biayapaling tinggi adalah pengujian
fisik dan konfirmasi. Pengujian fisik mewajibkanauditor hadir pada saat klien melakukan perhitungan
aktivanya, yang seringkalidilakukan pada tanggal neraca. Apabila klien memiliki beberapa lokasi yang
letakgeografisnya terpencar, maka biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukanpengujian fisik menjadi makin besar.
Sementara itu, konfirmasi memerlukan biayayang besar karena auditor harus melakukan sejumlah
prosedur secara hati-hatidalam rangka mempersiapkan konfirmasi, pengiriman dan penerimaan kembali,serta
upaya untuk menindaklanjuti berbagai konfirmasi yang tidak menerimatanggapan atau sejumlah pengecualian
informasi.
Sedangkan teknik audit yang memerlukan biaya yang relatif sedikit adalahobservasi, wawancara, dan hitung
uji. Observasi umumnya dilakukan oleh auditor dengan sejumlah prosedur audit yang lainnya. Wawancara juga dapat
dilakukanoleh auditor dengan ekstensif dalam setiap proses audit. Sedangkan untuk hitunguji, karena hanya melibatkan
berbagai perhitungan dan penelusuran sederhanayang dapat dilakukan setiap saat sesuai dengan keperluan auditor,
yang biasanyadilakukan dengan menggunakan perangkat lunak komputer yang dimiliki auditor,maka hitung uji
memerlukan biaya yang rendah.
http://alinlovers.blogspot.co.id/2012/04/teknik-audit-berbantuan-komputer.html
c. Mengidentifikasi masalah
- Meminta keterangan atau data dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak
yang diperiksa.
- Menyusun surat pemberitahuan hasil pemeriksaan (SPHP) dan laporan pemeriksaan pajak (LPP)
- Meminta keterangan lisan maupun tertulis dari wajib pajak yang diperiksa
- Memasuki tempat atau ruangan yang diduga menyimpan dokumen, uang, barang, yang dapat
memberi petunjuk tentang keadaan usaha waib pajak.
- Melakukan penyegelan tempat diatas apabila WP tidak memberikan kesempatan untuk memasuki
tempat atau ruangan dimaksud.
- Meminta keterangan dan data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan
waib pajak yang diperiksa.
- Membuat SPHP
- Membuat LPP
- Post audit
1. Metode Langsung
Adalah teknik dan prosedur pemeriksaan dengan melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka
dalam SPT, yang dilakukan terhadap laporan keuangan dan buku, catatan, serta dokumen
pendukung. Pelaksanaan pemeriksaan dengan metode ini dilakukan sesuai program pemeriksaan
yang terinci atas setiap pos neraca dan labarugi yang menjadi sumber utama atau berkaitan dengan
angka-angka dalam SPT.
Adalah teknik dan prosedur pemeriksaan dengan melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka
dalam SPT, yang dilakukan secara tidak langsung melalui suatu pendekatan perhitungan tertentu
mengenai penghasilan dan biaya. Hasil ini merupakan petunjuk untuk mengambil kesimpulan
tentang ketidakbenaran angka-angka dalam SPT sehingga masih diperlukan pembuktian yang valid
dan abash untuk membuktikan ketidakbenaran tersebut.
1. Melakukan evaluasi
c. Kaitan antara analisis rencana biaya, rencana penjualan, rencana produksi, rencana pembelian, dsb
- Keaslian dokumen
- Jika dokumen tersebut berjumlah besar, sangat berguna untuk pembuatan data yang diproduksi.
b. Membandingkan saldo-saldo pada angka neraca tersebut dengan daftar utang/piutang untuk bulan
pertama tahun berikutnya, setelah memerhatikan mutasi yang terjadi pada bulan tersebut
c. Mengecek mutasi yang terjadi dengan catatan pada buku harian kas/bank, buku
pembelian/penjualan pada bulan yang sama
a. Data dari pihak untuk cross check, misalnya utang dagang pihak ketiga untuk memastikan pembelian
yang terjadi dengan pihak ketiga, jika mamaterial buatkan datanya karena bagi pihak ketiga
merupakan penjualan
b. Mengumpulkan data dari pihak ketiga, misalnya bea cukai, departemen kehutanan, dan lain-lain
9. Melakukan rekonsiliasi
Pemeriksaan Umum
Langkah-langkah dan metode dalam pemeriksaan umum:
5. Menetapkan materialitas, dan menilai resiko audit yang dapat diterima serta resiko inheren
- Inspecting - Vouching
- Confinning - Observing
- Inquiring - Reperfonning
1. Inspecting
Inspecting melibatkan penelitian secara cermat terhadap dokumen dan catatan-catatan, serta
pemeriksaan fisik terhadap sumber-sumber yang berwujud. Prosedur ini digunakan secara luas
dalam pemeriksaan. Penyelidikan terhadap dokumen menyediakan suatu alat untuk mengevaluasi
bukti dokumentasi. Jadi melalui inspeksi ini auditor dapat menaksir keaslian dokumen, atau
mendeteksi adanya perubahan-perubahan yang mungkin dilakukan.
2. Comfirming
Confirming adalah bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi secara
langsung dari pihak luar yang independen. Dalam kasus ,yang biasa, klien membuat permohonan
kepada pihak luar secara tertulis, tetapi untuk tujuan pengawasan, jawabannya dikirim langsung
kepada auditor. Prosedur pemeriksaan ini menghasilkan bukti konfirmasi.
3. Inquiring
Inquiring melibatkan pertanyaan baik lisan maupun tulisan oleh auditor. Pertanyaan-
pertanyaan ini dapat dibuat secara intern kepada manajemen atau pegawai klien, seperti
pertanyaan tentang persediaan yang usang atau kemungkinan dapat ditagihnya piutang, atau secara
eksternal menanyakan kepada pengacara yang berkaitan dengan kemungkinan hasil perkara.
Pertanyaan ini menghasilkan baik bukti lisan maupun tulisan.
4. Counting
Dua penggunaan yang paling umum dalam counting (perhitungan) adalah, (1) perhitungan fisik
aktiva berwujud seperti jumlah kas atau persediaan yang ada di perusahaan, dan (2) perhitungan
untuk dokumen yang diberi nomor sebelumnya Yang pertama menyediakan alat untuk menilai bukti
fisik dari jumlah yang ada. Yang kedua bisa ditinjau sebagai penyediaan alat untuk mengevaluasi
bukti dokumentasi dari kelengkapan catatan akuntansi.
5. Tracing
Dalam tracing, auditor (1) memilih dokumen yang dibuat ketika transaksi dilaksanakan, dan
(2) menentukan bahwa infonnasi yang terdapat dalam dokumen itu telah dicatat secara wajar daJam
catatan akuntansi (jurnal dan buku besar). Arah pengujian ini adalah dari dokumen ke catatan
akuntansi. Karena prosedur ini memberi keyakinan dari bukti asli sampai akhirnya dimasukkan ke
dalam perkiraan, maka prosedur ini terutama sangat bermanfaat untuk mendeteksi catatan
akuntansi yang kerendahan. Jadi prosedur ini penting untuk mendapatkan bukti yang berhubungan
dengan penegasan untuk kelengkapan.
Vouching meliputi (1) memilih catatan yang ada pada catatan akuntansi, dan (2) memperoleh dan
menyelidiki dokumen yang mendasari catatan tersebut untuk menentukan keabsahan dan ketelitian
transaksi yang dicatat. Dengan vouching, arab pengujian berlawanan dengan tracing. Vouching
digunakan secara luas untuk mendeteksi catatan akuntansi yang ketinggian (overstatement). Jadi,
prosedur ini penting penting untuk memperoleh bukti sehubungan dengan penegasan terhadap
keberadaan atan kejadian (existence or occurrence).
7. Observing
Selain itu anditor mungkin juga mengamati ketelitian pegawai dalam pelaksanaan
persediaan fisik persediaan tahunan. Jadi dalam hal ini auditor hanya mengamati proses perhitungan
fisik persediaan. Berbeda halnya dengan inspecting, auditor melakukan inspeksi atan memeriksa
unsur-unsur persediaan tertentu untuk membuat penaksiran sendiri mengenai kondisi persediaan
tersebut.
Dari prosedur ini auditor mendapatkan sendiri pengetahuan secara langsung mengenai
kegiatan perusahaan dalam bentuk bukti fisik
8. Reperforming
Penerapan yang paling sering dilakukan dalam prosedur ini adalah melakukan kembali
perhitungan, dan rekonsiliasi yang telah dibuat oleh klien. Misalnya termasuk penghitungan kembali
terhadap jumlah, biaya penyusutan, bunga, dan lain sebagainya. Prosedur ini menghasilkan bukti
matematis.
Apabila catatan akuntansi klien menggunakan media elektronik, auditor dapat menggunakan teknik
ini untuk membantu dalam pelaksanaan beberapa prosedur yang telah dibicarakan sebelumnya.
Misalnya, Auditor dapat menggunakan software untuk melaksanakan perhitungan dan perbandingan
yang digunakan pada prosedur analitis, memilih sampel piutang untuk konfirmasi, melaksanakan
penghitungan kembali berbagai macam perhitungan, dll.
Istilah Audit
1. Analisa (analize) yaitu memeriksa dengan cara memecah-mecah/membagi menjadi bagian yang lebih
kecil untuk menentukan hubungan antara bagian-bagian tersebut. Misalnya beban lain-lain dianalisa
sesuai dengan sifat beban masing-masing.
2. Mengecek (check) yaitu memeriksa suatu perkalian/penjumlahan untuk menjamin ketepatan dengan
memberi tanda (tick mark), misalnya : ^ : Footing verified (memeriksa kebenaran penjumlahan
kebawah), < : Cross Footing verified (memeriksa kebenaran penjumlahan kesamping).
3. Membandingkan (compare), yaitu membandingkan dua data atau lebih dari suatu informasi dengan
memperhatikan persamaan dan perbedaan.
4. Menginspeksi (scan), yaitu menelaah secara kritis tanpa melakukan verifikasi lengkap untuk melihat
apakah ada hal-hal yang ganjil.
5. Rekonsiliasi, yaitu mencocokkan dua sumber yang terpisah mengenai suatu hal yang sama, jika ada
perbedaan harus dijelaskan. Misalnya rekonsiliasi bank.
6. Konfirmasi, yaitu usaha pencarian bukti dimana pihak ketiga meneguhkan kebenaran atau kesalahan
informasi yang diperiksa. Misalnya konfirmasi saldo hutang, piutang, modal, persediaan yang dititipkan
oleh bank.
7. Menelusuri (trace), yaitu memeriksa dengan cara mengurut kembali ke bukti asal.
8. Memeriksa dokumen dasar (vouching), yaitu membuktikan sah atau tidaknya suatu transaksi,
maksudnya apakah didukung oleh bukti yang lengkap dan disetujui oleh pejabat berwenang.
9. Testing, yaitu pemeriksaan sebagian dari suatu populasi yang hasilnya digunakan untuk menarik
kesimpulan mengenai populasi tersebut.
10. Cut off, dihubungkan dengan pengujian transaksi apakah dicatat dengan tepat waktu pada akhir
periode.
Substantive test, adalah Test terhadap kewajaran saldo perkiraan laporan keuangan (Neraca
dan Laporan Laba Rugi)
e. Kas opname
2. Audit Evidence
Bukti audit (Audit Evidence) berbeda dengan bukti hukum (legal evidence) dan bukti ilmiah. Bukti
audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain yang disajikan dalam
laporan keuangan yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar yang layak untuk menyatakan
pendapatnya.
“Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan
pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan yang diaudit”
Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntansi dan
informasi penguat.
Informasi tertulis maupun elektronik (cek, catatan eketronik fund system, faktur, surat kontrak,
notulen rapat, konfirmasi dan representasi tertulis dari pihak yang mengetahui, informasi melalui
permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi dan pemeriksaan phisik, serta informasi lain yang
dikembangkan oleh dan atau tersedia bagi auditor .
a. Relevansi
b. Objektivitas
c. Ketepatan waktu
e. Sah
f. Sumber
g. Cara perolehan bukti
Menurut Konrath (2002:114 & 115) ada enam tipe bukti audit (lihat Exhibit 5-1) :
1. Physical evidence
3. Documentary evidence
4. Mathematical evidence
5. Analytical evidence
6. Hearsay evidence
Physical Evidence
Segala sesuatu yang bisa dihitung, dipelihara, diobservasi atau diinspeksi dan terutama untuk
mendukung tujuan eksistensi atau keberadaan.Contoh : bukti phisik yang diperoleh dari kas opname,
observasi dari perhitungan phisik persediaan, pemeriksaan phisik surat berharga dan inventarisasi
aktiva tetap
Confirmation Evidence
Adalah bukti yang diperolehnya mengenai eksistensi, kepemilikan atau penilaian langsung dari pihak
ketiga diluar klien . Contoh : jawaban konfirmasi piutang, utang, barang konsinyasi, surat berharga
yang disimpan Biro Administrasi Efek, konfirmasi dari penasehat hukum klien
Documentary Evidence
Terdiri dari catatan akuntansi dan seluruh dokumen pendukung transaksi .Berkaitan dengan asersi
manajemen mengenai completeness dan eksistensi, audit trail yang memungkinkan auditor
melakukan tracer dan vouching atas transaksi dan kejadian dari dokumen ke buku besar, dan
sebaliknya . Contoh : faktur pembelian, copy faktur penjualan, journal voucher, general ledger dan
sub ledger
Mathematical Evidence
Analytical Evidence
Bukti yang diperoleh melalui penelaahan analitis terhadap informasi keuangan klien. Dilakukan pada
waktu membuat perencanaan audit, sebelum melakukan substantive testdan pada akhir pekerjaan
lapangan (audit field work).
1. Trend (horizontal) Analysis. membandingkan angka laporan keuangan tahun berjalan dengan tahun
sebelumnya dan menyelidiki kenaikan/penurunan yang signifikan baik dalam jumlah rupiah maupun
persentase
3. Ratio Analysis, misalnya menghitung rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio leverage dan rasio
manajemen asset
Bukti dalam bentuk jawaban lisan dari klien atas pertanyaan yang diajukan auditor. Contoh :
pertanyaan auditor mengenai pengendalian intern, ada tidaknya contingent liabilities, persediaan
yang bergerak lambat atau rusak, kejadian penting sesudah tanggal neraca
Cara pemilihan sample tidak boleh seenaknya, karena sample tersebut haruslah
mewakili universe secara tepat, karena jika sample yang dipilih tidak tepat akan sangat
mempengaruhi kesimpulan yang ditarik
“Ada dua pendekatan umum dalam sampling audit : non statistik dan statistik. Kedua
pendekatan tersebut mengharuskan auditor menggunakan pertimbangan profesionalitasnya dalam
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian sampel, serta dalam menghubungkan bukti audit yang
dihasilkan dari sampel dengan bukti audit lain dalam penarikan kesimpulan atas saldo akun
kelompok transaksi yang berkaitan”
“Kedua pendekatan sampling audit diatas, jika diterapkan dengan semestinya dapat
menghasilkan bukti audit yang cukup”
Metode sampling apapun yang dipakai, auditor dianjurkan untuk terlebih dahulu
menyusun sampling plan
a. Random/Judgment Sampling
Pemilihan sampel dilakukan secara random dengan menggunakan judgment akuntan publik .
Kelemahan : sangat tergantung dengan judgment auditor, jika auditor kurang pengalaman, sampel
yang dipilih akan kurang representative
Kelebihan : semakin banyak pengalaman auditor, semakin baik hasil sampel yang dipilih
b. Block Sampling
Auditor memilih transaksi dibulan-bulan tertentu, misalnya bulan Januari, Juni dan Desember
Keberhasilan kedua cara diatas walaupun paling mudah, tetapi sangat tergantung pada judgement si
auditor, semakin banyak pengalaman auditor, semakin baik hasilnya, dalam arti sample yang dipilih
betul-betul representative. Tetapi jika auditor kurang pengalaman, sample yang dipilih akan kurang
representative.
c. Statistical Sampling
Pemilihan sampel dilakukan secara ilmiah, sehingga walaupun lebih sulit namun sampel yang
terpilih representative. Lebih banyak digunakan dalam audit di perusahaan yang besar dan
mempunyai internal control yang baik.
Bukti documenter
Bukti perhitungan
Bukti lisan
Bukti perbandingan Inspeksi
Penghitungan
Konfirmasi
Inspeksi
Pengusutan
Wawancara
Wawancara
RANGKUMAN
Buki pemeriksaan adalah bukti segala informasi yang mendukung angka-angka atau
informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh akuntan
sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya. Norma pelaksanaan pemeriksaan yang
ketiga mewajibkan akuntan untuk memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan kompeten
sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diperiksanya. Isi
norma tersebut adalah sebagai berikut: “bukti kompeten yang cukup harus diperoleh melalui
inspeksi, pengamatan, tanya jawab, dan konfirmasi sebagai dasar yang layak untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diperiksa”.
Cukup atau tidaknya bukti pemeriksaan menyangkut kuantitas bukti yang harus diperoleh
akuntan dalam pemeriksaannya, sedangkan kompetensi bukti pemeriksaan menyangkut
kualitas atau keandalan bukti yang dipengaruhi oleh tiga factor beriktu ini: sumber bukti,
pengendalian intern, dan cara untuk memperoleh bukti.
Ada delapan tipe bukti pemeriksaan yang harus diperoleh akuntan dalam pemeriksaannya:
pengendalian intern, bukti fisik, bukti documenter, catatan akuntansi, perhitungan, bukti
lisan, perbandingan dan ratio, serta bukti dan spesialis.
Untuk memperoleh bukti pemeriksaan, akuntan melakukan prosedur pemeriksaan yang
merupakan instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti pemeriksaan tertentu yang harus
diperoleh pada saat tertentu dalam pemeriksaan. Prosedur pemeriksaan yang dipakai oleh
akuntan untuk memperoleh bukti pemeriksaan adalah inspeksi, pengamatan, wawanara,
konfirmasi, pengusutan, pemeriksaan bukti pendukung, penghitungan, dan scanning.
Dalam situasi tertentu, risiko terjadinya kesalahan dan penyajian yang salah dalam rekening
dan dalam laporan keuangan jauh lebih besar dibandingkan dengan situasi yang biasa. Oleh
karena itu, akuntan harus waspada jika menghadapi situasi pemeriksaan yang mengandung
risiko besar seperti contoh berikut ini: pengendalian intern yang lemah, kondisi keuangan
yang tidak sehat, manajemen yang tidak dapat dipercaya, penggantian akuntan public yang
dilakukan oleh klien tanpa alasan yang jelas, perubahan tarif atau peraturan pajak atas laba,
usaha yang bersifat spekulatif, dan transaksi perusahaan yang kompleks. Kewaspadaan ini
perlu dimiliki oleh akuntan untuk menghindarkan dirinya dari pernyataan pendapat wajar
atas laporan keuangan klien yang berisi ketidak jujuran.
Dalam proses pengumpulan bukti pemeriksaan, akuntan melakukan empat pengambilan
empat keputusan yang saling berkaitan, yaitu: penentuan prosedur pemeriksaan tertentu,
penentuan unsur tertentu yang harus dipilih dan populasi, dan penentuan waktu yang cocok
untuk melaksanakan prosedur pemeriksaan tersebut.
KERTAS KERJA
Kertas kerja adalah kertas-kertas yang dikumpulkan atau dibuat selama proses
pemeriksaan, yang meliputi semua bukti pemeriksaan yang dikumpulkan oleh akuntan guna
memperlihatkan pekerjaan yang telah dilaksanakannya, metode dan prosedur pemeriksaan
yang diikutinya, serta kesimpulan yang telah dibuatnya.
Empat tujuan terpenting pembuatan kertas kerja adalah: (1) untuk mengkoordinasi dan
mengkoordinasi semua tahap pemeriksaan, (2) untuk mendukung pendapat akuntan atas
laporan keuangan yang diperiksanya, (3) untuk menguatkan kesimpulan-kesimpulan
akuntan dan kompetensi pemeriksaannya, (4) untuk pedoman dalam pemeriksaan
berikutnya.
Kertas kerja adalah milik akuntan publik, namum pengungkapan informasi yang tercantum
dalam kertas kerja kepada pihak ketiga dibatasi oleh Kode Etik Akuntan Indonesia Pasal 19
yang berbunyi: “Seorang akuntan public harus menjaga kerahasiaan informasi yang
diperolehnya selama penugasan professional, dan tidak boleh terlibat dalam pengungkapan
fakta atau informasi tersebut, bila ia tidak memperoleh ijin khusus dari klien yang
bersangkutan, kecuali jika dikehendaki oleh hukum, atau Negara atau perofesinya”.
Ada lima tipe kertas kerja: program pemeriksaan, working trial balance, ringkasan jurnal
adjustment, daftar utama, atau daftar pendukung. Pelaksanaan norma pelaksanaan
pemeriksaan akuntan yang pertama, yang berbunyi “Pemriksaan harus direncanakan
sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus dipimpin dan diawasi dengan semestinya”
dapat dicerminkan dari berbagai tipe kertas kerja yang dihasilkan oleh akuntan.
Perencanaan pemeriksaan yang baik dibuat oleh akuntan, sedangkan pengawasan
terhadap pekerjaan asisten dapat tercermin dari tanda tangan penelaah (reviewer) yang
tercermin dalam setiap tipe kertas kerja yang dihasilkan dalam pemeriksaan.
Kertas kerja harus diberi indeks untuk memudahkan pencarian informasi yang tercantum di
dalamnya dan untuk memudahkan pengkaitan informasi dalam suatu kertas kerja dengan
informasi dalam kertas kerja yang lain.
Setelah akuntan menyelesaikan tugas pemeriksaan, kertas kerja diarsipkan ke dalam dua
macam arsip: (1) arsip kini dan (2) arsip permanen. Arsip kini digunakan untuk menyimpak
kertas kerja yang hanya mempunyai manfaat untuk tahun yang diperiksa saja, sedangkan
arsip permanen digunakan untuk menyimpak kertas kerja yang mempunyai manfaat lebih
dari satu tahun pemeriksaan.
SAMPLING AUDIT
2.1. Sampling Audit
Sampling adalah metode penelitian, yang kesimpulan terhadap populasi yang diteliti
didasarkan pada hasil pengujian terhadap sampel. Populasi adalah kumpulan yang lengkap
dari kelompok data yang menjadi objek penelitian. Sampel adalah bagian dari populasi, yang
di pilih untuk diteliti, berfungsi sebagai perwakilan dari seluruh anggota populasi.
Menurut PSA N0. 26 Sampling Audit adalah penerapan prosedur audit terhadap
kurang dari seratus persen unsur dalam suatu saldo akun atau kelompok transaksi dengan
tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi
tersebut. Ada alasan lain bagi auditor untuk memeriksa kurang dari 100% unsur yang
membentuk saldo akun atau kelompok transaksi. Sebagai contoh, auditor mungkin hanya
memeriksa beberapa transaksi dari suatu saldo akun atau kelompok untuk memperoleh
pemahaman atas sifat operasi entitas atau memperjelas pemahaman atas pengendalian
intern entitas. Audit sampling ini dapat dilakukan dengan dua pendekatan umum, yaitu :
2. Menggunakan statistik.
Kedua pendekatan ini dapat di gunakan dalam audit, karena tidak ada satu pihakpun
yang dapat menjamin bahwa salah satu di antara keduanya lebih baik dari yang
lain. Sampling dipergunakan untuk menginferensi karakteristik dari populasi. Keuntungan
dari sampling itu sendiri adalah :
3. Memilih sampel
4. Menguji sampel
Ada dua pendekatan umum dalam sampling audit yang dapat dipilih auditor untuk
memperoleh bukti audit kompeten yang memadai yaitu Sampling Statistik dan Sampling
Non Statistik.
A. Sampling Statistik
Untuk memilih sampel secara random ada beberapa metode yang bisa digunakan :
Menurut Halim (2001) sampling statistik memerlukan lebih banyak biaya daripada
sampling nonstatistik. Alasannya karena harus ada biaya yang dikeluarkan
untuk training bagi staf auditor untuk menggunakan statistik dan biaya pelaksanaan
sampling secara statistik. Namun tingginya biaya sampling statistik dikompensasi dengan
tingginya manfaat yang dapat diperoleh melalui pelaksanaan sampling statistik. Sedang
menurut Guy (1981) ada empat kelebihan sampling statistik, yaitu :
2. Mengharuskan auditor merencanakan sampling dengan lebih baik (more orderly manner)
dibandingkan dengan sampling non statistik
3. Auditor bisa mengoptimalkan sampel size, tidak overstated atauunderstated, dengan risiko
yang hendak diterima terukur secara matematis.
b. Block sampling. Menggunakan seleksi satu atau lebih kelompok elemen populasi secara
berurut. Bila satu item dalam blok terpilih maka secara berurut item-item berikutnya dalam
blok akan terpilih dengan otomatis. Metode ini secara teoritis merupakan metode pemilihan
sampel yang representatif namun jarang digunakan karena tidak efisien. Waktu dan biaya
untuk memilih sampel yang memadai agar representatif terhadap populasi sangat mahal
(Guy dan Carmichael, 2001).
Auditor mengakui adanya faktor-faktor seperti waktu dan biaya yang diperlukan untuk
melakukan pemeriksaan baik atasa sampel data maupun atas seluruh data. Semakin banyak
sampel yang diambil, semakin banyak waktu dan biaya yang diperlukan. Auditor juga
mengakui adanya konsekuensi negative dari kemungkinan kesalahan pengambilan
keputusan yang didasarkan atas kesimpulan hasil audit terhadap data sampel semata.
a. Risiko sampling dalam pengujian subtantif atas detail atau rincian. Auditor dalam
memperhatikan dua aspek penting dari risiko sampling. Yang meliputi : Risiko keliru
menerima (risk of incorrect acceptance) dan Risiko keliru menolak (risk of incorrect
rejection)
1. Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu rendah (risk of assessing control
risk too law).
2. Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi (risk of assessing control
risk too high).
tidak berkaitan dengan sampling. Risiko ini tidak akan pernah dapat diukur
“Bukti Audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan auditan”
Ada dua pendekatan umum dalam pendekatan sampling audit yang dipilih auditor
untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup. Kedua pendekatan tersebut ialah :
1. Sampling statistik. Sampling statistik lebih banyak memerlukan biaya daripada sampling
non statistik. Biaya tersebut dikeluarkan berkaitan dengan :
Ada tiga teknik yang dapat digunakan dalam variable sampling, yaitu :
b. Difference estimation
2. Sampling non statistik. Sampling non statistik merupakan pengambilan sampel yang
sebagaimana mestinya akan menghasilkan bukti audit yang cukup.
1. Perencanaan sample, bertujuan menjamin bahwa pengujian audit dilaksanakan dengan cara
yang sesuai untuk memberikan risiko uji petik yang diinginkan dan untuk meminimalkan
kemungkinan risiko uji petik.
2. Seleksi sample, meliputi keputusan bagaimana memilih unsur sample dari populasi.
3. Pelaksanaan pengujian, yaitu pemeriksaan dokumen dan melakukan pengujian audit
lainnya.
Perbedaan :
2. Sampling Non Statistik : memilih unsur-unsur sample yang diyakini dapat memberikan
informasi yang berguna pada populasi tersebut dan keputusan yang diambil lebih
berdasarkan pertimbangan. Sering disebut judgemental sampling.
Proses pengambilan sampel merupakan cara-cara dalam memilih sampel untuk studi
tertentu. Proses terdiri dari beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut :
e. Tahap 5 memilih ukuran sampel. Ukuran sampel tergantung beberapa faktor yang
mempengaruhi diantaranya: homogenitas unit-unit sampel, kepercayaan, persepsi,
kekuaatan statistik, prosedur analisa, dan biaya
g. Memilih sample
Dalam penelitian terdapat tujuh faktor yang mempunyai pengaruh dalam pemilihan
sampling audit. Faktor-faktor tersebut adalah :
3. Tekanan waktu
4. Pengalaman
6. Tenaga ahli
Suatu satuan atau unit sampling adalah unsur (elemen) di dalam populasi yang
memiliki sifat-sifat atau karakteristik yang akan diukur oleh auditor guna membuat estimasi
mengenai karakteristik seluruh populasi, daftar dari seluruh unit sampling di dalam
populasi disebut frame. Perlu diingat bahwa unsur atau elemen di dalam populasi itu sendiri
mungkin memiliki atau tidak memiliki karakteristik tertentu yang biasa disebut dengan
istilah atribut.
Pemilihan sampel dilakukan setelah auditor mengetahui besarnya sampel yang akan
dipilih dan diperiksa. Biasanya auditor membuat klasifikasi apakah sampel yang telah
dipilihnya tersebut dikembalikan lagi ke populasinya sehingga dapat dipilih kembali (disebut
dengan istilah sampling with replacement) ataukah setiap kali sampel telah dipilih tidak
dikembalikan lagi ke populasinya sehinga tidak dapat lagi dipilih kembali sebagai sampel
(disebut dengan istilahsampling without replacement). Apabila sampel tersebut telah
dipilih, maka langkah berikutnya adalah memeriksa sampel-sampel yang telah dipilih
tersebut untuk selanjutnya dibuat kesimpulan terhadap seluruh populasi yang diwakili oleh
sampel-sampel tersebut. Dalam pekerjaan audit pada dasarnya terdapat dua metode
pemilihan atau penarikan sampel, yaitu metode pemilihan secara statistik atau statistical
(random) sampling method dan metode pemilihan tidak secara statistik atau nonstatistical
sampling (jusgment) method.
Metode ini disebut pula dengan istilah metode pemilihan secara acak(random
sampel), yitu suatu cara pemilihan sampel yang sedemikian rupa sehingga setiap unsur di
dalam populasi mempunyai probabilitas yang tidak sama untuk dipilih menjadi sampel.
Metode ini dapat dilakuka dengan menggunakan tabel angka acak (random numbers table),
secara sistematik atau dengan menggunakan program komputer.
Tabel angka acak adalah suatu daftar angka acak yang disusun dalam bentuk tabel untuk
membantu pemilihan angka-angka secara acak karena angka-angka dalam tabel ini tidak
berurutan.
2. Pemilihan sampel secara sistematik
Cara pemilihan sampel yang sistematik ini sangat mudah digunakan karena begitu
suatu titik awal ditetapkan maka langkah berikutnya bersifat otomatis. Keadaan ini tidak
akan menimbulkan masalah apabila kesalahan-kesalahan yang terjadi di dalam populasi
tersebar secara acak di seluruh populasi. Akan tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi
sehingga kemungkinan kesalahan-kesalahan yang material yang terjadi di dalam populasi
tidak akan tercakup di dalam sampel. Oleh sebab itu biasanya cara yang kedua ini hanya
digunakan apabila cara yang pertama atau paket program komputer mengenai pemilihan
sampel tidak dapat dilakukan.
Metode pemilihan sampel tidak secara statistik adalah suatu cara pemilihan sampel
yang didasarkan pada pertimbangan pribadi auditor, misalanya akan memeriksa seluruh pos
persediaan yang mempunyai saldo Rp 1.000.000 atau lebih. Metode ini paling banyak
digunakan di dalam audit meskipun oleh auditor yang mengetahui cara-cara statistik. Hal ini
disebabkan karena mudah ataupun karena metode pemilihan sampel secara statistik tidak
dapat diterapkan, tidak memungkinkan atau terlalu mahal apabila digunakan.
Metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari tiga cara sebagai
berikut:
Kelemahan cara ini adalah apabila blok yang digunakan hanya sedikit maka dapat
memungkinkan tidak terpilihnya populasi yang mengandung kesalahan. Untuk menghindari
hal itu Arens dan Loebbecke (1981)menyarankan setidak-tidaknya menggunakan sembilan
blok untuk sembilan bulan yang berbeda.
Metode ini digunakan apabila auditor dalam memilih sampel tidak memperdulikan besarnya
nilai, sumbernya atau sifat-sifat lainnya yang spesifik. Kelemahan utama cara ini adalah
sulitnya menentukan pos-pos sampel yang bebas dari pretensi atau tendensi auditornya.
Sebagai gambaran misalnya ada beberapa auditor yang lebih senang untuk memilih sampel
dari transaksi kepada pihak-pihak tertentu atau transaksi yang tertulis pada setiap awal
halaman dan mengabaikan transaksi yang tertulis pada tengah halaman, sementara auditor
lainnya lebih menyukai transaksi yang tertulis pada tengah halaman atau yang mempunyai
saldo besar.
1. Seleksi Acak dengan Pengukuran Statistik. Perlu dipahami oleh auditor mengenai perbedaan
antara seleksi acak dengan pengukuran statistik dalam penentuan pemilihan ukuran sampel.
2. Dokumentasi yang cukup. Penting bagi auditor untuk memelihara catatan mengenai
prosedur yang dilaksanakan, metode yang digunakan untuk menyeleksi sampel dan
melaksanakan pengujian, hasil yang diperoleh, dan kesimpulan yang ditarik.
Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa terdapat dua tehnik sampling statistik,
yaitu: sampling atribut dan sampling variabel serta tehnik gabungan antara keduannya.
A. Sampling Atribut
Yang dimaksud dengan sampling atribut adalah suatu metode untuk melakukan
perkiraan atau estimasi terhadap sebagian dari populasi yang mengandung karakter atau
atribut tertentu yang menjadi perhatian atau menjadi tujuan audit seorang auditor.
Sampling ini terutama digunakan dalam pengujian-pengujian pengendalian intern.
Sampling atribut digunakan untuk membuat kesimpulan mengenai tingkat kejadian di
dalam populasi, dan biasanya digunakan untuk menguji tingkat ketaatan terhadap prosedur
di dalam populasi, dan biasanya digunakan untuk menguji tingkat ketaatan terhadap
prosedur di dalam sistem pengendalian intern sebagai sarana untuk mengetahui apakah
ketentuan-ketentuan yang dibuat manajemen telah ditaati.
Sebagai contoh misalnya auditor ingin menentukan prosentase banyaknya bukti
pembayaran yang tidak didukung dengan bukti-bukti tertentu atau tidak diotorisasi oleh
pejabat yang berwenang. Untuk menguji pengendalian intern tersebut auditor dapat
menggunakan salah satu dari tiga metode sampling, yaitu estimasi atribut (sampling fixed-
sample-size), sampling sekuensial (sampling atribut keputusan atau stop or go sampling)
dan sampling temuan (discovery sampling). Langkah-langkah dalam sampling atribut:
3. Definisikan atribut yang menjadi objek pengukuran dan apa yang dimaksudkan dengan
penyimpangan
5. Buat estimasi atau perkiraan mengenai tingkt penyimpangan di dalam populasi, yaitu
jumlah penyimpangan di dalam sampel dibagi dengan besarnya sampel
10. Lakukan evaluasi hasil audit sampel pada langkah 9 dengan cara sebagai berikut:
Keempat metode ini dapat dilakukan dengan stratifikasi atau tanpa stratifikasi.
Sampling stratifikasi adalah suatu metode sampling yang membagi-bagi populasi menjadi
dua atau lebih sub populasi yang disebut dengan istilah strata, dan sampel kemudian dipilih
dari masing-masing strata tersebut, dan masing-masing strata ini selanjutnya diaudit secara
terpisah.
Pada umumnya sampling variabel dapat digunakan untuk hal-hal sebagai berikut:
a. Dalam pengujian substantif, yang dimaksudkan untuk menentukan kewajaran nilai buku
suatu akun.
b. Untuk membuat estimasi mengenai nilai saldo suatu akun atau suatu kelas tertentu dari
transaksi-transaksi yang berkaitan seperti taksiran saldo piutang atau taksiran total
penjualan untuk suatu periode tertentu.
Meskipun banyak hal yang bersifat kuantitatif yang dapat dicakup dengan sampling
variabel, metode ini hanya dapat digunakan apabila estimasi penyimpangan baku dari
populasi dapat diketahui. Di samping itu, sampling ini juga bergantung pada karakteristik
atau sifat-sifat statistik distribusi normal. Selain pengklasifikasian berupa sampling variabel
tanpa stratifikasi dan sampling variabel dengan stratifikasi, sampling variabel dan biasanya
dikategorikan menjadi empat metode sebagai berikut: (1) estimasi satuan nilai tengah, (2)
estimasi selisih, (3) estimasi perbandingan, dan (4) estimasi regresi.
Metode ini merupakan gabungan dari sampling atribut dan sampling variabel atau
modifikasi dari sampling atribut, yaitu sampling atribut yang digunakan untuk menyatakan
suatu kesimpulan tentang nilai yang sebenarnya dari saldo suatu akun atau untuk
menentukan besarnya nilai suatu kesalahan.
5. Pilih sampel secara acak, secara sistematis atau dengan bantuan komputer
8. Buat kesimpulan secara menyeluruh mengenai pengendalian intern atau pengujian yang
dilakukan.
Contoh :
Seorang bendaharawan yang anda audit memiliki bukti pengeluaran kas (kuitansi = X)
sebanyak sepuluh sample (N=10) lembar sebagai berikut:
Total (t)
100, 90, 110, 80, 120, 115, 85, 105, 95, 100 (total pengeluaran 1000)
Pertanyaan :
Pemecahan:
Sampel (n=6): 90, 80, 120, 85, 105, 95
T = 10 x 95,83 = 958,30
a) Unit populasi
Unit populasi adalah banyaknya satuan anggota populasi. Misalnya kita melakukan audit
atas mutasi pengeluara kas tahun 2001 yang terdiri atas 3.500 kuitansi dengan nilai Rp 800
juta.
b) Standar deviasi
Standar deviasi adalah angka yang menunjukkan jarak antara nilai rata-rata populasi
dengan para anggota secara umum sekaligus menunjukkan tingkat
heterogenitas/homogenitas data dalam populasi.
Tingkat keyakinan adalah derajat keandalan sampel terhadap populasi yang di wakilinya, di
tunjukkan oleh perkiraan persentase banyaknya populasi yang terwakili oleh sampel.