Anda di halaman 1dari 101

Prosedur Audit Pemeriksaan Aset Tetap

Oke bro, sis, om dan tan berikut ini adalah prosedur audit aset tetap dan penjelasannya,
langsung aja disimak, SEMOGA MANFAAT......
 
1. Pelajari dan evaluasi internal control atas aset tetap.
dalam hal ini biasanya auditor menggunakan Internal Control Questionnaires (ICQ),
beberapa ciri internal control yang baik atas aset tetap adalah :
a. digunakannya anggaran untuk penambahan aset tetap .
Jika ada aset tetap yang ingin dibeli tetapi belum tercantum dianggaran maka aset tetap
tersebut tidak boleh dibeli dahulu.
b. Setiap penambahan dan penarikan aset tetap terlebih dahulu harus diotorisasi oleh pejabat
berwenang.
c. Adanya kebijakan tertulis dari manajemen mengenai capitalization dan depreciation
policy.
d. Diadakannya kartu aset tetap atau sub buku besar aset tetap yang mencantumkan tanggal
pembelian, nama supplier, harga perolehan, metode dan persentase penyusutan, jumlah
penyusutan, akumulasi penyusutan dan nilai buku aset tetap.
e. Setiap aset tetap diberi nomor kode.
f. Minimal setahun sekali dilakukan inventarisasi (Pemeriksaan fisik aset tetap), untuk
mengetahui keberadaannya dan kondisi dari aset tetap.
g. Bukti-bukti pemilikan aset tetap disimpan ditempat yang aman.
h. Aset tetap diasuransikan dengan jumlah Insurance Coverage (nilai pertanggungan) yang
cukup.

2. Minta kepada Klien Top Schedule serta Supporting Shedule aset tetap, yang berisikan :


Saldo awal, penambahan serta pengurangan-pengurangannya dan saldo akhir, baik untuk
harga perolehan maupun akumulasi penyusutannya.

3. Periksa footing dan cross footingnya dan cocokkan totalnya dengan General


Ledgeratau Sub-Ledger, saldo awal dengan Working Paper  tahun lalu.

4. Vouched  penambahan serta pengurangan aset tetap.


untuk penambahan aset tetap, selain diperhatikan otorisasi dan kelengkapan supporting
document, harus dilihat apakah penambahan tersebut sudah tercantum di anggaran.
Untuk pengurangan aset tetap harus diperiksa Journal Entry nya.
contoh :Mesin  dengan harga perolehan Rp10.000.000 dan akumulasi penyusutannya (sampai
dengan tanggal penarikannya) Rp8.000.000 dijual dengan harga Rp3.000.000 secara tunai.
Journal Entry yang seharusnya adalah :
Dr Kas                                               Rp3.000.000
Dr Akumulasi Penyusutan Mesin     Rp8.000.000
      Cr. Mesin                                                            Rp10.000.000
      Cr. Laba penjualan aset tetap                             Rp1.000.000

karena seringkali perusahaan mencatat transaksi tersebut dengan mendebit kas Rp3.000.000
dan mengkredit mesin Rp3.000.000.
Auditor juga harus memeriksa apakah uang kas sebesar Rp3.000.000 sudah diterima
perusahaan dan dicatat dalam buku penerimaan kas.

5. Periksa fisik dari aset tetap dan perhatikan kondisinya apakah masih dalam keadaan baik
atau sudah rusak.
mengenai pemeriksaan fisik aset tetap secara basis test ada 2 pendapat ;
1. Yang dites hanya penambahan dalam tahun berjalan yang jumlahnya besar.
2. Diutamakan penambahan yang baru serta beberapa aset tetap yang lama.
pada pendapat yang pertama memang akan lebih cepat pelaksanaannya, tetapi ada kelemahan
yaitu bila ada aset tetap yang sudah lama dibeli atau tidak dapat dipakai lagi, maka dengan
cara pertama tidak diketahui.

6. Pemeriksaan bukti pemilikan aset tetap


contoh dalam hal ini harus dicocokkan nomor mesin, chasis, dan nomor polisi kendaraan
yang tercantum di BPKB dan STNK dengan yang terdapat di kendaraan. Perhatikan juga
apakah surat-surat tanah, gedung, kendaraan atas nama perusahaan.

7. Pelajari dan periksa apakah Capitalization serta Depreciation Polici-nya konsisten dengan


tahun sebelumnya (misal perhitungan menggunakan Straigh Line Method).
Tentang Policy dan Capitalization  tersebut ada beberapa kemungkinan :
a. berdasarkan jumlahnya, misalnya diatas Rp1.000.000 harus dikapitalisir.
b. Berdasarkan masa manfaatnya
c. Campuran antara jumlah dan masa manfaatnya.
Tentang Policy dari penyusutannya ada beberapa kemungkinan, apakah penyusutan tersebut
dimulai :
a. Pada tanggal pembelian;
b. Pada tanggal pemakaian;
c. Juga perlu diketahui masa penyusutannya, misal tanggal pembelian 1-15 dihitung satu
bulan penuh sedangkan 16-30/31 dihtung setengah bulan.

8. Analisis perkiraan repair dan maintenance.
harus diperhatikan kemungkinan Klien untuk memperkecil laba dengan mencatat Capital
Expenditure sebagai Revenue Expenditure.

9. Periksa kecukupan Insurance Coverage, dalam artian jangan sampai terlalu keci atau


terlalu besar. Jika terlalu kecil ada bahaya bahwa jika terjadi kebakaran, ganti rugi
perusahaan asuransi tidak mencukupi untuk membeli aset tetap(misalkan gedung atau mesin)
yang baru sehingga mengganggu kegiatan operasi perusahaan. tentang penilaian cukup
tidaknya Insurance Coverage tersebut adalah atas dasar jumlah yang mendekati harga pasar.

10. Tes perhitungan penyusutan dan alokasi biaya penyusutan aset tetap.
Penyusutan ini biasanya dari aset tetap yang dapat disusutkan, seperti gedung kantor dan
sebagainya, sebab ada juga Fixed Assets yang tidak dapat disusutkan seperti Tanah hak milik.
Tetapi bila tanah tersebut digunakan untuk bahan baku pembuatan batu bata atau genteng,
maka dapat disusutkan biasa istilahnya tuh deplesi.
Apabila tanah tersebut merupakan tanah dengan hak guna bangunan, maka tanah tersebut
tidak dapat disusutkan. Auditor harus memeriksa akurasi dari perhitungan penyusutan yang
dibuat klien, dan ketetapan alokasi biaya penyusutan sebagai bagian dari biaya produksi tidak
langsung, biaya umum dan administrasi serta biaya penjualan.

11. Periksa notulen rapat, perjanjian kredit, jawaban konfirmasi dari bank, untuk memeriksa
apakah ada aset yang dijadikan jaminan atau tidak.

12. Periksa apakah ada Commitment yang dibuat oleh perusahaan untuk membeli atau
menjual aset tetap.

13. Untuk Contruction In Progress, kita periksa penambahannya dan apakah


adaConstruction In Progress yang harus ditransfer ke aset tetap.

14. Jika ada aset yang diperoleh melalui leasing, periksa lease agreement dan periksa
apakah Accounting treatment-nya sudah sesuai dengan standar akuntansi leasing.

15. Periksa apakah ada aset tetap yang dijaminkan.


Jika aset tetap dijaminkan berarti bukti pemilikan diserahkan (disimpan) di bank, sehingga
auditor harus memeriksa tanda terima penyerahan bukti-bukti kepemilikan. selain itu jika ada
aset tetap yang dijaminkan harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

16. Periksa penyajian aset tetap dalam laporan keuangan apakah sudah sesuai dengan
SAK/ETAP/IFRS, baik di Posisi Keuangan,(cost and accumulated depreciation), di laba rugi
(biaya penyusutan), dicatatan atas laporan keuangan (kebijakan kapitalisasi dan
penyusutan,rincian garis besar aset tetap) maupun di lampiran (rincian aset tetap).

yang disebutkan tadi tuh berlaku buat repeat engagements (penugasan berulang) makanya


dititikberatkan pada pemeriksaan transaksi tahun berjalan (periode yang diperiksa).

Untuk First Audit (audit pertama kali) bisa dibedakan sebagai berikut :

 Jika tahun sebelumnya perusahaan sudah diaudit oleh kantor akuntan lain, saldo awal
saldo aset tetap bisa dicocokkan dengan laporan akuntan terdahulu dan kertas kerja
pemeriksaan akuntan tersebut.
 Jika tahun-tahun sebelumnya perusahaan belum pernah diaudit, akuntan publik harus
memeriksa mutasi penambahan dan pengurangan aset tetap sejak awal berdirinya
perusahaan, untuk mengetahui apakah pencatatan yang dilakukan perusahaan untuk
penambahan dan pengurangan aset tetap, serta metode dan perhitungan penyusutan
aset tetap dilakukan sesuai dengan standar akuntansi di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).
Tentu saja pemeriksaan mutasi tahun-tahun sebelumnya dilakukan secara test basis
dengan mengutamakan jumlah material.

http://coretanauditor.blogspot.co.id/2014/11/prosedur-audit-pemeriksaan-aset-tetap.html

Membukukan Transaksi Leasing, Akuntansi (PSAK 30)


versus Pajak
Technorati Tags: Leasing,Aktiva Tetap,Perpajakan,PSAK,Taxation,Fixed Assets,Akuntansi Sewa

Dasar Pencatatan :

(1) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 30 (Revisi 2007) tentang Sewa,

(2) Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991

Perlakuan Akuntansi

PSAK No. 30 (Revisi 2007) tentang Sewa dalam paragraf 8 mengatur bahwa suatu sewa
diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh
risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa
operasi jika sewa tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait
dengan kepemilikan aset.

Paragraf 10 menjelaskan bahwa klasifikasi sewa sebagai sewa pembiayaan atau sewa operasi
didasarkan pada substansi transaksi dan bukan pada bentuk kontraknya. Contoh dari situasi yang
secara individual atau gabungan dalam kondisi normal mengarah pada sewa yang diklasifikasikan
sebagai sewa pembiayaan adalah :

1. sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa;
2. lessee mempunyai opsi untuk membeli aset pada harga yang cukup rendah dibandingkan nilai
wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa
opsi memang akan dilaksanakan;

3. masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak milik tidak dialihkan;

4. pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati
nilai wajar aset sewaan; dan

5. aset sewaan bersifat khusus dan dimana hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu
modifikasi secara material.

Lebih lanjut, paragraf 16 menjelaskan bahwa untuk sewa pembiayaan pada awal masa sewa, lessee
mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan kewajiban dalam neraca sebesar nilai wajar aset
sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini lebih rendah dari nilai
wajar. Penilaian ditentukan pada awal kontrak.

Sedangkan dalam paragraf 29 diatur mengenai pencatatan sewa operasi, bahwa pembayaran sewa
dalam sewa operasi diakui sebagai beban dengan dasar garis lurus (straight-line basis) selama masa
sewa kecuali terdapat dasar sistimatis lain yang dapat lebih mencerminkan pola waktu dari manfaat
aset yang dinikmati pengguna.

Untuk jenis transaksi leasing berupa transaksi jual dan sewa-balik (sale and lease back) dapat terjadi
bahwa nilai aset tercatat aset yang dialihkan kepada leasing company berbeda dengan nilai
pembelian/pembiayaan oleh leasing company tersebut.

Paragraf 56 PSAK No. 30 mengatur bahwa jika suatu transaksi jual dan sewa-balik merupakan sewa
pembiayaan, selisih lebih hasil penjualan dari nilai tercatat tidak dapat diakui segera sebagai
pendapatan oleh penjual-lessee, tetapi ditangguhkan dan diamortisasi selama masa sewa.

Perlakuan Perpajakan

Secara perpajakan, pencatatan transaksi leasing diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.
1169/KMK.01/1991. KepMenKeu ini hanya mengatur mengenai pencatatan transaksi leasing secara
sale and lease back dengan hak opsi sehingga untuk jenis leasing lainnya misalnya Pembiayaan
Konsumen harus mengacu kepada PSAK No. 30.

Dalam praktek sehari-hari, sering ditemukan kesalahpahaman dari accounting perusahaan sehingga
dalam perpajakan memperlakukan transaksi Pembiayaan Konsumen layaknya Sale and Lease Back
dengan Hak Opsi.

Menurut KepMenKeu No. 1169 tersebut, kegiatan sewa guna usaha digolongkan sebagai Sewa Guna
Usaha (SGU) dengan hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :

1. Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambaha dengan
nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;

2. Masa sewa guna usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 tahun untuk barang modal Golongan I, 3
tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 tahun untuk Golongan Bangunan;

3. Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

Ketentuan perpajakan memperlakukan SGU dengan Hak Opsi secara berbeda dari akuntansi.
Adapun perbedaannya sebagai berikut :

Secara akuntansi, pencatatan dilakukan secara Capital Lease, dimana :


1. aktiva leasing langsung dibukukan sebagai aktiva tetap leasing dan disusutkan sesuai dengan
masa manfaatnya;

2. lessee membebankan biaya penyusutan aktiva SGU dan beban bunga SGU

Secara perpajakan, dilakukan secara Operating Lease, dimana :

1. aktiva tetap leasing baru diakui setelah lessee melaksanakan hak opsinya, dengan biaya perolehan
sebagai dasar penyusutan sebesar nilai opsi tersebut

2. lessee membebankan angsuran pokok dan bunga SGU sebagai biaya leasing

Sedangkan untuk transaksi pembiayaan konsumen, pencatatan secara akuntansi maupun perpajakan
sama, yaitu dilakukan secara Capital Lease.

Contoh illustrasi (Sale and Lease Back dengan Hak Opsi) :

PT A memperoleh fasilitas pembiayaan berupa Sale and Lease Back dengan Hak Opsi atas 1 unit
Mesin Press dengan rincian transaksi sebagai berikut :

Harga beli dari supplier = Rp 1.144.800.000; Pembayaran Uang Muka (D/P) kepada Supplier = Rp
300.000.000; Sisa Hutang kepada Supplier = Rp 844.800.000.

Pembiayaan oleh Leasing Company = Rp 844.800.000; Masa Angsuran = 20/11/2004 s/d 20/10/2007
(36 bulan); Angsuran Pokok = Rp 844.800.000; Bunga Angsuran = Rp 201.312.000

Jurnal Akuntansi (PSAK No. 30) :

  Aktiva Tetap - Mesin      1.144.800.000  

      K a s          300.000.000

      Hutang Supplier          844.800.000

(membukukan transaksi pembelian aktiva tetap dari supplier)

  Hutang Supplier           844.800.000  

      Hutang Leasing         844.800.000

(membukukan transaksi pengalihan aktiva tetap ke leasing company)

  Hutang Leasing             26.144.498  

  Biaya Bunga Leasing             12.412.502  

     K a s           38.557.000

(membukukan pembayaran angsuran bulanan SGU)


Jurnal Perpajakan (KepMenKeu No. 1169)

  Aktiva Tetap - Mesin        1.144.800.000  

     K a s         300.000.000

     Hutang Supplier         844.800.000

(membukukan transaksi pembelian aktiva tetap dari supplier)

  Hutang Supplier           844.800.000  

  Jaminan Leasing           300.000.000  

      Aktiva Tetap Mesin       1.144.800.000

(membukukan transaksi pengalihan aktiva tetap ke leasing company)

  Biaya Leasing              38.557.000  

      K a s            38.557.000

(membukukan pembayaran angsuran bulanan SGU)

Secara perpajakan, jika pada akhir masa leasing, lessee menggunakan hak opsinya maka dalam
pembukuan lessee membukukan aktiva tetap sebagai dasar penyusutan sebesar Rp 300.000.000
yaitu sebesar nilai jaminan leasing. Selama masa SGU, jaminan leasing dibukukan sebagai Aktiva
Lain-lain.

Sedangkan, jika transaksinya berupa Pembiayaan Konsumen, maka pencatatan akuntansi dan
perpajakan harus sesuai PSAK No. 30 (jurnal pertama) (Hrd).

http://auditme-post.blogspot.co.id/2008/05/membukukan-transaksi-leasing-akuntansi.html

BUKTI AUDIT SERTA PROSEDUR DAN DOKUMENTASI AUDIT

BUKTI AUDIT

Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas
laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Ukuran
keabsahan (validity)  bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada pertimbangan auditor
independen, dalam hal ini bukti audit (audit evidence)berbeda dengan bukti hukum (legal
evidence)  yang diatur secara tegas oleh peraturan yang ketat. Bukti audit sangat bervariasi
pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen dalam rangka memberikan
pendapat atas laporan keuangan auditan. Relevansi, objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan
bukti audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti.

Sifat Asersi

Asersi (assertion) adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen


laporan keuangan. Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit atau eksplisit serta dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence).


Asersi tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah aktiva atau utang
entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode
tertentu. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa sediaan produk jadi yang tercantum
dalam neraca adalah tersedia untuk dijual. Begitu pula, manajemen membuat asersi bahwa
penjualan dalam laporan laba-rugi menunjukkan pertukaran barang atau jasa dengan kas atau aktiva
bentuk lain (misalnya piutang) dengan pelanggan.

2. Kelengkapan (completencess).
Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang
seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya. Sebagai contoh,
manajemen membuat asersi bahwa seluruh pembelian barang dan jasa dicatat dan dicantumkan
dalam laporan keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa utang usaha di neraca
telah mencakup semua kewajiban entitas.

3. Hak dan kewajiban (right and obligation).


Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak
entitas dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu. Sebagai contoh,
manajemen membuat asersi bahwa jumlah sewa guna usaha (lease) yang dikapitalisasi di neraca
mencerminkan nilai pemerolehan hak entitas atas kekayaan yang disewaguna-usahakan (leased) dan
utang sewa guna usaha yang bersangkutan mencerminkan suatu kewajiban entitas.
4. Penilaian (valuation)  atau alokasi
Asersi tentang penilaian atau alokasi berhubungan dengan apakah komponen-komponen
aktiva, kewajiban, pendapatan dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah
yang semestinya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa aktiva tetap dicatat
berdasarkan harga pemerolehannya dan pemerolehan semacam itu secara sistematik dialokasikan
ke dalam periode-periode akuntansi yang semestinya. Demikian pula, manajemen membuat asersi
bahwa piutang usaha yang tercantum di neraca dinyatakan berdasarkan nilai bersih yang dapat
direalisasikan.

5. Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure)


Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah komponen-
komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan semestinya.
Misalnya, manajemen membuat asersi bahwa kewajiban-kewajiban yang diklasifikasikan sebagai
utang jangka panjang di neraca tidak akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun. Demikian pula,
manajemen membuat asersi bahwa jumlah yang disajikan sebagai pos luar biasa dalam laporan laba
rugi diklasifikasikan dan diungkapkan semestinya.

Kesesuaian dan Kecukupan Bukti

Kecukupan bukti audit lebih berkaitan dengan kuantitas bukti audit. Faktor yang
mempengaruhi kecukupan bukti audit terdiri dari:

Materialitas

Auditor harus membuat pendapat pendahuluan atas tingkat materialitas laporan keuangan.
Ada hubungan terbalik antara tingkat materialitas dan kuantitas bukti audit yang diperlukan.
Semakin rendah tingkat materialitas, semakin banyak kuantitas bukti yang diperlukan. Tingkat
materialitas yang ditentukan rendah berarti torelable missunderstatement rendah. Rendahnya salah
saji dapat ditoleransi menuntut auditor untuk menghimpun lebih banyak bukti sehingga auditor
yakin tidak ada salah saji material yang terjadi.

Risiko audit

Ada hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk
mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Rendahnya risiko audit berarti tingginya
tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya. Tingginya tingkat
kepastian tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti yang lebih banyak. Semakin rendah
tingkat risiko audit yang dapat diterima auditor, semakin banyak bukti audit yang diperlukan.

Faktor-Faktor Ekonomi

Auditor memilih keterbatasan sumber daya yang digunakan untuk memperoleh bukti yang
digunakan sebagai dasar yang memadai untuk memberikan pendapat atas kewajaran laporan
keuangan. Pelaksanaan audit menghadapi kendala waktu dan biaya dalam menghimpun bukti.
Auditor harus memperhitungkan apakah setiap tambahan biaya dan waktu untuk menghimpun bukti
seimbang dengan keuntungan atau manfaat yang diperoleh melalui kuantitas dan kuliatas bukti yang
dihimpun.

Ukuran dan Karakteristik Populasi

Auditor tidak mungkin menghimpun dan mengevaluasi seluruh bukti yang ada untuk
mendukung pendapatnya. Hal tersebut sangat tidak efisien. Pengumpulan bukti audit pemeriksaan
terhadap bukti audit dilakukan atas dasar sampling.

Ada hubungan searah antara besarnya populasi dengan besar sampling yang harus diambil
dari populasi tersebut. Semakin besar populasinya, semakin besar jumlah sampel bukti audit yang
harus diambil dari populasinya.

Karakteristik populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas item individual yang
menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel atau informasi yang lebih kuat
atau mendukung atas populasi yang bervariasi anggotanya daripada populasi yang seragam.

Kompetensi Bukti

Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit, terlepas bentuknya, harus sah dan relevan.
Keabsahan sangat tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti tersebut.
Dengan demikian penarikan kesimpulan secara umum mengenai dapat diandalkannya berbagai
macam bukti audit, tergantung pada pengecualian penting yang ada. Namun, jika pengecualian yang
penting dapat diketahui, anggapan berikut ini mengenai keabsahan bukti audit dalam audit,
meskipun satu sama lain tidak bersifat saling meniadakan, dapat bermanfaat:
1. Apabila bukti dapat diperoleh dari pihak independen di luar perusahaan, untuk tujuan audit
auditor independen, bukti tersebut memberikan jaminan keandalan yang lebih daripada bukti yang
diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri.
2. Semakin efektif pengendalian intern, semakin besar jaminan yang diberikan mengenai
keandalan data akuntansi dan laporan keuangan.
3. Pengetahuan auditor secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui inspeksi fisik,
pengamatan, perhitungan, dan inspeksi lebih bersifat menyimpulkan dibandingkan dengan yang
diperoleh secara tidak langsung.

Kompetensi atau reliabilitas bahan bukti yang berupa catatan akuntansi berkaitan erat
dengan efektivitas pengendalian internal klien. Semakin efektif pengendalian intern klien, semakin
kompeten catatan akuntansi yang dihasilkan. Kompetensi bukti yang berupa informasi penguat
tergantung pada beberapa faktor, yaitu:

Relevansi

Bukti yang relevan adalah bukti yang tepat digunakan untuk suatu maksud tertentu. Sebagai
contoh pengamatan fisik persediaan yang di auditor relevan digunakan untuk menentukan
keberadaan persediaan. Namun, pengamatan fisik persediaan tidak relevan digunakan untuk
menentukan apakah persediaan tersebut benar-benar dimiliki perusahaan.

Sumber

Bukti yang diperoleh auditor secara langsung dari pihak luar perusahaan yang independen
merupakan bukti yang paling dapat dipercaya. Bukti semacam ini memberikan tingkat keyakinan
keandalan yang lebih besar daripada yang dihasilkan dan diperoleh dari dalam perusahaan.

Ketepatan waktu

Kriteria ini berhubungan dengan tanggal pemakaian bukti tersebut. Ketepatan waktu sangat
penting terutama dalam verifikasi aktiva lancar, utang lancar, dan rekening laporan rugi laba terkait
karena hasilnya digunakan untuk mengetahui apakah cutoff telah dilakukan secara tepat.

Objektifitas
Bukti yang objektif lebih dapat dipercaya dan kompeten daripada bukti subjektif. Dalam
menelaah bukti subjektif, seperti estimasi manajemen, auditor harus mempertimbangkan kualifikasi
dan integritas individu pembuat estimasi, dan menentukan ketepatan proses pembuatan keputusan
dalam membuat judgement.

Jenis Bukti Audit

Struktur Pengendalian Intern

Struktur pengendalian intern dapat digunakan untuk mengecek ketelitian dan dapat
dipercayainya data akuntansi. Kuat dan lemahnya struktur pengendalian intern merupakan indikator
utama untuk menentukan jumlah bukti yang harus dikumpulkan. Oleh karena itu, struktur
pengendalian intern merupakan bukti yang kuat untuk menentukan dapat atau tidaknya informasi
keuangan dipercaya.

Bukti Fisik

Bukti fisik banyak dipakai dalam verifikasi saldo berwujud terutama kas dan persediaan.
Bukti ini banyak diperoleh dalam perhitungan aktiva berwujud. Pemeriksaan langsung auditor secara
fisik terhadap aktiva merupakan cara yang paling objektif dalam menentukan kualitas aktiva yang
bersangkutan. Oleh karena itu, bukti fisik merupakan jenis bukti yang paling bisa dipercaya.

Bukti fisik diperoleh melalui prosedur auditing yang berupa inspeksi, penghitungan, dan
observasi. Pada umumnya, biaya memperoleh bukti fisik sangat tinggi. Bukti fisik berkaitan erat
dengan asersi keberadaan dan keterjadian, kelengkapan, dan penilaian atau alokasi.

Catatan Akuntansi

Catatan akuntansi seperti jurnal dan buku besar, merupakan sumber data untuk membuat
laporan keuangan. Oleh karena itu, bukti catatan akuntansi merupakan objek yang diperiksa dalam
audit laporan keuangan. Ini bukan berarti catatan akuntansi merupakan objek audit. Objek audit
adalah laporan keuangan. Tingkat dapat dipercayainya catatan akuntansi tergantung kuat lemahnya
struktur pengendalian intern.

Konfirmasi

Konfirmasi merupakan proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung dari
pihak ketiga sebagai jawaban atas permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak
terhadap asersi laporan keuangan. Konfirmasi merupakan bukti yang sangat tinggi reliabilitasnya
karena berisi informasi yang berasal dari pihak ketiga secara langsung dan tertulis. Konfirmasi sangat
banyak menghabiskan waktu dan biaya.

Ada tiga jenis konfirmasi yaitu:

1. Konfirmasi positif, merupakan konfirmasi yang respondennya diminta untuk menyatakan


persetujuan atau penolakan terhadap informasi yang ditanyakan.
2. Blank confirmation, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk mengisikan
saldo atau informasi lain sebagai jawaban atas suatu hal yang ditanyakan.
3. Konfirmasi negatif, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk memberikan
jawaban hanya jika ia menyatakan ketidaksetujuannya terhadap informasi yang ditanyakan.
Bukti Dokumenter

Bukti dokumenter merupakan bukti yang penting dalam audit. Menurut sumber dan tingkat
kepercayaan bukti, bukti dokumenter dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar dan dikirim kepada auditor secara langsung.
2. Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui klien.
3. Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan oleh klien.
Bukti dokumenter antara lain meliputi notulen rapat, faktur penjualan, rekening koran bank,
dan bermacam-macam kontrak. Reliabilitas bukti dokumenter tergantung sumber dokumen, cara
memperoleh bukti, dan sifat dokumen itu sendiri. Sifat dokumen mengacu tingkat kemungkinan
terjadinya kesalahan atau kekeliruan yang mengakibatkan kecacatan dokumen.

Bukti Surat Pernyataan Tertulis

Surat pernyataan tertulis merupakan pernyataan yang ditandatangani seorang individu yang
bertanggungjawab dan berpengatahuan mengenai rekening, kondisi, atau kejadian tertentu. Bukti
suatu pernyataan tertulis dapat berasal dari manajemen atau organisasi klien maupun sumber
eksternal termasuk bukti dari spesialis. Representasi tertulis yang dibuat oleh manajemen
merupakan bukti yang berasal dari organisasi klien. Surat pernyataan konsultan hukum klien, ahli
teknik yang berkaitan dengan kegiatan teknik operasional organisasi klien merupakan bukti yang
berasal dari pihak ketiga.

Penghitungan Kembali sebagai Bukti Matematis

Bukti matematis diperoleh auditor melalui penghitungan kembali oleh auditor.


Penghitungan yang di auditor merupakan bukti audit yang bersifat kuantitatif dan matematis. Bukti
ini dapat digunakan untuk membuktikan ketelitian catatan akuntansi klien.

Bukti Lisan

Auditor dalam melaksanakan tugasnya banyak berhubungan dengan manusia sehingga ia


mempunyai kesempatan untuk mengadakan pengajuan pertanyaan lisan. Masalah yang dapat
ditanyakan antara lain meliputi kebijakan akuntansi, lokasi dokumen dan catatan, pelaksanaan
prosedur akuntansi yang tidak lazim, kemungkinan adanya utang bersyarat maupun piutang yang
sudah lama tidak ditagih. Jawaban atas pertanyaan yang dinyatakan merupakan bukti lisan. Bukti
lisan harus dicatat dalam kertas kerja audit.

Bukti Analitis dan Perbandingan

Bukti analitis mencakup penggunaan rasio dan perbandingan data klien dengan anggaran
atau standar prestasi, trend industri dan kondisi ekonomi umum. Bukti analitis menghasilkan dasar
untuk menentukan kewajaran suatu pos tertentu dalam laporan keuangan. Keandalan bukti analitis
sangat tergantung pada relevansi data pembanding.

Bukti analitis meliputi juga perbandingan atas pos-pos tertentu antara laporan keuangan
tahun berjalan dengan laporan keuangan tahun-tahun sebelumnya. Perbandingan ini dilakukan
untuk meneliti adanya perubahan yang terjadi, dan untuk menilai penyebabnya. Bukti-bukti ini
dikumpulkan pada awal audit untuk menentukan objek pemeriksaan yang memerlukan pemeriksaan
yang lebih mendalam.

Penilaian Bukti
Dalam menilai bukti audit, auditor harus mempertimbangkan apakah tujuan audit tertentu
telah tercapai. Auditor harus secara mendalam mencari bukti audit dan tidak memihak (bias) dalam
mengevaluasinya. Dalam merancang prosedur audit untuk memperoleh bukti kompeten yang cukup,
auditor harus memperhatikan kemungkinan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Dalam merumuskan pendapatnya, auditor harus
mempertimbangkan relevansi bukti audit, terlepas apakah bukti audit tersebut mendukung atau
berlawanan dengan asersi dalam laporan keuangan. Bila auditor masih tetap ragu-ragu untuk
mempercayai suatu asersi yang material, maka ia harus menangguhkan pemberian pendapatnya
sampai ia mendapatkan bukti kompeten yang cukup untuk menghilangkan keraguannya, atau ia
harus menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian atau menolak memberikan pendapat.

PROSEDUR DAN DOKUMENTASI AUDIT

Perancangan pengujian substantif

Auditor harus menghimpun bukti yang cukup untuk memperoleh dasar yang memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien. Pengujian substantif menyediakan bukti
mengenai kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan. Perancangan pengujian
substantif meliputi penentuan:

1. sifat pengujian
2. waktu pengujian
3. dan luas pengujian substantif yang perlu untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima untuk setiap asersi.

Jenis Prosedur Substantif

Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima rendah, maka auditor harus menggunakan
prosedur yang lebih efektif yang biasanya juga lebih mahal. Ada tiga tipe pengujian substantif yang
dapat digunakan, yaitu:

Pengujian rinci atau detail saldo


Metodologi yang digunakan oleh auditor untuk merancang pengujian detail saldo akun
beorientasi pada tujuan spesifik audit. Pengujian detail saldo akun yang direncanakan harus
memadai untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit dengan memuaskan.

Metodologi perancangan pengujian detail saldo meliputi empat tahapan, yaitu:

1. Menilai materialitas dan risiko bawaan suatu akun.


2. Menetapkan risiko pengendalian.
3. Merancang pengujian transaksi dan prosedur analitis.
4. Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit secara
memuaskan.
Metodologi yang digunakan untuk merancang pengujian detail saldo tersebut, adalah sama
untuk setiap akun dalam laporan keuangan. Perancangan pengujian detail saldo pada umumnya
merupakan bagian yang paling sulit dilakukan. Hal ini disebabkan perancangan pengujian detail saldo
memerlukan pertimbangan profesional yang tinggi.

Bila diantara risiko deteksi yang ditentukan dihubungkan dengan pengujian rinci saldo yang
akan dilakukan maka akan jelas terlihat bahwa semakin rendah tingkat risiko, semakin rinci dan teliti
tindakan yang akan diambil.

Pengujian detail transaksi

Pengujian detail transaksi dilakukan untuk menentukan:

1. Ketepatan otorisasi transaksi akuntansi klien.


2. Kebenaran pencatatan dan peringkasan transaksi tersebut dalam jurnal.
3. Kebenaran pelaksanaan posting atas transaksi tersebut ke dalam buku besar dan buku
pembantu.
Apabila auditor mempunyai keyakinan bahwa transaksi tersebut telah dicatat dan diposting
secara tepat, maka auditor dapat meyakini bahwa saldo total buku besar adalah benar.

Pengujian detail transaksi terutama dilakukan dengan tracing dan vouching. Pada pengujian


detail transaksi ini, auditor mengarahkan pengujiannya untuk memperoleh temuan mengenai ada
tidaknya kesalahan yang bersifat moneter. Auditor tidak mengarahkan pengujian detail transaksi ini
untuk memperoleh temuan tentang penyimpangan atas kebijakan dan prosedur pengendalian.
Pada pengujian detail transaksi ini, auditor menggunakan bukti yang diperoleh untuk
mencapai suatu kesimpulan mengenai kewajaran saldo akun. Auditor biasanya menggunakan
dokumen yang tersedia pada file klien dalam pengujian ini. Efektivitas pengujian detail transaksi
tergantung pada prosedur dan dokumen yang digunakan.

Pengujian detail transaksi pada umumnya lebih banyak menyita waktu daripada prosedur
analitis. Oleh karena itu, pengujian ini lebih banyak membutuhkan biaya daripada prosedur analitis.
Meskipun demikian, pengujian detail transaksi lebih sedikit membutuhkan biaya daripada pengujian
detail saldo.

Prosedur analitis

Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau ratio  yang


dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat, dibandingkan dengan harapan yang dikembangkan oleh
auditor. Prosedur analitik merupakan bagian penting dalam proses audit dan terdiri dari evaluasi
terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara
data keuangan yang satu dengan data keuangan lainnya, atau antara data keuangan dengan data
nonkeuangan. Prosedur analitik mencakup perbandingan yang paling sederhana hingga model yang
rumit yang mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data.

Asumsi dasar penerapan prosedur analitik adalah bahwa hubungan yang masuk akal di
antara data dapat diharapkan tetap ada dan berlanjut, kecuali jika timbul kondisi yang sebaliknya.
Kondisi tertentu yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam hubungan ini mencakup antara lain,
peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi, perubahan usaha, fluktuasi acak,
atau salah saji.

Pemahaman hubungan keuangan adalah penting dalam merencanakan dan mengevaluasi


hasil prosedur analitik, dan secara umum juga menuntut dimilikinya pengetahuan tentang klien dan
industri yang menjadi tempat usaha klien. Pemahaman atas tujuan prosedur analitik dan
keterbatasannya juga penting. Oleh karena itu, identifikasi hubungan dan jenis data yang digunakan,
serta kesimpulan yang diambil apabila membandingkan jumlah yang tercatat dengan yang
diharapkan, membutuhkan pertimbangan auditor.

Prosedur analitik digunakan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit lainnya.
2. Sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang
berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi.
3. Sebagai review  menyeluruh informasi keuangan pada tahap review  akhir audit.
Auditor mempertimbangkan tingkat keyakinan, jika ada, yang diinginkannya dari pengujian
substantif untuk suatu tujuan audit dan memutuskan, antara lain prosedur yang mana, atau
kombinasi prosedur mana, yang dapat memberikan tingkat keyakinan tersebut. Untuk asersi
tertentu, prosedur analitik cukup efektif dalam memberikan tingkat keyakinan memadai. Namun,
pada asersi lain, prosedur analitik mungkin tidak seefektif atau seefisien pengujian rinci dalam
memberikan tingkat keyakinan yang diinginkan.

Efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari suatu prosedur analitik dalam
mengidentifikasikan kemungkinan salah saji tergantung atas, antara lain:

1. Sifat asersi.
2. Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksikan suatu hubungan.
3. Ketersediaan dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan.
4. Ketepatan harapan.
Prosedur Analitik dalam Perencanaan Audit

Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk membantu dalam
perencanaan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan digunakan untuk memperoleh bukti
saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Untuk maksud ini, prosedur analitik perencanaan audit
harus ditujukan untuk:

1. Meningkatkan pemahaman auditor atas bisnis klien dan transaksi atau peristiwa yang terjadi
sejak tanggal audit terakhir dan,
2. Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu yang
bersangkutan dengan audit. Jadi, tujuan prosedur ini adalah untuk mengidentifikasikan hal seperti
adanya transaksi dan peristiwa yang tidak biasa, dan jumlah, rasio serta trend yang dapat
menunjukkan masalah yang berhubungan dengan laporan keuangan dan perencanaan audit.
Prosedur analitik yang diterapkan dalam perencanaan audit umumnya menggunakan data
gabungan yang digunakan untuk pengambilan keputusan di tingkat atas. Lebih lanjut kecanggihan,
lingkup, dan saat audit, yang didasarkan atas pertimbangan auditor dapat berbeda tergantung atas
ukuran dan kerumitan klien. Untuk beberapa entitas, prosedur analitik dapat terdiri dari review  atas
perubahan saldo akun tahun sebelumnya dengan tahun berjalan, dengan menggunakan buku besar
atau daftar saldo (trial balance)  tahap awal yang belum disesuaikan. Sebaliknya, untuk entitas yang
lain, prosedur analitik mungkin meliputi analisis lapotan keuangan triwulan yang ekstensif.

Program Audit Substantif

Program audit adalah dokumen yang memuat pernyataan tujuan audit dan rencana langkah-
langkah audit (biasanya dalam bentuk kalimat perintah) untuk mencapai tujuan audit tersebut.
Contoh tujuan audit: untuk mengetahui keberadaan barang inventaris. Langkah auditnya: Lakukan
inventarisasi fisik (stock opname) barang inventaris, hasilnya dituangkan dalam berita acara.

Penyusunan program audit dilakukan pada tahap persiapan dalam rangka pengujian dan
pengendalian dan pada tahap audit pendahuluan dalam rangka pengujian transaksi atau saldo-saldo
atau pengembangan temuan, sehingga dengan demikian program audit dapat dikelompokkan
menjadi:

 Program audit untuk pengujian pengendalian, yaitu program audit untuk menguji
pengendalian intern (internal control) yang dijalankan manajemen terkait dengan informasi/kegiatan
yang akan diaudit.
 Program audit untuk pengujian substantif (substative test). Secara sederhana program audit
ini dapat dijelaskan sebagai rencana kerja untuk menguji kesesuaian informasi yang diuji dengan
data pendukungnya.
Pada audit keuangan, program audit untuk pengujian substantif dan pengujian pengendalian
dapat disusun sekaligus, terutama karena standar penyajian pos-pos laporan keuangan sudah baku
sifatnya. Tetapi pada audit operasional dan audit kepatuhan, program audit substantif biasanya baru
bisa dibuat setelah pengujian pengendalian selesai dilaksanakan, yaitu setelah auditor mengetahui
kelemahan pengendalian/temuan sementara yang perlu diperdalam.

Ada delapan prosedur untuk melaksanakan pengujian substantif, yaitu:

1. Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan terkait dengan kinerja tugas mereka.
2. Pengamatan atau observasi terhadap personel dalam melaksanakan tugas.
3. Menginspeksi dokumen dan catatan.
4. Melakukan penghitungan kembali atau reperforming.
5. Konfirmasi.
6. Analisis.
7. Tracing atau pengusutan.
8. Vouching  atau penelusuran.

Dokumentasi Audit (Kertas Kerja Audit)

Fungsi dan Sifat Kertas Kerja

Kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor tentang prosedur
audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang diperolehnya, dan simpulan
yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya. Contoh kertas kerja adalah program audit, analisis,
memorandum, surat konfirmasi, representasi, ikhtisar dari dokumen-dokumen perusahaan, dan
daftar atau komentar yang dibuat atau diperoleh auditor. Kertas kerja dapat pula berupa data yang
disimpan dalam pita magnetik, film, atau media yang lain.

Auditor harus membuat dan memelihara kertas kerja, yang isi maupun bentuknya harus
didesain untuk memenuhi keadaan-keadaan yang dihadapinya dalam perikatan tertentu. Informasi
yang tercantum dalam kertas kerja merupakan catatan utama pekerjaan yang telah dilaksanakan
oleh auditor dan simpulan-simpulan yang dibuatnya mengenai masalah-masalah yang signifikan.

Kertas kerja terutama berfungsi untuk:

1. Menyediakan penunjang utama bagi laporan auditor, termasuk representasi tentang


pengamatan atas standar pekerjaan lapangan, yang tersirat ditunjukkan dalam laporan auditor
dengan disebutkannya frasa “berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan
Indonesia”.
2. Membantu auditor dalam pelaksanaan dan supervisi audit.
Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor mengenai kuantitas, bentuk, dan isi kerta
kerja untuk perikatan tertentu mencakup:

1. Sifat perikatan auditor.


2. Sifat laporan auditor.
3. Sifat laporan keuangan, daftar, dan keterangan yang perlu bagi auditor dalam pembuatan
laporan.
4. Sifat dan kondisi catatan clien.
5. Tingkat risiko pengendalian taksiran.
6. Kebutuhan dalam keadaan tertentu untuk mengadakan supervisi dan review atas pekerjaan
yang dilakukan para asisten.
Isi Kertas Kerja

Kuantitas, tipe, dan isi kertas kerja bervariasi dengan keadaan yang dihadapi oleh auditor,
namun harus cukup memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan laporan keuangan atau
informasi lain yang dilaporkan serta standar pekerjaan lapangan yang dapat diterapkan telah
diamati. Kertas kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang memperlihatkan:

1. Pekerjaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik, yang menujukan diamatinya
standar pekerjaan lapangan yang pertama.
2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit
dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan.
3. Bukti audit yang telah diperoleh, prosedur audit yang telah diterapkan, dan pengujian yang
telah dilaksanakan, memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, yang menujukan diamatinya standar
pekerjaan lapangan ketiga.
Kepemilikan Dan Penyimpanan Kertas Kerja

Kertas kerja adalah milik auditor. Namun hak dan kepemilikan atas kertas kerja masih
tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang
berkaitan dengan hubungan yang bersifat rahasia dengan klien. Seringkali kertas kerja tertentu
auditor dapat berfungsi sebagai sumber acuan bagi kliennya, namun kertas kerja harus tidak
dipandang sebagai bagian dari, atau sebagai pengganti terhadap, catatan akuntansi klien. Auditor
harus menerapkan prosedur memadai untuk menjaga keamanan kertas kerja dan harus
menyimpannya dalam periode yang dapat memenuhi kebutuhan praktiknya dan ketentuan-
ketentuan hukum yang berlaku mengenai penyimpan dokumen.
http://abiargam.blogspot.co.id/

Makalah Audit Aktiva Tetap


Audit Atas Aktiva Tetap

Tugas Auding 2

 Oleh  :

Ahmad Tarmizi

Antivah Dwiningsih

Dona Mariana

Meilya Yessy

Taufik Handoko

Yoyon Apriadi

Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Riau

2014
Kata Pengantar

ASSALAMUALAIKUM WR.WB.

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT. Yang telah memberikan
Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini, yang berjudul “ Audit atas Aktiva
Tetap  “.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Auditing 2. yang dibimbing oleh ibu
Arumega Zarefar SE. Mak. Akt. Untuk itu daripenulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi pembaca dan penulis. Kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.

WASSALAMUALAIKUM WR.WB.

                                   

Pekanbaru, 04 April 2014

                                                            Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Secara umum tujuan utama didirikannya sebuah perusahaan adalah untuk memperoleh laba
yang optimal atas investasi yang telah ditanamkan dan dapat mempertahankan kelancaran usaha
dalam jangka waktu yang panjang. Salah satu investasi tersebut adalah aktiva yang digunakan dalam
kegiatan normal perusahaan yaitu aktiva yang mempunyai umur ekonomis lebih dari satu tahun.
Untuk mencapainya diperlukan pengelolaan  yang efektif  dalam penggunaan, pemeliharaan
maupun pencatatan akuntansinya.

Bersama dengan berlalunya waktu nilai ekonomis suatu aktiva tetap tersebut harus dapat
dibebankan secara tetap dan salah satu caranya adalah dengan menentukan metode penyusutan.
Untuk itu perlu diketahui apakah metode penyusutan yang telah diterapkan  oleh perusahaan telah
memperhatikan perubahan nilai aktiva tetap yang menurun yang disebabkan karena berlalunya
waktu atau menurunnya manfaat yang diberikan aktiva tersebut.

Aktiva tetap biasanya merupakan bagian investasi yang cukup besar dalam  jumlah keseluruhan
asset perusahaan. Besarnya investasi yang ditanamkan dalam aktiva tetap menjadikan aktiva tetap
itu perlu mendapatkan perhatian yang serius. Tidak hanya pada penggunaan dan operasinya saja
tetapi juga dalam akuntansinya yang biasanya mencakup perolehan aktiva tetap, penghentian atau
pelepasan aktiva tetap, serta penyajian dan pengungkapannya dalam laporan keuangan.

Oleh karena itu, perlunya untuk mengetahui serta memahami secara rinci tentang aktiva tetap
baik aktiva tetap berwujud maupun tidak berwujud. Dengan cara demikian kita mampu
mengaplikasikan apa saja yang terdapat di dalam aktiva tetap sebuah perusahaan. Namun untuk
mendapatkan rincian yang baik terhadap aktiva tetap, diperlukan pengendalian terhadap aktiva
berupa pengujian substantif.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan dari penulisan makalah ini sebagai
berikut:

         Apakah yang dimaksud dengan aktiva tetap dan bagaimana penggolongan aktiva tetap?

         Apa saja transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap?

         Apa perbedaan karakteristik aktiva tetap dengan aktiva lancar?

         Apa perbedaan pengujian substantif aktiva tetap dengan aktiva lancar ?

         Bagaimana prosedur audit aktiva tetap?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :

         Untuk mengetahui dan memahami pengertian dan penggolongan aktiva tetap.


         Untuk mengetahui dan memahami bentuk transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap.

         Untuk mengetahui dan memahami perbedaan karakteristik aktiva tetap dengan aktiva lancar.

         Untuk mengetahui dan memahami perbedaan pengujian substantifaktiva tetap


dengan aktiva lancar.

         Untuk mengetahui dan memahami prosedur audit aktiva tetap.

BAB II

LANDASAN TEORY
2.1 Definisi Aktiva Tetap

Aktiva tetap merupakan aktiva perusahaan yang tidak dimaksudkan untuk dijual belikan
melainkan untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan yang umumnya lebih dari satu tahun, dan
merupakan pengeluaran perusahaan dalam jumlah yang besar.

Sifat pertama dari aktiva tetap adalah bahwa maksud perolehannya bukan untuk dijual
belikan melainkan untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan. Sifat ini lah yang membedakannya
dari persediaan barang ( inventory ). Contoh : mobil yang diperdagangkan oleh dealer mobil
merupakan persediaan barang sedangkan mobil yang dipakainya untuk antar jemput pegawai
merupakan aktiva tetap.

Sifat kedua dari aktiva tetap adalah umurnya yang lebih dari satu tahun. Karena sifat inilah
maka kita mengenal unsur penyusutan dalam aktiva tetap. Penyusutan tidak lain dari pada alokasi
biaya tetap tersebut dalam masa umur aktiva tetap yang bersangkutan.

Didalam literatur dan peraktik akuntansi, aktiva yang mempunyai sifat pertama dan kedua
tersebut diatas sudah dianggap sebagai aktiva tetap. Akibatnya, semua aktiva yang digunakan dalam
kegiatan perusahaan dan berumur lebih dari satu tahun langsung dijadikan aktiva tetap ( istilahnya
adalah : dikapitalisasi ). Contoh : sapu dan gelas minum yang dipakai dikantor ikut dikapitalisasi.

Mengkapitalisasi aktiva yang tidak besar jumlahnya sebenarnya tidaklah bijaksana. Setiap
aktiva harus diadministrasikan dengan cara tertentu, misalnya harus ada kartu aktiva tetap,
penyusutan harus dihitung secara berkala misalnya satu bulan sekali, dan harus ada inventarisasi
atas aktiva tetap, misalnya setahun sekali. Penatausahaan aktiva tetap ini memakan waktu dan biaya
sedangkan biaya ini mungkin melebihi biaya “ ativa tetap “ yang kecil.

Oleh karena itu untuk digolongkan sebagai aktiva tetap, suatu aktiva juga harus mempunyai
sifat ketiga yaitu : yakni bahwa pengeluaran tersebut harus merupakan pengeluaran yang besar bagi
perusahaan tersebut. Dengan kata lain, suatu perusahaan harus mempunyai kebijakan kapitalisasi
yang menetapkan jumlah minimum pengeluaran yang dapat dikapitalisasi. Ini berarti bahwa
pengeluaran dibawah jumlah minimum tersebut harus dibebankan kerugi laba tahun yang berjalan.

Setiapa perusahaan tentunya mempunyai kebijaksanaan kapitalisasi tersendiri, karena


material untuk suatu perusahaan belum tentu material  untuk perusahaan yang lain. Contoh :
sebuah mesin tik dalam suatu biro perjalanan yang kecil mungkin sangat material jumlah nya
sedangkan mesin tik yang sama langsung harus dibebankan kerugi-laba dalamsuatu perusahaan
tambang.

Disamping pengertian aktiva tetap, didalam pembicaraan sehari-hari sering dikenal istilah
barang/ harta tak bergerak yang merupakan lawan dari barang/harta tak bergerak. Harta tak gerak
tidak sama dengan aktiva tetap. Istilah barang gerak dan barang tak gerak merupakan istilah hukum.

Dari uraian diatas jelas bahwa barang tak gerak mungkin merupakan aktiva tetap tapi
mungkin juga tidak. Contoh : tanah tempat usaha merupakan barang tak gerak dan aktiva tetap,
sedangkan kalau tanah tersebut diperjual belikan, maka ia merupakan barang tak gerak tapi bukan
aktiva tetap.

Aktiva tetap dapat dibagi atas tiga kelompok, yakni :

1.      Aktiva tetap yang dicantumkan berdasarkan harga perolehannya, tanpa disusutkan atau dideplesi,
misalnya : tanah dimana gedung kantor atau suatu pabrik terletak.

2.      Aktiva tetap yang disusutkan, misalnya gedung, mesin-mesin, perabot kantor, dll.

3.      Aktiva tetap yang dideplesi misalnya tanah-tanah pertambangan.

2.2 Tujuan Pemeriksaan Aktiva Tetap

Dalam suatu pemeriksaan umum, pemeriksaan atas aktiva tetap mempunyai tujuan sebagai
berikut :

1.      Untuk menentukan bahwa aktiva tersebut memang ada.

2.      Untuk menetapkan hak milik atas aktiva tetap dan apakah aktiva tersebut dijadikan jaminan.
3.      Untuk menentukan apakah penilaian aktiva tersebut adalah sesuai dengan prinsip akuntansi
indonesia.

4.      Untuk menentukan apakah penyusutan telah sesuai dengan prinsip akuntansi indonesia dan apakah
ia telah diterapkan secara konsisten.

2.3 Pengendalian Intern

            Unsur-unsur utama dari sistem pengendalian intern atas aktiva tetap adalah :

1.      Adanya budget untuk pengeluaran bagi aktiva tetap yang disetujui oleh pejabat yang berwenang.
Persetujuan ini biasanya dilakukan dalam berbagai tingkat tergantung dari jenis dan harga aktiva
tetap yang bersangkutan. Contoh : pembelian mesin pabrik yang baru harus mendapat persetujuan
dari dewan komisaris terlebih dahulu sedangkan pembelian mesin tik atau mesin hitung cukup
dengan persetujuan kepala bagian yang membutuhkan perlengkapan tersebut dan direktur
keuangan, dst.

2.      Adanya kebijaksanaan kapitalisasi secara tertulis, yakni yang membedakan antara pengeluaran yang
dianggap sebagai aktiva tetap dan pengeluaran bukan aktiva tetap.

3.      Kebijaksanaan mengenai penjualan aktiva tetap, prosedur pem-besi-tuan aktiva tetap, dan
pemindahan suatu aktiva tetap dari suatu bagian kebagian yang lain, atau dari suatu  lokasi kelokasi
yang lain atau dari suatu anak perusahaan keanak perusahaan lain.

4.      Adanya kartu-kartu aktiva tetap dan inventarisasi atas aktiva tetap secara berkala

5.      Adanya pengendalian dan pengawasan atas aktiva-aktiva kecil dibawah tanggung jawab pejabat
tertentu.

6.      Adanya asuransi kerugian atas aktiva tetap yang bisa rusak karena kabakaran atau bencana lainnya
atau kerugian karena hilang atau dicuri.

2.4 Program Pemeriksaan

1.      Minta dari langganan suatu daftar utama mengenai aktiva tetapnya dengan informasi yang berikut :

Perubahan dalam tahun bertajan

Harga perolehan 31 des Penambahan Pengurangan 31 des tahun


sebelumnya berjalan

Tanah Xxx Xxx Xxx Xxx


Gedung Xxx Xxx Xxx Xxx

Mesin xxx xxx xxx Xxx

Total A B C D

Akumulasi
Penusutan

Tanah Xxx Xxx Xxx Xxx

Gedung Xxx Xxx Xxx Xxx

Mesin xxx xxx xxx Xxx

Total E F G H

Bandingkan total A dan E dengan angka dalam kertas kerja tahun yang lalu dan lakukan footing dan
crossfooting.

2.      Periksa tambahan-tambahan atas aktiva tetap dalam tahun berjalan( yang jumlahnya dalah B )
mengenai hal-hal yang berikut :

a.       Apakah tambahan aktiva tersebut benar ada. Ini dapat dilakukan dengan melihat sendiri adanya
tambahan tersebut.

b.      Adanya persetujuan dari pejabat yang berwenang dan melalui prosedur yang telah ditetapkan.

c.       Bahwa tambahan tersebut dicatat dengan harga perolehan dan kalau dibeli dengan mencicil, seluruh
harga aktiva tersebut telah dicatat dan bagian yang belum dilunasi dicatat sebagai hutang.

d.      Kelengkapan surat-surat atau dokumen pemilikan, misalnya sertifikat tanah dan akte jual beli tanah,
BPKB, dan lain-lain.

3.      Periksa pengurangan-pengurangan aktiva tetap dalam tahun berjalan ( yang berjumlah total C ),
khususnya mengenai :

a.       Persetujuan atau otorisasi atas pengurangan aktiva tetap tersebut misalnya persetujuan untuk
menjual aktiva tetap itu atau untuk menjadikan aktiva tersebut sebagai besi tua.

b.      Kebenaran perlakuan akuntansi, misalnya dalam penetapan untung atau rugi karena penjualan
aktiva tersebut dan penyusutan sampai saat penjualan. Ini juga meliputi pemeriksaaan atas total G.
4.      Periksa tambahan atas cadangan penyusutan ( yang berjumlah total F ). Ini tidak lain merupakan
pemeriksaan perhitungan penyusutan. Yang harus diperhatikan disini adalah konsistensi pemakaian
metode penyusutan, misalnya kalau tahun lalu menggunakan metode penyusutan dengan
presentase tetap atau metode garis lurus, maka metode ini pula yang harus ditetapkan tahun ini.
Juga taksiran umur yang sama harus digunakan untuk aktiva yang bersangkutan.

5.      Seperti penjelasan no 1, akuntansi dapat juga meminta perincian dari masing-masing jenis aktiva
tetap. Ini dapat berupa daftar lengkap aktiva yang bersangkutan atau suatu daftar/ perincian
tambahan dan pengurangan aktiva tetap dalam tahun yang berjalan, jika digabungkan dengan kertas
kerja tahun lalu dapat merupakan daftar lengkap aktiva tetap sampai dengan akhir tahun berjalan.
Jika daftar ini sudah diperoleh, bandingkan informasi dalam daftar ini dengan kartu-kartu aktiva
tetap yang bersangkutan. Bandingkan angka total dalam perincian aktiva tetap tersebut dengan
angka dalam buku besar yang bersangkutan.

6.      Periksa asuransi atas aktiva yang bersangkutan, khususnya mengenai nilai pertanggungan, premi
asuransi, orang atau badan yang mendapatkan ganti kerugian, jenis asuransi, dan apakah polis
asuransi masih dalam masa berlakunya. Badan yang akan mendapatkan ganti rugi belum tentu
langganan yang mempunyai aktiva tersebut, misalnya jika aktiva tersebut juga dijadikan barang
jaminan pada bank. Dalam hal ini biasanya bank meminta agar bank yang menjadi badan yang akan
menerima ganti rugi.

7.      Pada pemeriksaan aktiva tetap sebenarnya sekaligus kita dapat memeriksa perkiraan rugi laba yang
bersangkutan, misalnya :

a.       Biaya penyusutan dan akumulasi penyusutan

b.      Untun g atau rugi karena penjualan aktiva tetap

c.       Kerugian karena pem-besi-tuan aktiva tetap

d.      Kerugian karena bencana yang memusnakan aktiva tetap dan ganti rugi dari perusahaan asuransi

e.       Biaya reparasi mesin-mesi.

8.      Kalau perusahaan juga mempunyai hutang terutama hutang jangka panjang, ada kemungkinan
sebagian atau seluruh aktiva tetap dijadikan jaminan. Hal ini dapat diketahui misalnya dari perjanjian
kredit atau pada waktu pemeriksaan dokumen hak milik, ternyata dokumen ini tidak ada dan
katanya disimpan oleh pemberi kredit. Jika aktiva tetap dijadikan jaminan maka prosedur yang
berikut harus dijalankan :
a.       Pengiriman permintaan pengukuhan saldo (permintaan  konfirmasi ) kepada pemberi kredit, lengkap
dengan permintaan daftar barang jaminan yang ditahan oleh pemberi kredit.

b.      Pinjam polis asuransi dan lihat ada atau tidaknya banker’s clause yang menetapkan bahwa bank
menjadi badan yang akan menerima ganti rugi.

c.       Catat syarat barang jaminan untuk dicantumkan dalam catatan mengenai ikhtisar keuangan sebagai
disclosure dan dalam surat pernyataan pelanggan.

d.      Kalau aktiva tetap itu dihipotekkan, lakukan pemeriksaan kadaster, yaitu dengan meminta
keterangan tertulis tentang status aktiva tersebut dari kantor pendaftaran tanah.

2.5 Penyajian Aktiva Tetap Dalam Ikhtisar Keuangan

1)      Sebaiknya digunakan istilah akumulasi penyusutan dan biaya penyusutan daripada menggunakan
istilah penyusutan saja baik untuk pos neraca maupun pos rugi laba.

2)      Akumulasi penyusutan hendaknya disajikan sebagai pengurangan atas harga perolehan, sehingga
nilai buku dapat dilihat langsung dari neraca. Ada beberapa perusahaan yang mencantumkan
akumulasi penyusutan disebelah kredit neraca dan bukan sebagai pengurangan dari biaya perolehan
aktiva tetap tersebut. Kalau hal ini dilakukan, hendaknya :

a.       Neraca sebelah kiri jangan disebut aktiva dan yang disebelah kanan jangan disebut pasiva melainkan
disebut debet dan kredit. Hal ini disebabkan karena dalam sisi debet dari nerac, aktiva tetap
dinyatakan dalam bentuk harga perolehan tanpa dikurangi akumulasi penyusutan, sehingga untuk
disebut aktiva sisi debet neraca sebenarnya terlalu tinggi ( Overstated ). Juga akumulasi penyusutan
yang diletakkan disebelah kredit neraca bukanlah merupakan hutang atau modal, meskipun bersaldo
kredit.

b.      Cadangan penyusutan hendaknya jangan ditaruh dibawah modal atau laba yang ditahan. Hal ini
mungkin akan menimbulkan salah pengertian seolah-olah direksi menyisihkan pendapatan atau laba
yang ditahan ( seolah-olah merupakan appropriation dari retained earning ).

3)      Dasar penilaian aktiva tetap harus dicantumkan dalam neraca atau dalam catatan mengenai ikhtisar
keuangan. Dasar penelitian yang dapat diterima adalah dasar harga perolehan. Penilaian kembali
tidak sesuai dengan prinsip akuntansi indonesia.

4)      Metode penyusutan yang digunakan juga harus dicantumkan dalam neraca atau catatan ikhtisar
keuangan.
5)      Kebijaksanaan kapitalisasi harus dicantumkan dalam ikhtisar keuangan atau catatan mengenai
ikhtisar keuangan.

6)      Barang-barang yang dijadikan jaminan harus dicantumkan dalam catatan mengenai ikhtisar
keuangan.

7)      Aktiva tetap yang sudah tidak dipakai karena sudah tua atau secara ekonomis tidak dapat lagi
digunakan, tidak boleh dicatat sebagai aktiva tetap dan harus dicatat sebagai aktiva lain dengan
harga besi tua ( salvage value ).

2.6 Masalah-masalah Khusus

1)      Sering terjadi bahwa aktiva tetap dibeli dari atau dibuat oleh perusahaan yang masih berafiliasi
dengan perusahaan/ pelanggan yang diperiksa. Contoh: PT. ABC yang mendapat kredit investasi dari
suatu bank untuk mendirikan hotel, kemudian membuat suatu perusahaan pemborong bangunan
( PT. DEF ) atau PT. PQR yang merupakan suatu usaha patungan ( Joint venture ) antara sebuah
perusahaan indonesia dengan suatu perusahaan asing. Perusahaan asing ini mensupply aktiva tetap
dan aktiva tersebut mungkin barang bekas pakai yang diperbaiki kemudian dikirim ke Indonesia.

Dalam kedua contoh ini ada masalah penetapan harga perolehan yang wajar karena pihak yang
mensupply aktiva tetap tersebut masih berafiliasi dengan perusahaan yang diperiksa. Dalam bahas
inggris transaksi ini disebut related party transaction atau transaksi yang tidak   at arm’s length.

Dalam hal ini harus ada penjelasan ( disclosure ) dalam catatan mengenai ikhtisar keuangan tentang
jenis dan besarnya transaksi tersebut.

2)      Didalam pembahasan prosedur pemeriksaan, disebutkan bahwa akuntan harus melihat adanya
aktiva yang bersangkutan untuk menyakinkan dirinya sendiri bahwa aktiva tersebut memang ada.
Kalau aktiva ini hanya sekedar gedung, mesin tik atau suatu kendaraan bermotor, hal ini masih
mudah, kesukaran sering timbul karena aktiva yang ingin dilihat merupakan suatu perlengkapan
yang tidak begitu dikenal oleh akuntan, sehingga kita tidak dapat memastikan bahwa barang yang
kita lihat memang sungguh-sungguh barang yang hendak dilihat.

Kalau barang tersebut mempunyai catatan teknis yang juga tercetak pada perlengkapan yang
bersangkutan maka ia dapat membandingkan catatan yang ada pada dokumen pembelian dengan
catatan pada perlengkapan. Kalau sistem pengendalian intern dapat dipercaya, akuntan dapat
mencocokkan nomor aktiva tetap berdasarkan register atau kartu aktiva langganan. Kalau akuntan
masih tidak puas ia dapat menggunakan tenaga ahli dalam lapangan yang bersangkutan.
3)      Selain transaksi pembelian yang tidak at arm’s length seperti kasus no 1, mungkin juga ada transaksi
penjualan aktiva tetap yang dilakukan tidak at arm’s length  , misalnya penjualan rumah instansi
pada seorang direktur.

Dalam hal ini akuntan harus melihat prosedur dan kebijakansanaan intern dalam menjual aktiva
pada direkturnya. Akuntan harus sangat berhati-hati kalau peristiwa tersebut terjadi pada
perusahaan yang dijalankan oleh orang-orang yang bukan menjadi pemilik modal, karena transaksi
seperti itu mungkin hanya menguntungkan pribadi direktur tersebut. Kenyataan yang dapat lebih
mencurigakan akuntan dalam hal prosedur intern tidak jelas ialah kalau sebelum rumah tersebut
dijual, rumah tersebut diperbaiki lebih dulu dan biaya perbaikan dibebankan pada perusahaan
sedang harga jual dilakukan dengan nilai buku yang sudah rendah.

4)      Sering dilihat bahwa aktiva tetap dibeli dengan harga yang terlalu tinggi dibandingkan dengan harga
yang umum berlaku untuk barang tersebut pada waktu itu dan ditempat yang sama. Kesulitannya
disini adalah bahwa unsur komisi atau kick back yang telah menambah harga aktiva tetap tersebut
tidak dapat dibuktikan oleh akuntan.

Pimpinan perusahaan atau dewan komisaris seharusnya diberi tahu mengenai keadaan ini, tetapi
bukan dengan pemberitahuan bahwa ada unsur komisi atau kick back melainkan adanya barang
yang dibeli dengan harga yang lebih tinggi. Disini harga pasaran umumnya dan sumber harga
tersebut sebaiknya juga dicantumkan. Kalau barang-barang tersebut dapat ditenderkan dan
pembelian tersebut dilakukan tanpa tender hal ini juga harus dicantumkan dalam surat komentar
akuntan.

5)      Didalam salah satu prosedur pemeriksaan diatas disebutkan bahwa akuntan harus menelaah jumlah
pertanggungan asuransi untuk menentukan apakah jumlah pertanggungan itu cukup, kurang atau
bahkan lebih. Hal ini bukanlah hal yang mudah, dan sangatlah tidak bijaksana untuk menentukan
kecukupan jumlah pertanggungan asuransi dengan sekedar membandingkan nilai buku aktiva tetap
itu dengan jumlah pertanggungannya atau dengan membandingkan jumlah pinjaman ( misalnya dari
bank ) dengan jumlah pertanggungannya.

Membandingkan nilai buku dengan jumlah pertanggungan mempunyai kelemahan sebagai berikut :

a.       Nilai buku tidak mencerminkan harga atau nilai aktiva yang bersangkutan. Misalnya, jika aktiva tetap
tersebut sudah disusutkan penuh, nilai bukanya nol. Perbandingan antara jumlah pertanggungan
dengan nilai buku dapat memberi kesan seolah-olah jumlah pertanggungan terlalu besar.

b.      Misalkan aktiva tetapnya masih baru sehingga nilai buku masih menggambarkan nilai aktiva tetap.
Membandingkan nilai buku dengan jumlah pertanggungan belum tentu memberikan gambaran
mengenai kecukupan jumlah pertanggungan. Contoh : dalam industri tekstil, harga bangunan yang
sangat tinggi disebabkan karena perlunya fondasi bangunan yang khusus. Kalau terjadi kebakaran
ditaksir fondasi ini masih tetap dapat dipertahankan sehingga tidak perlu jumlah pertanggungannya
sama dengan nilai buku aktiva baru.

Membandingkan nilai buku dengan persyaratan kredit bank juga tidak selalu tepat. Bank misalnya
dapat mensyaratkan jumlah barangg jaminan 150% dari jumlah debetstand hutang dan karenanya
jumlah pertanggungan juga dibuat 150% dari debetstand. Jumlah pertanggungan ini mungkin cukup,
mungkin kurang atau mungkin juga berlebihan, karena jumlah pertanggungan yang cukup tidaklah
mempunyai hubungan langsung dengan persyaratan kredit bank.

6)      Dimuka disebutkan bahwa nilai aktiva tetap yang sesuai dengan prinsip akuntansi indonesia adalah
harga perolehan atau harga historis. Kalau pemegang saham mempunyai gedung yang mempunyai
harga historis Rp. 2.500.000 tapi bernilai Rp. 25.000.000 pada saat ini, gedung tersebut dujadikannya
sebagai penyetoran modal, ia tentu saja dapat mengatakan bahwa penyetoran modal nya bernilai
Rp. 25.000.000 dan bukan Rp. 2.500.000. dalam hal ini dari segi si pemegang saham harga Rp.
25.000.000 adalah harga penilaian kembali ( appraised value ) tapi untuk PT harga Rp. 25.000.000
dalah harga perolehan. Sehingga kalau kita memeriksa PT tadi, penilaian aktiva tetapnya adalah
sesuai dengan prinsip akuntansi indonesi. Tapi disini perlu ada catatan mengenai related Party
transaction tersebut.

7)      Penyusutan aktiva tetap berdasarkan prinsip akuntansi belum tentu sama dengan umur aktiva yang
disebutkan dalam peraturan perpajakan. Akuntan atau pembantunya harus menyusun suatu kertas
kerja yang merekonsiliasi penyusutan menurut prinsip akuntansi dan penyusutan untuk keperluan
pajak.

2.7 Pengujian Subtantif Atas Saldo Aktiva Tetap

Rekening aktiva tetap digunakan untuk menampung pencatatan atas aktiva perusahaan atau
organisasi yang mempunyai manfaat ekonomis lebih dari satu tahun. Aktiva-aktiva yang termasuk
dalam katagori ini antara lain, tanah, bangunan, jalan, jembatan, bangunan air, instalasi dan
jaringan, mesin, peralatan, kendaraan, serta mebel. Aktiva tersebut tidak akan habis dalam waktu
satu tahun. Rekening nominal yang berkaitan erat dengan aktiva tetap adalah biaya depresiasi,
perbaikan, dan sewa gedung atau aktiva lainnya.

Aktiva tetap sering kali merupakan komponen terbesar dari total aktiva dalam neraca
perusahaan atu organisasi. Biaya-biaya yang berhubungan dengan aktiva tetap merupakan faktor
yang material dalam laporan rugi laba. Pemeriksaan terhadap aktiva tetap memakan waktu dan
biaya yang relatif labih sedikit dibandingkan dengan pemeriksaan aktiva lancar.

Dalam audit atas aktiva tetap , auditor harus memisahkan pengujian kedalam katagori
berikut :

1)      Melaksanakan prosedur analitis

Jenis prosedur analitis tergantung pada sifat operasi klien. Prosedur analitis untuk aktiva tetap :

Prosedur analitis Salah saji yang mungkin

Membandingkan beban penyusutan yang Salah saji beban penyusutan dan


dibagi dengan biaya aktiva tetap kotor akumulasi penyusutan
dengan tahun sebelumnya

Membandingkan akumulasi penyusutan Salah saji akumulasi penyusutan


yang dibagi dengan biaya aktiva tetap
kotor dengan tahun sebelumnya

Membandingkan reparasi dan Membebankan jumlah yang harus


pemeliharaan bulanan atau tahunan, dikapitalisasi
beban perlengkapan, beban peralatan
kecil, dan akun-akun serupa dengan tahun
sebelumnya

Membandingkan biaya manufaktur kotor Peralatan yang menganggur atau


yang dibagi dengan beberapa ukuran peralatan yang disingkirkan tetapi belum
produksi dengan tahun sebelumnya dihapus

2)      Memverifikasi akuisisi tahun berjalan

Perusahaan harus mencatat penambahan selama tahun berjalan dengan benar karena aktiva
memiliki pengaruh jangka panjang terhadap laporan keuangan. Kegagalan untuk mengkapitalisasi
aktiva tetap, atau mencatat akuisisi pada jumlah yang salah, akan mempengaruhi neraca sehingga
perusahaan melepas atau membuang aktiva itu. Laporan laba rugi juga akan terpengaruh hingga
aktiva itu telah sepenuhnya disusutkan.

Karena pentingnya akuisis periode berjalan dalam audit aktiva tetap, auditor menggunakan tujuh
dari delapan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo sebagai kerangka referensi bagi pengujian
atas rincian saldo: (1) eksistensi (2) kelengkapan (3) keakuratan (4) klasifikasi (5) pisah batas (6)
detail tie-in (7) serta hak dan kewajiban.

Tujuan audit yang berkaitan dengan saldo dan pengujian audit yang umum ditunjukkan pada tabel
dibawah ini :
Tujuan audit yang Pengujian atas rincian Komentar
berkaitan dengan saldo saldo yang umum

Akuisisi tahun berjalan Memfooting skedul Memfooting skedul akuisisi


dalam skedul akuisisi sama akuisisi. dan menelusuri setiap
dengan jumlah file induk akuisisi yang harus dibatasi
Menelusuri setiap akuisisi
terkait, dan totalnya sama kecuali pengendaliannya
dengan buku besar umum ke file induk untuk melihat lemah.
jumlah an deskripsinya.
(detail tie-in)
Semua kenaikan saldo buku
Menelusuri total kebuku besar umum selama tahun
besar umum. tersebut harus
direkonsiliasi dengan
skedul

Akuisisi tahun lalu berjalan Memeriksa faktur vendor Bukanlah hal yang umum
seperti yang tercantum dan laporan penerimaan. untuk memeriksa secara
dalam daftar memang ada fisik aktiva yang diperoleh
Memeriksa aktiva secara
(eksistensi) kecuali pengendaliannya
fisik. lemah atau jumlahnya
meterial

Akuisisi yang ada telah Memeriksa faktur vendor Tujuan ini merupakan salah
dicatat (kelengkapan) yang berhubungan erat satu yang paling penting
dengan akun seperti untuk aktiva tetap
reparasi dan pemeliharaan
untuk mengungkapkan
item-item yang akan
menjadi aktiva tetap.

Mereview perjanjian lease


dan sewa.

Akuisisi tahun berjalan Memeriksa vendor Luasnya tergantung pada


yang ada dalam daftar resiko inheren dan
sudah akurat. (keakuratan) efektifitas pengendalian
internal.

Akuisisi tahun berjalan Memeriksa faktur vendor Tujuannya berkaitan erat


yang ada dalam daftar dalam akun aktiva tetap dengan pengujian untuk
telah diklasifikasikan untuk mengungkapkan kelengkapan. Hal ini
dengan benar. (klasifikasi) item-item yang harus dilakukan dalam kaitannya
diklasifikasikan sebagai dengan tujuan tersebut
aktiva tetap kantor, pabrik, dan pengujian untuk
dll. keakuratan.

Memeriksa faktur vendor


yang berhubungan erat
dengan akun seperti
reparasi untuk
mengungkapkan item-item
yang akan menjadi aktiva
tetap.

Memeriksa beban sewa


dan lease untuk lease yang
dapat dikapitalisasi.

Akuisis tahun berjalan Mereview transaksi yang Biasanya dilakukan sebagai


dicatat pada periode yang mendekati tanggal neraca bagian dari pengujian pisah
benar (pisah batas). pada periode yang benar. batas utang usaha.

Klien memiliki hak atas Memeriksa faktur vendor Biasanya tidak ada masalah
akuisisi tahun berjalan untuk aktiva tetap.
(hak)
Akte properti, aktiva tidak
berwujud, dan tagihan
pajak sering kali diperiksa
untuk tanah dan bangunan
utama.

Titik awal untuk memverifikasi akuisisi tahun berjalan umumnya merupakan sebuah skedul yang
diperoleh dari klien menyangkut semua akuisisi yang dicatat pada akun aktiva tetap dibuku besar
umum selama tahun tersebut. Klien memperoleh informasi ini dari file induk aktiva tetap. Skedul
yang tipikal memuat deskripsi, notasi apakah barang tersebut baru atau bekas, umur aktiva untuk
tujuan penyusutan, metode penyusutan, dan biaya atau harga perolehannya.

3)      Memverifikasi pelepasan tahun berjalan

Transaksi yang melibatkan pelepasan aktiva tetap sering kali disalahsajikan apabila pengendalian
internal perusahaan tidak memiliki metode formal untuk memberi tahu manajemen tentang
penjualan, tukar tambah, pengabaian, atau pencurian mesin dan peralatan yang tercatat. Jika klien
lalai mencatatpelepasan, biaya awal akun aktiva tetap akan dinyatakan terlalu tinggi, dan nilai buku
bersih akan dinyatakan terlalu tinggi hingga aktiva telah disusutkan sepenuhnya. Metode formal
untuk menelusuri pelepasan dan provisi menyangkut otorisasi yang tepat atas penjualan atau
pelepasan aktiva akan membantu mengurangi resiko salah saji. Juga harus ada verifikasi internal
yang memadai atas pelepasan yang tercatat untuk memastikan bahwa aktiva telah dihapus dengan
benar dari catatan akuntansi.

Tujuan utama auditor dalam memverifikasi penjualan, tukar tambah, atau pengabaian aktiva tetap
adalah untuk mengumpulkan bukti yang cukup bahwa semua pelepasan telah dicatat dan pada
jumlah yang benar. Titik awal untuk memverifikasi pelepasan adalah skedul klien yang berisi catatan
tentang pelepasan itu. Skedul tersebut umumnya mencantumkan tanggal kapan aktiva dilepas atau
dibuang, nama orang atau perusahaan yang mengakuisisi aktiva, harga jual, biaya awal, tanggal
akuisis dan akumulasi penyusutan.

Ketika suatu aktiva dijual atau dibuang begitu saja tanpa ditukar dengan aktiva pengganti,
keakuratan transaksi dapat diverifikasi dengan memeriksa faktur penjualan terkait dan file induk
aktiva tetap. Auditor harus membandingkan biaya dan akumulasi penyusutan yang ada dalam file
induk dengan ayat jurnal yang tercatat dalam jurnal umum serta menghitung kembali keuntungan
atau kerugian atas pelepasan aktiv a sebagai perbandingan dengan catatan akuntansi. Jika terjadi
tukar tambah aktiva dengan aktiva pengganti, auditor harus memastikan bahwa aktiva yang baru
dikapitalisasi dan aktiva yang digantikan dihapus secara layak dari catatan, dengan
mempertimbangkan nilai buku aktiva yang ditukar tambah dan biaya tambahan aktiva yang baru.

4)      Memverifikasi saldo akhir akun aktiva

Dua tujuan auditor ketika mengaudit aktiva tetap termasuk menentukan bahwa :

a.       Semua aktiva tetap yang tercatat ada secara fisik pada tanggal neraca

b.      Semua aktiva tetap yang dimiliki telah dicatat.

Ketika merancang pengujian audit untuk memenuhi tujuan tersebut, pertama auditor
mempertimbangkan sifat pengendaliaqn internal terhadap aktiva tetap. Idealnya, auditor mampu
menyimpulkan bahwa pengendalian cukup kuat untuk memungkinkannya bergantung pada saldo
yang dicatat dari tahun sebelumnya. Pengendalian yang penting meliputi penggunaan file induk
untuk setiap aktiva tetap, pengendalian fisik yang memadai terhadap aktiva yang mudah
dipindahkan ( seperti, komputer, perkakas, dan kendaraan ), penulisan nomor identifikasi kesetiap
aktiva tetap, serta perhitungan fisik periodik atas aktiva tetap dan rekonsiliasinya oleh personil
akuntansi. Metode formal untuk memberi tahu departemen akuntansi tentang semua pelepasan
aktiva tetap juga merupakan pengendalian yang penting terhadap saldo aktiva yang dicatatketahun
berjalan.

5)      Memverifikasi beban penyusutan

Beban penyusutan merupakan salah satu dari beberapa akun beban yang tidak diverifikasi sebagai
bagian dari pengujian pengendalian dan pengujian subtantif atas transaksi. Jumlah yang tercatat
ditentukan dengan alokasi internal dan bukan oleh transaksi pertukaran dengan pihak luar. Jika
beban penyusutan berjumlah material, akan diperlukan lebih banyak pengujian yang terinci atas
beban penyusutan ketimbang untuk akun yang telah diverifikasi melalui pengujian pengendalian dan
pengujian subtantif atas transaksi.

Tujuan audit Yng berkaitan dengan saldo yang paling penting untuk beban penyusutan adalah
keakuratan. Auditor harus berfokus pada penentuan apakah klien mengikuti kebijakan penyusutan
yang konsisiten dari periode ke periode, dan apakah perhitungan klien sudah benar.

Dalam menentukan hal yang pertama, auditor harus mempertimbangkan empat aspek:

1.      Umur manfaat akuisisi periode berjalan

2.      Metode penyusutan

3.      Estimasi nilai sisa

4.      Kebijakan penyusutan aktiva dalam tahun akuisisi dan disposisi

Kebijakan klien dapat ditentukan melalui diskusi dengan personil yang berwenang dan
membandingkan responnya dengan informasi yang ada dalam file permanen auditor. Dalam
memutuskan kelayakan umur manfaat yang dibebankan ke aktiva yang baru saja diakuisisi, auditor
harus mempertimbangkan umur fisik aktiva, umur yang diharapkan, ( dengan memperhatikan
keusangan atau kebijakan normal perusahaan untuk meningkatkan mutu aktiva tetap ), dan
kebijakan perusahaan yang ditetapkan menyangkut pertukaran peralatan.

6)      Memverifikasi saldo akhir akumulasi penyusutan

Pendebetan ke akumulasi penyusutan biasanya diuji sebagai bagian dari audit atas pelepasan
aktiva, sementara kredit diverifikasi sebagai bagian dari beban penyusutan. Jika auditor menelusuri
transaksi tertentu ke catatan akumulasi penyusutan dalam file induk aktiva tetap sebbagai bagian
dari pengujian tersebut, maka hanya diperlukan sedikit pengujian tambahan atas saldo akhir
akumulasi penyusutan.

Dua tujuan yang biasanya ditekankan dalam audit atas saldo akhir akumulasi penyusutan adalah :

1.      Akumulasi penyusutan yang dinyatakan pada file induk aktiva tetap sama dengan buku besar umum.
Tujuan ini dapat dipenuhi dengan menguji footing akumulasi penyusutan dalam file induk aktiva
tetap dan menelusuri totalnya kebuku besar umum.

2.      Akumulasi penyusutan dalam file induk sudah akurat.

Dalam beberapa kasus, umur aktiva tetap khusunya properti pabrik mungkin saja berkurang
secara signifikan kerena umumnya permintaan pelanggan atas produk, kerusakan fisik yang tidak
terduga, modifikasi operasi, atau perubahan lainnya. Berdasarkan kemungkinan-kemungkinan
tersebut, auditor harus mengevaluasi kememadaian penyisihan untuk akumulasi penyusutan setiap
tahun guna memastikan bahwa nilai buku bersih tidak melampaui nila realisasi aktiva.

2.8 Penetapan Resiko Deteksi

 Jenis aktiva tetap yang berbeda mempunyai resiko bawaan dan resiko pengendalian yang
juga berbeda. Resiko bawaan untuk tanah adalah lebih rendah dibandingkan resiko bawaan untuk
kendaraan maupun bangunan. Hal ini diakibatkan oleh kerentanan dalam pengendalian dan
kerumitan dalam perhitungan dari estimasi umur ekonomis dan nilai residualnya. Variasi dalam
resiko bawaan dan resiko pengendalian antar berbagai aktiva tersebut perlu diperhatikan oleh
auditor dengan menentukan tingkat resiko deteksi yang tepat untuk masing-masing pernyataan.
Disamping itu, terdapat berbagai faktor lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya resiko bawaan.
Resiko bawaan pada pernyataan penilaian atau pengalokasian adalah relatif tinggi pada pembelian
aktiva tetap dengan menggunakan kredit jangka panjang.

Resiko pengendalian aktiva tetap pada umumnya relatif rendah karena transaksi ini jarang
terjadi dan terdapat otorisasi pimpinan atas pembelian aktiva tetap yang penting. Meskipun resiko
pengendaliannya rendah sehingga resiko deteksinya ditetapkan pada tingkat yang tinggi, auditor
perlu menggunakan pendekatan pengutamaan pengujian subtantif. Hal ini disebabkan karena
transaksi pembelian aktiva tetap secara individual memiliki pengaruh yang material terhadap
laporan keuangan. 

2.9 Sebuah Kasus Audit Asset Tetap

Pada Desember 2006 Indonesia Corruptin Watch (ICW) melaporkan kasus dugaan korupsi ke
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam ruislaag (tukar guling) antara asset PT. Industri Sandang
Nusantara (ISN), sebuah BUMN yang bergerak di bidang tekstil, dengan asset PT. GDC, sebuah
perusahaan swasta. 

Dalam ruislaag tersebut PT. ISN menukarkan tanah seluas 178.497 meter persegi di kawasan
Senayan dengan Tanah seluas 47 hektar beserta Pabrik dan mesin di karawang.

Berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) semester II Tahun Anggaran
1998/1999, menyatakan ruislaag itu berpotensi merugikan keuangan Negara sebesar Rp. 121,628
miliar.

Kerugian itu terdiri dari kekurangan luas bangunan pabrik dan mesin milik PT. GDC senilai
Rp. 63,954 miliar, berdasarkan penilaian aktiva tetap oleh PT. Sucofindo pada 1999; penyusutan nilai
asset pabrik milik PT. GDC senilai Rp. 31,546 miliar; dan kelebihan perhitungan harga tanah senilai
Rp. 0,127 miliar. Selain itu juga ditemukan bahwa terdapat nilai saham yang belum dibayarkan oleh
PT. GDC sebesar Rp. 26 miliar.

Telaah Kasus

Dalam kasus Ruislaag di atas, karena ketidakjelasan prosedur dan syarat-syarat tukar guling
asset, sehingga sangat rawan untuk diselewengkan.

Seharusnya keputusan Tukar Guling tidak hanya menjadi wewenang salah satu pejabat saja,
melainkan melibatkan beberapa pejabat sebagai pengendali dan control yang baik. Selain itu juga
diperlukan sebuah aturan baku oleh perusahaan mengenai tukar guling, sehingga kemungkinan
penyelewengan menjadi berkurang.

Diperlukan juga control dari lembaga bersangkutan terhadap penelitian tim penilik yang
meneliti kelengkapan mengenai status asset, dokumen kelengkapan asset, sehingga tidak ada
manipulasi dari nilai asset tersebut serta proses tukar menukar.

Walaupun menggunakan jasa Appraisal, penilaian asset tetap juga tetap harus diawasi untuk
mencegah kecurangan-kecurangan.

Dari kasus diatas dapat dibuktikan bahwa PT. ISN memiliki pengendalian intern yang sangat
buruk. Sehingga PT. ISN rawan dicurangi oleh rekanan-rekanan bisnisnya maupun oleh oknum-
oknum pejabat perusahaan yang ingin mengambil keuntungan. Oleh karena itu hal pertama yang
harus dibenahi oleh PT. ISN adalah soal Pengendalian Internnya

BAB III

PENUTUP
3.1    Kesimpulan

1)      Aktiva Tetap merupakan aset suatu perusahaan yang berwujud, yang digunakan
untuk      kegiatan operasional perusahaan dalam jangka waktu lebih dari satu periode.

2)      Dari sudut substansi, aktiva tetap dapat dibagi menjadi:

a)      Tangible Assets  atau aktiva berwujud seperti lahan, mesin, gedung, dan peralatan.
b)      Intangible Assets  atau aktiva yang tidak berwujud sepertiGoodwill, hak paten, hak    cipta, dan lain-
lain.

Dari  sudut disusutkan atau Tidak dapat dibagi menjadi :

a)      Depreciated Plant Assets  yaitu aktiva tetap yang dapat disusutkan seperti bangunan,   peralatan,
mesin, inventaris, dan lain-lain.

b)      Undepreciated Plant Assets  yaitu aktiva tetap yang tidak disusutkan seperti tanah.

             Berdasarkan jenis dapat dibagi menjadi:

a.      Tanah yang diatasnya didirikan bangunan atau digunakan operasi, misalnya sebagai lapangan,
halaman, tempat parkir dan lain sebagainya.

b.       Bangunan, baik bangunan kantor, toko maupun bangunan untuk pabrik;

c.       Mesin;

d.      Inventaris;

e.       Kendaraan dan perlengkapan atau alat-alat lainnya.

3)      Tujuan pengujian substantif terhadap saldo aktiva tetap:

         Memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang berkaitan dengan aktiva tetap

         Membuktikan kebenaran aktiva tetap dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan aktiva tetap
yang dicantumkan dineraca.

         Membuktikan hak kepemilikan klien atas aktiva tetap yang dicantumkan di neraca.

         Membuktikan kewajaran penilaian aktiva tetap yang dicantumkan dineraca.

         Membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan aktiva tetap dineraca.

4)      Prosedur audit atas aktiva tetap

         Prosedur audit awal

         Pengujian analitik

         Pengujian terhadap transaksi rinci


         Pengujian terhadap saldo akun rinci

         Verifikasi penyajian dan pengungkap.

3.2 Saran

        I.            Mahasiswa dan masyarakat luas harus lebih memahami bagaimana ketentuan-ketentuan mengenai
aktiva tetap agar tidak terjadi kesalahan pada pemahaman terhadap aktiva tetap.

      II.              Auditor harus mengaudit sesuai dengan prosedur audit agar tidak terjadi kesalahan dalam
pengauditan.

 III.            Akuntan harus memahami dengan baik bagaimana pencatatan aktiva tetap yang baik dan benar agar
tidak terjadi salah pencatatan dalam transaksi keuangan.

DAFTAR PUSTAKA
AlvinA.Arens, RandalJ.Elder, & MarkS.Beasley. (2008). Auditing dan Jasa Assurance.Jakarta: Erlangga.

IndraBastian. (2006). Audit Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.

TheodorusM.TuanaKotta. (1982). Auditing petunjuk pemeriksaan akuntan publik.Jakarta: Lembaga penerbit


Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia .

 http://iipsaja.blogspot.com/2009/04/contoh-kasus-audit-fixed-asset.

SOURCE: http://meilya-yessy4.blogspot.co.id/2014/04/makalah-audit-aktiva-tetap.html

Makalah Audit terhadap Aktiva tetap


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
   Secara umum tujuan utama didirikannya sebuah perusahaan adalah untuk
memperoleh laba yang optimal atas investasi yang telah ditanamkan dan dapat
mempertahankan kelancaran usaha dalam jangka waktu yang panjang. Salah satu investasi
tersebut adalah aktiva yang digunakan dalam kegiatan normal perusahaan yaitu aktiva yang
mempunyai umur ekonomis lebih dari satu tahun. Untuk mencapainya diperlukan
pengelolaan  yang efektif  dalam penggunaan, pemeliharaan maupun pencatatan
akuntansinya.
Bersama dengan berlalunya waktu nilai ekonomis suatu aktiva tetap tersebut harus
dapat dibebankan secara tetap dan salah satu caranya adalah dengan menentukan metode
penyusutan. Untuk itu perlu diketahui apakah metode penyusutan yang telah diterapkan  oleh
perusahaan telah memperhatikan perubahan nilai aktiva tetap yang menurun yang disebabkan
karena berlalunya waktu atau menurunnya manfaat yang diberikan aktiva tersebut.
Aktiva tetap biasanya merupakan bagian investasi yang cukup besar dalam jumlah
keseluruhan asset perusahaan. Besarnya investasi yang ditanamkan dalam aktiva tetap
menjadikan aktiva tetap itu perlu mendapatkan perhatian yang serius. Tidak hanya pada
penggunaan dan operasinya saja tetapi juga dalam akuntansinya yang biasanya mencakup
perolehan aktiva tetap, penghentian atau pelepasan aktiva tetap, serta penyajian dan
pengungkapannya dalam laporan keuangan.

Oleh karena itu, perlunya untuk mengetahui serta memahami secara rinci tentang aktiva
tetap baik aktiva tetap berwujud maupun tidak berwujud. Dengan cara demikian kita mampu
mengaplikasikan apa saja yang terdapat di dalam aktiva tetap sebuah perusahaan. Namun
untuk mendapatkan rincian yang baik terhadap aktiva tetap, diperlukan pengendalian
terhadap aktiva berupa pengujian substantif. Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan
membahas tentang Audit terhadap Siklus Pengeluaran: Pengujian Substantif terhadap Aktiva
Tetap.

1.2.            Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan dari penulisan makalah ini sebagai
berikut :
         Apakah yang dimaksud dengan aktiva tetap dan bagaimana penggolongan aktiva tetap?
         Apa saja transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap?
         Apa perbedaan karakteristik aktiva tetap dengan aktiva lancar?
         Apa perbedaan pengujian substantif aktiva tetap dengan aktiva lancar?
         Bagaimana pengujian substantif terhadap aktiva tetap dalam audit yang pertama kalinya?
         Bagaimana Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) penyajian aktiva tetap?
         Apa saja tujuan pengujian substantif aktiva tetap?
         Bagaimana prosedur audit aktiva tetap?

1.3.            Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
         Untuk mengetahui dan memahami pengertian dan penggolongan aktiva tetap.
         Untuk mengetahui dan memahami bentuk transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap.
         Untuk mengetahui dan memahami perbedaan karakteristik aktiva tetap dengan aktiva lancar.
         Untuk mengetahui dan memahami perbedaan pengujian substantifaktiva tetap dengan aktiva
lancar.
         Untuk mengetahui dan memahami pengujian substantif terhadap aktiva tetap dalam audit
yang pertama kalinya.
         Untuk mengetahui dan memahami Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) penyajian
aktiva tetap.
         Untuk mengetahui dan memahami tujuan pengujian substantif aktiva tetap.
         Untuk mengetahui dan memahami prosedur audit aktiva tetap.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.      Aktiva Tetap
2.1.1.   Pengertian Aktiva Tetap
            Aktiva tetap ialah aktiva tetap berwujud yang mempunyai nilai guna ekonomis jangka
panjang, dimiliki perusahaan untuk menjalankan operasi guna menunjang perusahaan dalam
mencapai tujuan dan dimiliki perusahaan tidak untuk dijual kembali agar diperoleh laba atas
penjualan tersebut.         
            Menurut Zaki Baridwan (1992, hal 271) menjelaskan : “Aktiva tetap berwujud yang
sifatnya relatif permanen (menunjukkan sifat bahwa aktiva yang bersangkutan dapat
digunakan dalam jangka waktu yang relatif cukup lama) yang digunakan dalam kegiatan
perusahaan”.
            Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2002, Nomor 16.2 Paragraf 05) “Aktiva tetap
adalah aktiva tetap berwujud yang digunakan dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun
terlebih dahulu yang digunakan dalam operasi perusahaan. Tidak dimaksudkan untuk dijual
dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu
tahun”.
            Dari definisi diatas dapat disimpulkan sifat-sifat tetap berwujud digunakan dalam
operasional perusahaan, tidak untuk diperdagangkan, umur ekonomi lebih dari satu tahun
yang sifatnya relatif tetap atau permanen dan berwujud fisik artinya dapat dilihat dan
dirasakan dengan panca indera.
2.1.2.   Penggolongan Aktiva Tetap
            Aktiva tetap yang dimiliki perusahaan banyak jenisnya, untuk tujuan akuntansi maka
perlu penggolongan aktiva tetap sesuai dengan kebutuhan dan fungsi masing-masing.

            Menurut Harahap (2002:22) : “Penggolongan aktiva tetap dibagi menjadi berbagai


sudut, antara lain :
1.      Sudut Substansi, aktiva tetap dapat dibagi:
a.       Tangible Assets  atau aktiva berwujud seperti lahan, mesin, gedung, dan peralatan.
b.      Intangible Assets  atau aktiva yang tidak berwujud seperti HGU, GB,Goodwill-
Pattens,                            Copyright, Hak Cipta, Franchise, dan lain-lain.
2.      Sudut Disusutkan atau Tidak:
a.       Depreciated Plant Assets yaitu aktiva tetap yang dapat disusutkan seperti
bangunan,                                  peralatan, mesin, inventaris, dan lain-lain.
b.      Undepreciated Plant Assets yaitu aktiva tetap yang tidak disusutkan seperti tanah.
3.      Berdasarkan jenis dapat dibagi sebagai berikut:
a.       Lahan
       Lahan adalah bidang tanah terhampar baik yang merupakan tempat bangunan
maupun                         yang masih kosong. Dalam akuntansi apabila ada lahan yang
didirikan bangunan                                  di atasnya harus dipisahkan pencatatannya dari lahan
itu sendiri.
b.      Bangunan Gedung
       Gedung adalah bangunan yang terdiri di atas bumi ini baik di atas tanah/
air.                                        Pencatatannya harus terpisah dari lahan yang menjadi lokasi
gedung itu.
c.       Mesin
       Mesin termasuk peralatan-peralatan yang menjadi bagian dari mesin
yang                                                   bersangkutan.
d.      Kendaraan
      Semua jenis kendaraan seperti alat pengangkutan, truk, traktor, mobil, kendaraan
roda                        dua, dan lain-lain.
e.       Perabot
       Dalam jenis ini termasuk perabot kantor, perabot laboraturium, perabot pabrik
yang                              merupakan isi dari suatu bangunan.

f.       Peralatan
       Peralatan yang dianggap merupakan  alat-alat besar yang digunakan dalam
perusahaan                 seperti inventaris kantor, inventaris pabrik, inventaris laboraturium,
inventaris gudang,                       dan lain-lain.
g.      Prasarana
                Di Indonesia merupakan kebiasaan bahwa perusahaan membuat klasifikasi
khusus                               prasarana seperti jalan, jembatan, roil, pagar, dan lain-lain.”

          Menurut Harnanto (2002:314) : “Penggolongan aktiva tetap di bagi menjadi tiga


kelompok atau bagian yaitu :
1.      Aktiva tetap berwujud yang umur atau masa kegunaannya tidak terbatas.
Termasuk                       dalam kelompok ini adalah tanah yang dipakai sebagai tempat
kedudukan bangunan                           pabrik, bangunan gedung, dan bangunan kantor.
2.      Aktiva berwujud yang umur atau masa kegunaannya terbatas, dan dapat diganti
dengan                aktiva sejenis apabila masa kegunaan telah berakhir. Termasuk dalam
kelompok ini                 adalah bangunan, mesin dan alat pabrik, mebel dan perlengkapan
kantor, dan                                          kendaraan.
3.      Aktiva tetap yang umur dan masa kegunaannya terbatas, dan tidak dapat
diganti                            dengan aktiva sejenis apabila masa kegunaannya telah habis.
Termasuk dalam                                        kelompok ini adalah sumber alam, seperti
tambang.”

2.2.      Transaksi yang Bersangkutan dengan Aktiva Tetap


            Transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap sebagai berikut:
                                                             Aktiva Tetap
Pemerolehan Penghentian Pemakaian
Pengeluaran Modal Penjualan
Revaluasi Pertukaran
Pertukaran

                                               Depresiasi Akumulasian Aktiva Tetap


Penghentian Pemakaian Depresiasi
Penjualan
Pertukaran

            Jurnal-jurnal transaksi yang menyangkut perubahan aktiva tetap dan akun depresiasi
akumulasian yang bersangkutan adalah sebagai berikut:
1. Transaksi pemerolehan aktiva tetap.
            Aktiva Tetap                                                   xx
                        Kas                                                                  xx
2. Transaksi pengeluaran modal (capital expenditure).
            Aktiva Tetap                                                               xx         
                        Kas                                                                              xx
3. Transaksi depresiasi aktiva tetap.
            Biaya Depresiasi                                                         xx
                        Depresiasi Akumulasian Aktiva tetap                         xx
4. Transaksi penghentian pemakaian aktiva tetap.
            Depresiasi Akumulasian Aktiva Tetap                        xx
            Rugi Penghentian Pemakaian Aktiva Tetap               xx
                        Aktiva Tetap                                                               xx
5. Transaksi reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap.
            Biaya Reparasi dan Pemeliharaan Aktiva Tetap                     xx
                        Kas                                                                              xx
                        Sediaan Suku Cadang                                                 xx
                        Gaji dan Upah                                                             xx
                        Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan                  xx
Contoh soal:
1. Pembelian Aktiva tetap secara tunai dalam kondisi yang normal (Pembelian 1 (satu) jenis
aktiva tetap Pada tanggal 1 februari 2013 PT Kali jaya yang bergerak dalam bidang
Peternakan ayam Membeli sebuah mobil angkut yang akan difungsikan untuk pemasaran
ayam dan telur ayam seharga Rp. 40.000.000, Berdasarkan transaksi ini buatlah jurnal umum
yang disusun oleh PT Kali Jaya!
2. Pembelian Aktiva Tetap secara tunai dimana aktiva yang dibeli lebih dari satu jenis tetapi
dibeli dalam satu harga. Seorang usahawan membeli gedung di atas sebidang tanah yang
luasnya 200 m sedangkan luas gedung 60 m dengan harga Rp 240.000.000. Berdasarkan info
pasar harga tanah per 1 meter adalah Rp 1000.000 dan menurut tipe gedung harga per meter
Rp 1.200.000. Diminta, buatlah perhitungan Harga Perolehan aktiva tetap yang dibeli dan
susunlah jurnal pembelian aktiva tetap tersebut!
3. Pembelian Aktiva tetap dengan angsuran dimana harga Tunai aktiva tetap yang dibeli
diketahui. Aktiva tetap dengan jenis kendaraan dengan harga tunai Rp 50.000.000 dibeli
secara mengangsur selama 60 kali bulanan dengan uang muka Rp 5000.000 dan bunga 12%
per tahun. Diminta; Perhitungan dan jurnal-jurnal yang diperlukan atas pembelian aktiva
tetap tersebut!
4. Cara perolehan aktiva tetap dengan cara pertukaran dimana aktiva tetap yang ditukar
berbeda jenis. Aktiva tetap mesin yang harga perolehannya Rp 20.000.000 sudah disusutkan
sebesar Rp 5000.000 ditukarkan dengan aktiva tetap kendaraan yang harga perolehannya Rp
25.000.000 belum ada penyusutan (Kendaraan Baru). Apabila Aktiva tetap mesin diakui
(harga pasar) nilainya sebesar Rp 16.000.000, maka buatlah perhitungan dan jurnal yang
diperlukan atas pertukaran aktiva tetap tersebut!
5. Cara Perolehan Aktiva tetap dengan cara pertukaran dimana aktiva yang ditukarkan
sejenis. Perusahaan Pak Subkhan ingin menukar mesin lamanya dengan mesin baru. Harga
perolehan mesin lama $ 4000 dengan penyusutan $3200 dan harga pasar mesin tersebut
$1.100. Mesin baru yang diinginkan pak Subkhan mempunyai harga perolehan $5000.
Berdasarkan data tersebut buatlah perhitungan dan jurnal yang diperlukan
Pembahasan soal 1 Dalam soal 1 terjadi pembelian aktiva tetap secara tunai dalam bentuk
sebuah mobil angkut dengan harga Rp 40.000.000, pada kondisi ini tidak ada perhitungan
yang diperlukan karena harga perolehan mobil telah diketahui sehingga tinggal menyusun
jurnal pembelian mobil tersebut. Jurnal yang disusun PT Kali jaya adalah sebagai berikut:
             Mobil.............Rp 40.000.000
                        Kas ...............Rp 40.000.000
Pembahasan Soal 2 Dalam soal 2 terjadi pembelian aktiva tetap secara tunai dengan satu
harga tetapi aktiva tetap yang dibeli lebih dari satu jenis aktiva tetap yaitu aktiva tetap tanah
dan gedung. Berdasarkan transaksi ini maka harus diketahui terlebih dahulu harga perolehan
Tanah dan harga perolehan gedung. Perhitungan untuk mengetahui harga perolehan tanah dan
gedung yang dibeli tersebut adalah sebagai berikut: Mencari Harga Pasar Relatif
Tanah => 200 m x Rp 1000.000 = Rp 200.000.000
Gedung=>  60 m x Rp 1200.000 = Rp  72.000.000 +
Harga Pasar Relatif...................... = Rp 272.000.000
Mencari Harga Perolehan Harga Perolehan Tanah  dicari dengan cara sebagai berikut:
(200.000.000/272.000.000) x 240.000.000 = Rp 176.470.588
 Harga Perolehan Gedung dicari dengan cara sebagai berikut:
(72.000.000/272.000.000) x 240.000.000 = Rp 63.529.412
Jurnal yang dibuat atas pembelian aktiva tetap
            Tanah .............Rp 176.470.588
            Gedung............Rp 63.529.412
                        Kas ....................Rp 240.000.000
Pembahasan Soal 3 Dalam soal 3 terjadi pembelian aktiva tetap dengan angsuran, dimana
harga tunai aktiva tetap tersebut diketahui yaitu Rp 50.000.000. Perhitungan yang diperlukan
adalah sebagai berikut: Mencari utang pokok pinjaman
Harga Tunai                     => Rp 50.000.000
Uang Muka                      => Rp 5.000.000 -
Utang Pokok Pinjaman   => Rp 45.000.000
 Mencari Bunga Pinjaman Lama angsuran 60 kali bulanan sama dengan 5 tahun,
sedangkan bunga 12% per tahun sehingga besar bunga dalam persen =>12% x 5 tahun = 60%
Bunga dalam rupiah => 60% x 45.000.000 = Rp 27.000.000
Mencari angsuran yang dibayarkan setiap bulan
Besarnya utang total = utang pokok + utang bunga
                                   = 45.0000.0000+27.000.000
                                   = Rp 72.000.000
Angsuran utang pokok perbulan => 45.000.000 : 60 = Rp 750.000
Angsuran utang bunga perbulan => 27.000.000 : 60 = Rp 450.000
Jadi Besarnya kas yang dibayarkan setiap bulan untuk membayar angsuran adalah sebagai
berikut:
 => Angsuran utang poko per bulan + Angsuran utang bunga perbulan
=> Rp 750.000 + Rp 450.000 = Rp 1.200.000, 
atau dapat juga dihitung dengan cara berikut ini:
= Total Utang : Lama angsuran = 72.000.000 : 60  = Rp 1.200.000.
Jurnal yang disusun saat pembelian
            Aktiva tetap Kendaraan........................Rp 50.000.000
            Beban Bunga ditetapkan dimuka..........Rp 27.000.000
                        Utang .................................................................Rp 72.000.000
                        Kas .....................................................................Rp 5.000.000
Jurnal saat pembayaran angsuran;
            Utang .................Rp 1.200.000
                         Kas ......................Rp 1.200.000
            Beban Bunga angsuran kendaraan ............Rp 450.000
                        Beban Bunga ditetapkan dimuka ..............Rp 450.000
Pembahasan soal 4 Dalam soal 4 terjadi transaksi pertukaran aktiva tetap berbeda jenis yaitu
aktiva tetap mesin lama akan ditukarkan dengan aktiva tetap kendaraan baru. Perhitungan
untuk menentukan laba rugi atas adanya pertukaran
Nilai buku (nilai sekarang) mesin => Harga perolehan - Penyusutan
                                    => Rp 20.000.000 - Rp 5000.000   = Rp 15.000.000
Harga Pasar Mesin ................................................... = Rp 16.000.000
Laba Pertukaran  => Rp 16.000.000 - Rp 15.000.000 = Rp  1.000.000
Terjadi laba dalam pertukaran karena harga pasar lebih besar dari nilai buku.
Perhitungan untuk menentukan kas yang harus dibayar untuk pertukaran aktiva tetap
Harga Pasar mesin Rp 16.000.000 sedangkan harga kendaraan (baru) yang diinginkan Rp
25.000.000 Sehingga jika ingin menukarkan mesin dengan kendaraan harus menambah uang
sebesar Rp 9000.000 Note;kendaraan masih baru sehingga harga perolehan = harga pasar.
Jurnal yang disusun atas pertukaran aktiva tetap
            Kendaraan ................................Rp 25.000.000
            Akml. Penyusutan Mesin .........Rp   5.000.000
                        Mesin........................................................Rp 20.000.000
                         Laba Pertukaran
Aktiva...........................Rp   1.000.000                                                      Kas............................
...............................Rp  9.000.000
Catatan: Tujuan Jurnal diatas adalah memunculkan akun kendaraan dan menghapus akun
mesin.
Pembahasan Soal 5 Dalam soal 5 terjadi pertukaran aktiva tetap dimana aktiva tetap yang
ditukar masih satu jenis, yaitu pertukaran aktiva tetap mesin lama akan ditukarkan dengan
mesin baru.
Perhitungan menentuka laba-rugi perhitungan
Nilai Buku mesin lama       => $4000 -$3200 = $ 800
Harga Pasar Mesin Lama  => .......................= $ 1.100
Laba Pertukaran                 => $1100 - $ 800   = $ 300
Karena dalam pertukaran aktiva tetap satu jenis tidak mengakui adanya laba pertukaran maka
laba pertukaran diperlakukan sebagai pengurang
Harga perolehan mesin baru, jadi harga perolehan mesin baru $5000 - $300 = $4700
Perhitungan menentukan besarnya kas yang dibayarkan untuk pertukaran aktiva tetap
Harga pasar mesin lama $ 1.100 sedangkan harga mesin baru $ 5000 sehingga kas yang
dibayar untuk menukar mesin lama dengan mesin baru adalah $5000 - $1100 = $ 3900

Jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut


             Mesin baru .......................................$ 4700
            Akml Penyusutan mesin lama ..........$ 3200
                        Mesin lama ......................................$ 4000
                        Kas....................................................$ 3900

2.3.      Perbedaan Karakteristik Aktiva Tetap dengan Aktiva Lancar


            1. Aktiva tetap mempunyai saldo yang cukup besar dalam neraca, transaksi
perubahan                       relatif sedikit namun umumnya menyangkut jumlah yang besar;
            2. Kesalahan pisah batas transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap
mempunyai                       pengaruh kecil terhadap perhitungan laba rugi, sedangkan
kesalahan pisah batas                         transaksi yang besangkutan dengan aktiva lancar
mempunyai pengaruh yang besar                          terhadap perhitungan laba rugi;
            3. Aktiva tetap disajikan di neraca berdasarkan harga perolehan dikurang
depresiasi                           akumulasi penyusutan sama dengan nilai buku.

2.4.      Perbedaan Pengujian Substantif terhadap Aktiva Tetap dengan Aktiva Lancar


            1. Frekuensi transaksi yang menyangkut aktiva tetap relatif sedikit maka jumlah
waktu                      yang diperlukan untuk pengujian subtsantif terhadap aktiva tetap relatif
sedikit bila                        dibandingkan dengan aktiva lancar;
            2. Ketepatan pisah batas transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap
sedikit                               pengaruhnya terhadap perhitungan laba rugi maka auditor tidak
mengarahkan                                    perhatiannya terhadap masalah ketelitian pisah batas
transaksi yang bersangkutan                            dengan aktiva tetap pada akhir tahun, sedang
dalam pengujian substantif terhadap                   aktiva lancar, auditor memusatkn perhatian
terhadap aktiva lancar tersebut;
            3. Pengujian substantif terhadap aktiva tetap dititik beratkan pada vrifikasi mutasi
aktiva                 tetap yang terjadi dalam tahun yang di audit;
            4. Verifikasi saldo aktiva tetap pada tanggal neraca tidak mendapat perhatian
auditor                          karena aktiva tetap disajikan pada cost-nya bukan nilai pada tanggal
neraca seperti                             halnya dengan aktiva lancar.

2.5.      Pengujian Substantif terhadap Aktiva tetap dalam Audit yang Pertama Kalinya
            Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam audit terhadap aktiva tetap pada
audit pertama kalinya:
            a)  Apakah laporan keuangan tahun sebelumnya telah di audit oleh auditor
independen                       lain?
            b)  Apakah klien menyelenggarakan catatan rinci untuk aktiva tetapnya?
            c)  Apakah klien mengarsipkan dokumen-dokumen yang mendukung transaksi
yang                           bersangkutan dengan perolehannya dan mutasi aktiva tetap sampai
dengan saat                       diaudit yang pertama dilaksanakan?

2.6.      Prinsip Akuntansi Berterima Umum dalam Penyajian Aktiva Tetap di Neraca


            1) Dasar penilaian aktiva tetap harus dicantumkan dalam neraca;
2) Aktiva tetap dijaminkan harys dicantumkan dalam laporan keuangan;
3) Jumlah depresiasi akumulasi dan biaya-biaya depresiasi untuk tahun ini
harus                                 ditunjukan dalam laporan keuangan;
4) Metode yang digunakan dalam perhitungan depresiasi golongan besar aktiva
tetap                         harus diungkapkan dalam laporan keuangan;
5) Aktiva tetap harus dipecah kedalam golongan yang terpisah jika jumlahnya material;
6) Aktiva tetap yang telah habis depresiasi atau nilai bukunya namun masih
digunakan                       untuk operasional perusahaan, jika jumlahnya material harus
dijelaskan.

2.7.      Tujuan Pengujian Substantif terhadap Saldo Aktiva Tetap


            1. Memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang dengan aktiva
tetap;
            2. Membuktikan keberadaan aktiva tetap dan keterjadian transaksi yang berkaitan
dengan                 aktiva tetap yang dicantumkan di neraca;
            3. Membuktikan hak kepemilikan klien atas aktiva tetap yang dicantumkan di neraca;
            4. Membuktikan kewajaran penilaian aktiva tetap yang dicantumkan di neraca;
            5. Membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan aktiva tetap di neraca.
            Untuk hal tersebut maka auditor melakukan rekonsiliasi antara saldo aktiva tetap yang
dicantumkan didalam neraca dengan aktiva tetap yang bersangkutan di dalam buku besar dan
selanjutnya ditelusuri ke jurnal pengeluaran kas, jurnal umum dan buku pembantu aktiva
tetap.

2.8.      Prosedur Audit Aktiva Tetap


            Prosedur audit pengujian substantif terhadap saldo aktiva tetap:
1. Prosedur audit awal
    Auditor melakukan rekonsiliasi antara informasi aktiva tetap yang di cantumkan di neraca
dengan catatan akuntansi pendukungnya. Rekonsiliasi ini perlu dilakukan agar auditor
memperoleh suatu keyakinan yang memadai bahwa informasi aktiva tetap yang dicantumkan
di neraca didukung dengan catatan akuntansi yang dapat dipercaya oleh karena itu auditor
melakukan 6 prosedur audit sebagai berikut yang akan diuji lebih lanjut:
            1) Usut saldo aktiva tetap yang tecantum di dalam neraca ke saldo akun aktiva
tetap                          bersangkutan di buku besar;
            2) Hitung kembali saldo aktiva tetap di buku besar;
            3) Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber posting
dalam                      aktiva tetap serta hitung akumulasi penyusutan aktiva tetap tersebut;
            4) Usut saldo akun aktiva tetap ke kertas kerja tahun lalu;
            5) Usut posting pendebetan dan pengkreditan ke dalam jurnal yang bersangkutan;
            6) Lakukan rekonsiliasi akun kontrol terhadap aktiva tetap dalam buku besar ke
buku                        pembantu aktiva tetap.
2. Prosedur analitik
   Prosedur analitik antara lain:
            1) Hitung rasio:
                        a.  Tingkat perputaran aktiva tetap
                        b.  Laba bersih dengan aktiva tetap
                        c.  Aktiva tetap ke modal saham
                        d.  Biaya reparasi dan pemeliharaan dengan aktiva tetap
            2) Lakukan analisis hasil prosedur analitik dengan harapan dari dasarkan pada data
masa                   lalu baik data anggaran maupun data realisasi.

3. Prosedur pengujian terhadap transaksi rinci


            1) Periksa tambahan aktiva tetap ke dokumen yang mendukung timbulnya
transaksi                           tersebut;
            2) Periksa berkurangnya aktiva tetap ke dokumen yang mendukung timbulnya
transaksi                    tersebut;
            3) Lakukan pemeriksaan pisah batas (cut off) transaksi aktiva tetap;
            4) Lakukan review terhadap akun biasa maintanance maupun biaya reparasi.

4. Prosedur pengujian terhadap saldo akun rinci


            1) Lakukan inspeksi atau peninjauan terjadap aktiva tetap;
                        a. Lakukan inspeksi terhadap tambahan aktiva tetap
                        b. Lakukan penyelidikan dan sesuaikan jika terjadinya perbedaan
                        c. Periksa dokumen yang mendukung pembayaran dan pembelian aktiva
tetap                                    setelah tanggal neraca
            2) Periksa bukti hak kepemilikan aktiva tetap dan kontrak yang mendukung
penggunaan                   aktiva tetap tersebut;
            3) Lakukan review terhadap penyusutan aktiva tetap.

5. Prosedur verifikasi penyajian dan pengungkapan


    Bandingkan penyajian aktiva tetap dengna prinsip aktiva yang diterima umum:
            1) Periksa klasifikasi aktiva tetap di neraca;
            2) Periksa pengungkapan yang bersangkutan dengan aktiva tetap.

BAB III
PENUTUP
3.1.      Simpulan
   1. Aktiva Tetap merupakan aset suatu perusahaan yang berwujud, yang digunakan
untuk                             kegiatan operasional perusahaan dalam jangka waktu lebih dari satu
periode.
            2.  Dari sudut substansi, aktiva tetap dapat dibagi menjadi:
               a.       Tangible Assets atau aktiva berwujud seperti lahan, mesin, gedung,
dan                                                 peralatan.
               b.      Intangible Assets atau aktiva yang tidak berwujud seperti HGU,
GB,                                                     Goodwill-Pattens, Copyright, Hak Cipta,Franchise, dan
lain-lain.
        Dari  sudut disusutkan atau Tidak dapat dibagi menjadi:
               a.       Depreciated Plant Assets yaitu aktiva tetap yang dapat disusutkan
seperti                                                    bangunan, peralatan, mesin, inventaris, dan lain-lain.
               b.      Undepreciated Plant Assets yaitu aktiva tetap yang tidak disusutkan
seperti                                           tanah.
        Berdasarkan jenis dapat dibagi menjadi:
a.       Tanah yang diatasnya didirikan bangunan atau digunakan operasi, misalnya sebagai
lapangan, halaman, tempat parkir dan lain sebagainya;
b.       Bangunan, baik bangunan kantor, toko maupun bangunan untuk pabrik;
c.        Mesin;
d.       Inventaris;
e.        Kendaraan dan perlengkapan atau alat-alat lainnya.
3. Tujuan pengujian substantif terhadap saldo aktiva tetap:
                        1. Memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang
dengan                                      aktiva tetap;
                        2. Membuktikan keberadaan aktiva tetap dan keterjadian transaksi yang
berkaitan                              dengan aktiva tetap yang dicantumkan di neraca;
                        3. Membuktikan hak kepemilikan klien atas aktiva tetap yang dicantumkan
di                                    neraca;
                        4. Membuktikan kewajaran penilaian aktiva tetap yang dicantumkan di neraca;
                        5. Membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan aktiva tetap di
neraca.
              4. Prosedur audit terhadap aktiva tetap terdiri dari:
                        1. Prosedur audit awal;
                        2. Pengujian analitik;
          3. Pengujian terhadap transaksi rinci;
          4. Pengujian terhadap saldo akun rinci;
          5. Verifikasi penyajian dan pengungkapan.

3.2.      Saran
1.      Mahasiswa dan masyarakat luas harus lebih memahami bagaimana ketentuan-ketentuan
mengenai aktiva tetap agar tidak terjadi kesalahan pada pemahaman terhadap aktiva tetap.
2.      Auditor harus mengaudit sesuai dengan prosedur audit agar tidak terjadi kesalahan dalam
pengauditan.
3.      Akuntan harus memahami dengan baik bagaimana pencatatan aktiva tetap yang baik dan
benar agar tidak terjadi salah pencatatan dalam transaksi keuangan.
http://esy-marita.blogspot.co.id/2013/11/makalah-audit-terhadap-aktiva-tetap_22.html

PENGUJIAN SUBSTANSIF

A.    Pengujian Substantif atas Utang Usaha

Utang lancar memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik aktiva lancar, yang berdampak terhadap
pengujian substantif atas utang lancar. Dalam menyajikan aktiva lancar, klien berkecenderungan umum untuk
menyajikan aktiva tersebut lebih tinggi dari jumlah yang senyatanya. Di lain pihak, dalam menyajikan utang
lancar, klien berkecenderungan umum untuk menyajikan utang tersebut lebih rendah dari jumlah yang
senyatanya. Kecenderungan ini didorong oleh keinginan klien untuk menyajikan gambaran modal kerja
perusahaan yang lebih baik. Oleh karena itu, pengujian substantif atas utang lancar ditujukan untuk menemukan
adanya penyajian utang lancar yang lebih rendah dari jumlah yang seharusnya (understatement utang lancar),
sedangkan pengujian substantif atas aktiva lancar ditujukan untuk menemukan adanya penyajian aktiva lancar
yang lebih tinggi dari jumlah yang seharusnya (overstatement aktiva lancar).
Dalam menyajikan aktiva lancar klien menghadapi masalah penilaian unsur-unsur aktiva lancar per tanggal
neraca. Di lain pihak, dalam penyajian utang lancar, klien tidak menghadapi masalah penentuan nilai utang
lancar tersebut pada tanggal neraca. Dalam pengujian substantif atas aktiva lancar, auditor menghadapi masalah
penentuan kewajaran nilai aktiva lancar yang dicantumkan di neraca. Di lain pihak, dalam pengujian substantif
atas utang lancar, auditor menghadapi fakta; menghadapi data historis mengenai kewajiban perusahaan yang
terjadi di masa yang lalu, yang dalam jangka pendek harus dilunasi. Oleh karena itu, pengujian substantif atas
utang lancar memerlukan waktu yang relatif lebih pendek bila dibandingkan dengan pengujian substantif atas
aktiva lancar. Utang usaha merupakan komponen terbesar utang lancar. Oleh karena itu, pengujian substantif
auditor dalam kegiatan belajar ini ini lebih difokuskan ke pengujian substantif atas utang usaha.
Pengujian substantif atas utang usaha ditujukan untuk memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan
akuntansi yang bersangkutan dengan utang usaha, membuktikan keberadaan utang usaha dan keterjadian
transaksi yang berkaitan dengan utang usaha yang dicantumkan di neraca, membuktikan kelengkapan transaksi
yang dicatat dalam catatan akuntansi dan kelengkapan saldo utang usaha yang disajikan di neraca,
membuktikan kewajiban klien yang dicantumkan di neraca, membuktikan kewajaran penyajian dan
pengungkapan utang usaha di neraca. Untuk mencapai tujuan audit tersebut auditor seharus dapat menempuh
berbagai prosedur audit.

Dalam prosedur audit awal, auditor membuktikan keandalan catatan akuntansi utang usaha yang
diselenggarakan oleh klien, dengan cara mengusut saldo utang usaha yang dicantumkan di neraca ke dalam
akun utang usaha yang diselenggarakan di dalam buku besar, membuktikan ketelitian penghitungan saldo akun
utang usaha di dalam buku besar, dan membuktikan sumber pendebitan dan pengkreditan akun utang usaha di
dalam buku besar ke dalam register bukti kas keluar dan jurnal penerimaan kas

Dalam prosedur analitik, auditor menghitung berbagai ratio, yaitu tingkat perputaran utang usaha, ratio utang
usaha dengan utang lancar, kemudian dibandingkan dengan harapan auditor, misalnya ratio tahun yang lalu,
rerata ratio industri, atau ratio yang dianggarkan. Di samping itu, dalam prosedur analitik, auditor
membandingkan akun biaya dengan akun biaya yang sama tahun lalu atau biaya yang dianggarkan untuk
mendapatkan indikasi kemungkinan adanya understatement utang lancar. Pembandingan ini membantu auditor
untuk mengungkapkan, yaitu peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi,  perubahan
usaha,  fluktuasi acak atau salah saji.

Dalam pengujian atas akun rinci, auditor melaksanakan prosedur audit berikut ini:

1. memeriksa sampel transaksi utang usaha yang tercatat ke dokumen yang mendukung timbulnya utang usaha,

2. melakukan verifikasi pisah batas (cut off) transaksi pembelian dan transaksi pengeluaran kas,

3. melakukan pencarian utang yang belum dicatat.

Dalam pengujian atas akun rinci, auditor menempuh prosedur audit berikut ini:

1. melakukan konfirmasi utang, dan


2. melakukan rekonsiliasi utang usaha yang tidak dikonfirmasi ke pernyataan piutang bulanan yang diterima oleh
klien dari kreditor

Dalam memverifikasi penyajian dan pengungkapan utang jangka panjang di neraca, auditor membandingkan
penyajian utang usaha di neraca dengan prinsip akuntansi berterima umum. Informasi mengenai hal ini
diperoleh auditor dengan cara, antara lain

1. memeriksa klasifikasi utang usaha di neraca,

2. pemeriksa pengungkapan yang bersangkutan dengan utang usaha,

3. memeriksa pengungkapan yang bersangkutan dengan utang nonusaha,

4. meminta informasi dari klien untuk menemukan komitmen yang belum diungkapkan dan utang bersyarat dan
memeriksa pengungkapan yang bersangkutan dengan utang tersebut.

B.     Pengujian Substantif atas Aktiva Tetap

Aktiva tetap memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik aktiva lancar, yang berdampak terhadap
pengujian substantif atas aktiva tetap. Frekuensi transaksi yang menyangkut aktiva tetap relatif sedikit maka
jumlah waktu yang dikonsumsi untuk pengujian substantif atas aktiva tetap relatif lebih sedikit bila dibandingkan
dengan waktu yang digunakan untuk pengujian substantif atas aktiva lancar. Karena ketepatan pisah batas
transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap sedikit pengaruhnya terhadap perhitungan rugi-laba maka
auditor tidak mengarahkan perhatiannya terhadap masalah ketelitian pisah batas transaksi yang bersangkutan
dengan aktiva tetap pada akhir tahun. Pengujian substantif atas aktiva tetap dititikberatkan pada verifikasi
mutasi aktiva tetap yang terjadi dalam tahun yang diaudit. Verifikasi saldo aktiva tetap pada tanggal neraca tidak
mendapat perhatian auditor karena aktiva tetap disajikan pada costnya, bukan nilainya pada tanggal neraca
seperti halnya dengan aktiva lancar.

Jika laporan keuangan klien belum pernah diaudit oleh auditor independen lain, dan audit yang sekarang ini
merupakan audit yang pertama kalinya maka auditor mempunyai kewajiban untuk memverifikasi saldo awal
aktiva tetap, untuk memperoleh keyakinan mengenai kewajaran saldo tersebut. Verifikasi tersebut dilakukan oleh
auditor meliputi periode sejak saat aktiva tetap tersebut diperoleh sampai dengan awal tahun yang diaudit. Jika
laporan keuangan klien tahun sebelumnya telah diaudit oleh auditor independen lain, dan jika laporan keuangan
klien diberi pendapat wajar tanpa pengecualian dari auditor independen sebelumnya, auditor yang baru dapat
langsung menggunakan saldo awal aktiva tetap sebagai saldo awal yang wajar. Bagi auditor yang baru tersebut,
titik berat pengujian substantifnya atas aktiva tetap, kemudian hanya dipusatkan pada transaksi mutasi aktiva
tetap yang terjadi dalam tahun yang diaudit saja.

Pengujian substantif atas aktiva tetap ditujukan untuk:

1. memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang bersangkutan dengan aktiva tetap,
2. membuktikan keberadaan aktiva tetap dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan aktiva tetap yang
dicantumkan di neraca,

3. membuktikan hak kepemilikan klien atas aktiva tetap yang dicantumkan di neraca,

4. membuktikan kewajaran penilaian aktiva tetap yang dicantumkan di neraca,

5. membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan aktiva tetap di neraca.

Dalam prosedur audit awal, auditor membuktikan keandalan saldo aktiva tetap dengan cara membuktikan
apakah aktiva tetap yang dicantumkan di dalam neraca didukung dengan catatan akuntansi yang
diselenggarakan dengan mekanisme akuntansi yang dapat dipercaya. Untuk itu auditor mengusut saldo aktiva
tetap yang dicantumkan di neraca ke di dalam akun aktiva tetap yang diselenggarakan di dalam buku besar,
membuktikan ketelitian penghitungan saldo akun aktiva tetap di dalam buku besar, mengusut saldo awal akun
Aktiva Tetap ke kertas kerja tahun yang lalu, membuktikan sumber pendebitan dan pengkreditan akun aktiva
tetap di dalam buku besar ke dalam register bukti kas keluar dan jurnal umum, dan membuktikan ketelitian
catatan aktiva tetap dengan cara melakukan rekonsiliasi akun kontrol aktiva tetap di dalam buku besar dengan
buku pembantu aktiva tetap.
Dalam prosedur analitik, auditor menghitung berbagai ratio: tingkat perputaran aktiva tetap, ratio laba bersih
dengan aktiva tetap, ratio aktiva tetap dengan modal saham, ratio biaya reparasi dan pemeliharaan dengan
aktiva tetap, kemudian dibandingkan dengan harapan auditor, misalnya ratio tahun yang lalu, rerata ratio
industri, atau ratio yang dianggarkan. Pembandingan ini membantu auditor untuk mengung-kapkan: peristiwa
atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi, perubahan usaha, fluktuasi acak, atau salah saji.

Dalam pengujian transaksi rinci, auditor memeriksa bukti pendukung pencatatan transaksi penambahan dan
pengurangan aktiva tetap dan review terhadap akun Biaya Reparasi dan Pemeliharaan Aktiva Tetap. Verifikasi
keberadaan aktiva tetap yang ada di tangan klien pada tanggal neraca dilakukan oleh auditor dengan cara
menginspeksi tambahan aktiva tetap yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan mengusut pencatatan tambahan
aktiva tetap tersebut ke dalam buku pembantu aktiva tetap. Meskipun tidak sepenting verifikasi pisah batas
transaksi aktiva lancar, verifikasi pisah batas transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap dilakukan oleh
auditor dengan cara memeriksa transaksi mutasi aktiva tetap dalam beberapa hari menjelang dan setelah
tanggal neraca. Tujuan audit ini adalah untuk menemukan transaksi mutasi aktiva tetap yang seharusnya dicatat
dalam tahun yang diaudit oleh klien salah dicatat dalam tahun sesudahnya atau mutasi aktiva tetap yang
seharusnya dicatat dalam tahun sesudahnya oleh klien salah dicatat dalam tahun yang diaudit.

Dalam pengujian atas akun rinci, auditor melakukan inspeksi terhadap aktiva tetap, memeriksa bukti hak
kepemilikan aktiva tetap dan kontrak, dan melakukan review terhadap perhitungan depresiasi. Verifikasi
kepemilikan aktiva tetap dilakukan oleh auditor dengan memeriksa dokumen yang mendukung pemerolehan
tambahan aktiva tetap dalam tahun yang diaudit, melakukan inspeksi polis asuransi aktiva tetap, memeriksa
dokumen yang bersangkutan dengan persewaan atau kontrak leasing aktiva tetap. Dalam memverifikasi
kepemilikan aktiva tetap auditor juga meminta informasi dari klien mengenai aktiva tetap yang dijaminkan dalam
penarikan utang jangka panjang. Informasi ini bermanfaat bagi auditor untuk memberikan pengungkapan
(disclosure) mengenai kepemilikan klien atas aktiva tetap yang dicantumkan di neraca.
Dalam memverifikasi penyajian dan pengungkapan aktiva tetap di neraca, auditor membandingkan penyajian
aktiva tetap di neraca dengan prinsip akuntansi berterima umum. Informasi mengenai hal ini diperoleh auditor
dengan memeriksa klasifikasi aktiva tetap di neraca dan memeriksa kecukupan pengungkapan yang
bersangkutan dengan aktiva tetap. Aktiva tetap disajikan di dalam neraca pada nilai buku yang merupakan
selisih cost aktiva tetap dengan depresiasi akumulasiannya. Cost aktiva tetap dipengaruhi oleh harga
pemerolehan tambahan aktiva tetap, pengeluaran modal (capital expenditure), revaluasi, penghentian
pemakaian dan penjualan aktiva tetap yang terjadi dalam tahun yang diaudit. Depresiasi Akumulasian aktiva
tetap dipengaruhi oleh transaksi mutasi aktiva tetap dan perhitungan biaya depresiasi dalam tahun yang diaudit.
Untuk memverifikasi penilaian aktiva tetap auditor melakukan verifikasi terhadap dokumen yang mendukung
penambahan dan pengurangan cost aktiva tetap dalam tahun yang diaudit dan memverifikasi penentuan biaya
depresiasi aktiva tetap.

Pengujian Substantif atas Aktiva Tidak Berwujud


Pengujian substantif atas aktiva tidak berwujud ditujukan untuk:

1. memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang bersangkutan dengan aktiva tidak berwujud,

2. membuktikan keberadaan aktiva tidak berwujud dan keterjadian transaksi yang berkaitan dengan aktiva tidak
berwujud yang dicantumkan di neraca,

3. membuktikan hak kepemilikan klien atas aktiva tidak berwujud yang dicantumkan di neraca,

4. membuktikan kewajaran penilaian aktiva tidak berwujud yang dicantumkan di neraca,

5. membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan aktiva tidak berwujud di neraca.

Dalam prosedur audit awal, auditor membuktikan keandalan saldo aktiva tidak berwujud dengan cara
membuktikan apakah aktiva tidak berwujud yang dicantumkan di neraca didukung dengan catatan akuntansi
yang diselenggarakan dengan mekanisme akuntansi yang dapat dipercaya. Untuk itu auditor mengusut saldo
aktiva tidak berwujud yang dicantumkan di neraca ke di dalam akun aktiva tidak berwujud yang diselenggarakan
di dalam buku besar, membuktikan ketelitian penghitungan saldo akun Aktiva Tidak Berwujud di dalam buku
besar, mengusut saldo awal akun Aktiva Tidak Berwujud dan Akumulasi Amortisasi ke kertas kerja tahun yang
lalu, membuktikan sumber pendebitan dan pengkreditan akun aktiva tidak berwujud di dalam buku besar ke
dalam register bukti kas keluar dan jurnal umum.

Dalam prosedur analitik, auditor menghitung berbagai ratio, yaitu tingkat perputaran aktiva tidak berwujud, ratio
laba bersih dengan aktiva tidak berwujud, ratio aktiva tidak berwujud dengan total aktiva, kemudian
dibandingkan dengan harapan auditor, misalnya ratio tahun yang lalu, rerata ratio industri, atau ratio yang
dianggarkan. Pembandingan ini membantu auditor untuk mengungkapkan peristiwa atau transaksi yang tidak
biasa, perubahan akuntansi, perubahan usaha, fluktuasi acak atau salah saji.

Dalam pengujian transaksi rinci, auditor memeriksa bukti pendukung pencatatan transaksi pemerolehan dan
amortisasi aktiva tidak berwujud. Auditor juga meminta informasi dari klien mengenai manfaat aktiva tidak
berwujud di masa yang akan datang dalam memverifikasi eksistensi aktiva tidak berwujud.
Dalam pengujian atas akun rinci, auditor melakukan: mempelajari notulen rapat direksi, perjanjian, surat izin dari
pemerintah, dan dokumen lain yang membuktikan eksistensi aktiva tidak berwujud, meminta informasi dari klien
atau sumber lain mengenai manfaat aktiva berwujud bagi klien di masa yang akan datang, melakukan inspeksi
dan pemeriksaan atas surat perjanjian, surat izin dari pemerintah, dan dokumen yang menunjukkan hak
pemilikan klien atas aktiva tidak berwujud. Aktiva tidak berwujud disajikan di neraca pada nilainya yang
merupakan selisih cost dikurangi dengan amortisasi aktiva tidak berwujud. Untuk memverifikasi penilaian aktiva
tidak berwujud, auditor melakukan verifikasi atas dokumen yang mendukung transaksi pemerolehan dan
transaksi amortisasi aktiva tidak berwujud.

Dalam memverifikasi penyajian dan pengungkapan aktiva tidak berwujud di neraca, auditor membandingkan
penyajian aktiva tidak berwujud di neraca dengan prinsip akuntansi berterima umum. Informasi mengenai hal ini
diperoleh auditor dengan memeriksa klasifikasi aktiva tidak berwujud di neraca dan memeriksa kecukupan
pengungkapan yang bersangkutan dengan aktiva tidak berwujud. Aktiva tidak berwujud yang memiliki umur
ekonomis terbatas disajikan di neraca pada nilai buku yang merupakan selisih cost aktiva tidak berwujud dengan
akumulasi amortisasinya.

Sumber: Buku Auditing 1b Karya Salam Mannan

TEKNIK AUDIT BERBANTUAN KOMPUTER


(COMPUTER- ASSISTED AUDIT
TECHNIQUES)
TEKNIK AUDIT BERBANTUAN KOMPUTER (COMPUTER- ASSISTED  AUDIT  TECHNIQUES)

Teknik audit adalah metode yang digunakan oleh auditor untukmengumpulkan bukti audit. Menurut Arens
dalam bukunya  Auditing andAssurance Services, 9th Edition, teknik audit ada tujuh, yaitu pengujian
fisik(physical examination), konfirmasi ( confirmation ), dokumentasi( documentation),prosedur
analitisanalytical procedures ), wawancara kepada klien (inquiries of theclient  ) , hitung uji ( reperfomance )
,dan observasi ( observation).

1.              Pengujian Fisik

Pengujian fisik adalah pengujian substantif yang melibatkan perhitungan atasaktiva yang berwujud, seperti
kas, persediaan, bangunan, dan peralatan. Teknik initidak dapat diterapkan pada aktiva yang keberadaannya dibuktikan
terutama melaluidokumentasi, seperti piutang usaha, investasi, atau beban dibayar di muka. Selainitu, teknik ini juga
tidak dapat diterapkan pada kewajiban, pendapatan, atau beban.

Sasaran utama dari pengujian fisik adalah membuktikan keberadaan(existence)hal-hal yang tersaji dalam
laporan keuangan klien. Contoh pengujian fisik adalah auditor mendatangi klien dan melakukan Cash Opname. Cash
Opname adalah perhitungan fisik kas (uang) yang dimiliki oleh klien, kemudian auditor menggolongkan
kas yang dimiliki klien berdasarkan nilai nominalnya, dan terakhir auditor menghitung besarnya kas yang dimiliki klien.

Selain itu, pengujian fisik juga dapat digunakan auditor untuk mengujipenilaian (valuation) karena
kuantitas terlibat secara langsung dalam penentuan nilaisebagian besar aktiva. Contoh dari hal ini adalah dengan
melakukuan perhitunganfisik persediaan yang dimiliki oleh klien, auditor juga dapat menentukan nilai
daripersediaan yang dimiliki klien. Melalui pengujian fisik, auditor juga kadang-kadangdapat
memperoleh buktimengenai mutu atau kondisi, dan dalam hal ini tentu jugaakan mempengaruhi penilaian.

Pengujian fisik juga dapat digunakan auditor untuk menguji asersi mengenaikelengkapan (completeness).
Dengan pengujian fisik auditor bisa menemukan item-item yang seharusnya tersaji tetapi dihilangkan klien dari laporan
keuangan. Melaluipengujian fisik, asersi mengenai hak dan kewajiban (rights and obligations)jugadapat diuji oleh
auditor, tetapi hanya untuk mendukung kepemilikan aktiva.

Bukti audit yang diperoleh dari pengujian fisik untuk menguji asersikeberadaan sangat tinggi. Akan
tetapi, bukti audit yang diperoleh auditor daripengujian fisik juga dapat menyesatkan jika auditor tidak memiliki
keahlian ataukurang hati-hati dalam melakukan pengujian fisik. Dengan demikian, pengujian fisikharus dilakukan
dengan hati-hati. Jika auditor merasa kurang memiliki keahlian dan  pengalaman dalam menilai suatu
aktiva, sebaiknya auditor meminta bantuan daripihak independen yang ahli dalam menilai aktiva tersebut. Contohnya,
jika auditor merasa tidak memiliki kemampuan dan keahlian untuk menilai persediaan emasklien, auditor dapat
meminta bantuan seseorang yang ahli dalam penilaian emas(misalnya penilai emas dari pegadaian) untuk
membantu auditor menentukan nilaipersediaan emas tersebut.

2.              Konfirmasi

Konfirmasi adalah metode yang digunakan auditor untuk memperoleh buktiaudit dengan cara meminta
tanggapan baik secara tertulis maupun lisan dari pihakketiga yang independen mengenai item-item tertentu yang
mempengaruhi laporankeuangan klien.Pada konfirmasi tertulis, konfirmasi adalah surat yang ditandatangaiklien,
ditujukan kepada pihak ketiga terkait (biasanya pelanggan atau kreditur ) untukmeminta penegasan
(konfirmasi) mengenai saldo utang/piutang klien pada pihakketiga tersebut per tanggal tertentu (biasanya tanggal
neraca). Bukti audit yangdiperoleh dari konfirmasi memiliki keandalan yang sangat tinggi karena bukti auditdari teknik
audit ini diperoleh dari pihak ketiga yang independen terhadap klien. Olehkarena bukti audit yang
diperoleh dari konfirmasi sangat tinggi, teknik audit iniadalah teknik audit yang paling banyak digunakan,
terutama untuk menguji asersimanajemen terhadap utang dan piutang usaha.

Konfirmasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu konfirmasi positif dan konfirmasinegatif. Pada konfirmasi positif
auditor mengirimkan surat yang isinya memintatanggapan kepada pihak ketiga terkait, pihak yang dimintakan
konfirmasi tersebutdiharuskan menjawab (membalas) apakah setuju atau tidak dengan jumlah yangtercantum
dalam surat yang dikirimkan auditor.

Konfirmasi positif biasanyadigunakan dalam keadaan:

1.      saldo utang/piutang klien per pelanggan/kreditur relatif besar 


2.      jumlah pelanggan/kreditur sedikit

3.      pengendalian intern klien (agak)lemah

4.      waktu audit cukup panjang.

Sedangkan pada konfirmasi negatif, surat yang dikirimkan auditor hanyadibalas pihak yang dimintakan
konfirmasi apabila jumlah yang tercantum dalamsurat yang dikirimkan auditor tersebut tidak disetujui oleh
pihak ketiga tersebut. Apabila pihak ketiga setuju dengan jumlah yang tercantum dalam surat yangdikirimkan
auditor, maka pihak ketiga tersebut tidak perlu membalas surat yangdikirimkan tersebut. Biasanya
dalam konfirmasi negatif, surat yang dikirimkan auditor diberi batas waktu. Jika pihak terkait yang dikirimi
surat tidak memberikan jawabanatas konfirmasi tersebut sampai pada waktu yang ditetapkan maka pihak
yangdimintakan konfirmasi tersebut dianggap setuju. Konfirmasi negatif umumnyadigunakan auditor apabila :

1.      saldo utang/piutang klien per pelanggan/kreditur relatif kecil

2.      jumlah pelanggan/kreditur banyak

3.       pengendalian intern klien (cukup)kuat

4.      waktu audit cukup singkat.

            Asersi utama yang diuji melalui konfirmasi adalah keberadaan (existence) serta hak dan kewajiban
(rights and obligations). Teknik ini juga dapat digunakanuntuk memberikan bukti mengenai penilaian (   valuation)
atau alokasi (completeness), kelengkapan ( completness ), serta penyajian dan pengungkapan ( presentation
and disclosure).

3.      Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode pengumpulan bukti audit yang dilakukan olehauditor dengan cara menguji
berbagai dokumen dan catatan klien untuk mendukunginformasi yang tersaji atau seharusnya tersaji dalam laporan
keuangan. Dokumendan catatan klien yang diuji oleh auditor adalah dokumen dan catatan yangmenyediakan informasi
tentang pelaksanaan bisnis klien. Jumlah bukti audit yangdapat dikumpulkan melalui dokumentasi cukup besar karena
pada umumnya setiaptransaksi dalam organisasi klien minimal didukung dengan selembar dokumen.

Secara sederhana, dokumen dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitudokumen internal dan dokumen
eksternal. Dokumen internal adalah dokumen yangdisiapkan dan digunakan dalam organisasi klien sendiri
serta tidak pernahdisampaikan kepada pihak-pihak di luar organisasi klien. Contoh dokumen internaladalah salinan
faktur penjualan, laporan waktu kerja karyawan, dan laporanpenerimaan persediaan. Sedangkan dokumen eksternal
adalah dokumen yangpernah berada dalam genggaman seseorang di luar organisasi yang mewakili pihakyang menjadi
lawan transaksi klien, tetapi dokumen tersebut sekarang berada ditangan klien atau dengan segera dapat diakses oleh
klien. Contoh dokumeneksternal adalah faktur-faktur dari pemasok, surat utang yang dibatalkan, dan polis-polis
asuransi. Dari kedua kelompok dokumen di atas, dokumen eksternal memilikikeandalan yang lebih tinggi
karena dokumen eksternal pernah berada baik di tanganklien maupun pihak lain (pihak eksternal) sebagai lawan
transaksi klien.

Dalam dokumentasi, terdapat beberapa istilah. Berikut ini adalah beberapaistilah tersebut dan penjelasan
singkatnya :

A.Vouching 

Vouching  adalah kegiatan yang dilakukan untuk memeriksa kebenaran ataukeabsahan suatu bukti yang
mendukung transaksi. Kegiatan ini meliputi memilihcatatan yang ada pada catatan akuntansi serta memperoleh dan
menyelidikidokumen yang mendasari catatan tersebut untuk menentukan keabsahan danketelitian transaksi yang
dicatat. Dengan vouching , arah pengujian berlawanandengan tracing. Penelusuran dimulai dari catatan ke
dolumen.

Vouching digunakan untuk mendeteksi apakah catatan akuntansi klienketinggian (overstatement). Selain


itu, vouching juga digunakan untuk menguji asersimanajemen mengenai keberadaan (existence), penilaian
(valuation), hak dankewajiban (rights and obilgation), penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure).
Namun,vouching    juga memiliki kelemahan.  Pengujian asersi mengenaikelengkapan (  completeness)
melalui  vouching    lebih sulit dilakukan karena pengujiankelengkapan mengharuskan auditor untuk mencari bukti
item yang tidak tercatat.

Verifikasi adalah sebuah istilah yang digunakan dalam arti umum untuk memeriksa ketelitian perkalian,
penjumlahan pembukuan, kepemilikan, dankeberadaannya. Adapun tujuan dari vouching dan verifikasi untuk
memastikanbahwa:

1.       Buktitersebut telah disetujui oleh pejabat yang berwenang dan terkait

2.       Buktitersebut dari sesuai dengan tujuannya

3.      Jumlah yang tertera di dalam buktiadalah benar dan sesuai dengantransaksi

4.      Pencatatan dilakukan secara benar 

5.      Kepemilikan dan keberadaannya sah

B.Tracing 

Tracing adalah suatu kegiatan yang merupakan kebalikan dari vouching. Arah kegiatan tracing  adalah


mengikuti dokumen sumber hingga ke pencatatannyadalam catatan akuntansi. Adapun pelaksanaan
dari tracing  adalah dengan pertama-tama auditor melakukan penyeleksian dokumen sumber, seperti
faktur penjualanatau laporan pengiriman, kemudian auditor melakukan penelusuran dokumensumber tersebut
melalui sistem akuntansi ke pencatatan akhir dalam catatanakuntansi, sepertijurnal dan buku besar.

Karena arah pengujian tracing berlawanan dengan vouching, tracing dapat digunakan untuk menguji


asersi manajemen mengenai kelengkapan (completeness).Tracing juga dapat digunakan auditor untuk menguji asersi
manajemen mengenaipenilaian (valuation) serta penyajian dan pengungkapan ( presentation and disclosure).

C. Inspeksi

Dibandingkan dengan vouching dan tracing , inspeksi melakukanpemeriksaan atas dokumen dengan cara


yang berbeda dari kedua teknik di atas.Inspeksi mencakup pembacaan yang kritis atas dokumen untuk
membandingkaninformasi yang tersaji di dalamnya dengan informasi lain yang diketahui auditor
ataudicatat dalam akun. Inspeksi dapat diaplikasikan auditor untuk berbagai dokumenyang berbeda, seperti
sewa, kontrak, notulen rapat, instrumen utang formal, danpolis asuransi. Karena inspeksi dapat
diaplikasikan auditor untuk berbagai dokumen,maka inspeksi dapat digunakan untuk menguji semua asersi
manajemen.

            Inspeksi juga dapat memberikan informasi bagi auditor sebagai dasar dalammelakukan pengujian
audit khusus, seperti inspeksi atas instrumen utang untukmenentukan suku bunga guna menguji beban bunga. Inspeksi
juga bisa menambahinformasi yang dicatat dalam catatan akuntansi, seperti menentukan persetujuanatas akuisisi
pabrik dan peralatan dengan menginspeksi notulen rapat dewandireksi.

Berbeda dengan inspeksi yang melakukan pembacaan yang kritis terhadapsuatu dokumen,
scanning  melakukan penelaahan yang tidak terlalu rinci atasdokumen atau catatan. Adapun tujuan
dari scanning adalah untuk menentukanapakah terdapat hal yang tidak umum yang memerlukan investigasi lanjutan.
Contohdari kegiatan scanning adalah auditor bisa men-scan buku besar piutang usahauntuk menentukan keberadaan
( existence) dari setiap pelanggan yang memilikisaldo kredit besar yang harus direklasifikasikan sebagai kewajiban.

D. Rekonsiliasi

Rekonsiliasi adalah proses penandingan antara dua set pencatatan yangkemungkinan memiliki jumlah yang
berbeda, kemudian berusaha mencari jumlahyang seharusnya (jumlah yang benar ). Biasanya dalam melakukan suatu
audit, satuset pencatatan adalah milik klien dan yang lainnya adalah milik pihak ketiga.

Rekonsiliasi dapat digunakan untuk menguji asersi manajemen terutamamengenai kelengkapan


( completeness ) dan keberadaan (existence). Denganmerekonsiliasi dua catatan, auditor dapat menemukan item-
item yang tidak dicatatdalam catatan klien, sepertipembayaran jasa bank (bank service charge).

E.Read 
Read adalah penelaahan atas informasi tertulis untuk menentukan fakta-fakta yang berkaitan dengan audit
yang dilakukan. Contoh penerapannya adalahauditor membaca notulen rapat serta mengikhtisarkan semua informasi
yangberkaitan dengan laporan keuangan dalam kertas kerja.

F.Compare

Compare adalah perbandingan informasi dari dua lokasi yang berbeda.Instruksi harus menyatakan informasi
mana yang akan diperbandingkan dengansebanyak mungkin rincian yang dapat dilakukan dalam praktek.
Contohpenerapannya adalah auditor menyeleksi suatu sampel atas faktur-faktur penjualandan membandingkan harga
pokok penjualan per unit yang dicantumkan dalam faktur dengan nilai yang tercantum dalam daftar harga penjualan
per unit yang telahdiotorisasi oleh manajemen.

4.       Prosedur Analitis

Prosedur analitis adalah metode pengumpulan bukti audit yang digunakanauditor dengan cara melakukan
mempelajari data klien, lalu mencari berbagaiperbandingan atas data klien yang berupa saldo dan rasio klien, kemudian
mencarihubungan-hubungan dari data tersebut. Prosedur analitis menghasilkan buktianalitis. Auditor dapat
menggunakan satu atau lebih dari lima jenis prosedur analitis.Lima jenis prosedur analitis tersebut yaitu :

1.       Membandingkan data klien dengan data industri.

2.       Membandingkan data klien dengan data periode sama yang sebelumnya.

3.       Membandingkan data klien dengan hasil dugaan yang telah ditentukan kliensebelumnya (anggaran)

4.      Membandingkan data klien dengan hasil dugaan yang telah ditentukanauditor.

5.       Membandingkan data klien dengan hasil dugaan yang menggunakan data nonkeuangan.

Prosedur analitis biasa digunakan auditor untuk menilai kelayakan data.Selain itu, prosedur analitis juga dapat
digunakan untuk memahami industri danbisnis klien, menilai kemampuan keberlanjutan bisnis entitas,
menunjukkanmunculnya kemungkinan kesalahan pengujian dalam laporan keuangan, sertamengurangi pengujian
audit rinci.

5. Wawancara kepada Klien

Wawancara adalah metode pengumpulan bukti audit yang melibatkanpertanyaan baik lisan maupun tulisan
oleh auditor. Pertanyaan-pertanyaan ini dibuatsecara intern kepada manajemen atau pegawai klien, seperti
pertanyaan tentangpersediaan yang usang atau kemungkinan dapat ditagihnya piutang. Wawancaradilakukan kepada
manajemen dan pegawai klien karena manajemen danpegawailah yang paling mengetahui operasi dan pengendalian
internal klien.
nformasi yang diperoleh auditor dari wawancara kepada klien memilikikeandalan yang terbatas karena
informasi ini diperoleh dari pihak internal klien.Walaupun demikian, informasi ini merupakan titik awal dari
pelaksanaan teknik auditlainnya. Pada umumnya, jawaban atas wawancara diperkuat dengan kinerja atauteknik
lainnya. Akan tetapi, pelaksanaan audit akan lebih efisien jika auditor mencermati jawaban atas
wawancara daripada mencari jawaban secara independenmelalui suatu pemeriksaan tidak langsung atas bukti
terperinci.

Wawancara kepada klien juga meliputi pengujian pengendalian danpengujian substantif. Wawancara kepada
klien dapat digunakan auditor untukmenguji semua asersi laporan keuangan. Auditor dapat menggunakan
wawancarauntuk mempelajari kebijakan dan prosedur pengendalian apa saja yang telahditerapkan klien, prinsip
akuntansi apa saja yang telah digunakan klien, danbagaimana transaksi-transaksi tertentu diproses. Selain itu,
wawancara juga dapatdigunakan untuk memperoleh penjelasan dari manajemen tentang hasil pengujianaudit
tertentu.

6.      Hitung Uji

Hitung uji adalah metode pengumpulan bukti audit di mana auditor melakukan proses pengulangan aktivitas klien,
kemudian hasil yang diperolehauditor dari pengulangan aktivitas tersebut dibandingkan dengan hasil yangdiperoleh
oleh klien untuk mendapatkan bukti audit. Hitung uji melibatkan pengujiankembali atas berbagai perhitungan dan
pengujian kembali atas berbagai transfer informasi. Pengujian kembali atas berbagai perhitungan ini terdiri dari
pengujian ataskeakuratan aritmatis klien. Hal ini mencakup sejumlah prosedur, seperti pengujianperkalian dalam faktur-
faktur penjualan dan persediaan serta penjumlahan dalam jurnal-jurnal dan catatan-catatan pendukung. Sedangkan
pengujian kembali atasberbagai transfer informasi mencakup penelusuran nilai-nilai untuk memperolehkeyakinan
bahwa pada saat informasi tersebut dicantumkan pada lebih dari satutempat, informasi tersebut selalu dicatat dalam
nilai yang sama.

Pada hitung uji, terdapat istilah foot  Foot merupakan perhitungan kolomangka-angka untuk menentukan


apakah nilai totalnya sama dengan nilai yangdiperoleh klien. Contoh penerapannya adalah melakukan footing  atas
nilai-nilaidalam buku jurnal penjualan untuk periode selama satu bulan dan membandingkansemua total nilai yang
terdapat dalam buku jurnal penjualan tersebut dengan nilaiyang terdapat dalam buku besar.

Salah saji yang ditemukan auditor ketika melakukan hitung uji dapatmencerminkan pelanggaran terhadap
asersi mengenai keberadaan (existence),kelengkapan (completeness), atau penyajian dan pengungkapan
(  presentation and disclosure ). Pelanggaran mengenai asersi keberadaan terjadi jika suatu item telahdihitung lebih
dari satu kali. Sedangkan jika auditor menemukan bahwa beberapaitem telah dihilangkan, maka asersi mengenai
kelengkapan telah dilanggar. Pelanggaran mengenai asersi penyajian dan pengungkapan terjadi jika ayat jurnaltelah
diposting pada akun yang salah.

Contoh dari penerapan hitung uji adalah auditor memilih beberapa transaksiklien dengan
menggunakan  sampling. Proses yang dialami oleh transaksi-transaksiyang tidak terpilih dianggap sudah dilakukan klien
dengan benar. Kemudian, auditor menjurnal transaksi-transaksi terpilih tersebut dan mepostingnya ke buku
besar pembantu. Lalu jurnal atas transaksi tersebut diposting ke buku besar. Dari bukubesar, kemudian transaksi terpilih
tersebut diproses di neraca lajur dan dilakukanpenyesuaian. Setelah dilakukan penyesuaian, laporan keuangan versi
auditor pundisusun. Kemudian laporan versi klien dan versi auditor dibandingkan dan dilihatapakah terdapat
perbedaan. Jika terdapat perbedaan, auditor mencari apapenyebab perbedaan tersebut dan jika perbedaan tersebut
karena kesalahan klien,hal itu dapat digunakan sebagai buktiaudit.

7.      Observasi
Observasi adalah penggunaan indera-indera auditor untuk menilai aktivitas-aktivitas fisik klien. Observasi
berhubungan dengan memperhatikan sertamenyaksikan pelaksanaan dari suatu kegiatan dan proses. Contoh
dari observasiadalah auditor mengamati proses perhitungan persediaan klien untuk mengamatiketelitian dan
kompetensi pegawai klien dalam pelaksanaan perhitunganpersediaan. Selain itu, beberapa kebijakan dan prosedur
pengendalian internalhanya dapat diverifikasi dengan observasi karena pelaksanaan kegiatan ini tidakmeninggalkan
bukti dokumenter. Contoh dari hal ini adalah auditor mengobservasikegiatan peneriman kas klien untuk melihat apakah
pegawai klien melaksanakantugasnya sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan.

Observasi berbeda dengan pengujian fisik. Pengujian fisik melibatkanpenghitungan atas aktiva tertentu,
sedangkan observasi difokuskan pada aktivitasklien untuk mengetahui siapa mereka atau bagaimana dan kapan
merekamelakukannya.

Di antara ketujuh teknik audit di atas, teknik audit yang memerlukan biayapaling tinggi adalah pengujian
fisik dan konfirmasi. Pengujian fisik mewajibkanauditor hadir pada saat klien melakukan perhitungan
aktivanya, yang seringkalidilakukan pada tanggal neraca. Apabila klien memiliki beberapa lokasi yang
letakgeografisnya terpencar, maka biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukanpengujian fisik menjadi makin besar.
Sementara itu, konfirmasi memerlukan biayayang besar karena auditor harus melakukan sejumlah
prosedur secara hati-hatidalam rangka mempersiapkan konfirmasi, pengiriman dan penerimaan kembali,serta
upaya untuk menindaklanjuti berbagai konfirmasi yang tidak menerimatanggapan atau sejumlah pengecualian
informasi.

Sedangkan teknik audit yang memerlukan biaya yang relatif sedikit adalahobservasi, wawancara, dan hitung
uji. Observasi umumnya dilakukan oleh auditor dengan sejumlah prosedur audit yang lainnya. Wawancara juga dapat
dilakukanoleh auditor dengan ekstensif dalam setiap proses audit. Sedangkan untuk hitunguji, karena hanya melibatkan
berbagai perhitungan dan penelusuran sederhanayang dapat dilakukan setiap saat sesuai dengan keperluan auditor,
yang biasanyadilakukan dengan menggunakan perangkat lunak komputer yang dimiliki auditor,maka hitung uji
memerlukan biaya yang rendah.

http://alinlovers.blogspot.co.id/2012/04/teknik-audit-berbantuan-komputer.html

Perbedaan Langkah-langkah Serta Metode


dan Teknik Pemeriksaan Pajak Dengan
Pemeriksaan Umum
kali ni saya mau berbagi ilmu pengetahuan nih,, ni hasil dari palajaran yang saya resume di
kampus bersama dosen saya bapak Arifin Hamzah, dengan matakuliah Audit Pajak.. 
semoga bermanfaat..

Perbedaan Langkah-langkah Serta Metode dan Teknik Pemeriksaan Pajak Dengan


Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan Pajak
Berikut adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemeriksa sebelum melaksanakan tindakan
pemeriksaan, antara lain:

a.       Mempelajari berkas wajib pajak/berkas data

b.      Menganalisis SPT dan laporan keuangan wajib pajak

c.       Mengidentifikasi masalah

d.      Melakukan pengenalan lokasi wajib pajak

e.       Menentukan ruang lingkup pemeriksaan

f.       Menyusun program pemeriksaan

g.      Menentuka buku-buku dan dokumen yang akan dipinjam

h.      Menyediakan sarana pemeriksaan

Setelah melakukan rangkaian kegiatan sebelumpemeriksaan langkah selanjutnya adalah melakukan


pemeriksaan. Dalam pemeriksaan pajak ada dua jenis pemeriksaan, yaitu pemeriksaan kantor dan
pemeriksaan lapangan. Dalam pemeriksaan kantor pemeriksa berwenang untuk:

-          Meminta dan meminjam buku-buku dan catatan-catatan wajib pajak

-          Meminta keterangan lisan maupun tulisan dari wajib pajak

-          Meminta keterangan atau data dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak
yang diperiksa.

-          Membuat kertas kerja pemeriksaan (KKP)

-          Menyusun surat pemberitahuan hasil pemeriksaan (SPHP) dan laporan pemeriksaan pajak (LPP)

Sedangkan dalam pemeriksaan lapangan pemeriksa berwenang untuk:


-          Memeriksa dan meminjam buku-buku, catatan-catatan dan dokumen pendukung lainnya termasuk
keluaran dan media computer dan perangkat elektronik pengolah data lainnya.

-          Meminta keterangan lisan maupun tertulis dari wajib pajak yang diperiksa

-          Memasuki tempat atau ruangan yang diduga menyimpan dokumen, uang, barang, yang dapat
memberi petunjuk tentang keadaan usaha waib pajak.

-          Melakukan penyegelan tempat diatas apabila WP tidak memberikan kesempatan untuk memasuki
tempat atau ruangan dimaksud.

-          Meminta keterangan dan data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan
waib pajak yang diperiksa.

-          Pembuatan kertas kerja pemeriksaan (KKP)

-          Membuat SPHP

-          Membuat LPP

-          Post audit

Metode dalam pemeriksaan pajak ada 2, yaitu:

1.      Metode  Langsung

Adalah teknik dan prosedur pemeriksaan dengan melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka
dalam SPT, yang dilakukan terhadap laporan keuangan dan buku, catatan, serta dokumen
pendukung. Pelaksanaan pemeriksaan dengan metode ini dilakukan sesuai program pemeriksaan
yang terinci atas setiap pos neraca dan labarugi yang menjadi sumber utama atau berkaitan dengan
angka-angka dalam SPT.

2.      Metode Tidak Langsung

Adalah teknik dan prosedur pemeriksaan dengan melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka
dalam SPT, yang dilakukan secara tidak langsung melalui suatu pendekatan perhitungan tertentu
mengenai penghasilan dan biaya. Hasil ini merupakan petunjuk untuk mengambil kesimpulan
tentang ketidakbenaran angka-angka dalam SPT sehingga masih diperlukan pembuktian yang valid
dan abash untuk membuktikan ketidakbenaran tersebut.

Teknik dalam pemeriksaan pajak:

1.      Melakukan evaluasi

a.       Menilai kebenaran formal SPT/ informasi dalam SPT

b.      Menilai kelengkapan SPT

c.       Menilai system pengendalian intern perusahaan


2.      Melakukan analisis angka-angka

a.       Perbandingan analisis rasio dengan standard yang berlaku

b.      Perbandingan analisis beberapa tahun pajak terakhir

c.       Kaitan antara analisis rencana biaya, rencana penjualan, rencana produksi, rencana pembelian, dsb

3.      Melacak angka-angka dan memeriksa dokumen

Hal yang perlu diperhatikan:

-          Nama orang/badan yang mengeluarkan dokumen yang bersangkutan

-          Tanggal pembuatan dokumen

-          Keaslian dokumen

-          Jika dokumen tersebut berjumlah besar, sangat berguna untuk pembuatan data yang diproduksi.

4.      Pengujian arus uang, barang, piutang, dan utang

5.       Pengujian atas mutasi setelah tanggal neraca

a.       Membandingkan angka dineraca dengan buku besar dan buku tambahannya

b.      Membandingkan saldo-saldo pada angka neraca tersebut dengan daftar utang/piutang untuk bulan
pertama tahun berikutnya, setelah memerhatikan mutasi yang terjadi pada bulan tersebut

c.       Mengecek mutasi yang terjadi dengan catatan pada buku harian kas/bank, buku
pembelian/penjualan pada bulan yang sama

6.      Pemanfaatan informasi pihak ketiga

a.       Data dari pihak untuk cross check, misalnya utang dagang pihak ketiga untuk memastikan pembelian
yang terjadi dengan pihak ketiga, jika mamaterial buatkan datanya karena bagi pihak ketiga
merupakan penjualan

b.      Mengumpulkan data dari pihak ketiga, misalnya bea cukai, departemen kehutanan, dan lain-lain

7.      Melakukan pengujian fisik

8.      Melakukan inspeksi (sifat dan proses produksi)

9.      Melakukan rekonsiliasi

10.  Melakukan footing (kebenaran penjumlahan/pengurangan ke bawah)

11.  Melakukan cross footing (kebenaran penjumlahan/pengurangan ke samping)

12.  Melakukan vouching (dokumen dasar)


13.  Melakukan trasir (pencatatan transaksi)

14.  Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga

15.  Melakukan sampling data (menguji sebagian bukti)

 Pemeriksaan Umum
            Langkah-langkah dan metode dalam pemeriksaan umum:

Prosedur pemeriksaan merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh auditor dalam


mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti pemeriksaan. Adapun langkah-langkah dalam
merancang audit umu adalah sebagai berikut:

1.       Menerima klien dan melakukan perencanaan audit awal

2.      Memahami bisnis dan industry klien

3.      Menilai resiko dan bisnis klien

4.      Melaksanakan prosedur analitis pendahuluan

5.      Menetapkan materialitas, dan menilai resiko audit yang dapat diterima serta resiko inheren

6.      Memahami pengendalian internal dan menilai resiko pengendalian

7.      Mengumpulkan informasi untuk menilai resiko kecurangan

8.      Mengembangkan perencanaan audit dan program audit secara keseluruhan

Ada beberapa jenis prosedur pemeriksaan keuangan, antara lain:

- Analitical Procedures - Tracing

- Inspecting - Vouching

- Confinning - Observing

- Inquiring - Reperfonning

- Counting - Computer-assisted audit techniques.

1. analytical procedures - Tracing


Analytical procedur terdiri dari studi dan perbandingan hubungan-hubungan antara data.
Prosedur ini termasuk perhitungan-perhitungan dan penggunaan ratio sederhana, analisa vertikal
atau item-item yang sejenis, perbandingan jumlah dengan data historis stau budget. Analytical
procedures ini akan menghasilkan bukti analitis.

1.      Inspecting

Inspecting melibatkan penelitian secara cermat terhadap dokumen dan catatan-catatan, serta
pemeriksaan fisik terhadap sumber-sumber yang berwujud. Prosedur ini digunakan secara luas
dalam pemeriksaan. Penyelidikan terhadap dokumen menyediakan suatu alat untuk mengevaluasi
bukti dokumentasi. Jadi melalui inspeksi ini auditor dapat menaksir keaslian dokumen, atau
mendeteksi adanya perubahan-perubahan yang mungkin dilakukan.

2.      Comfirming

Confirming adalah bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi secara
langsung dari pihak luar yang independen. Dalam kasus ,yang biasa, klien membuat permohonan
kepada pihak luar secara tertulis, tetapi untuk tujuan pengawasan, jawabannya dikirim langsung
kepada auditor. Prosedur pemeriksaan ini menghasilkan bukti konfirmasi.

3.      Inquiring

Inquiring melibatkan pertanyaan baik lisan maupun tulisan oleh auditor. Pertanyaan-
pertanyaan ini dapat dibuat secara intern kepada manajemen atau pegawai klien, seperti
pertanyaan tentang persediaan yang usang atau kemungkinan dapat ditagihnya piutang, atau secara
eksternal menanyakan kepada pengacara yang berkaitan dengan kemungkinan hasil perkara.
Pertanyaan ini menghasilkan baik bukti lisan maupun tulisan.

4.      Counting

Dua penggunaan yang paling umum dalam counting (perhitungan) adalah, (1) perhitungan fisik
aktiva berwujud seperti jumlah kas atau persediaan yang ada di perusahaan, dan (2) perhitungan
untuk dokumen yang diberi nomor sebelumnya Yang pertama menyediakan alat untuk menilai bukti
fisik dari jumlah yang ada. Yang kedua bisa ditinjau sebagai penyediaan alat untuk mengevaluasi
bukti dokumentasi dari kelengkapan catatan akuntansi.

5.      Tracing

Dalam tracing, auditor (1) memilih dokumen yang dibuat ketika transaksi dilaksanakan, dan
(2) menentukan bahwa infonnasi yang terdapat dalam dokumen itu telah dicatat secara wajar daJam
catatan akuntansi (jurnal dan buku besar). Arah pengujian ini adalah dari dokumen ke catatan
akuntansi. Karena prosedur ini memberi keyakinan dari bukti asli sampai akhirnya dimasukkan ke
dalam perkiraan, maka prosedur ini terutama sangat bermanfaat untuk mendeteksi catatan
akuntansi yang kerendahan. Jadi prosedur ini penting untuk mendapatkan bukti yang berhubungan
dengan penegasan untuk kelengkapan.

Trasir berhubungan terutama dengan bukti dokumentasi.


6.      Vouching

Vouching meliputi (1) memilih catatan yang ada pada catatan akuntansi, dan (2) memperoleh dan
menyelidiki dokumen yang mendasari catatan tersebut untuk menentukan keabsahan dan ketelitian
transaksi yang dicatat. Dengan vouching, arab pengujian berlawanan dengan tracing. Vouching
digunakan secara luas untuk mendeteksi catatan akuntansi yang ketinggian (overstatement). Jadi,
prosedur ini penting penting untuk memperoleh bukti sehubungan dengan penegasan terhadap
keberadaan atan kejadian (existence or occurrence).

7.      Observing

Observing (pengamatan) berhubungan dengan memperhatikan akan menyaksikan


pelaksanaan suatu kegiatan alan proses. Kegiatan tersebut bisa merupakan proses yang rutin dari
suatu jenis transaksi seperti penerimaan kas, untuk melihat apakah pegawai melaksanakan tugasnya
sesuai dengan kebijaksanaan dan prosedur yang telah ditetapkan.

Selain itu anditor mungkin juga mengamati ketelitian pegawai dalam pelaksanaan
persediaan fisik persediaan tahunan. Jadi dalam hal ini auditor hanya mengamati proses perhitungan
fisik persediaan. Berbeda halnya dengan inspecting, auditor melakukan inspeksi atan memeriksa
unsur-unsur persediaan tertentu untuk membuat penaksiran sendiri mengenai kondisi persediaan
tersebut.

Dari prosedur ini auditor mendapatkan sendiri pengetahuan secara langsung mengenai
kegiatan perusahaan dalam bentuk bukti fisik

8.      Reperforming

Penerapan yang paling sering dilakukan dalam prosedur ini adalah melakukan kembali
perhitungan, dan rekonsiliasi yang telah dibuat oleh klien. Misalnya termasuk penghitungan kembali
terhadap jumlah, biaya penyusutan, bunga, dan lain sebagainya. Prosedur ini menghasilkan bukti
matematis.

9.      Computer-Assisted Audit Technique

Apabila catatan akuntansi klien menggunakan media elektronik, auditor dapat menggunakan teknik
ini untuk membantu dalam pelaksanaan beberapa prosedur yang telah dibicarakan sebelumnya.
Misalnya, Auditor dapat menggunakan software untuk melaksanakan perhitungan dan perbandingan
yang digunakan pada prosedur analitis, memilih sampel piutang untuk konfirmasi, melaksanakan
penghitungan kembali berbagai macam perhitungan, dll.

Istilah Audit
1. Analisa (analize) yaitu memeriksa dengan cara memecah-mecah/membagi menjadi bagian yang lebih
kecil untuk menentukan hubungan antara bagian-bagian tersebut. Misalnya beban lain-lain dianalisa
sesuai dengan sifat beban masing-masing.
2. Mengecek (check) yaitu memeriksa suatu perkalian/penjumlahan untuk menjamin ketepatan dengan
memberi tanda (tick mark), misalnya : ^ : Footing verified (memeriksa kebenaran penjumlahan
kebawah), < : Cross Footing verified (memeriksa kebenaran penjumlahan kesamping).
3. Membandingkan (compare), yaitu membandingkan dua data atau lebih dari suatu informasi dengan
memperhatikan persamaan dan perbedaan.
4. Menginspeksi (scan), yaitu menelaah secara kritis tanpa melakukan verifikasi lengkap untuk melihat
apakah ada hal-hal yang ganjil.
5. Rekonsiliasi, yaitu mencocokkan dua sumber yang terpisah mengenai suatu hal yang sama, jika ada
perbedaan harus dijelaskan. Misalnya rekonsiliasi bank.
6. Konfirmasi, yaitu usaha pencarian bukti dimana pihak ketiga meneguhkan kebenaran atau kesalahan
informasi yang diperiksa. Misalnya konfirmasi saldo hutang, piutang, modal, persediaan yang dititipkan
oleh bank.
7. Menelusuri (trace), yaitu memeriksa dengan cara mengurut kembali ke bukti asal.
8. Memeriksa dokumen dasar (vouching), yaitu membuktikan sah atau tidaknya suatu transaksi,
maksudnya apakah didukung oleh bukti yang lengkap dan disetujui oleh pejabat berwenang.
9. Testing, yaitu pemeriksaan sebagian dari suatu populasi yang hasilnya digunakan untuk menarik
kesimpulan mengenai populasi tersebut.
10. Cut off, dihubungkan dengan pengujian transaksi apakah dicatat dengan tepat waktu pada akhir
periode.

COMPLIANCE TEST DAN SUBSTANTIVE TEST

POSTED BY IDHAM SYAM SEPTEMBER- 16- UNDEFINED 0 KOMENTAR

1.  Compliance Test dan Subtantive Test


Compliance test (Test Ketaatan) atau test of recorded transaction adalah Test terhadap bukti
pembukuan untuk mengetahui apakah setiap transaksi yang terjadi sudah diproses dan dicatat
sesuai dengan sistem dan prosedur yang ditetapkan manajemen .Jika terjadi penyimpangan dalam
pemrosesan dan pencatatan transaksi, walaupun jumlah (rupiahnya) tidak material, auditor
memperhitungkan pengaruh dan penyimpangan terhadap efektifitas pengendalian intern. Juga
harus dipertimbangkan apakah kelemahan dalam salah satu aspek pengendalian intern bisa diatasi
dengan “compensating control”.

Dalam melaksanakan compliance test, auditor harus memperhatikan :

a.         Kelengkapan bukti pendukung (supporting schedule,

b.        Kebenaran perhitungan matematis (footing, cross footing, extension),

c.         Otorisasi dari pejabat perusahaan yang  berwenang,

d.        Kebenaran nomor perkiraan yang di Debit / Kredit,


e.         Kebenaran posting ke buku besar dan sub buku besar

Substantive test, adalah Test terhadap kewajaran saldo perkiraan laporan keuangan (Neraca
dan Laporan Laba Rugi)

Jenis Kertas Kerja yang dibuat :

a.         Working Balance Sheet (WBS)

b.        Working Profit and Loss (WPL)

c.         Top Schedule (TS)

d.        Supporting Schedule (SS)

Prosedur pemeriksaan dalam substantive test :

a.         Inventarisasi aktiva tetap

b.        Observasi atas stock opname

c.         Konfirmasi piutang, utang dan bank

d.        Subsequent collection dan subsequent payment

e.         Kas opname

f.         Pemeriksaan rekonsiliasi bank dll

Kesalahan yang ditemukan  pertimbangkan tingkat materialitas

a.       Material  auditor usulkan audit adjusment, jika klien tidak setuju, auditor tidak boleh


memberikan Unqualified

b.      Tidak material (immaterial)  auditor tidak perlu memaksakan usulan adjustment, karena tidak


mempengaruhi opini akuntan publik

2.  Audit Evidence
Bukti audit (Audit Evidence) berbeda dengan bukti hukum (legal evidence) dan bukti ilmiah. Bukti
audit adalah segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain yang disajikan dalam
laporan keuangan yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar yang layak untuk menyatakan
pendapatnya.  

Standar Pekerjaan Lapangan Ketiga (IAI) :

       “Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan
pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan yang diaudit”

Kompetensi Bukti Audit

Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntansi dan
informasi penguat.

a.    Kompetensi Data Akuntansi

Keandalan catatan akuntansi dipengaruhi secara langsung oleh efektivitas pengendalian


intern.Terdiri dari : Jurnal, Buku Besar dan Buku Pembantu, Buku Pedoman Akuntansi yang
berkaitan, lembar kerja dan spread sheet).

b.    Kompetensi Informasi Penguat

Informasi tertulis maupun elektronik (cek, catatan eketronik fund system, faktur, surat kontrak,
notulen rapat, konfirmasi dan representasi tertulis dari pihak yang mengetahui, informasi melalui
permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi dan pemeriksaan phisik, serta informasi lain yang
dikembangkan oleh dan atau tersedia bagi auditor .

Syarat kompetensi bukti audit (merupakan pertimbangan auditor) :

a.    Relevansi

b.    Objektivitas

c.    Ketepatan waktu

d.   Keberadaan bukti audit lain

e.    Sah

f.     Sumber
g.    Cara perolehan bukti

Menurut Konrath (2002:114 & 115) ada enam tipe bukti audit (lihat Exhibit 5-1) :

1. Physical evidence

2. Evidence obtain through confirmation

3. Documentary evidence                           

4. Mathematical evidence

5. Analytical evidence

6. Hearsay evidence

Physical Evidence

Segala sesuatu yang bisa dihitung, dipelihara, diobservasi atau diinspeksi dan terutama untuk
mendukung tujuan eksistensi atau keberadaan.Contoh : bukti phisik yang diperoleh dari kas opname,
observasi dari perhitungan phisik persediaan, pemeriksaan phisik surat berharga dan inventarisasi
aktiva tetap

Confirmation Evidence

Adalah bukti yang diperolehnya mengenai eksistensi, kepemilikan atau penilaian langsung dari pihak
ketiga diluar klien . Contoh : jawaban konfirmasi piutang, utang, barang konsinyasi, surat berharga
yang disimpan Biro Administrasi Efek, konfirmasi dari penasehat hukum klien

Documentary Evidence

Terdiri dari catatan akuntansi dan seluruh dokumen pendukung transaksi .Berkaitan dengan asersi
manajemen mengenai completeness dan eksistensi, audit trail yang memungkinkan auditor
melakukan tracer dan vouching atas transaksi dan kejadian dari dokumen ke buku besar, dan
sebaliknya . Contoh : faktur pembelian, copy faktur penjualan, journal voucher, general ledger dan
sub ledger

Mathematical Evidence

Merupakan Perhitungan, perhitungan kembali (misalnya footing, cross footing danextension dari


rincian persediaan, perhitungan dan alokasi beban penyusutan, perhitungan beban bunga, laba/rugi
penarikan aktiva tetap, PPh dan accruals) dan rekonsiliasi (pemeriksaan rekonsiliasi bank, rekonsiliasi
saldo piutang usaha dan hutang menurut buku besar dan sub buku besar, rekonsiliasi inter company
account)

Analytical Evidence

Bukti yang diperoleh melalui penelaahan analitis terhadap informasi keuangan klien. Dilakukan pada
waktu membuat perencanaan audit, sebelum melakukan substantive testdan pada akhir pekerjaan
lapangan (audit field work).

Prosedur analitis bisa dilakukan dalam bentuk :

1. Trend (horizontal) Analysis. membandingkan angka laporan keuangan tahun berjalan dengan tahun
sebelumnya dan menyelidiki kenaikan/penurunan yang signifikan baik dalam jumlah rupiah maupun
persentase

2. Common Size (Vertical) Analysis

3. Ratio Analysis, misalnya menghitung rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio leverage dan rasio
manajemen asset

Hearsay (Oral) Evidence

Bukti dalam bentuk jawaban lisan dari klien atas pertanyaan yang diajukan auditor. Contoh :
pertanyaan auditor mengenai pengendalian intern, ada tidaknya contingent liabilities, persediaan
yang bergerak lambat atau rusak, kejadian penting sesudah tanggal neraca

3.  Cara Pemilihan Sample


Dalam melakukan pemeriksaannya Akuntan Publik tidak memeriksa keseluruhan transaksi dan
bukti (terkait dengan waktu dan biaya). Karena itu, Pemeriksaan transaksi dan bukti dilakukan
secara test basis atau sampling, selanjutnya ditarik kesimpulan mengenai universe secara
keseluruhan .

Sampling adalah  mengambil beberapa sample dari keseluruhan universe untuk ditest

Cara pemilihan sample tidak boleh seenaknya, karena sample tersebut haruslah
mewakili universe secara tepat, karena jika sample yang dipilih tidak tepat akan sangat
mempengaruhi kesimpulan yang ditarik

PSA No. 26, sampling audit :


“Penerapan prosedur audit terhadap unsur-unsur suatu saldo akun atau kelompok transaksi
yang kurang dari seratus persen dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau
kelompok transaksi tersebut”

“Ada dua pendekatan umum dalam sampling audit : non statistik dan statistik. Kedua
pendekatan tersebut mengharuskan auditor menggunakan pertimbangan profesionalitasnya dalam
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian sampel, serta dalam menghubungkan bukti audit yang
dihasilkan dari sampel dengan bukti audit lain dalam penarikan kesimpulan atas saldo akun
kelompok transaksi yang berkaitan”

“Kedua pendekatan sampling audit diatas, jika diterapkan dengan semestinya dapat
menghasilkan bukti audit yang cukup”

Metode sampling apapun  yang dipakai, auditor dianjurkan untuk terlebih dahulu
menyusun sampling plan

Cara pemilihan sampling yang sering digunakan :

a.         Random/Judgment Sampling

Pemilihan sampel dilakukan secara random dengan menggunakan judgment akuntan publik .

Kelemahan : sangat tergantung dengan judgment auditor, jika auditor kurang pengalaman, sampel
yang dipilih akan kurang representative

Kelebihan : semakin banyak pengalaman auditor, semakin baik hasil sampel yang dipilih

Cara : menentukan jumlah tertentu dari suatu transaksi, menggunakan random sampling


table/komputer

b.        Block Sampling

Auditor memilih transaksi dibulan-bulan tertentu, misalnya bulan Januari, Juni dan Desember

Keberhasilan kedua cara diatas walaupun paling mudah, tetapi sangat tergantung pada judgement si
auditor, semakin banyak pengalaman auditor, semakin baik hasilnya, dalam arti sample yang dipilih
betul-betul representative. Tetapi jika auditor kurang pengalaman, sample yang dipilih akan kurang
representative.

c.         Statistical Sampling
Pemilihan sampel dilakukan secara ilmiah, sehingga walaupun lebih sulit namun sampel yang
terpilih representative. Lebih banyak digunakan dalam audit di perusahaan yang besar dan
mempunyai internal control yang baik.

PROSEDUR PEMERIKSAAN AKUNTAN


PROSEDUR PEMERIKSAAN AKUNTAN
Norma pelaksanaan pemeriksaan yang ketiga menyebutkan beberapa prosedur
pemeriksaan yang harus dilaksanakan oleh akuntan dalam mengumpulkan berbagai tipe
bukti pemeriksaan. Prosedur pemeriksaan adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe
bukti pemeriksaan tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam pemeriksaan .
Prosedur pemriksaan yang disebutkan dalam norma tersebut meliputi: inspeksi,
pengamatan, wawancara dan konfirmasi.
Di samping akuntan memakai prosedur pemeriksaan yang disebutkan dalam norma
tersebut, akuntan melaksanakan berbagai prosedur pemeriksaan lainnya untuk
mengumpulkan bukti pemeriksaan yang akan dipakai sebagai dasar untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan yang diperiksanya. prosedur pemeriksaan lain tersebut
meliputi: pengusutan, pemeriksaan bukti pendukung, penghitungan, dan scanning. Dengan
demikian, prosedur pemeriksaan yang biasa dilakukan oleh akuntan meliputi
1. Inspeksi.
2. Pengamatan (observation).
3. Wawancara.
4. Konfirmasi.
5. Pengusutan.
6. Pemeriksaan bukti pendukung (vouching).
7. Penghitungan.
8. Scanning.
Inspeksi. Inspeksi merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik
sesuatu. Prosedur pemeriksaan ini banyak dilakukan oleh akuntan. Dengan melakukan
inspeksi terhadap sebuah dokumen, akuntan akan dapat menentukan keaslian dokumen
tersebut. Dengan melakukan inspeksi terhadap kondisi fisik suatu aktiva tetap misalnya,
akuntan akan dapat memperoleh informasi mengenai eksistensi dan keadaan fisik aktiva
tersebut.
Pengamatan. Pengamatan atau observasi merupakan prosedur pemeriksaan yang
digunakan oleh akuntan untuk melihat atau menyaksikan pelaksanaan suatu kegiatan.
Contoh kegiatan yang biasa diamati oleh akuntan dalam pemeriksaannya adalah:
penghitungan fisik persediaan yang ada di gudang klien, pembuatan dan persetujuan
voucher, dan penyimpangan kas yang ada di tangan klien. Dengan pengamatan ini akuntan
akan dapat memperoleh bukti visual mengenai pelaksanaan suatu kegiatan. Objek yang
diamati akuntan adalah karyawan, prosedur dan proses.
Konfirmasi. Seperti telah diuraikan di atas, konfirmasi merupakan bentuk penyelidikan yang
memungkinkan akuntan memperoleh informasi secara langsung dari pihak ketiga yang
bebas. Prosedur yang biasa ditempuh oleh akuntan dalam konfirmasi ini adalah sebagai
berikut:
1. Akuntan meminta dari klien untuk menanyakan informasi tertentu kepada pihak luar.
2. Klien meminta kepada pihak luar yang ditunjuk oleh akuntan untuk memberikan jawaban
langsung kepada akuntan mengenai informasi yang ditanyakan oleh akuntan tersebut.
3. Akuntan menerima jawaban langsung dari pihak ketiga tersebut.
Wawancara. Wawancara merupakan prosedur pemeriksaan yang dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan secara lisan. Bukti pemeriksaan yang dihasilkan dari prosedur ini
adalah: pertanyaan akuntan mengenai tingkat keusangan persediaan yang ada di gudang,
pertanyaan yang diajukan kepada penasihat hokum klien mengenai kemungkinan keputusan
perkara pengadilan yang sedang ditangani oleh penasihat hukum tersebut.
Pengusutan. Dalam melaksanakan prosedur pemeriksaan ini, akuntan melakukan
pengusutan informasi sejak mula-mula data tersebut direkam pertama kali dalam dokumen,
dilanjutkan dengan pelacakan pengolahan data tersebut dalam proses akuntansi. Prosedur
pemeriksaan ini terutama diterapkan terhadap bukti documenter. Contoh prosedur
pengusutan yang dilakukan oleh akuntan adalah pemeriksaan terhadap transaksi penjualan
yang dimulai oleh akuntan dengan memeriksa informasi dalam surat order dari pelanggan,
diusut kemudian dengan informasi yang berkaitan dalam surat order dari pelanggan, diusut
kemudian dengan informasi yang berkaitan dalam surat order penjualan, laporan pengiriman
barang, faktur penjualan, jurnal penjualan, dan rekening piutang dalam buku pembantu
piutang. Pengusutan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan ketelitian dan kelengkapan
catatan akuntansi.
Pemeriksaan dokumen pendukung. Pemeriksaan dokumen pendukung (vouching)
merupakan prosedur pemeriksaan yang meliputi:
1. Inspeksi terhadap dokumen-dokumen yang mendukung suatu transaksi atau data
keuangan untuk menentukan kewajaran dan kebenarannya.
2. Pembandingan dokumen tersebut dengan catatan akuntansi yang berkaitan.
Penghitungan. Prosedur pemeriksaan ini meliputi pnghitungan dan rekonsiliasi yang
dilakukan oleh akuntan untuk membuktian ketelitian penghitungan yang dilakukan oleh klien.
Scanning. Scanning merupakan penelahaan secara cepat terhadap dokumen. Catatan dan
daftar untuk mendeteksi dan unsur-unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan
penyelidikan lebih mendalam.
Gambar 4.2 berikut ini memperlihatkan hubungan antara tipe bukti pemeriksaan dan
prosedur pemeriksaan yang biasa digunakan oleh akuntan untuk mendapatkan bukti
pemeriksaan tersebut.
Tipe Bukti Prosedur Pemeriksaan Contoh Penerapan Prosedur Pmeriksaan
Bukti fisik

Bukti documenter

Bukti perhitungan

Bukti lisan
Bukti perbandingan Inspeksi
Penghitungan
Konfirmasi
Inspeksi
Pengusutan

Wawancara

Surat pernyataan darinya.


Penghitungan kembali

Wawancara

Penelaahan analitik Inspeksi mesin pabri


Penghitungan kas
Konfirmasi saldo bank
Inspeksi faktur penjualan
Mengusut faktur penjualan ke dalam kartu piutang
Wawancara dengan penasihat hukum klien yang menghasilkan.

Footing terhadap jurnal penjualan 


Cross-footing terhadap jurnal pembelian
Menayakan tingkat keusangan persediaan di gudang.
Membandingkan realisasi penjualan dengan anggarannya.
Gambar 4.2 Berbagai Tipe Bukti Pemeriksaan dan Prosedur Pemeriksaannya

SITUASI PEMERIKSAAN YANG MENGANDUNG RISIKO BESAR


Dalam situasi tertentu, risiko terjadinya kesalahan dan penyajian yang salah dalam rekening
dan di dalam laporan keuangan jauh lebih besar dibandingkan dengan situasi yang biasa.
Oleh karena itu, akuntan harus waspada jika menghadapi situasi pemeriksaan yang
mengandung risiko besar seperti contoh berikut ini.
Pengendalian intern yang lemah. Pengendalian intern menetukan jumlah dan kualitas bukti
yang harus dikumpulkan oleh akuntan. Dalam situasi yang pengendalian intern dalam suatu
bidang lemah, akuntan harus waspada dan mengumpulkan bentuk bukti pemeriksaan rinci
yang lain yang dapat mengganti bukti-bukti yang dihasilkan oleh pengendalian intern yang
lemah tersebut.
Kondisi keuangan yang tidak sehat. Suatu perusahaan yang mengalami kerugian atau
dalam posisi yang sulit untuk melunasi utangnya akan mempunyai kecenderungan untuk
menunda penghapusan piutangnya yang sudah tidak laku dijual, atau lupa memcatat
utangnya. Hal ini tidak mungkin terjadi dalam perusahaan yang keadaan keuangannya baik.
Manajemen yang tidak dapat dipercaya. Sebelum menerima suatu perusahaan sebagai
klien, akuntan public harus memperoleh informasi mengenai latar belakang atau riwayat
direktur dan para manajernya. Akuntan harus waspada terhadap manajer yang pernyataan-
pernyataan lisannya ternyata sebagian atau seluruhnya tidak benar.
Penggantian akuntan public. Klien yang mengganti akuntan publiknya tanpa alasan yang
jelas, mungkin disebabkan oleh ketidakpuasan klien terhadap jasa yang diberikan oleh
akuntan yang lama. Tetapi, seringkali terjadinya penggantian akuntan public tersebut
disebabkan oleh adanya perselisihan antara klien dengan akuntan publiknya mengenai
penyajian laporan keuangan dan penjelasannya. Klien baru yang telah mengganti akuntan
publiknya merupakan klien yang berisiko besar bagi akuntan public penggantinya.
Perubahan tarif atau peraturan pajak atas laba. Jika tarif pajak penghasilan tiba-tiba sangat
besar, maka reaksi wajar perusahaan yang terkena adalah mencari cara meminimumkan
pengahasilan atau laba kena pajak. Seringkali beban pajak ini menyebabkan pergantian
perinsip akuntansi yang diterapkan dalam perusahaan dan penafsiran transasksi
perusahaan yang tidak konsisten dengan yang telah diikuti dalam tahun-tahun berikutnya.
Perubahan tarif pajak yang drastic akan mendorong perusahaan-perusahaan untuk
menggeser pengakuan pendapatan dalam periode yang pajaknya masih relative rendah.
Usaha yang bersifat spekulatif. Akuntan yang melaksanakan pemeriksaan terhadap laporan
keuangan yang kegitannya dalam usaha yang sifatnya spekulatif, akan menghadapi resiko
yang lebih besar bila dibandingkan dengan akuntan yang melakukan pemeriksaan terhadap
perusahaan yang kegiatan usahanya relative stabil dalam jangka panjang.
Transaksi perusahaan yang kompleks. Klien yang kegiatannya menghasilkan transaksi yang
sangat rumit merupakan klien yang mengandung resiko besar bagi akuntan bila
dibandingkan dengan klien yang kegiatannya bersifat konvensional.

KEPUTUSAN YANG HARUS DIAMBIL AKUNTAN BERKAITAN DENGAN BUKTI


PEMERIKSAAN
Dalam proses pengumpulan bukti pemeriksaan, akuntan melakukan empat pengambilan
keputusan yang saling berkaitan:
1. Penentuan prosedur pemeriksaan yang akan digunakan.
2. Penentuan besarnya sampel untuk prosedur pemeriksaan tertentu.
3. Penentuan unsur tertentu yang harus dipilih dari populasi.
4. Penentuan waktu yang cocok untuk melaksanakan perosedur pemeriksaan tersebut.
Penentuan prosedur pemeriksaan yang akan digunakan. Untuk mengumpulkan bukti
pemeriksaan, akuntan menggunakan prosedur pemeriksaan. Contoh prosedur pemeriksaan
disajikan berikut ini.
1. Hitung penerimaan kas yang belum disetor pada tanggal neraca dan awasi uang kas
tersebut sampai dengan saat penyetoran ke bank.
2. Mintalah cut-off bank satatement dari bank kira-kira untuk jangka waktu dua minggu
setelah tanggal neraca.
3. Lakukan pengamatan terhadap penghitungan fisik persediaan yang diselenggarakan oleh
klien.
Daftar prosedur pemeriksaan untuk seluruh pemeriksaan unsure tertentu disebut program
pemeriksaan. Pada umumnya program pemeriksaan juga menyebutkan besarnya sampel,
tanggal pelaksanaan prosedur pemeriksaan, dan pelaksana prosedur pemeriksaan tersebut.
Penentuan besarnya sampel. Jika prosedur pemeriksaan telah ditetapkan, akuntan dapat
menentukan besarnya sampel yang berbeda dari satu unsure dengan unsur yang lain dalam
populasi yang sedang diperiksa. Keputusan mengenai banyak unsur yang harus diuji harus
diambil oleh akuntan untuk setiap prosedur pemeriksaan. Besarnya sampel akan berbeda-
beda di antara pemeriksaan yang satu dengan pemeriksaan yang lain dan dari prosedur
yang satu ke prosedur pemeriksaan yang lain.
Penentuan unsur tertentu yang dipilih sebagai anggota sampel. Setelah besarnya sampel
ditentukan untuk prosedur pemeriksaan tertentu, akuntansi masih harus memutuskan unsur
mana yang akan dipilih sebagai anggota sampel untuk diperiksa. Sebagai contoh, akuntan
telah menentukan bahwa 400 faktur penjualan dari populasi sebesar 1.500 akan diperiksa
mengenai otorisasi dan ketelitian yang tercantum di dalamnya. Akuntan dapat menggunakan
beberapa metode yang berbeda untuk memilih 400 faktur penjualan dari populasi tersebut.
Tiga metode yang mungkin digunakan oleh akuntan adalah: (1) memilih minggu tertentu
sebagai periode pengujian (test period) dan memeriksa 400 faktur penjualan pertama yang
dibuat dalam minggu tersebut, (2) memilih 400 faktur penjualan yang berisi total rupiah di
atas Rp40.000, (3) memilih 400 faktur penjualan tersebut secara sembarangan.
Penentuan waktu yang cocok untuk melaksanakan prosedur pemeriksaan. Karena
pemriksaan terhadap laporan keuangan melipurti suatu jangka waktu tertentu, biasanya 1
tahun, maka akuntan dapat mulai mengumpulkan bukti pemeriksaan segera
bd65c87ae9a41b4; presence=EM307714002L186REp_5f1nya baru dapat diselesaikan
beberapa minggu atau bulan setelah tanggal neraca, maka prosedur pemeriksaan dapat
digunakan pada awal tahun yang diperiksa, akhir tahun yang diperiksa, atau beberapa
minggu atau bulan setelah tanggal neraca. Umumnya, klien menghendaki pemeriksaan
akuntan diselesaikan dalam waktu satu sampai dengan tiga bulan setelah tanggal neraca.

RANGKUMAN
Buki pemeriksaan adalah bukti segala informasi yang mendukung angka-angka atau
informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh akuntan
sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya. Norma pelaksanaan pemeriksaan yang
ketiga mewajibkan akuntan untuk memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan kompeten
sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diperiksanya. Isi
norma tersebut adalah sebagai berikut: “bukti kompeten yang cukup harus diperoleh melalui
inspeksi, pengamatan, tanya jawab, dan konfirmasi sebagai dasar yang layak untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diperiksa”.
Cukup atau tidaknya bukti pemeriksaan menyangkut kuantitas bukti yang harus diperoleh
akuntan dalam pemeriksaannya, sedangkan kompetensi bukti pemeriksaan menyangkut
kualitas atau keandalan bukti yang dipengaruhi oleh tiga factor beriktu ini: sumber bukti,
pengendalian intern, dan cara untuk memperoleh bukti.
Ada delapan tipe bukti pemeriksaan yang harus diperoleh akuntan dalam pemeriksaannya:
pengendalian intern, bukti fisik, bukti documenter, catatan akuntansi, perhitungan, bukti
lisan, perbandingan dan ratio, serta bukti dan spesialis.
Untuk memperoleh bukti pemeriksaan, akuntan melakukan prosedur pemeriksaan yang
merupakan instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti pemeriksaan tertentu yang harus
diperoleh pada saat tertentu dalam pemeriksaan. Prosedur pemeriksaan yang dipakai oleh
akuntan untuk memperoleh bukti pemeriksaan adalah inspeksi, pengamatan, wawanara,
konfirmasi, pengusutan, pemeriksaan bukti pendukung, penghitungan, dan scanning.
Dalam situasi tertentu, risiko terjadinya kesalahan dan penyajian yang salah dalam rekening
dan dalam laporan keuangan jauh lebih besar dibandingkan dengan situasi yang biasa. Oleh
karena itu, akuntan harus waspada jika menghadapi situasi pemeriksaan yang mengandung
risiko besar seperti contoh berikut ini: pengendalian intern yang lemah, kondisi keuangan
yang tidak sehat, manajemen yang tidak dapat dipercaya, penggantian akuntan public yang
dilakukan oleh klien tanpa alasan yang jelas, perubahan tarif atau peraturan pajak atas laba,
usaha yang bersifat spekulatif, dan transaksi perusahaan yang kompleks. Kewaspadaan ini
perlu dimiliki oleh akuntan untuk menghindarkan dirinya dari pernyataan pendapat wajar
atas laporan keuangan klien yang berisi ketidak jujuran.
Dalam proses pengumpulan bukti pemeriksaan, akuntan melakukan empat pengambilan
empat keputusan yang saling berkaitan, yaitu: penentuan prosedur pemeriksaan tertentu,
penentuan unsur tertentu yang harus dipilih dan populasi, dan penentuan waktu yang cocok
untuk melaksanakan prosedur pemeriksaan tersebut.

KERTAS KERJA
Kertas kerja adalah kertas-kertas yang dikumpulkan atau dibuat selama proses
pemeriksaan, yang meliputi semua bukti pemeriksaan yang dikumpulkan oleh akuntan guna
memperlihatkan pekerjaan yang telah dilaksanakannya, metode dan prosedur pemeriksaan
yang diikutinya, serta kesimpulan yang telah dibuatnya.
Empat tujuan terpenting pembuatan kertas kerja adalah: (1) untuk mengkoordinasi dan
mengkoordinasi semua tahap pemeriksaan, (2) untuk mendukung pendapat akuntan atas
laporan keuangan yang diperiksanya, (3) untuk menguatkan kesimpulan-kesimpulan
akuntan dan kompetensi pemeriksaannya, (4) untuk pedoman dalam pemeriksaan
berikutnya.
Kertas kerja adalah milik akuntan publik, namum pengungkapan informasi yang tercantum
dalam kertas kerja kepada pihak ketiga dibatasi oleh Kode Etik Akuntan Indonesia Pasal 19
yang berbunyi: “Seorang akuntan public harus menjaga kerahasiaan informasi yang
diperolehnya selama penugasan professional, dan tidak boleh terlibat dalam pengungkapan
fakta atau informasi tersebut, bila ia tidak memperoleh ijin khusus dari klien yang
bersangkutan, kecuali jika dikehendaki oleh hukum, atau Negara atau perofesinya”.
Ada lima tipe kertas kerja: program pemeriksaan, working trial balance, ringkasan jurnal
adjustment, daftar utama, atau daftar pendukung. Pelaksanaan norma pelaksanaan
pemeriksaan akuntan yang pertama, yang berbunyi “Pemriksaan harus direncanakan
sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus dipimpin dan diawasi dengan semestinya”
dapat dicerminkan dari berbagai tipe kertas kerja yang dihasilkan oleh akuntan.
Perencanaan pemeriksaan yang baik dibuat oleh akuntan, sedangkan pengawasan
terhadap pekerjaan asisten dapat tercermin dari tanda tangan penelaah (reviewer) yang
tercermin dalam setiap tipe kertas kerja yang dihasilkan dalam pemeriksaan.
Kertas kerja harus diberi indeks untuk memudahkan pencarian informasi yang tercantum di
dalamnya dan untuk memudahkan pengkaitan informasi dalam suatu kertas kerja dengan
informasi dalam kertas kerja yang lain.
Setelah akuntan menyelesaikan tugas pemeriksaan, kertas kerja diarsipkan ke dalam dua
macam arsip: (1) arsip kini dan (2) arsip permanen. Arsip kini digunakan untuk menyimpak
kertas kerja yang hanya mempunyai manfaat untuk tahun yang diperiksa saja, sedangkan
arsip permanen digunakan untuk menyimpak kertas kerja yang mempunyai manfaat lebih
dari satu tahun pemeriksaan.

SAMPLING AUDIT

2.1.          Sampling Audit

Sampling adalah metode penelitian, yang kesimpulan terhadap populasi yang diteliti
didasarkan pada hasil pengujian terhadap sampel. Populasi adalah kumpulan yang lengkap
dari kelompok data yang menjadi objek penelitian. Sampel adalah bagian dari populasi, yang
di pilih untuk diteliti, berfungsi sebagai perwakilan dari seluruh anggota populasi.
Menurut PSA N0. 26 Sampling Audit adalah penerapan prosedur audit terhadap
kurang dari seratus persen unsur dalam suatu saldo akun atau kelompok transaksi dengan
tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi
tersebut.  Ada alasan lain bagi auditor untuk memeriksa kurang dari 100% unsur yang
membentuk saldo akun atau kelompok transaksi. Sebagai contoh, auditor mungkin hanya
memeriksa beberapa transaksi dari suatu saldo akun atau kelompok untuk memperoleh
pemahaman atas sifat operasi entitas atau memperjelas pemahaman atas pengendalian
intern entitas. Audit sampling ini dapat dilakukan dengan dua pendekatan umum, yaitu :

1.         Tidak menggunakan statistik (nonstatistik) dan

2.        Menggunakan statistik.

Kedua pendekatan tersebut mengharuskan auditor menggunakan pertimbangan


profesionalnya dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian sampel, serta dalam
menghubungkan bukti audit yang dihasilkan dari sampel dengan bukti audit lain dalam
penarikan kesimpulan atas saldo akun atau kelompok transaksi yang berkaitan.

Audit sampling yang menggunakan statistk adalah audit yang menggunakan


matematika sebagai sarana untuk menentukan perencanaan, pemilihan dan evaluasi sampel.
Dalam hal ini statistik sangat membantu kerana statistik menyediakan beberapa metode
yang dapat digunakan oleh auditor untuk memilih dan mengunakan sampel-sampel tersebut
untuk kemudian membuat kesimpulan yang menyeluruh mengenai populasi yang diaudit.

Sampling Audit dapat diterapkan baik untuk melakukan pengujian pengendalian,


maupun pengujian subtantif. Sampling audit banyak diterapkan auditor dalam prosedur
pengujian yang berupa voucing, tracing, dan konfirmasi.  Sampling dipergunakan kalau
waktu dan biaya tidak memungkinkan untuk memeriksa seluruh transaksi/kejadian dalam
suatu populasi. Populasi adalah seluruh item yang harus diperiksa. Sub dari populasi disebut
dengan istilah sampel.

Kedua pendekatan ini dapat di gunakan dalam audit, karena tidak ada satu pihakpun
yang dapat menjamin bahwa salah satu di antara keduanya lebih baik dari yang
lain. Sampling dipergunakan untuk menginferensi karakteristik dari populasi. Keuntungan
dari sampling itu sendiri adalah :

1.         Menghemat sumber daya: biaya,waktu, tenaga

2.        Kecepatan mendapatkan informasi (up date)

3.        Ruang lingkup (cakupan) lebih luas

4.        Data/informasi yang diperoleh lebih teliti dan mendalam

5.        Pekerjaan lapangan lebih mudah disbanding cara sensus.


Dalam tahapan audit sampling ada enam tahapan adalah sebagai berikut :

1.         Menyusun rencana audit

2.        Menetapkan jumlah/unit sampel

3.        Memilih sampel

4.        Menguji sampel

5.        Mengestimasi keadaan populasi

6.        Membuat simpulan hasil audit

2.2.         Sampling Audit Statistik Dan Non Statistik

Ada dua pendekatan umum dalam sampling audit yang dapat dipilih auditor untuk
memperoleh bukti audit kompeten yang memadai yaitu Sampling Statistik dan Sampling
Non Statistik.

A.           Sampling Statistik

Guy (1981) menyatakan bahwa sampling statistik adalah penggunaan rencana


sampling (sampling plan) dengan cara sedemikian rupa sehingga
hukum probabilitas digunakan untuk membuat statement tentang suatu populasi. Ada dua
syarat yang harus dipenuhi agar suatu prosedur audit bisa dikategorikan sebagai sampling
statistik. Pertama, sampel harus dipilih secara random. Random merupakan
lawan arbritrari atau judgemental. Seleksi random menawarkan kesempatan sampel tidak
akan bias. Kedua, hasil sampel harus bisa dievaluasi secara matematis. Jika salah satu syarat
ini tidak terpenuhi maka tidak bisa disebut sebagai sampling statistik. Berikut digambarkan
tipe sampling audit syarat pengkategorian tipe-tipe tersebut.

Tabel Tipe Sampling Audit

No Types of Audit Sampling Sample Selection Sample Evaluation

1 100 percent Key items Conclusive

2 Judgement Sample Judgmental Judgmental


3 Representative Sample Random Judgmental

4 Statistical Sample Random Mathematical

Sumber: Guy, 1981

Untuk memilih sampel secara random ada beberapa metode yang bisa digunakan :

a.      Simple Random Sampling. Menggunakan pemilihan random untuk memastikan bahwa tiap


elemen populasi mempunyai peluang yang sama dalam pemilihan. Tabel bilangan acak
dapat dipakai untuk mecapai kerandoman (randomness).

b.      Stratified Random Sampling. Membagi populasi dalam kelompok-


kelompok(grup/stratum) dan kemudian melakukan pemilihan secara random untuk tiap
kelompok. Kelebihan metode ini, pertama, pemilihan sampel bisa dihubungkan dengan item
kunci, serta bisa menggunakan teknik audit berbeda untuk tiap stratum. Kedua, stratifikasi
meningkatkan reliabilitas sampel dan mengurangi besarnya sampel (sample size) yang
dibutuhkan. Jika sampel yang homogen dikelompokkan maka keefektifan dan keefisienan
sampel bisa ditingkatkan.

c.       Systematic Sampling. Menggunakan random strart point kemudian memilih tiap populasi


ke n. Kelebihan utama metode ini adalah penggunaannya mudah. Namun problem utama
adalah kemungkinan masih timbul sampel yang bias (Guy, 1981).

d.      Sampling Probability Proportional to Size (Dollar Unit Sampling). Memilih sampel secara


random sehingga probabilitas pilihan langsung terkait dengan nilai (size). Dengan metode
ini unit yang nilai tercatatnya besar secara proporsional akan memiliki lebih banyak
kesempatan untuk terpilih daripada unit yang nilai tercatatnya kecil.

Menurut Halim (2001) sampling statistik memerlukan lebih banyak biaya daripada
sampling nonstatistik. Alasannya karena harus ada biaya yang dikeluarkan
untuk training bagi staf auditor untuk menggunakan statistik dan biaya pelaksanaan
sampling secara statistik. Namun tingginya biaya sampling statistik dikompensasi dengan
tingginya manfaat yang dapat diperoleh melalui pelaksanaan sampling statistik. Sedang
menurut Guy (1981) ada empat kelebihan sampling statistik, yaitu :

1.         Memungkinkan auditor menghitung reliabilitas sampel dan risiko berdasarkan sampel.

2.        Mengharuskan auditor merencanakan sampling dengan lebih baik (more orderly manner)
dibandingkan dengan sampling non statistik
3.        Auditor bisa mengoptimalkan sampel size, tidak overstated atauunderstated, dengan risiko
yang hendak diterima terukur secara matematis.

4.        Berdasarkan sampel, auditor bisa membuat statement yang obyektif mengenai populasi


sampel.

B.      Sampling Non Statistik

Sampling non statistik merupakan pengambilan sampel yang dilakukan


berdasarkan kriteria subyektif berdasarkan pengalaman auditor. Guy (1981) mendefinisikan
sampling yang sampelnya dipilih secara subyektif, sehingga proses pemilihan sampel tidak
random dan hasil penyampelan tidak dievaluasi secara matematis. Ada beberapa
metode pemilihan sampel yang dikategorikan dalam sampling non statistik, sebagai berikut :

a.      Haphazard sampling. Auditor memilih sampel yang diharapkan representatif terhadap


populasi lebih berdasar judgement individu tanpa menggunakan perandom probabilistik
(misalnya semacam tabel bilangan random). Untuk menghindari bias, sampel dipilih tanpa
memperhatikan ukuran, sumber, atau ciri-ciri khas lainnya (Arrens dan Loebbecke,
2000). Tetapi kelemahan utama metode ini adalah kesulitan untuk benar-benar
menghilangkan bias pemilihan.

b.      Block sampling. Menggunakan seleksi satu atau lebih kelompok elemen populasi secara
berurut. Bila satu item dalam blok terpilih maka secara berurut item-item berikutnya dalam
blok akan terpilih dengan otomatis. Metode ini secara teoritis merupakan metode pemilihan
sampel yang representatif namun jarang digunakan karena tidak efisien. Waktu dan biaya
untuk memilih sampel yang memadai agar representatif terhadap populasi sangat mahal
(Guy dan Carmichael, 2001).

c.       Systematic sampling. Menggunakan start point yang ditentukan


secarajudgement kemudian memilih tiap elemen populasi ke n. Sampel dipilih berdasarkan
interval yang ditentukan dari pembagian jumlah unit dalam populasi dengan jumlah sampel.

d.      Directed sampling. Menggunakan seleksi berdasarkan judgement elemen bernilai (high


value) atau elemen yang diyakini mengandung error. Auditor tidak mendasarkan pada
pemilihan yang mempunyai kesempatan sama (probabilistik), namun lebih menitik
beratkan pemilihan berdasarkan kriteria. Kriteria yang biasa digunakan adalah:

1.       Item-item yang paling mungkin mengandung salah saji.

2.      Item-item yang memiliki karakteristik populasi tertentu.

3.      Item yang mempunyai nilai tinggi (large dollar coverage).


Dibanding sampling statistik,  judgement atau sampling non statistik sering dikritik
karena secara berlebihan mengandalkan intuisi dan juga sering secara irasional dipengaruhi
faktor-faktor subyektif. Kecukupan ukuran sampel tidak bisa secara obyektif ditentukan.
Misalnya reaksi personal auditor terhadap karyawan klien, proses pengadilan, dan waktu
yang tersedia untuk menyelesaikan penugasan bisa sangat mempengaruhi ukuran sampel
(Guy, 1981). Namun demikian terlepas dari kemungkinan terjadinya hal-hal tersebut,
sampling non statistik yang direncanakan secara tepat akan dapat seefektif sampling
statistik. Banyak situasi yang membuat judgement sampling lebih sesuai dari pada sampling
statistik. Harus dicatat bahwa sampling statistik merupakan alat yang berguna untuk
sebagian, tidak semua situasi. Apakah sampling statistik harus digunakan, tergantung dari
keputusan, tujuan audit, pertimbangan cost diferensial (dibandingkan dengan judgement
sampling) serta trade-offs antara biaya dan manfaat yang didapat dalam pengauditan.

2.3.         Ketidakpastian Dalam Sampling Audit

Auditor mengakui adanya faktor-faktor seperti waktu dan biaya yang diperlukan untuk
melakukan pemeriksaan baik atasa sampel data maupun atas seluruh data. Semakin banyak
sampel yang diambil, semakin banyak waktu dan biaya yang diperlukan. Auditor juga
mengakui adanya konsekuensi negative dari kemungkinan kesalahan pengambilan
keputusan yang didasarkan atas kesimpulan hasil audit terhadap data sampel semata.

Auditor dapat memutuskan untuk menerima beberapa ketidakpastian yang timbul


akibat pelaksanaan sampling. Ketidakpastian tersebut meliputi :

1.       Ketidakpastian yang disebabkan langsung oleh penggunaan sampling (resiko sampling).


Resiko sampling berkaitan dengan kemungkinan bahwa sampel yang diambil bukanlah
sampel yang representatif. Risiko sampling timbul dari kemungkinan bahwa kesimpulan
auditor bila menggunakan sampling mungkin menjadi lain dari kesimpulan yang akan
dicapai bila cara pengujian yang sama diterapkan tanpa sampling. Tingkat risiko sampling
mempunyai hubungan yang terbaik dengan ukuran sampel. Semakin kecil ukuran sampel,
semakin tinggi risiko samplingnya. Sebaliknya, semakin besar ukuran sampel, semakin
rendah risiko samplingnya. Auditor harus menerapkan pertimbangan professional dalam
menentukan besarnya risiko sampling. Risiko sampling dapat dibedakan atas :

a.      Risiko sampling dalam pengujian subtantif atas detail atau rincian. Auditor dalam
memperhatikan dua aspek penting dari risiko sampling. Yang meliputi : Risiko keliru
menerima (risk of incorrect acceptance) dan Risiko keliru menolak (risk of incorrect
rejection)

b.      Risiko sampling dalam melaksanakan pengujian pengendalian. Auditor memperhatikan dua


aspek penting dalam risiko sampling, yang  meliputi :

1.       Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu rendah (risk of assessing control
risk too law).
2.      Risiko penentuan tingkat risiko pengendalian yang terlalu tinggi (risk of assessing control
risk too high).

2.     Ketidakpastian yang disebabkan faktor selain sampling (risiko non

sampling).  Risiko non sampling meliputi semua aspek risiko audit yang

tidak berkaitan dengan sampling. Risiko ini tidak akan pernah dapat diukur

secara sistematis. Risiko non sampling timbul karena :

a.         Kesalahan manusia seperti gagal mengakui kesalahan dalam dokumen.

b.        Kesalahan pemilihan maupun penerapan prosedur audit yang tidak

sesuai dengan tujuan audit.

c.         Salah interpretasi hasil sampel.

2.4.       Pendekatan Sampling Audit

Standar Profesional Akuntan Publik pada Standar pekerjaan lapangan ketiga


menyatakan bahwa:

“Bukti Audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan auditan”

Ada dua pendekatan umum dalam pendekatan sampling audit yang dipilih auditor
untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup. Kedua pendekatan tersebut ialah :

1.         Sampling statistik. Sampling statistik lebih banyak memerlukan biaya daripada sampling
non statistik. Biaya tersebut dikeluarkan berkaitan dengan :

a.         Biaya pelaksanaan training bagi staf auditor untuk menggunakan statistik.

b.        Biaya pelaksanaan implementasi rencana sampling statistik.

Ada dua macam teknik sampling statistik, yaitu :


1.         Atribut sampling. Teknik ini digunakan dalam pengujian pengendalian. Kegunaannya
adalah untuk memeperkirakan tingkat deviasi atau penyimpangan dari pengendalian yang
ditentukan dalam populasi.

2.        Variable sampling. Dalam pendekatan Variabel sampling, distribusi normal digunakan


auditor untuk mengevaliasi karakteristik populasi yang didasarkan pada hasil sampel yang
diambil dari populasi. Variable sampling digunakan auditor, apabila ditemukan kondisi
sebagai berikut : (a). Klien tidak dapat menyajikan suatu jumlah yang dapat dianggap benar.
(b) Suatu saldo akun ditentukan dengan sampling statistik.  Variable sampling tepat untuk
diterapkan auditor, antara lain pada :

a.        Observasi dan penilaian persediaan

b.        Konfirmasi piutang dagang.

c.         Cadangan piutang tak tertagih.

d.        Cadangan piutang yang rusak.

e.        Menilai persediaan dalam perusahaan.

f.          Menilai aktiva tetap dalam utility campany.

g.        Penilaian umur piutang.

Ada tiga teknik yang dapat digunakan dalam variable sampling, yaitu :

a.        Mean per-unit (MPU)

b.        Difference estimation

c.         Sampling estimasi rasio

2.        Sampling non statistik. Sampling non statistik merupakan pengambilan sampel yang
sebagaimana mestinya akan menghasilkan bukti audit yang cukup.

STATISTIK VS NONSTATISTIK SAMPLING

Mempunyai persamaan yaitu terdiri dari 4 langkah sebagai berikut :

1.         Perencanaan sample, bertujuan menjamin bahwa pengujian audit dilaksanakan dengan cara
yang sesuai untuk memberikan risiko uji petik yang diinginkan dan untuk meminimalkan
kemungkinan risiko uji petik.

2.        Seleksi sample, meliputi keputusan bagaimana memilih unsur sample dari populasi.
3.        Pelaksanaan pengujian, yaitu pemeriksaan dokumen dan melakukan pengujian audit
lainnya.

4.        Evaluasi hasil, mencakup penarikan kesimpulan berdasarkan pengujian audit. 

Perbedaan :

1.         Sampling Statistik : menggunakan teknis-teknis pengukuran matematis untuk menghitung


hasil statistik formal. Bermanfaat untuk mengkuantifikasi risiko uji petik pada perencanaan
sample dan evaluasi hasil. Hanya cocok untuk sample probabilistis (tiap unsur populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih).

2.        Sampling Non Statistik : memilih unsur-unsur sample yang diyakini dapat memberikan
informasi yang berguna pada populasi tersebut dan keputusan yang diambil lebih
berdasarkan pertimbangan. Sering disebut judgemental sampling.

2.5.       Proses Pengambilan Sampel dan faktor-faktor penggunaan metode


sampling

Proses pengambilan sampel merupakan cara-cara dalam memilih sampel untuk studi
tertentu. Proses terdiri dari beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut :

a.    Tahap 1 memilih populasi

b.   Tahap 2 memilih unit-unit sampling

c.    Tahap 3 memilih kerangka sampling

d.   Tahap 4 memilih desain sampel

e.    Tahap 5 memilih ukuran sampel. Ukuran sampel tergantung beberapa faktor yang
mempengaruhi diantaranya: homogenitas unit-unit sampel, kepercayaan, persepsi,
kekuaatan statistik, prosedur analisa, dan biaya

f.     Memilih rancangan sampling

g.    Memilih sample
Dalam penelitian terdapat tujuh faktor yang mempunyai pengaruh dalam pemilihan
sampling audit. Faktor-faktor tersebut adalah :

1.         Persepsi mengenai sampling statistik

2.        Persepsi mengenai risiko audit

3.        Tekanan waktu

4.        Pengalaman

5.         Pemeriksaan perusahaan yang go public

6.        Tenaga ahli

7.         Skala kantor akuntan publik


2.6.         Pemilihan Sampel

Pemilihan sampel atau sampling adalah suatu proses memperoleh informasi


mengenai populasi secara keseluruhan dengan cara menguji hanya sebagian dari populasi
tersebut. Konsep-konsep pemilihan sampel mencakup hal-hal seperti unit sampling, atribut,
pemilihan secara cak (random), stratifiksi, risiko pemilihan sampel (sampling risk), tingkat
ketepatan (precision), dan tingkat keyakinan (confidence level atau reliability).

Suatu satuan atau unit sampling adalah unsur (elemen) di dalam populasi yang
memiliki sifat-sifat atau karakteristik yang akan diukur oleh auditor guna membuat estimasi
mengenai karakteristik seluruh populasi, daftar dari seluruh unit sampling di dalam
populasi disebut frame. Perlu diingat bahwa unsur atau elemen di dalam populasi itu sendiri
mungkin memiliki atau tidak memiliki karakteristik tertentu yang biasa disebut dengan
istilah atribut.

Pemilihan sampel dilakukan setelah auditor mengetahui besarnya sampel yang akan
dipilih dan diperiksa. Biasanya auditor membuat klasifikasi apakah sampel yang telah
dipilihnya tersebut dikembalikan lagi ke populasinya sehingga dapat dipilih kembali (disebut
dengan istilah sampling with replacement) ataukah setiap kali sampel telah dipilih tidak
dikembalikan lagi ke populasinya sehinga tidak dapat lagi dipilih kembali sebagai sampel
(disebut dengan istilahsampling without replacement). Apabila sampel tersebut telah
dipilih, maka langkah berikutnya adalah memeriksa sampel-sampel yang telah dipilih
tersebut untuk selanjutnya dibuat kesimpulan terhadap seluruh populasi yang diwakili oleh
sampel-sampel tersebut. Dalam pekerjaan audit pada dasarnya terdapat dua metode
pemilihan atau penarikan sampel, yaitu metode pemilihan secara statistik atau statistical
(random) sampling method dan metode pemilihan tidak secara statistik atau nonstatistical
sampling (jusgment) method.

A.           Metode pemilihan secara statistik

Metode ini disebut pula dengan istilah metode pemilihan secara acak(random
sampel), yitu suatu cara pemilihan sampel yang sedemikian rupa sehingga setiap unsur di
dalam populasi mempunyai probabilitas yang tidak sama untuk dipilih menjadi sampel.
Metode ini dapat dilakuka dengan menggunakan tabel angka acak (random numbers table),
secara sistematik atau dengan menggunakan program komputer.

1.         Tabel angka acak

Tabel angka acak adalah suatu daftar angka acak yang disusun dalam bentuk tabel untuk
membantu pemilihan angka-angka secara acak karena angka-angka dalam tabel ini tidak
berurutan. 
2.        Pemilihan sampel secara sistematik

Dalam cara pemilihan sampel yang sistematik auditor menghitung suatu


rentang (interval) tertentu dari populasi dalam masing masing strata dengan jalan membagi
besarnya populas dengan jumlah sampel yang dikehendaki.

Cara pemilihan sampel yang sistematik ini sangat mudah digunakan karena begitu
suatu titik awal ditetapkan maka langkah berikutnya bersifat otomatis. Keadaan ini tidak
akan menimbulkan masalah apabila kesalahan-kesalahan yang terjadi di dalam populasi
tersebar secara acak di seluruh populasi. Akan tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi
sehingga kemungkinan kesalahan-kesalahan yang material yang terjadi di dalam populasi
tidak akan tercakup di dalam sampel. Oleh sebab itu biasanya cara yang kedua ini hanya
digunakan apabila cara yang pertama atau paket program komputer mengenai pemilihan
sampel tidak dapat dilakukan.

B.           Metode pemilihan sampel nonstatistik

Metode pemilihan sampel tidak secara statistik adalah suatu cara pemilihan sampel
yang didasarkan pada pertimbangan pribadi auditor, misalanya akan memeriksa seluruh pos
persediaan yang mempunyai saldo Rp 1.000.000 atau lebih. Metode ini paling banyak
digunakan di dalam audit meskipun oleh auditor yang mengetahui cara-cara statistik. Hal ini
disebabkan karena mudah ataupun karena metode pemilihan sampel secara statistik tidak
dapat diterapkan, tidak memungkinkan atau terlalu mahal apabila digunakan.

Metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu dari tiga cara sebagai
berikut:

1.         Blok sampling: Blok sampling adalah pemilihan beberapa pos (item)secara berurutan.


Begitu pos pertama di dalam blok tersebut telah dipilih maka pos-pos lainnya di dalam blok
tersebut akan terpilih secara otomatis. Sebagai contoh misalnya pemilihan seratus transaksi
pembelian dalam buku harian pembelian pada tengah pertama bulan februari. 

Kelemahan cara ini adalah apabila blok yang digunakan hanya sedikit maka dapat
memungkinkan tidak terpilihnya populasi yang mengandung kesalahan. Untuk menghindari
hal itu  Arens dan Loebbecke (1981)menyarankan setidak-tidaknya menggunakan sembilan
blok untuk sembilan bulan yang berbeda.

2.        Metode pemilihan sampel menurut pertimbangan auditor (metode judgemental), dan

3.        Metode tanpa tendensi

Metode ini digunakan apabila auditor dalam memilih sampel tidak memperdulikan besarnya
nilai, sumbernya atau sifat-sifat lainnya yang spesifik. Kelemahan utama cara ini adalah
sulitnya menentukan pos-pos sampel yang bebas dari pretensi atau tendensi auditornya.
Sebagai gambaran misalnya ada beberapa auditor yang lebih senang untuk memilih sampel
dari transaksi kepada pihak-pihak tertentu atau transaksi yang tertulis pada setiap awal
halaman dan mengabaikan transaksi yang tertulis pada tengah halaman, sementara auditor
lainnya lebih menyukai transaksi yang tertulis pada tengah halaman atau yang mempunyai
saldo besar.

Beberapa pertimbangan penting yang berkaitan dengan pemilihan ukuran sampel,


yaitu :

1.       Seleksi Acak dengan Pengukuran Statistik. Perlu dipahami oleh auditor mengenai perbedaan
antara seleksi acak dengan pengukuran statistik dalam penentuan pemilihan ukuran sampel.

2.      Dokumentasi yang cukup. Penting bagi auditor untuk memelihara catatan mengenai
prosedur yang dilaksanakan, metode yang digunakan untuk menyeleksi sampel dan
melaksanakan pengujian, hasil yang diperoleh, dan kesimpulan yang ditarik.

3.      Kebutuhan akan pertimbangan profesional. Penerapan uji statistik memerlukan


pertimbangan profesional dalam langkah-langkahnya.

2.7.         Tehnik Sampling Statistik

Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa terdapat dua tehnik sampling statistik,
yaitu: sampling atribut dan sampling variabel serta tehnik gabungan antara keduannya.

A.    Sampling Atribut

Yang dimaksud dengan sampling atribut adalah suatu metode untuk melakukan
perkiraan atau estimasi terhadap sebagian dari populasi yang mengandung karakter atau
atribut tertentu yang menjadi perhatian atau menjadi tujuan audit seorang auditor.
Sampling ini terutama digunakan dalam pengujian-pengujian pengendalian intern.
Sampling atribut digunakan untuk membuat kesimpulan mengenai tingkat kejadian di
dalam populasi, dan biasanya digunakan untuk menguji tingkat ketaatan terhadap prosedur
di dalam populasi, dan biasanya digunakan untuk menguji tingkat ketaatan terhadap
prosedur di dalam sistem pengendalian intern sebagai sarana untuk mengetahui apakah
ketentuan-ketentuan yang dibuat manajemen telah ditaati.
Sebagai contoh misalnya auditor ingin menentukan prosentase banyaknya bukti
pembayaran yang tidak didukung dengan bukti-bukti tertentu atau tidak diotorisasi oleh
pejabat yang berwenang. Untuk menguji pengendalian intern tersebut auditor dapat
menggunakan salah satu dari tiga metode sampling, yaitu estimasi atribut (sampling fixed-
sample-size), sampling sekuensial (sampling atribut keputusan atau stop or go sampling)
dan sampling temuan (discovery sampling). Langkah-langkah dalam sampling atribut: 

1.       Tentukan tujuan pengujian yang hendak dilakukan oleh auditor

2.      Definisikan populasi dan satuan atau unit samplingnya

3.      Definisikan atribut yang menjadi objek pengukuran dan apa yang dimaksudkan dengan
penyimpangan

4.      Tentukan tingkat kesalahan tertinggi yang dapat ditolelir

5.      Buat estimasi atau perkiraan mengenai tingkt penyimpangan di dalam populasi, yaitu
jumlah penyimpangan di dalam sampel dibagi dengan besarnya sampel

6.      Tentukan tingkat keyakinan, biasanya dalam presentase.

7.      Tentukan besarnya sampel dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a.      Risiko data yang dapat diterima

b.      Tingkat kesalahan yang dapat ditolelir

c.       Perkiraan mengenai tingkat penyimpanga dalam populasi

d.      Pengaruh besarnya populasi

e.      Metode sampling yang digunakan, apakah sampling fixed-sample-size, sampling sekuensial,


atau sampling temuan

8.     Pilih sampel secara acak

9.      Lakukan prosedur audit

10.  Lakukan evaluasi hasil audit sampel pada langkah 9 dengan cara sebagai berikut:

a.      Hitung tingkat penyimpangan

b.      Pertimbangkan risiko sampling

c.       Pertimbangkan aspek kualitatif dari penyimpangan tersebut

d.      Buat kesimpulan secara menyeluruh mengenai pengendalian intern.


B.    Sampling Variabel
Yang dimaksud dengan sampling variabel adalah suatu metode yang digunakan
untuk melakukan perkiraan atau estimasi terhadap nilai yang sebenarnya dari saldo suatu
akun atau untuk menentukan besarnya nilai suatu kesalahan. Sampling ini terutama
digunakan dalam pengujian substantif guna menentukan tingkat dapat diandalkanya suatu
jumlah dalam suatu akun, dan dapat dilakukan dengan salah satu dari beberapa metode
sebagai beriut: (1) estimasi satuan nilai tengah, (2) estimasi selisih, (3) estimasi
perbandingan, dan (4) estimasi regresi.

Keempat metode ini dapat dilakukan dengan stratifikasi atau tanpa stratifikasi.
Sampling stratifikasi adalah suatu metode sampling yang membagi-bagi populasi menjadi
dua atau lebih sub populasi yang disebut dengan istilah strata, dan sampel kemudian dipilih
dari masing-masing strata tersebut, dan masing-masing strata ini selanjutnya diaudit secara
terpisah.

Pada umumnya sampling variabel dapat digunakan untuk hal-hal sebagai berikut:

a.      Dalam pengujian substantif, yang dimaksudkan untuk menentukan kewajaran nilai buku
suatu akun.

b.      Untuk membuat estimasi mengenai nilai saldo suatu akun atau suatu kelas tertentu dari
transaksi-transaksi yang berkaitan seperti taksiran saldo piutang atau taksiran total
penjualan untuk suatu periode tertentu.

Secara lebih spesifik Vasarhelyi dan Lin (1990) menyatakan bahwa sampling


variable ini dapat diterapkan oleh auditor untuk melakukan pekerjaan audit berkenaan
dengan hal-hal sebagai berikut:

1.       Pengujian akun piutang

2.      Pengujian jumlah kuantitas, harga dan nilai persediaan.

3.      Penggantian metode penilaian persediaan dari metode FIFO ke LIFO.

4.      Pengujian jumlah penambahan aktifa tetap

5.      Pengujian terhadap transaksi-transaksi untuk menentukn besarnya nilai transaksi yang


tidak didukung oleh bukti yang memadai.

Meskipun banyak hal yang bersifat kuantitatif yang dapat dicakup dengan sampling
variabel, metode ini hanya dapat digunakan apabila estimasi penyimpangan baku dari
populasi dapat diketahui. Di samping itu, sampling ini juga bergantung pada karakteristik
atau sifat-sifat statistik distribusi normal. Selain pengklasifikasian berupa sampling variabel
tanpa stratifikasi dan sampling variabel dengan stratifikasi, sampling variabel dan biasanya
dikategorikan menjadi empat metode sebagai berikut: (1) estimasi satuan nilai tengah, (2)
estimasi selisih, (3) estimasi perbandingan, dan (4) estimasi regresi.

Langkah-langkah dalam sampling variabel:

1.       Tentukan tujuan pengujian yang hendak dilakukan oleh auditor

2.      Definisikan populasi dan satuan unit samplingnya

3.      Definisikan atau tentukan tingkat keyakinan

4.      Estimasikan tingkat kesalahan tertinggi yang dapat ditolelir

5.      Tentukan besarnya risiko alfa dan risiko beta

6.      Pilih dan periksasampel pendhuluan secara acak.

7.      Perhatikan variasi di dalam populasi

8.     Tentukan besarnya sampel dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a.      Risiko alfa dan risiko beta yang dapat diterima

b.      Kesalahan maksimum yang dapat ditolelir

c.       Perkiraan mengenai simpangan baku populasi

d.      Pengaruh besarnya populasi

9.      Pilih dan periksa sampel tambahan

10.  Lakukan prosedur audit

11.   Buat estimasi mengenai nilai akun atau nilai total populasi

12.  Hitung rengtang keyakinan berdasarkan hasil pemeriksaan sampel

13.  Buat kesimpulan secara menyeluru mengenai hasil pemeriksaan sampel.

C.    Monetary Unit Sampling

Metode ini merupakan gabungan dari sampling atribut dan sampling variabel atau
modifikasi dari sampling atribut, yaitu sampling atribut yang digunakan untuk menyatakan
suatu kesimpulan tentang nilai yang sebenarnya dari saldo suatu akun atau untuk
menentukan besarnya nilai suatu kesalahan.

Langkah-langkah audit dalam sampling monetary unit sampling, sebagai berikut :

1.       Tentukan tujuan pengujian yang hendak dilakukan oleh auditor


2.      Definisikan populasi dan satuan atau unit samplingnya

3.      Estimasikan tingkat kesalahan tertinggi yang dapat ditolelir

4.      Tentukan besarnya sampel dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a.      Risiko data yang dapat diterima

b.      Tingkat kesalahan yang dapat ditolelir

c.       Perkiraan mengenai tingkat penyimpangan dalam populasi, apakah kesalahannya 100%


atau kurang

5.      Pilih sampel secara acak, secara sistematis atau dengan bantuan komputer

6.      Lakukan prosedur audit

7.      Evaluasi hasil audit sampel dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a.      Aapakah tidak ada kesalahan yang dijumpai

b.      Apakah kesalahan yang dijumpai 100%

c.       Apakah kesalahan yang dijumpai kurang dari 100%

d.      Aspek-aspek kualitatif dari penyimpangan tersebut

e.      Aspek-aspek kuantitatif dari penyimpangan tersebut.

8.     Buat kesimpulan secara menyeluruh mengenai pengendalian intern atau pengujian yang
dilakukan.

Contoh :

Seorang bendaharawan yang anda audit memiliki bukti pengeluaran kas (kuitansi = X)
sebanyak sepuluh sample (N=10) lembar sebagai berikut:

Total (t)

100, 90, 110, 80, 120, 115, 85, 105, 95, 100  (total pengeluaran 1000)

Sampel yang diambil sebanyak enam (n=6) kuitansi

Pertanyaan :

a.      Tentukan rata-rata nilai sample ?

b.      Tentukan perkiraan (estimasi) total populasi ?

Pemecahan:
Sampel (n=6): 90, 80, 120, 85, 105, 95

Nilai total dari enam sample (t)= 575

a.         Rata-rata nilai sample (  )= t/n = 575/6 = 95,83

b.        Perkiraan total (estimasi) total populasi (T)

T = 10 x 95,83 = 958,30

Ada beberapa unsur–unsur dapat mempengaruhi hasil sampling, yang


mempengaruhi unit sampel, yaitu:

a)     Unit populasi

Unit populasi adalah banyaknya satuan anggota populasi. Misalnya kita melakukan audit
atas mutasi pengeluara kas tahun 2001 yang terdiri atas 3.500 kuitansi dengan nilai Rp 800
juta.

b)     Standar deviasi

Standar deviasi adalah angka yang menunjukkan jarak antara nilai rata-rata populasi
dengan para anggota secara umum sekaligus menunjukkan tingkat
heterogenitas/homogenitas data dalam populasi.

Standar Deviasi = σ = √ Σ (Xi - μ)2 / N

c)      Tingkat keyakinan atau keandalan

Tingkat keyakinan adalah derajat keandalan sampel terhadap populasi yang di wakilinya, di
tunjukkan oleh perkiraan persentase banyaknya populasi yang terwakili oleh sampel.

Anda mungkin juga menyukai