Anda di halaman 1dari 22

Ns.Hamdayani.,S.Kep.,M.

Kes
 Toilet training adalah merupakan suatu
usaha untuk melatih anak agar mampu
mengontrol dalam melakukan buang air kecil
dan buang air besar. Seperti halnya pada usia
toddler, kemampuan sfingter uretra untuk
mengontrol rasa ingin berkemih dan sfingter
ani untuk mengontrol rasa ingin defekasipun
mulai berkembang. Dimana  seiring
kemampuan anak yang telah mampu untuk
berjalan yaitu antara usia 18 – 24 bulan.
Namun kesiapan fisik, psikologi, dan
intelektual, itu semua sangat berpengaruh
pada sukses tidaknya toilet training.
 Mengoptimalkan hubungan orang tua dengan
anak dan mendorong kepada berbagai
perilaku yang sehat bagi anak.
 Membantu orang tua untuk dapat memahami
dampak temperamen anak serta
lingkungannya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak.
 Mengantisipasi kemampuan perilaku dan
masalah yang biasa muncul pada usia
toddler.
 Merupakan usaha untuk melatih anak dengan
cara memberikan instruksi pada anak dengan
kata-kata, yaitu sebelum dan sesudah buang
air kecil dan besar. Cara ini kadang-kadang
merupakan hal biasa yang dilakukan pada
orang tua, akan tetapi apabila kita
perhatikan bahwa teknik lisan ini mempunyai
nilai yang cukup besar, dimana dengan lisan
ini persiapan psikologis pada anak akan
semakin matang dan akhirnya anak akan
mampu dengan baik dalam melaksanakan
buang air kecil dan buang air besar.
 Merupakan usaha untuk melatih anak dalam
melakukan buang air besar dan buang air
kecil dengan cara meniru dengan
memberikannya contoh terlebih dahulu,
ataupun bisa dengan membiasakan buang air
kecil dan besar secara benar.
 Kehidupan anak berpusat pada kesenangannya (selama
perkembangan otot sfingter ). Contoh : menahan dan bermain-
main dengan fesesnya.
 Anak ingin melakukan hal-hal yang ingin dilakukannya sendiri
dengan menggunakan kemampuan yang sudah mereka miliki.
Contoh : berjinjit, berjalan, memanjat, dan memilih mainan atau
barang yang diinginkannya.
 Bersifat egosentris.
 Mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang air kecil
(toilet training).
 Menyusun/menumpuk kotak.
 Menyusun kata-kata.
 Menaruh minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang-orang
yang lebih besar.
 Bermain bersama dengan anak lain dan menyadari adanya
lingkungan lain diluar dikeluarganya.
 Siapkan orang tua untuk perubahan perilaku
yang diperkirakan dari toddler, khususnya
negativisme dan ritualisme.
 Kaji kebiasaan makan saat ini dan dorong
penyapihan bertahap dari botol dan
peningkatan masukan makanan padat.
 Tekankan perubahan pola makan yang
diperkirakan dari anoreksia fisiologis.
 Kaji pola tidur di malam hari, terutama
kabiasaan sebelum tidur yang dapat
menunda-nunda waktu tidur.
 Siapkan orang tua terhadap potensial bahaya
dirumah.
 Diskusikan kebutuhan untuk disiplin yang keras
tapi lembut dan cara untuk menghadapi
negativisme, tekankan keuntungan positif dari
disiplin yang tepat.
 Tekankan pentingnya perpisahan singkat yang
periodik baik bagi anak dan orang tua.
 Diskusikan mainan baru yang menggunakan
pengembangan motorik kasar dan halus, bahasa,
kognitif dan keterampilan sosial.
/
 Tekankan kebutuhan pengawasan gigi, type
hygiene gigi dasar dirumah.
 Tekankan pentingnya pertemanan sebaya
dalam bermain.
 Gali kebutuhan persiapan untuk menambah
saudara kandung.
 Diskusikan metode disiplin yang ada,
keefektifannya dan perasaan orang tua
tentang negativisme anak.
 Diskusikan tanda-tanda kesiapan untuk
latihan toileting, tekankan pentingnya
menunggu kesiapan fisik dan psikologis.
 Diskusikan perkembangan rasa takut ,
tekankan normalitas dan perilaku yang
bersifat sementara ini.
 Siapkan orang tua untuk menghadapi tanda-
tanda regresi dikala stres.
 Kaji kemampuan anak untuk berpisah dengan
mudah dari orang tua untuk periode singkat
dalam situasi yang dikenal.
 Berikan kesempatan pada orang tua untuk
mengekspresikan perasaan aneh, frustasi dan
kejengkelan sadari bahwa seringkali sulit
untuk menyayangi toddler pada saat mereka
tidak tidur.
 Tunjukkan beberapa perubahan yang
diperkirakan pada tahun berikutnya, seperti
lapang perhatian memanjang, negativisme
berkurang dan meningkatnya perhatian untuk
menyenangkan orang lain.
 Diskusikan pentingnya imitasi dan peniruan
domestik serta kebutuhan untuk
menyertakan anak di dalam aktivitas.
 Diskusikan pendek ke arah latihan toileting.
 Tekankan keunikan proses berpikir toddler,
khususnya melalui penggunaan bahasa
mereka, pemahaman yang buruk tentang
waktu, hubungan sebab akibat dalam hal
kedekatan peristiwa dan ketidakmampuan
untuk melihat kejadian dari sudut pandang
orang lain.
 Tekankan bahwa disiplin masih harus
dibentuk dam dikonkritkan dan bahwa
kepercayaan pada semata-mata alasan verbal
dan penjelasan menimbulkan kebingungan,
kesalahpahaman dan bahkan cidera.
 Diskusikan penyelidikan dan prasekolah atau
pusat perawatan sehari terhadap pencapaian
tahun kedua.
http://sendhysaputro90.wordpress.com/201
0/01/03/meningkatkan-kesehatan-pada-
anak-usia-toddler
1. Contohkan aktivitas bertoilet.
Sebelum melepas popok sekali pakai, contohkan kepada anak
tentang aktivitas bertoilet, baik itu pipis, buang air besar, mandi
juga cuci kaki dan tangan. Tujuannya supaya anak memahami
kalau mau bersih-bersih tubuh tempatnya adalah toilet.
Pemahaman ini sangat baik untuk melatihnya melakukan toilet
training.
2. Minta anak memberi tahu jika mau buang air kecil atau besar.
Meski kemampuan bicaranya masih terbatas, namun kalau diminta
berulang-ulang ia mampu melakukannya. Tetapi kita juga perlu
memahami bahasa yang diungkapkan anak, bisa lewat ucapan,
ekspresi wajah, memegang perut atau alat kelamin, diam di sudut
ruangan, dan lainnya. Butuh kesabaran ekstra karena kerapkali
anak memberi tahu setelah ia buang air kecil atau besar. Kuatkan
hati dan teruslah mengarahkan anak, lambat laun pasti berhasil. 
3. Lihat pola berkemihnya. 
Berapa jam sekali biasanya ia pipis. Jika sudah tahu waktunya, maka
beberapa menit sebelumnya ajak anak ke toilet. Selain membiasakan
buang air kecil di toilet, juga menumbuhkan motivasi anak agar terus
melakukannya dengan baik. Anak akan merasa bangga jika ia
diperlakukan sebagai orang dewasa.
4. Bangun tengah malam.
Sulit bagi batita untuk tidak mengompol saat tidur malam, tetapi kita
bisa mengatasi dengan mengajaknya untuk pipis sebelum tidur, tidak
tidur sambil minum susu, dan siap bangun tengah malam untuk
mengajaknya pipis di toilet. Khusus bangun malam, butuh kesabaran
tinggi karena tak mudah melakukannya. Biasanya anak rewel karena
ia sedang mengantuk atau sebaliknya ia malah tidak mau tidur lagi
sehingga membuat orangtua ikut bergadang. Namun, kita juga perlu
melihat kesiapan anak, biasanya di awal proses pembelajaran,
membangunkan anak untuk pipis di toilet tidak dilakukan.
5. Beri penghargaan.
Jika anak mampu melakukan toilet training, ingatlah selalu
untuk memberinya penghargaan. Misal, ia mampu menahan
pipisnya hingga ia mampu menyampaikan keinginan pipis atau
pup dan tidak mengompol. Penghargaan bisa berupa pujian,
kecupan, pelukan, atau belaian.Setelah itu, beri ia semangat
untuk melakukan toilet training lebih baik lagi.

6. Harus konsisten.
Lakukan pelatihan secara konsisten dan terus menerus sehingga
anak bisa terus belajar dan memperbaiki kesalahannya. Jika tak
konsisten, misal, kita sering membiarkan anak pipis
sembarangan, akan membuat pelatihan tidak efektif. Anak pun
bingung, mana yang harus ia lakukan. Akhirnya, pelatihan pun
menjadi sangat lama dan bisa saja tak berhasil.
http://female.kompas.com/read/2012/05/03/14340511/6.Cara.Le
pas.Popok.Sambil.Toilet.Training.
1. Terlalu Dini
Sebaiknya jangan mengajari si kecil melakukan toilet training jika
memang dia belum siap. Kalau anak diajari terlalu dini, kemungkinan
proses belajar itu akan selesai lebih lama. Seperti sudah dijelaskan di
atas, tidak ada yang tahu di usia berapa tepatnya anak mulai diajari
BAB dan BAK di toilet, semuanya tergantung dari perkembangan anak.
Namun sebagian besar balita memiliki kemampuan untuk mempelajari
hal tersebut di usia 18 dan 24 bulan. Ada juga beberapa balita yang
belum siap sampai usianya tiga atau empat tahun. Jadi sebenarnya
orangtualah yang tahu kapan waktu paling tepat mengajari anak
toilet training dengan mengamati perkembangan fisik, kognitif dan
perilakunya.Oleh karena itu Anda harus banyak bersabar dan tetap
mendukung anak melaluinya. Kalau ternyata proses belajar ini tidak
sukses setelah beberapa minggu dijalankan, bisa jadi anak memang
belum siap. Tunggu beberapa minggu dan coba lagi dari awal.
2. Memulai di Waktu yang Salah
Bukan ide yang baik jika Anda mulai mengajari anak untuk toilet
training ketika ternyata dia akan memiliki adik dalam waktu
dekat. Waktu lainnya yang tidak tepat misalnya ketika anak
berganti pengasuh atau masa-masa peralihan lain dalam
hidupnya.

Yang Anda harus selalu ingat, balita sangat perlu rutinitas agar
dia bisa memahami apa yang sedang diajarkan padanya. Sehingga
perubahan apapun yang tidak sejalan dengan kesehariannya atau
rutinitasnya itu bisa jadi kemunduran untuknya. Jadi sebaiknya
tunggu hingga situasi memungkinkan, misalnya ketika si bungsu
sudah lahir atau baby sitter baru sudah datang, baru mulai
mengajarinya toilet training.
3. Membuatnya Menjadi Beban
Ketika anak sudah menunjukkan ketertarikannya untuk buang air
kecil atau besar di kamar mandi, itu tentu sangat baik. Namun
sebaiknya Anda jangan terlalu mendorong atau menekannya
untuk terus melakukan langkah tersebut. Hindari juga memaksa
anak untuk belajar dengan cepat. Kalau anak tertekan, dia bisa
jadi sulit BAB atau mengalami masalah lainnya.

Berikan anak waktu dan biarkan dia menjalani proses belajar


tersebut sesuai kemampuannya. Anak akan belajar setahap demi
setahap, misalnya awalnya dia sudah mau menunjukkan ekspresi
berbeda ketika ingin BAB atau BAK, tahap berikutnya, anak
mengungkapkan keinginannya, tahap lanjutan si kecil mengajak
Anda ke kamar mandi, dan seterusnya.
4. Mengikuti Aturan Orang Lain
Melatih anak untuk BAB atau BAK di toilet butuh kesabaran dan
waktu. Setiap minggunya juga bisa semakin sulit apalagi jika
Anda mendengarkan omongan orang lain seperti ibu Anda,
mertua, atau orang lain yang lebih senior dan merasa lebih tahu.
Ketika mereka menasihati Anda agar mempercepat proses belajar
toilet training atau memberitahukan agar anak segera diajari BAB
atau BAK di kamar mandi, sebaiknya jangan terpengaruh. Seperti
sudah dikatakan sebelumnya, jika ternyata anak belum siap,
proses toilet training ini malah bisa berlangsung lebih lama.
5. Menghukum Anak
Menghukum atau marah pada anak ketika dia tidak benar-benar
mau toilet training justru tak akan menyelesaikan masalah dan
bisa membuatnya belajar. Pahamilah kalau penolakan anak ini
wajar dan jika Anda memberi hukuman hanya akan membuatnya
semakin malas belajar BAB atau BAK di toilet. Anak malah akan
takut jika dia berbuat kesalahan itu akan membuat Anda marah.
Berikan respon dengan bijak dan tenang ketika anak misalnya
lupa ke kamar mandi untuk BAK.
 http://wolipop.detik.com/read/2012/08/13/183728/1990283/85
7/5-kesalahan-orangtua-saat-melatih-anak-toilet-training

Anda mungkin juga menyukai