Anda di halaman 1dari 61

TINDAKAN GA ETT PADA MULTISINUSITIS

Aprilatiwi Desri Yansi (71170891287) FK UISU


Putu Vidya Radha Sulatra (71170891423) FK UISU
Awliyatul Fitriyah (1410070100068) FK UNBRAH
Umaruddin (71170891327) FK UISU
Ismi Habibah Parinduri(71170891417) FK UISU
Fanriko Panjaitan (18010040) FK NOMMENSEN

Dokter Pembimbing:

dr. Rusdian Nurmadi, M.Ked(An), Sp.An


Anestesi umum
Suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan
dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Kata anestesi diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1846
yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena
pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran pasien.
Indikasi Anestesi Umum
• Ada beberapa indikasi anestesi umum antara lain4
• Pada bayi dan dan anak usia muda
• Pasien gelisah, tidak kooperatif, disorientasi dengan gangguan jiwa
• Pembedahannya luas atau ekstensif
• Posisi pembedahan seperti miring, tengkurap, duduk atau litotomi
• Penderita sakit mental
• Pembedahan yang berlangsung lama
• Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
• Riwayat penderita toksik atau alergi obat anestesi lokal
• Penderita dengan pengobatan antikoagulan
Kontra Indikasi Anestesi Umum
• Tergantung dari efek farmakologi obat anestetika terhadap organ tubuh,
• misalnya pada kelainan
• Jantung : Hindarkan pemakaian obat-obat yang mendepresi miokard atau menurunkan aliran
darah koroner.
• Hepar : Hindarkan obat yang toksis terhadap hepar atau dosis obat diturunkan.
• Ginjal : Hindarkan atau seminim mungkin pemakaian obat-obat yang dieksresi melalui ginjal
• Paru : Hindarkan obat-obat yang menaikkan sekresi dalam paru
• Endokrin : Hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes
penyakit base dow, karena bisa menyebabkan peninggian gula darah.
Stadium anestesi
Stadium I (Analgesia)
Stadium II ( Eksitasi)
Stadium III (Pembedahan)
Stadium IV ( Depresi Medula Oblongata)
Premedikasi
• Analgetik opium
 Morfin 0,15 mg/kgbb, intramuskuler
 Petidin 1,0 mg/kgbb, intramuskuler
• Sedatif
 Diazepam 0,15 mg/kgbb, oral/intramuskuler
 Pentobarbital 3 mg/kgbb per oral atau, 1,5 mg/kgbb intramuskuler
 Prometazin 0,5 mg/kgbb per oral
 Kloral hidrat sirup 30 mg/kgbb
• Vagolitik antisialagogue
 Atropin 0,02 mg/kgbb, intramuskuler atau intravena pada saat induksi maksimal 0,5 mg
• Antasida
 Ranitidine 150 mg per oral setiap 12 jam dan 2 jam sebelum operasi
 Omeprazole 40 mg, 3-4 jam sebelum operasi
 Metoclopramide 10 mg per oral sebelum operasi
INDUKSI ANESTESI
• S = Scope
• Stetoskop, untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.
Lampu harus cukup terang.
• T = Tubes
• Pipa trakea, pilih sesuai usia. Usia< 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).
• A = Airway
• Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien
tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan nafas
• T = Tape
• Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
• I = Introducer
• Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
• C = Connector
• Penyambung antara pipa dan peralatan anestesi.
• S = Suction
• Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.
Induksi anastesi
• Induksi Intravena
• Induksi Intramuskular
• Induksi Inhalasi
Intubasi Endotrakeal
Indikasi intubasi endotrakeal :
• Menjaga jalan nafas yang bebas oleh sebab apapun
• Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
• Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
• Operasi-operasi pada kepala, leher, mulut, hidung dan
tenggorokan
• Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernapasan
yang tenang dan tak ada ketegangan
• Pada operasi intrathorakal, supaya jalan nafas selalu terkontrol
• Untuk mencegah kontaminasi trakea
• Bila dipakai controlled ventilation maka tanpa pipa endotrakeal
dengan pengisian cuffnya dapat terjadi inflasi ke dalam gaster
• Pada pasien-pasien yang mudah timbul laringospasme
• Pada pasien-pasien dengan fiksasi vocal cord
Alat – Alat Intubasi Endotrakeal
Pipa Endotrakeal
Laringoskop
Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop :
• Bilah lurus (straight blades/ Magill/ Miller)
• Bilah lengkung (curved blades/ Macintosh)
Penilaian Mallapati
Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut
terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal
menurut Mallampati dibagi menjadi 4 grade:
• Grade I : Pilar faring, uvula dan palatum
mole terlihat jelas
• Grade II :Uvula dan palatum mole terlihat
sedangkan pilar faring tidak terlihat
• Grade III : Hanya palatum mole yang terlihat
• Grade IV : Pilar faring, uvula dan palatum
mole tidak terlihat.
Kesulitan dalam Teknik Intubasi
• Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap
• Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi
• Gigi incisivum atas yang menonjol (rabbit teeth)
• Kesulitan membuka mulut
• Uvula tidak terlihat (mallampati 3 dan 4)
• Abnormalitas pada daerah servikal
• Kontraktur jaringan leher
Komplikasi Pada Intubasi Endotrakeal
• Memar & oedem laring
• Strech injury
• Non specific granuloma larynx
• Stenosis trakea
• Trauma gigi geligi
• Laserasi bibir, gusi dan laring
• Aspirasi, spasme bronkus
Obat-obat Anestesi Umum
Gas Anestesi N2O

• Salah satu gas anestetim yag tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar, dan
pemberian anestesi dengan N2O harus disertai oksigen minimal 25%.
• Bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat.
• Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,
sehingga terjadi pengenceran oksigen dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari
terjadinya hipoksia difusi, berikan oksigen 100% selama 5-10 menit.
Gas Anestesi Halotan

• Merupakan gas yang baunya enak dan tak merangsang jalan napas, maka sering
digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N2O
• Halotan merupakan anestetik kuat dengan efek analgesia lemah, dimana induksi dan
tahapan anestesi dilalui dengan mulus, bahkan pasien akan segera bangun setelah
anestetik dihentikan

Gas Anestesi Isofluren

• Berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi menyebabkan pasien
menahan napas dan batuk.
• Setelah premedikasi, induksi dicapai dalam kurang dari 10 menit, di mana umumnya
digunakan barbiturat intravena untuk mempercepat induksi
Gas Anestesi Desfluran

• Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat absorben dan
tidak korosif untuk logam.
• Karena sukar menguap, dibutuhkan vaporiser khusus untuk desflurane.
• Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan batuk, spasme laring, sesak napas,
sehingga tidak digunakan untuk induksi.
• Desfluran bersifat ¼ kali lebih poten dibanding agen anestetik inhalasi lain, tapi 17 kali
lebih poten dibanding N2O

Sevofluran

• Sama halnya dengan desfluran, sevofluran terhalogenisasi dengan fluorin.


• Peningkatan kadar alveolar yang cepat membuatnya menajdi pilihan yang tepat untuk
induksi inhalasi yang cepat dan mulus untuk pasien anak maupun dewasa.
• Induksi inhalasi 4-8% sevofluran dalam 50% kombinasi N2O dan oksigen dapat dicapai
dalam 1-3 menit.
Anestesi Intravena
Hipnosis
• Golongan barbiturat (pentotal)
 Suatu larutan alkali dengan kerja hipnotiknya kuat sekali dan induksinya cepat (30-40
detik) dengan suntikan intravena tetapi dalam waktu singkat kerjanya habis, seperti
zat anestesi inhalasi, barbiturat ini menyebabkan kehilangan kesadaran dengan jalan
memblok kontrol brainstem.
 Cara pemberiannya dimulai dengan test dose 25-75 mg, kemudian sebagai induksi
diteruskan dengan pemberian 150-300 mg selang waktu pemberian 15-20 detik
(untuk orang dewasa).
• Benzodiazepin
 Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat,
potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, dan tidak
menginduksi enzim mikrosom di hati.
 Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturat sebagai
premedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitorng anestesi.
 Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid
(GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak. Benzodiazepine tidak
mengaktifkan reseptor GABA  melainkan meningkatkan kepekaan reseptor
GABA  terhadap neurotransmitter penghambat.
 Dosis : Diazepam : induksi 0,2 – 0,6 mg/kg IV, Midazolam : induksi : 0,15 – 0,45
mg/kg IV.
• Propofol
 Propofol (diprivan, recofol) dikemas dalam cairan emulsi lemak bewarna putih susu
bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1 ml= 10 mg).
 Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya
diberikan lidokain 1-2 mg/kgBB intravena.
 Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kgBB, dosis rumatan untuk anestesi intravena
total 4-12 mg/kgBB/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kgBB.
 Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Pada manula dosis harus
dikurangi, pada anak < 3 thn dan pada wanita hamil tidak dianjurkan.
• Ketamin
 Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestestik dan kataleptik dengan kerja singkat.
 Efek anestesinya ditimbulkan oleh penghambatan efek membran dan neurotransmitter
eksitasi asam glutamat pada reseptor N-metil-D-aspartat.
 Sifat analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem viseral.
Ketamin tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit
meninggi.
 Dosis ketamin adalah 1-2 mg/kgBB IV atau 3-10 mg/kgBB IM. Anestesi dengan ketamin
diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada 15 detik pertama, kadang sampai
halusinasi. Keadaan ini dikenal sebagai anestesi disosiatif.
 Disosiasi ini sering disertai keadaan kataleptik berupa dilatasi pupil, salivasi, lakrimasi,
gerakan-gerakan tungkai spontan, peningkatan tonus otot.
 Kesadaran segera pulih setelah 10-15 menit, analgesia bertahan sampai 40 menit,
sedangkan amnesia berlangsung sampai 1-2 jam.
Analgetik
• Morfin
 Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife selektif, yakni tidak
begitu mempengaruhi unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar (vibrasi),
penglihatan dan pendengaran ; bahkan persepsi nyeripun tidak selalu hilang setelah
pemberian morfin dosis terapi.
 Efek analgesi morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme ;
(1) morfin meninggikan ambang rangsang nyeri ;
(2) morfin dapat mempengaharui emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi yang timbul
dikorteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks serebri dari thalamus
(3) morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat.
 Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengguranggi nyeri sedang adalah 0,1-0,2
mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan dapat diulang
sesuai yamg diperlukan.
• Fentanil
 Dosis fentanyl adalah 2-5 mcg/kgBB IV. Fentanyl merupakan opioid sintetik dari
kelompok fenilpiperidin dan bekerja sebagai agonis reseptor μ. Fentanyl banyak
digunakan untuk anestetik karena waktu untuk mencapai puncak analgesia lebih
singkat, efeknya cepat berakhir setelah dosis kecil yang diberikan secara bolus, dan
relatif kurang mempengaruhi kardiovaskular.
• Meridipin
 Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan
klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada
morfin. Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai
obat preanestetik, untuk menimbulkan analgesia obstetrik dibandingkan dengan
morfin, meperidin kurang karena menyebabkan depresi nafas pada janin.
 Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50
mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong
dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
Pelumpuh Otot (Muscle Relaxant)
  Dosis (mg/kgBB) Durasi (menit)

Long Acting    
1. D-tubokurarin 0,4-0,6 30-60
2. Pankuronium 0,08-0,12 30-60
3. Metakurin 0,2-0,4 40-60
4. Pipekuronium 0,05-0,12 40-60
5. Doksakurium 0,02-0,08 45-60
6. Alkurium 0,15-0,3 40-60

Intermediate Acting    
1. Gallamin 4-6 30-60
2. Atrakurium 0,5-0,6 20-45
3. Vekuronium 0,1-0,2 25-45
4. Rokuronium 0,6-1,2 30-60
5. Cistacuronium 0,15-0,2 30-45

Short Acting    
1. Mivakurium 0,2-0,25 10-15
2. Ropacuronium 1,5-2 15-30
Postoperatif
Pemulihan Pasca Anestesi
Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi
terutama yang menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan
penilaian terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat
dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di ruang Recovery
room (RR).
Nilai Warna
• Merah muda, 2 Kesadaran
• Pucat, 1 • Sadar, siaga dan orientasi, 2
• Sianosis, 0 • Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
Pernapasan
• Tidak berespons, 0
• Dapat bernapas dalam dan batuk, 2
• Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1 Aktivitas
•  Apnoea atau obstruksi, 0 • Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
Sirkulasi • Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
• Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2 • Tidak bergerak, 0
• Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari
normal, 1
• Jika jumlahnya > 8, penderita dapat
dipindahkan ke ruangan.
• Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0
Komplikasi Anestesi
1. Kerusakan Fisik
Pembuluh darah, bibir, gusi, dan gigi geligi dapat terjadi pada intubasi
trakea.
2. Pernafasan
3. Kardiovaskular
4. Hati
5. Suhu Tubuh
Sinusitis
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal, bila mengenai beberapa
sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal
disebut pansinusitis.
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara
lain :
• Sebagai pengatur kondisi udara (Air Conditioning)
• Sebagai penahan suhu (Thermal Insulators)
• Membantu keseimbangan kepala
• Membantu resonansi suara
• Sebagai peredam perubahan tekanan udara
• Membantu produksi mukus
Patofisiologi
Sinusitis
Alergen (debu, virus, bakteri, dll) Interaksi makrofag dan Limfosit T

Produksi IgE Spesifik Memicu Limfosit B Pengeluaran Interleukin 4

Mengeluarkan
Reaksi Antigen-Antibody mediator histamine Permeabilitas Kapiler
Hidung mampet, jalan nafas
tidak efektif
Masuk ke sinus
Transudasi
Secret meningkat

Silia Non-
Fungsional Sumbatan Ostium Transudasi
Klasifikasi
Menurut Adams berdasarkan perjalanan penyakitnya terbagi atas :
• Sinusitis Akut, yaitu sinusitis yang berlangsungbeberapa hari sampai minggu.
• Sinusitis SubAkut, yaitu sinusitis yang berlangsung antara minggu sampai bulan.
• Sinusitis Kronis, yaitu sinusitis yang berlangsung beberapa bulan sampai tahun.

Berdasarkan gejala sinusitis juga dibedakan menjadi :


• Sinusitis Akut : memiliki tanda-tanda peradangan akut.
• Sinusitis SubAkut : sinusitis yang memiliki tanda-tanda peradangan akut yang telah mereda.
Perubahan histologik mukosa sinus paranasal masih reversible.
• Sinusitis Kronis : perubahan histologik mukosa sinus paranasal sudah irreversible. Misalnya
berubah menjadi jaringan granulasi dan polipoid.
Gejala Klinis
Gejala Sinusitis Maksilaris
• Subjektif dibagi menjadi gejala sistemik, yaitu demam dan lesu, serta gejala gejala
lokal, yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke
nasofaring (post nasal drip, halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri
di daerah sinus yang terkena, serta kadang disertai nyeri alih ke tempat lain.
• Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan daerah
yang terkena.
• Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke
alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga. Wajah
terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu
naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk.
Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif
non produktif seringkali ada.
Sinusitis Etmoidalis
• Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius,
kadang-kadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila mata
digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan sumbatan hidung.
Sinusitis Frontalis
• Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus
etmoidalis anterior. Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas,
nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk
menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga
menjelang malam.
• Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan
mungkin terdapat pembengkakan supra orbita.
Sinusitis Sfenoidalis
• Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di
belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih
lazim menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi
satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.
Diagnosis
Gejala subyektif :
• Gejala sistemik yaitu : demam dan rasa lesu, serta gejala lokal yaitu : hidung tersumbat,
ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke nasofaring (postnasal drip), halitosis,
sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari mulai pukul 10 atau 11 pagi berakir pukul 3
atau 4 sore, nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain.8
1. Sinusitis Maksilaris
• Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala sinusitis maksilaris akut berupa
demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian
analgetik biasa seperti aspirin.
• Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak,
misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang
tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat
keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk.
2. Sinusitis Etmoidalis
• Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali
bermanifestasi timbul pembengkakan peri orbital, terutama di sudut mata
bagian medial. Dari anamnesis didapatkan nyeri yang dirasakan di pangkal
hidung dan kantus medius, kadang-kadang nyeri di bola mata atau di
belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Pemeriksaan fisik didapatkan
nyeri tekan pada pangkal hidung. 
3. Sinusitis Frontalis
• Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk
menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang
malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh
dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita. Pemeriksaan fisik, nyeri
yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah sinus yang terinfeksi
Gejala Obyektif :
• Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis
frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis ethmoid jarang timbul
pembengkakan kecuali jika terdapat komplikasi.
Pada Rhinoskopi Anterior
• Tampak mukosa konka hiperemis dan edema, pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan
sinusitis ethmoid anterior tampak nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid
posterior dan dansinusitis sphenoid nanah tampak keluar dari meatus superior. Pada sinusitis
akut tidak ditemukan polip, tumor maupun komplikasi sinusitis. Jika ditemukan maka kita harus
melakukan penatalaksanaan yang sesuai.
Pada Rinoskopi Posterior
• Tampak pus di nasofaring (post nasal drip). Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi
sujud selama kurang lebih 5 menit, dan provokasi test, yakni suction dimasukkan pada hidung,
pemeriksa memencet hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan ludaH dan menutup
mulut dengan rapat. Jika positif sinusitis maksilaris, maka akan keluar pus dari hidung.
Transiluminasi
• Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat untuk memeriksa
sinus maksilla dan sinus frontal, bila fasilitas pemeriksaan radiologi tidak ada.
Bila pada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita,
mungkin berarti antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum.
Gambaran Radiologis
• Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi
sinus paranasal adalah; pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang
khas, pemeriksaan tomogram dan pemeriksaan CT-Scan. Dengan pemeriksaan
radiologis tersebut para ahli radiologi dapat memberikan gambaran anatomi atau
variasi anatomi, kelainan-kelainan patologis pada sinus paranasalis dan struktur
tulang sekitarnya, sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.
Penatalaksanaan

Tujuan terapi sinusitis adalah ;


• Mempercepat penyembuhan
• Mencegah komplikasi
• Mencegah perubahan menjadi kronik
• Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus
pulih secara alami.
Tujuan dari terapi sinusitis akut adalah memperbaiki fungsi mukosilia dan
mengontrol infeksi.
• Terapi sinusitis karena infeksi virus tidak memerlukan antibiotika. Terapi standart
nonantibiotika diantaranya topical steroid, dan atau oral decongestan, mucolytics,
dan intranasal saline spray.
• Sedangkan untuk terapi sinusitis akut bacterial diberikan antibiotik empirik (2x24
jam). Antibiotik yang diberikan lini I selama 14 hari yakni golongan penisilin atau
cotrimoxazol dan terapi tambahan yakni obat dekongestan oral + topikal, mukolitik
untuk memperlancar drainase dan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri.
• Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal. Jika ada
perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari. Jika
tidak ada perbaikan maka diberikan terapi antibiotik lini II selama 14 hari yakni
amoksisilin klavulanat/ampisilin sulbaktam, cephalosporin generasi II, makrolid dan
terapi tambahan.
Komplikasi
• Komplikasi Orbita
• Mukosel
• Komplikasi Intra Kranial
 Meningitis Akut,
• Abses dura,
• Abses otak,
• Osteomielitis dan abses subperiosteal
 
LAPORAN ANESTESI
Identitas Pasien
Nama An. VD
Umur 16 Tahun
Jenis kelamin Perempuan
Agama Islam
Status Pelajar

Tinggi Badan / Berat badan 155 cm / 55 kg


No. RM 01.09.32.74

Alamat Jalan Hutabarat, Porbajatonga, Tapanuli utara.

MRS 23 September 2019


Tanggal Operasi 24 September 2019
• Anamnesis (Autoanamnesis) (23 • Penyakit Paru : disangkal
September 2019) • Kejang : disangkal
• Keluhan utama : Hidung tersumbat • Penyakit Hati : disangkal
• Riwayat penyakit sekarang : • Penyakit Ginjal : disangkal
Hal ini sudah dialami os lebih kurang 2 • Riwayat Operasi dan Anestesi : disangkal
bulan yang lalu, dengan keluhan hidung
• Riwayat penggunaan obat : disangkal
tersumbat. Pasien mengeluhkan rasa
tidak nyaman saat bernafas dan seperti • Riwayat Penyakit Keluarga : disangkal
mencium bau yang busuk. Nyeri kepala • Riwayat penyakit serupa : disangkal
(+), BAK (+) normal, BAB (+) normal. • Riwayat Hipertensi : disangkal
• Riwayat Penyakit Dahulu : disangkal • Riwayat kencing manis : disangkal
• Alergi obat-obatan dan makanan : • Riwayat penyakit jantung : disangkal
disangkal
• Alergi udara dingin: disangkal
• Penyakit Jantung : disangkal
Keadaan Pra Bedah (Follow Up Anestesi 23 September 2019)
B1 (Breath)
• Airway: Clear
• Frekuensi pernafasan : 18 x/i
• Suara pernafasan : Vesikuler
• Suara tambahan : (-)
• Riwayat asma/sesak/batuk/alergi : -/-/-/-
• Pernapasan cuping hidung :-
• JMH : tidak dilakukan pemeriksaan
• Mallampati :I
• Buka mulut : tidak dilakukan pemeriksaan
• Gerak leher : tidak dilakukan pemeriksaan
• Gerakan Dada : Simetris
• Maxillofacial injury : -
• B2 (Blood) • B3 (Brain)
• Akral : Hangat • Sensorium : Compos Mentis
• Tekanan darah : 120/80 mmHg • GCS : 15
• Frekuensi nadi: 80 x/i, reguler • RC : +/+
• T/V : Cukup • Pupil : Bulat, ϴ 3 mm, Isokor

• Temperatur : 37,0oC • Reflek fisiologis : +/+

• Konj.palp inferior • Reflek patologis : -/-


pucat/hiperemis/ikterik : -/-/- • Riwayat kejang/ muntah proyektil/
nyeri kepala/ pandangan kabur : -/ -/ -/ -
• B4 (Bladder) • Mual/Muntah : -/-
• Urine :+ • BAB/Flatus :+/-
• Volume : Cukup • NGT/warna :-
• Warna : Kuning
• Kateter :-
• B6 (Bone)
• B5 (Bowel) • Fraktur :-
• Abdomen : soepel (+), • Luka bakar :-
distensi (-), nyeri tekan (-), teraba
massa (-) • Oedem :-

• Peristaltik : (+) normal


Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium

Hematologi (19 September 2019) Kimia Klinik (19 September 2019)


• Hb : 14,2 gr/dl (N: 10,5-14 gr/dl)
• Ureum : 17,00 mg/dl (N:10,00-
• Ht : 41,9 % (N : 33-39 %) 50,00)
• Leukosit : 7.220. 103/ul (N: 6000-17500/ul)
• Creatinin : 0,61 mg/dl (N:0,60-1.20)
• Trombosit : 275.000/ul (N: 440.000-
450.000/ul) • SGOT/SGPT : 9,00 U/L / 13,00
mg/dl (N: 0-40)
Elektrolit (20 September 2019) • Alkaline Phospatase : 92,00 U/L (N:
• Natrium : 145,00 mmol/L (N:136,00 – 30-142)
155,00) • Glukosa Adrandom : 93,00 mg/dl
• Kalium : 3,80 mmol/L (N:3,50 – 5,50) (N: 0-140)
• Chlorida : 112,00 mmol/L (N:95,00 –
103,00)
• Thorax AP/PA (19 September • CT-SCAN Sinus Paranasal (17
2019): Tidak tampak kelainan September 2019)
radiologis pada cor dan pulmo Sinusitis Maxillaris Frontalis kanan
yang mengisi ke ostium dan
infundibulum.
Maxillaris kanan.
Rhinitis kanan.
Tulang-tulang sinus Paranasal masih
intact.
Diagnosa Kerja
Multisinusitis
 
Penggolongan Status Fisik Pasien Menurut ASA
ASA I
Rencana Tindakan
FESS (Functional Endoscopic Sinus Surgery)

Rencana Anestesi
• Anestesi Umum dengan Endotrakeal Tube
• Premedikasi : Midazolam 3 mg, Fentanyl 100 mcg
• Induksi : Propofol 100 mg
 
Kesimpulan
• Pasien perempuan usia 16 tahun, berat badan 55 kg, status fisik ASA I, diagnosis Multisinusitis yang akan dilakukan
tindakan FESS (Functional Endoscopic Sinus Surgery), rencana anestesi umum dengan endotrakeal tube.
PERSIAPAN PASIEN
• Sebelum Operasi (23 September 2019)
• Pasien di konsultasikan ke spesialis anestesi dari bagian THT untuk menilai kondisi fisik
pasien, apakah pasien dalam kondisi fisik yang layak untuk dilakukan tindakan operasi.
• Setelah mendapatkan persetujuan dari spesialis anestesi, pasien di periksa 1 hari sebelum
operasi (kunjungan pre-operatif), hasil dari kunjungan pre-operatif ini telah dijabarkan
sebelumnya.
 
• Diruang perawatan (23 September 2019)
• Informed consent : bertujuan untuk memberitahukan kepada keluarga pasien tindakan medis
apa yang akan dilakukan kepada pasien bagaimana pelaksanaannya, kemungkinan hasilnya,
resiko tindakan yang akan dilakukan.
• Surat persetujuan operasi : merupakan bukti tertulis dari keluarga pasien yang menunjukkan
persetujuan tindakan medis yang akan dilakukan sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan keluarga pasien tidak akan mengajukan tuntutan.
Di Ruang OK (24 September 2019)
• Identifikasi Pasien
• Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan.
• Pemeriksaan fisik pasien di ruang persiapan, TD = 120/80mmHg, nadi = 82x/menit,
suhu=36.50C, RR = 19x/menit
• Pendataan kembali identitas pasien di ruang operasi. Anamnesa singkat kepada keluarga
yang meliputi BB, umur, riwayat penyakit, riwayat alergi, riwayat kebiasaan, dan
lainnya.
• Pasien masuk kamar operasi dan dibaringkan di meja operasi kemudian dilakukan
pemasangan EKG, manset, infus, dan oksimeter.
• Pemeriksaan tanda-tanda vital.
Persiapan Alat 11. Face mask
12. Mesin anestesi
1. Laringoskop • Komponen I : sumber gas,flowmeter, vaporizer
2. Stetoskop • Komponen II : sirkuit nafas/ system ventilasi yaitu
open,semiopen, semiclose
3. ETT no. 7 jenis cuff • Komponen III : alat penghubung system ventilasi
dengan pasien yaitu sungkup muka dan pipa ombak
4. Guedel (Oropharyngeal airway)
5. Plester/Tape : Hypafix 13. EKG monitor
14. Oksimeter/saturasi
6. Suction 15. Infuse set
7. Ambu bag • Cairan RL 20 ggt/i
• Abocath no.18 E
8. Spuit 3cc dan 5cc • Plester
9. Gel lubricating • Alcohol
• Tourniquet
10.Sarung tangan
Persiapan Obat-Obatan Anestesi
Premedikasi Midazolam 5 mg/5 cc Relaxan
Rocuronium 50 mg/5

Dosis: 0,05-0,1 mg/kgBB  cc

Pemberian : 3 mg Dosis: 0,6-1,2


mg/kgBB
Fentanyl 100 mcg/2cc
Pemberian : 50 mg
Dosis: 2-3 mcg/kgBB 
Maintenance (rumatan) Sevoflurane 2vol %
Pemberian: 100 mcg
O2 4L/menit
Induksi Propofol 200 mg/20 cc
Obat Reverse SA 0,5 mg,
  Dosis: 2-2,5 mg/kgBB Neostigmine 1,5 mg
Pemberian : 100 mg Analgetik post op Ketorolac 30mg/8 jam
PELAKSANAAN ANESTESI
Di Ruang Operasi
JAM (WIB)  
09.15  Pasien dari ruang tunggu masuk ke ruang operasi
 Pindahkan pasien ke meja operasi dengan posisi supine
 Pasang infus pada tangan kanan menggunakan abocath
no.18 G dengan cairan Ringer Lactat pada tangan kanan
 Memasang monitor EKG dan oksimeter pulse
 Mengukur nadi, saturasi prainduksi (Nadi :82x/m,
SPO2 : 99%)
 Pemberian obat premedikasi Midazolam 3 mg iv,
fentanyl 100 mcg iv.
09.30  Induksi dengan propofol dosis propofol intravena 100
mg dan roculax 50 mg.
 Memastikan pasien sudah tidak sadar dengan cara
memeriksa refleks bulu mata
• Setelah pasien dalam keadaan anestesi (sleep), pasien diintubasi dengan ETT no.7 cuff , pack
(2), guedel (+), untuk memastikan ETT terpasang dengan benar dengarkan suara nafas dengan
stetoskop bahwa paru kanan dan kiri sama dan dinding dada kanan dan kiri bergerak simetris
pada setiap inspirasi buatan, setelah berhasil fiksasi dengan hipafix.
• Tutup mata kanan dan kiri pasien dengan hipafix.
• ETT dihubungkan dengan konektor ke sirkuit nafas alat anestesi, kemudian air dibuka 3
liter/menit dan O2 3 liter/I, kemudian sevofluran dibuka 2 vol%.
• Nafas pasien dikendalikan dengan menekan balon nafas dengan frekuensi 14 kali per menit.
• Perhatikan apakah gerakan nafas pasien simetris antara yang kanan dan kiri.
• Nadi: 86x/i, SpO2: 99%
09.45 Operasi dimulai

TD = 100/60 mmHg, Nadi : 115x/menit SpO2 : 99%


10.00 TD = 100/50 mmHg, Nadi : 100x/menit SpO2 : 99%
10.15 TD = 100/60mmHg, Nadi: 90x/menit SpO2 : 99%
10.30 TD = 110/50mmHg, Nadi : 99x/menit SpO2 : 99%
10.45 TD = 100/60mmHg, Nadi : 92x/m, SpO2 : 98%.
11.00 TD = 110/60mmHg, Nadi : 102x/m, SpO2 : 99%.
 Operasi selesai
 Pemberian obat anestesi dihentikan, pemberian O2 dipertahankan
 TD = 110/60mmHg, Nadi 97x/menit, spO2 98% ETT dicabut setelah pasien dibangunkan,
11.10
lender dikeluarkan dengan suction, dan diberikan O2
 Setelah semua peralatan dilepaskan (EKG, oksimeter) pasien dibawa ke ruang Recovery
Room.
Monitoring perdarahan
Perdarahan
Kassa basah : 10 x 10 cc = 100 cc
Kassa ½ basah: 5 x 5 cc = 25 cc
Suction : 100 cc
Total : 225 cc
 
Keterangan Tambahan
• EBV : 55 x 65 = 3575 cc
• EBL : 10% = 357,5 cc
• 20% = 715 cc
• 30% = 1072,5 cc
Post Operasi
• Di Ruang Pemulihan
Setelah operasi selesai pukul 11.10, sekitar pukul 11.15 pasien dibawa ke recovery room, kemudian
dilakukan penilaian terhadap tingkat kesadaran, pada pasien kesadarannya adalah compos mentis. Dilakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan TD = 12 nadi 86x/menit, respirasi 19x/menit dan saturasi O 2 98%
• Pasien di observasi di recovery room
• Instruksi Pasca Bedah :
• Bed rest
• IVFD RL 20 ggt/i
• Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
• Inj. Ketorolac 30mg/8 jam
• Inj. Asam Tranexamat 500mg /8jam
• Inj. Ranitidin 50mg/12jam
• Inj. Ondansentron 4mg/8jam
• Pantau vital sign per 15 menit selama 2 jam.
PROBLEM LIST
Problem Solution

Pemilihan anestesi  Anestesi umum dengan


Posisi operasi pada jalan nafas  Resiko ETT serta Throat pack untuk mencegah
sumbatan jalan nafas terjadinya aspirasi dan menjaga jalan nafas
tetap terbuka

- Posisi pasien Reverse Tredelenburg 15°


Head up
Daerah operasi di bagian sinus  Resiko
- Melakukan hipotensi terkontrol dengan
perdarahan dan menutupi lapangan
mengurangi tekanan darah sistemik
pandang operasi
menjadi 20% lebih rendah dibanding
tekanan darah pasien yang normal

Pemberian injeksi ondansentron 4mg/8 jam


Mual dan Muntah pasca operasi
secara intravena
KESIMPULAN
Pasien perempuan, usia 16 tahun dengan diagnosa Multisinusitis dengan
anestesi umum GA-ETT. Operasi berlangsung selama 2 jam dengan
monitoring hemodinamik selama operasi terpantau stabil, Perdarahan
sebanyak 225 cc ( <10%) dan pemberian cairan selama operasi dengan
Ringer lactate sebanyak 540 cc. Operasi selesai pada pukul 11.10 WIB.

Anda mungkin juga menyukai