Anda di halaman 1dari 54

ASKEP TRAUMA KEPALA (HEAD

INJURY)

MILANIA PITULAS
(18.049)

1
LOBUS OTAK

2
PENGERTIAN
 TRAUMATIC YANG TERJADI PADA OTAK YANG MAMPU
MENGHASILKAN PERUBAHAN PADA PHISIK, INTELEKTUAL,
EMOSIONAL, SOSIAL, DAN VOCATIONAL.
• Trauma atau cedera kepala (Brain Injury) adalah salah satu bentuk
trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam
menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan
pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan
traumatik yang dapat menimbulkan perubahan – perubahan fungsi
otak (Black, 2005)
• Menurut konsensus PERDOSI (2006), cedera kepala yang
sinonimnya adalah trauma kapitis = head injury = trauma
kranioserebral = traumatic brain injury merupakan trauma mekanik
terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun
permanen.
3
ETIOLOGI
 Dikelompokan berdasarkan mekanisme injury:
1. Trauma tumpul.
2. Trauma tajam (penetrasi)
Dan bagaimana jenis/tipe cedera:
1. Focal.
2. Diffuse.
3. Frakture

4
5
6
7
Patofisiologi
 Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan
glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-
sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
punya cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan
bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%,
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,
sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan
terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral.

8
Faktor kardiovaskuler
 Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung
mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan
tekanan vaskuler dan edema paru.
 Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis
mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal
ini menyebabkan penurunan curah jantung dan
meningkatkan tekanan atrium kiri. Akibatnya tubuh
berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik.
Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri
adalah terjadinya edema paru.

9
Faktor Respiratori
 Adanya edema paru pada trauma kepala dan
vasokonstriksi paru atau hipertensi paru menyebabkan
hiperpnoe dan bronkokonstriksi
 Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida
mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah, aliran
darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan
PCO2, akan terjadi alkalosis yang menyebabkan
vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF
(cerebral blood fluid).
 Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik)
dan tingginya tekanan intra kranial (TIK) yang dapat
menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau
medulla oblongata.

10
Faktor metabolisme
 Pada trauma kepala terjadi perubahan
metabolisme seperti trauma tubuh lainnya yaitu
kecenderungan retensi natrium dan air dan
hilangnya sejumlah nitrogen
 Retensi natrium juga disebabkan karena adanya
stimulus terhadap hipotalamus, yang
menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi
aldosteron.

11
Faktor gastrointestinal
 Trauma kepala juga mempengaruhi sistem
gastrointestinal. Setelah trauma kepala (3 hari)
terdapat respon tubuh dengan merangsang
aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini
akan merangsang lambung menjadi
hiperasiditas.

12
Faktor psikologis
 Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik
pasien, trauma kepala pada pasien adalah suatu
pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang
timbul pascatrauma akan mempengaruhi psikis
pasien. Demikian pula pada trauma berat yang
menyebabkan penurunan kesadaran dan
penurunan fungsi neurologis akan mempe­ngaruhi
psikososial pasien dan keluarga.

13
Tipe trauma kepala

 Trauma kepala terbuka

 Trauma kepala tertutup (Komusio serebri/Gegar


otak, Kontusio serebri /Memar otak, Perdarahan
sub dural, Perdarahan Intraserebral )

14
Trauma kepala terbuka
 Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang
tengkorak dan laserasi duramater. Kerusakan otak
dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak
 Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan
pada meatus akustikus interna, foramen jugularis
dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak
battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas os
mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga).
Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala
hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar
tengkorak.

15
 Fraktur basis tengkorak tidak selalu dapat dideteksi
oleh foto rontgen, karena terjadi sangat dasar. Tanda-
tanda klinik yang dapat membantu mendiagnosa
adalah :
 Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas
os mastoid )
 Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )
 Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma
langsung )
 Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )
 Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)
 Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi,
meningitis dan perdarahan / serosanguinis.

16
Trauma kepala tertutup

 Komusio serebri ( Gegar otak )


Merupakan bentuk trauma kapitis ringan,
dimana terjadi pingsan (kurang dari 10
menit ). Gejala lain mungkin termasuk
pusing, noda-noda didepan mata dan
linglung

17
Kontusio serebri (Memar otak )
 Merupakan perdarahan kecil / ptechie pada
jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah
kapiler. Hal ini bersama-sama dengan rusaknya
jaringan saraf atau otak yang akan menimbulkan
edema jaringan otak di daerah sekitarnya

18
 Berdasarkan atas lokasi benturan, lesi
dibedakan atas koup kontusio dimana lesi
terjadi pada sisi benturan, dan tempat
benturan. Pada kepala yang relatif diam
biasanya terjadi lesi koup, sedang bila kepala
dalam keadaan bebas bergerak akan terjadi
kontra koup.

19
 Gejala perdarahan epidural yang klasik atau
temporal berupa kesadaran yang makin
menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke
sisi dan mungkin terjadi hemiparese
kontralateral. SEdangkan perdarahan epidural di
daerah frontal dan parietal atas tidak
memberikan gejala khas selain penurunan
kesadaran (biasanya somnolen) yang tidak
membaik setelah beberapa hari.

20
Perdarahan sub dural
 Merupakan perdarahan antara duramater dan
arakhnoid, yang biasanya meliputi perdarahan
vena. Perdarahan subdural dibedakan atas akut,
subakut, dan kronis

21
 Perdarahan subdural akut sering
dihubungkan dengan cedera otak besar dan
cedera batang otak. Tanda-tanda akan gejala
klinis berupa sakit kepala, perasaan kantuk,
dan kebingungan, respon yang lambat, dan
gelisah. Keadaan kritis terlihat dengan
adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.

22
 Perdarahan subdural subakut, biasanya
berkembang 7 sampai 10 hari setelah cedera
dan dihubungkan dengan kontusio serebri
yang agak berat. Tekanan serebral yang
terus-menerus menyuebabkan penurunan
tingkat kesadaran yang dalam

23
 Perdarahan subdural kronik, terjadi karena luka
ringan. Mulanya perdarahan kecil memasuki
ruang subdural. Beberapa minggu kemudian
menumpuk di sekitar membran vaskuler dan
pelan-pelan meluas. Gejala mungkin tidak
terjadi dalam beberapa mingggu atau bulan.
Keadaan ini pada proses yang lama akan terjadi
penurunan reaksi pupil dan motorik.

24
Pengolongan berdasarkan akibat
Jejas
Jejas kepala.
 Lesi primer.
hantaman langsung pada kepala.
akselerasi, deselerasi, rotasi.
fraktur tulang tengkorak, sel neuron rusak, pembuluh
darah robek.
 Lesi sekunder.
proses patologik dinamis, komplikasi intrakranial
hematoma intrakranial: epidural, subdural, subarakhnoid,
intraserebral, intraserebelar.
pembengkakan otak, edema otak  TIK meningkat, aliran
darah setempat menurun, spasme pemb. darah, infark.
25
Perdarahan Intraserebral
 Merupakan penumpukan darah pada jaringan
otak. Perdarahan mungkin menyertai contra
coup phenomenon. Kebanvalan dihubungkan
dengan kontusio dan terjadi dalam area frontal
dan tem­poral. Akibat adanya substansi darah
dalam jaringan otak akan menimbulkan edema
otak. Gejala neurologik tergantung dari ukuran
dan lokasi perdarahan.

26
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan
nilai GCS

 Cedera kepala ringan (GCS : 13 – 15 )


,, ,, sedang (GCS : 9 - 12 )
,, ,, berat (GCS : =< 8 )

27
Fokus Pemeriksaan Syaraf
 Keadaan umum.
jejas ringan : keadaan sadar-siaga
 Jalan nafas, respirasi, tekanan darah,
keadaan jantung.
 Kesadaran.
 Fungsi mental
 Saraf otak
 Sistem motorik,
 Sistem sensorik, otonom, refleks-
refleks.
28
Glascow Coma Scale

 Used to document assessment in three areas


 Eyes
 Verbal response
 Motor response
 Normal is 15 and less than 8 indicates coma

29
From Rehabilitation
Nursing

30
Other Assessment

 Assess bodily function including respiratory,


circulatory and elimination
 Pupil checks – are pupils equal and how they
react to light
 Extremity strength
 Corneal reflex test

31
Diagnostic Tests
 CT
 MRI
 Cerebral angiography
 EEG
 PET
 No lumbar puncture if there is ICP because
sudden release of pressure can cause brain
to herniate
 ABG’s – keep O2 at 100% (Lewis 1615) and
PCO2 as related to ICP (25-35)
32
PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA
 Penanganan harus ditangani sejak dari tempat kecelakaan,
selama transportasi, diruang gawat darurat, kamar Ro, sampai
ruang operasi, ruang perawatan/ ICU
 Monitor : derajat kesadaran, vital sign,kemunduran motorik,
reflek batang otak, monitor tekanan intrakranial.
 Monitor tekanan intrakranial diperlukan pada:
1. Koma dengan perdarahan intrakranial atau kontusio otak
2. Skala Koma Glasgow <6 (motorik < 4)
3. Hilangnya bayangan ventrikel III dan sisterne basalis pada CT
skan otak
4. “Tight brain” setelah evakuasi hematom
5. Trauma multipel sehingga memerlukan ventilasi tekanan positif
intermitten (IPPV)

33
PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA
 Indikasi CT san:
1. Skala Koma Glasgow (GCS) ≤ 14
2. GCS 15 dengan:
a. Adanya riwayat penurunan kesadaran
b. Traumatik Amnesia
c. Defisit neurologi fokal
d. Tanda dari fraktur basis kranii atau tulang kepala.

34
Tindakan resusitasi ABC (Kegawatan)
a.Jalan nafas (airway)
Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun kebelakang
dengan posisi kepala ekstensi, kalau perlu pasang pipa
oropharing (OPA )/ endotrakheal, bersihkan sisa muntah,
darah ,lendir, atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan melalui
pipa NGT untuk menghindari aspirasi muntahan dan kalau ada
stress ulcer
b. Pernafasan (breathing)
_ Ggn sentral : lesi medula oblongata, nafas cheyne stokes,
dan central neurogenik hiperventilasi
_Ggn perifer: aspirasi, trauma dada, edema paru, DIC, emboli
paru, infeksi.
_Tindakan Oksigen, cari dan atasi faktor penyebab, kalau perlu
ventilator
35
3. Sirkulasi (circulation)
 Hipotensi– iskemik—kerusakan sekunder otak.
Hipotensi jarang akibat kelainan intrakranial, sering
ekstrakranial, akibat hipovolemi, perdarahan luar,
ruptur organ dalam, trauma dada disertai tamponade
jantung atau pneumotorak, shock septik.
 Tindakan: hentikan sumber perdarahan, perbaiki
fungsi jantung ,menggantidarah yang hilang dengan
plasma, darah

36
Kegawatan
 Tekanan Intra Kranial meninggi
 Terjadi akibat vasodilatasi, edema otak, hematom
 Untuk mengukurnya sebaiknya dipasang monitor TIK. TIK
normal adalah 0-15 mmHg. Diatas 20 mmHg sudah harus
diturunkan dengan:
1.Hiperventilasi
2.Setelah resusitasi ABC lakukan hiperventilasi
terkontrol dengan pCO2 27-30 mmHg. Dipertahankan
selama 48-72 jam lalu dicoba dilepas, bila TIK naik lagi
diteruskan selama 24-48 jam. Bila tidak turun periksa
AGD dan CT scan untuk menyingkirkan hematom

37
Lanjutan Penatalaksanaan

 Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15)


1. Simple head injury
Pasien tanpa diikuti ggn kesadaran,
amnesia, maupun gejala serebral lain hanya
perawatan luka, Ro hanya atas indikasi,
keluarga diminta observasi kesadaran
2. Kesadaran terganggu sesaat.
Riwayat penurunan kesadaran sesaat
setelah trauma tetapi saat diperiksa sudah
sadar kembali : Ro kepala, penatalaksanaan
selanjutnya seperti simple head injury

38
Lanjutan Penatalaksanaan

 Pasien dalam keadaan menurun


1. Cedera kepala ringan (GCS 15-13)
Kesadaran disorientasi, atau not obey command,
tanpa defisit neurologi fokal: Peratan luka, Ro
kepala
CT scan: bila dicurigai adanya lucid interval
(hematom intrakranial), follow up kesadaran
semakin menurun, timbul lateralisasi
Observasi: keadaran (GCS), tanda vital, pupil,
gejala fokal serebral

39
Lanjutan Penatalaksanaan

2. Cedera kepala sedang GCS 9-12


Biasanya mengalami ggn kardiopulmoner
a. Periksa dan atasi ggn jalan nafas, pernafasan,
sirkulasi
b. Pemeriksaan keadaran, pupil, tanda fokal
serebral, dan cedera organ lain
c. Fiksasi leher dan patah tulang ekstremitas jika
ada.
d. Ro kepala, bila perlu bagian tubuh yang lain
e. CT scan bila dicurigai hematom intrakranial
f. Observasi tanda vital, kesadaran, pupil, defisit
fokal serebral
40
Lanjutan Penatalaksanaan

3. Cedera kepala berat GCS 3-8


Biasanya disertai cedera multipel,
disamping kelainan serebral juga ada
kelainan sistemik
a. Resusitasi jantung paru (airway, breathing,
circulation/ABC). Pasien CK berat sering
dalam keadaan hipotensi, hipoksia,
hiperkapnea akibat ggn pulmoner.
Tindakan resusitasi ABC
41
Lanjutan penatalaksanaan
 Keseimbangan elektrolit
_Pada saat awal masuk dikurangi untuk mencegah udem otak,
1500-2000 ml/hari parenteraldengan cairan koloid , kristaloid
Nacl 0,9%, ringer laktat. Jangan diberikan yang mengandung
glukosa – hiperglikemi, menambah udem otak
_ Pantau keseimbangan cairan, elektrolit darah.
 Profilaksis: diberikan pada CK berat dengan fraktur impresi,
hematom intrakranial, PTA yang panjang
 Komplikasi sistemik
_Demam, Kelanan gastrointestinal, kelainan hematologis perlu
ditanggulangi segera.
 Obat Neuroprotektor
_Manfaat obat pada CK berat masih diteliti manfaatnya seperti
lazaroid, antagonis kalsium, glutamat, citikolin
42
Diagnosa Keperawatan
1. Resti tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d akumulasi skret.
2. Perubahan perfusi jaringan cerebral b.d perdarahan dan edema
cerebral
3. Resiko peningkatan TIK b.d proses desak ruang akibat edema
cerebral
4. Resti gangguan pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit kurang
dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adequate: penurunan
kesadaran (soporokoma)
5. Resti gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d intake tidak adequate: penurunan kesadaran
(soporokoma)
6. Kerusakan integritas kulit b.d adanya luka lacerasi
7. Deficit perawatan diri b.d kelemahan/keterbatasan gerak
8. Resti terbatasnya pengetahuan (kebutuhan belajar) keluarga
mengenai proses penyakit, prognosis dan penatalaksanaannya b.d
terbatasnya informasi

43
Intervensi
1.Resti tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d
akumulasi skret.
Intervensi keperawatan
Mandiri:
 Memonitor suara paru tiap 8 jam dan observasi adanya
roncki/penumpukan skret
 Memberikan posisi semi atau elevasi kepala 30 derajat dan kepala
miring 1 sisi bergantian
 Mempertahankan hidrasi cairan 2-3 liter/hari, melalui asupan
parenteral yang diberikan.
 Memonitor dan melakukan karakterisitik sekret, warna, jumlah,
dan konsistensinya bila terdapat skret yang keluar melalui
hidung/mulut.
Kolaborasi :
 Memberikan obat Antibiotik: (Cefriaxon 2 x 2 g (tiap 12 jam) IV)

44
2. Perubahan perfusi jaringan cerebral dan resiko peningkatan TIK b.d
perdarahan dan edema cerebral
Intervensi keperawatan
Mandiri :
 Memonitor/obs tanda vital tiap 4 jam dan memonitor/obs kesadaran /
GCS setiap 4 jam
 Memberikan posisi Elevasi kepala 30 derajat setiap 4 jam
 Menentukan faktor2 penyebab penurunan perfusi jaringan otak/resiko
TIK meningkat.
 Memantau/mencatat status neurologis secara teratur dan
membandingkan dg nilai normal
 Mempertahankan tirah baring miring kiri/kanan dengan posisi kepala
netral
 Mengkaji kondisi vaskular (suhu, warna, pulsasi dan capillary refill) tiap
8 jam
 mencatat intake dan output.

45
Intervensi Dx 2. (lanjutan)
 menurunkan stimulasi eksternal yang dapat meningkatkan TIK dan
berikan kenyamanan dengan menciptakan lingkungan tenang dan suhu
ruangan dalam kondisi normal (mengatur suhu ruangan menyalakan
AC). Memasang pagar pengaman tempat tidur dan memasang retrain
pada daerah ekstermitas
 Penkes pada keluarga dan selalu bicara dan komunikasi dengan
pasien.

Kolaborasi :
 Memberikan O2 kanul 4 l/mnt
 Memberi pertimbangan pemeriksaan AGD, LED, Leukosit setelah 3 hari
perawatan
 Pemasangan cairan IV NaCl 0,9% /12 jam
 Memberikan obat-obatan injeksi :
 - Citicolin 2 x 500 mg- Ranitidin 2 x 1 ampl
 - Vit C 1 x 400 mg - Kaltropen 3 x 1 ampl
 - Dexametason 4 x 1 ampl - Cefriaxon 2 x 2 g
46
3. Resti gangguan pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit kurang dari
kebutuhan tubuh b.d intake tidak adequate: penurunan kesadaran
(soporokoma).
Intervensi keperawatan
Mandiri:
• Monitor tanda-tanda vital, termasuk Mengukur JVP setiap 8 jam
• Mencatat peningkatan suhu dan durasi demam.
• Memberikan kompres hangat saat temperatur meningkat (Demam),
dan mempertahankan pakaian tetap kering
• Mempertahankan suhu ruangan yang nyaman (mengatur suhu
ruangan dengan AC).
• Mengkaji turgor kulit, membran mukosa bibir
• Mengukur intake dan output cairan dan menghitung balance cairan
setiap hari selama 24 jam.
• Memberikan cairan minimal 2.5 lt/hari dengan pemberian sedikit-dikit
dan melibatkan keluarga saat pasien sudah dapat minum per oral.
Kolaborasi :
• Memberikan cairan infus NaCl 0,9% /12 jam
• Memberikan manitol 20% (bila kondisi TD sudah normal dan stabil)

47
4. Restigangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d intake tidak adequate: penurunan kesadaran (soporokoma)
Intervensi keperawatan
Mandiri:
• Mengkaji status nutrisi saat masuk rumah sakit/ruangan dengan
menimbang BB/mengukur LL.
• Mengkaji kemampuan menelan ; refleks menelan, gerakan lidah dan
bibir dan kesulitan-kesulitan asupan nutrisi dan mendengarkan bising
usus, catat adanya penurunan/hilangnya/suara yang hiperaktif
• Melatih makan peroral dikit-demi sedikit dengan melibatkan keluarga
• Memberikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering
dan teratur dalam bentuk cair (Ignatavicius, 1999)

48
Lanjutan Intervesi Dx. 4
• Menjaga keamanan saat memberikan makan; tinggikan kepala
tempat tidur selama makan peroral.
• Mengkaji pola BAB dan feses, cairan lambung, muntahan darah dan
lainnya lalu mencatat hasil.
Kolaborasi :
• Memberikan pertimbangan untuk konsultasi dengan ahli gizi
• Memberikan nutrisi parenteral: Triofusin 500 ml/24 jam
• Memberi pertimbangan dan memantau hasil pemeriksaan
laboratorium: albumin, transferin, asam amino, zat besi,
ureum/kreatinin, glukosa, elektrolit setelah 3 hari perawatan.

49
Pen-Kes
keluarga diberikan penkes tentang perawatan pasien dengan masalah
cedera kepala, diantara yaitu :
•Penjelasan tentang pengertian, penyebab, pengobatan dan komplikasi
cidera kepala termasuk gangguan fungsi luhur dari pasien, oleh karena itu
perlu control dan berobat secara teratur dan lanjut.
•Mengajarkan bagaimana cara pemenuhan nutrisi dan cairan selama dirawat
dan dirumah nantinya
•Mengajarkan pada keluarga dan melibatkan keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari pasien
•Mengajarkan melatih mobilisasi fisik secara bertahap dan terencana agar
tidak terjadi cidera pada neuromuskuler
•Mempersiapkan keluarga untuk perawatan pasien dirumah bila saatnya
pulang, kapan harus istirahat, aktifitas dan kontrol selama kondisi masih
belum optimal terhadap dampak dari cidera kepala pasien dan sering pasien
akan mengalami gangguan memori maka mengajarkan pada keluarga
bagaimana mengorientasikan kembali pada realita pasien.

50
REHABILITASI

 Berbaring lama dan inaktiviti bisa menimbulkan


komplikasi gerakan seperti kontraktur, osteoporosis,
dekubitus, edema, infeksi, trombophlebitis, infeksi
saluran kencing.
 Goal jangka pendek
 Meningkatkan spesifik area seperti kekuatan, koordinasi,
ROM, balans, dan posture untuk mobilitas dan keamanan.
 Pengobatan tergantung kondisi pasien kestabilan
kardiopulmoner, fungsi musculoskletal, defisit neurologi

51
REHABILITASI
 Rehabilitasi dini pada fase akut terutama untuk menghindari
komplikasi seperti kontraktur dengan terapi fisik pengaturan
posis, melakukan gerakan ROM (pergerakan sendi) dan mobilisasi
dini
 Terapi ini kemudian dilanjutkan dengan home program terapi
yang melibatkan lingkungan dirumah
 Pada pasien tidak sadar dilakukan dengan strategi terapi coma
management dan program sensory stimulation
 Penanganan dilakukan oleh tim secara terpadu dan terorganisis :
dokter ,terapis, ahli gizi, perawat, pasien dan keluarga.
 Melakukan mobilisasi dini, rehabilitasi termasuk stimulasi, suport
nutrisi yang adekuat, edukasi keluarga.

52
REFERENSI
Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika.
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:
EGC.
Engram, B. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.
Hidayat, & Alimul, A. A. (2007). Pengantar Konsep
Dasar Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Kowalak, J. P. (2011). Buku Ajar Patofisiologi.
Jakarta: EGC.

53
54

Anda mungkin juga menyukai