Anda di halaman 1dari 32

Pemikiran Dan Peradaban

Pengertian
a. Pemikiran
 Secara etimologi pemikiran dari kata dasar
“pikir” yang berarti proses, cara, atau
perbuatan memikir, yaitu menggunakan akal
budi untuk memutuskan suatu persoalan
dengan mempertimbangkan segala sesuatu
secara bijaksana.
 Pemikiran juga bisa diartikan sebagai upaya

cerdas dan proses kerja akal dan Qalbu untuk


melihat fenomena dan berusaha mencari
penyelesaiannya secara bijaksana
 Artinya apa yg ada dalam hati, ingatan, angan2, kata
dalam hati, dan pertimbangan (tim prima pena)
secara terminologi artinya satu aktifitas kekuatan
rasional (akal) yg ada dalam diri manusia berupa
qalbu, ruh atau dzihnun, dengan pengamatan atau
penelitian untuk menemukan makna yg tersembunyi
dari persoalan yg dapat diketahui atau untuk sampai
kepada hukum-hukum atau sesuatu.
 Pemikiran didefinisikan sebagai rangkaian ide yang

berasosiasi (berhubungan) atau daya usaha


reorganisasi (penyusunan kembali) pengalaman dan
tingkah laku yg dilaksanakan secara sengaja
 Pendapat lain pemikiran berasal dari bahasa Melayu asal dari kata
“fikir”. Ditambah dengan imbuhan pe dan an serta ditukar huruf
kepada m sehingga menjadi ‘pemikiran’. Kata perbuatannya
adalah berfikir (thinking). Bahasa Inggrisnya ialah think (thougt).
Perkataan berfikir kini digunakan secara meluas. Dasar perkataan
fikir berasal dari perkataan Arab ‘fakkara’, ‘yufakkiru’, ‘tafkiran’. 
Sebahagian ahli bahasa mengatakannya dari
wazan ‘dharaba’ yaitu ‘fakara’, ‘fakiru’, ‘fakran’ atau ‘fikran’.
Jelasnya perkataan fikir berasal daripada perkataan ‘al-fikr’.
Dalam al-Quran, perkataan fikir tidak disebut dalam bentuk kata
nama. Tegasnya dalam al-Quran, perkataan fikir disebut dalam
bentuk fi’il madhi (perbuatan yang telah lepas)
dan mudhari’ (perbuatan yang sedang dilakukan),sighah
mukhatab dan ghaib (kata ganti diri kedua dan ketiga).
Misalnya fakkara dan tatafakkarun.
 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata
“pikir”artinya akal budi; ingatan; angan-
angan, sedangkan pemikiran adalah cara atau
hasil berpikir
 menurut M. Abdul Karim kata “pikir” berasal

dari Bahasa Arab “fakkara” yakni amal ‘aqla


fiihi, wa rattaba ba’dha ma ya’lamu, liyahshila
ila al-majhul artinya mempergunakan daya
akal terhadap sesuatu, mengatur sebagian
yang sudah diketahui.
 Lebih lanjut M. Abdul Karim mengatakan bahwa pemikiran
dalam pengertian yang tersebar di kalangan ilmuwan atau
cendikiawan dibagi dua golongan besar. 
 Pertama, pemikiran secara eksoteris, yaitu pemikiran yang
diarahkan ke dunia luar (diluar dirinya) atau istilah falsafi
pemikiran dari mikrokosmos ke arah makrokosmos secara
mendalam, bebas, dan teliti tanpa terikat pada ajaran-ajaran
ataupun dogma dengan tujuan untuk memperoleh keyakinan
yang nyata-nyata tentang obyek yang menjadi pemikiran. 
 Kedua, pemikiran secara esoteris, yaitu pemikiran yang
ditujukan ke arah bagian terdalam dalam dirinya. Dalam
istilah falsafi dikenal sebutan pemikiran dari mikrokosmos
terhadap esensi dirinya
 Pemikiran islam adalah kegiatan umat islam
dalam mencari hubungan sebab akibat atau
asal mula dari suatu materi ataupun esensi
serta perenungan terhadap sesuatu wujud,
baik materi atau esensi, asal mula
kejadiannya serta substansi dari wujud atau
eksistensi sesuatu yang menjadi objek
pemikiran.
 Dr. Muhammad Husain Abdullah dalam
kitab Dirasât fil fikri al Islami mendefinisikan
pemikiran Islam upaya menilai fakta dari
sudut pandang Islam. Dengan demikian,
pemikiran Islam mengandung tiga hal, yakni
 fakta (al-waqi’),
 hukum (justifikasi); dan
 keterkaitan fakta dengan hukum. 
 Sementara itu, menurut M. Abdul Karim, pemikiran Islam
ialah kegiatan manusia dalam mencari hubungan sebab
akibat ataupun asal mula dari suatu materi ataupun esensi
serta renungan terhadap suatu wujud, baik materinya
maupun esensinya, sehingga dapat diungkapkan hubungan
sebab dan akibat dari suatu materi ataupun esensi, asal mula
kejadiannya serta substansi dari wujud atau eksistensi
sesuatu yang menjadi objek pemikiran. Dan apabila
dikaitkan dengan Islam, maka berarti bahwa kegiatan
pemikiran tersebut dituntun oleh bimbingan diyakini
datangnya dari Maha Pencipta kepada Nabi Muhammad Saw
berupa bimbingan naluri, bimbingan inderawi, bimbingan
akal, dan bimbingan agama yang tergabung dlam ajaran,
kelembagaan, pranata sosial, dan ritual
 Lebih lanjut M. Abdul Karim, mengatakan selama pemikiran
yang diupayakan setiap pemikir muslim, dalam bidang apa
pun (theologi, ibadah, politik, etika, filsafat, mistik, ekonomi,
dll), berada dalam batas-batas yang tidak bertentangan
dengan ajaran al-Quran dan Sunnah Nabi, maka pemikiran
tersebut dapat disebut pemikiran Islam.
 Dengan demikian pemikiran Islam adalah pemikiran yang
berjiwa Islam, yakni pemikiran yang berlandaskan al-Quran
dan al-Hadis. Al-Quran merupakan kitab suci umat Islam
yang diturunkan melalui wahyu Allah kepada Nabi
Muhammad Saw, sedangkan Hadis adalah sabda, perbuatan,
dan ketetapan (takrir) Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh
sahabat untuk menjelaskan dan menentukan hukum Islam.
 Jika dilihat dari segi pemikiran Islam, dapat dinyatakan
bahwa perkembangan pemikiran Islam disebabkan oleh
berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya ialah:
Pertama; Sebagai usaha untuk memahami atau mengambil
istinbath (intisari atau pengajaran) hukum-hukum agama
mengenai hubungan manusia dengan penciptanya dalam
masalah ibadah. Juga hubungan sesama manusia dalam
masalah muamalah. Masalah ini menyangkut persoalan
ekonomi, politik, sosial, undang-undang dan lain-lain.
Kedua; Sebagai usaha untuk mencari jalan keluar (solusi)
dari berbagai persoalan kemasyarakatan yang belum ada
pada zaman Rasulullah Saw dan zaman sahabat, atau untuk
memperbaiki perilaku tertentu berdasarkan ajaran Islam.
 Ketiga; Sebagai penyelaras atau penyesuaian antara
prinsip-prinsip agama Islam dan ajaran-ajarannya
dengan pemikiran asing (di luar Islam) yang
berkembang dan mempengaruhi pola pemikiran umat
Islam.
 Keempat; Sebagai pertahanan untuk menjaga kemurnian

akidah Islam dengan menolak akidah atau kepercayaan


lain yang bertentangan dengan ajaran Islam, dan
menjelaskan akidah Islam yang sebenarnya. Kelima;
Untuk menjaga prinsip-prinsip Islam agar tetap utuh
sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw
untuk dilaksanakan oleh umat Islam sepanjang masa
hingga akhir zaman.
b. Peradaban
 Badri Yatim, peradaban Islam adalah
terjemahan dari kata Arab al-hadhaarah al-
Islaamiyah. Kata ini sering juga
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
dengan kebudayaan Islam. Padahal kata
kebudayaan dalam bahasa Arab adalah al-
tsaqaafah. kebaikan budi pekerti (tingkah
laku)
 Secara terminologi, istilah peradaban sering
digunakan sebagai persamaan yang lebih luas
dari istilah budaya yang populer dalam
kalangan manusia
 Di mana setiap manusia dapat berpartisipasi
dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan
sebagai seni, adat istiadat, kebiasaan,
kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan
kebiasaan dalam tradisi yang merupakan
sebuah cara hidup masyarakat akademis
("Civilization" (1974)
 budaya, dapat diartikan sebagai seni, adat istiadat,
kebiasaan, kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan
kebiasaan dalam tradisi yang merupakan sebuah
cara hidup masyarakat
 Istilah peradaban sendiri sebenarnya bisa digunakan

sebagai sebuah upaya manusia untuk memakmurkan


dirinya dan kehidupannya. Maka, dalam sebuah
peradaban pasti tidak akan dilepaskan dari tiga
faktor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah
peradaban. Ketiga faktor tersebut adalah sistem
pemerintahan (politik), sistem ekonomi, dan Iptek
(ilmu pengetahuan dan teknologi).
 Perkembangan pemikiran dan peradaban
memiliki keterkaitan antara yang satu dengan
lainnya. Perkembangan pemikiran melahirkan
peradaban, demikian juga sebaliknya,
perkembangan peradaban dapat melahirkan
pemikiran.
Perkembangan Pemikiran
 Perkembangan pemikiran dan peradaban umat Islam
mencapai puncak kejayaannya pada masa Dinasti
Abbasiyah. Untuk mencapai kejayaan tersebut,
tergambar bahwa strategi dan aktivitas yang efektif
dilakukan oleh para Khalifah Dinasti Abbasiyah adalah:
Pertama, keterbukaan. Jika dibandingkan dengan masa
kekhalifahan Umayyah yang sangat membatasi diri
dengan pihak luar, keadaan pemerintah Dinasti
Abbasiyah sebaliknya. Bentuk pemerintahan Dinasti
Umayyah lebih menonjol kepada pemerintahan Arab,
sedangkan politik Dinasti Abbasiyah merupakan
pemerintahan campuran dari segala bangsa 
 Kedua, kecintaan pada ilmu pengetahuan. Pada masa Dinasti
Abbasiyah, ilmu pengetahuan Islam banyak digali oleh para
ulama (intelektual) Islam. Sebab para Khalifahnya sangat
senang dengan ilmu pengetahuan. Karena itu dinasti ini
sangat besar jasanya dalam memajukan peradaban Islam di
mata dunia.
 Ketiga, toleran dan akomodatif. Corak kehidupan orang-

orang Abbasiyah lebih banyak meniru tata cara kehidupan


bangsa Persia. Pada masa ini kebudayaan Persia berkembang
sangat maju, sebab bangsa Persia mempunyai kedudukan
yang baik di kalangan keluarga istana. Banyak orang Persia
yang dipilih untuk mengendalikan pemerintahan Dinasti
Abbasiyah (Yunus Ali Al Muhdar & Bey Arifin, 1983: 135).
 Sejarah mencatat bahawa aktifitas pemikiran
terjadi pada paruh akhir abad pertama Hijrah
atau abad ketujuh Masehi. Dari masa inilah
dimulainya perkembangan pemikiran Islam
secara drastis yang hampir merambah dalam
semua bidang. Kondisi ini berlangsung pada
masa Dinasti Umayyah dan mencapai
kemajuannya pada masa Dinasti Abbasiyyah.
 Aktifitas pemikiran Islam pada masa Dinasti
Abbasiyah mencapai kemajuan peradaban
pada masa tujuh khalifah, yaitu al-Mahdi
(775-785 M), al-Hadi (775-786 M), Harun al-
Rasyid (786-809 M), al-Makmun (813-833 M),
al-Mu’tashim (833-842 M), al-Watsiq (842-
847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M).
 Popularitas dinasti ini mencapai puncaknya
pada zaman Khalifah Harun al-Rasyid dan
puteranya al-Makmun.
 dapat diutarakan beberapa contoh perkembangan
pemikiran Islam berupa ilmu pengetahuan Islam dan
sains, yang pada gilirannya menghasilkan
kebudayaan dan peradaban, antara lain sebagai
berikut:
 Pertama, berkembangnya gerakan penerjemahan
buku-buku dari bahasa asing (Yunani, Syiria, Ibrani,
Persia, India, Mesir, dan lain-lain) ke dalam bahasa
Arab. Buku-buku yang diterjemahkan meliputi ilmu
kedokteran, mantiq (logika), filsafat, aljabar,
pesawat, ilmu ukur, ilmu alam, ilmu kimia, ilmu
hewan, dan ilmu falak
 Kedua, semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan keagamaan seperti fiqh, ushul
fiqh, hadits, mustalah hadis, tafsir, dan ilmu
bahasa, karena di zaman Dinasti Bani
Umayyah usaha ini telah dirintis. Pada masa
ini muncul ulama-ulama terkenal seperti
Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i,
Imam Hambali, Imam Bukhari, Imam Muslim,
Hasan al-Bashri, Abu Bakar al-Razy dan lain-
lain.
 Ketiga, sejak upaya penerjemahan meluas kaum
muslim dapat mempelajari ilmu-ilmu itu
langsung dalam bahasa Arab sehingga muncul
sarjana-sarjana muslim yang turut memperluas
peyelidikan ilmiah, memperbaiki atas kekeliruan
dan kesalahan pemahaman pada masa lampau,
dan menciptakan pendapat-pendapat atau ide-
ide dan teori-teori baru. Tokoh-tokohnya
antara lain: al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, al-
Ghazali, Ibnu Bajah, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun,
Ibnu Haltum, al-Hazen dan Ibnu Zuhr.
 Keempat, sejak akhir abad ke-10 M, muncul
sejumlah tokoh wanita di bidang ketatanegaraan
dan politik seperti Khaizura, Ulayyah, Zubaidah,
dan Bahrun. Di bidang kesusastraan dikenal
Zubaidah dan Fasi. Di bidang sejarah muncul
Shalikhah Shuhda. Di bidang kehakiman muncul
Zainab Umm al-Muwalid. Di bidang seni Musik
seperti Ullayyah yang sangat tersohor pada
waktu itu. Kajian ilmiah tentang perbintangan
dan matematika mulai dilakukan seiring dengan
masuknya pengaruh buku India (Siddharta).
 Kelima, bidang pendidikan mendapat perhatian
yang sangat besar. Sekitar 30.000 masjid di
Baghdad berfungsi sebagai lembaga pendidikan
dan pengajaran pada tingkat dasar. Perkembangan
pendidikan pada masa Abbasiyah dibagi menjadi 2
tahap. Tahap pertama (awal abad ke-7 M sampai
dengan ke-10 M) perkembangan secara alamiah
disebut juga sebagai sistem pendidikan khas
Arabia. Tahap kedua (abad ke-11 M) kegiatan
pendidikan dan pengajaran diatur oleh pemerintah
dan pada masa ini sudah dipengaruhi unsur non-
Arab
 garis besarnya, sejarah pemikiran dan
peradaban Islam dapat dibagi ke dalam tiga
periode besar, yaitu periode klasik (650-
1250), periode pertengahan (1250-1800), dan
periode modern (1800-sekarang). Periodisasi
ini mendeskripsikan perjalanan panjang
dialektika intelektual muslim, yang
memberikan interpretasi wahyu dalam konteks
ruang dan waktu. Hasil tradisi intelektual dan
epistemologi menjadi alur peradaban Islam
sepanjang sejarah.
Perkembangan Pemikiran Islam pada Abad Modern
 

 Pemikiran modern dimulai sekitar paroh


kedua abad ke-17M hingga sekarang, dengan
munculnya tokoh-tokoh pembaharuan di
kalangan Timur Tengah (Saudi Arabia dan
Mesir). Istilah modern di atas hanya sekedar
untuk mempermudah melihat ciri
perkembangan pemikiran yang ada,
sebagaimana digunakan oleh Prof. Dr. Harun
Nasution.
 Munculnya pemikiran modern, tidak lepas dari tiga
latar belakang penyebab. Pertama, munculnya
kesadaran pembaruan secara intern sebagai akibat
dari dampak pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah.
Kedua, lahirnya peradaban baru dari Barat yang
disebut masa Renaissance (masa keemasan Barat)
yang memunculkan ide sentral modernisasi serta
pemikiran rasional-ilmiah sehingga melahirkan sains
dan teknologi yang dimulai sekitar abad ke-16.
Ketiga, kondisi negara-negara Arab, seperti Mesir
dan Turki yang sangat memprihatinkan di bawah
imprialisme negara-negara Eropa khususnya Prancis.
 Sejak Napoleon menduduki Mesir, umat Islam mulai sadar
akan kelemahan dan kemundurannya, sementara mereka
juga merasa terkejut dengan kemajuan yang telah dicapai
oleh Barat. Gelombang ekspansi Barat ke negara-negara
muslim yang tidak dapat dibendung itu memaksa para
pemuka Islam untuk mulai berpikir, guna merebut kembali
kemerdekaan yang dirampas. Salah seorang tokoh yang
pikirannya banyak mengilhami gerakan-gerakan
kemerdekaan adalah Sayyed Jamaluddin Al Afghani. Ia
dilahirkan pada tahun 1839 di Afghanistan dan meninggal
di Istambul 1897.12 Pemikiran dan pergerakan yang
dipelopori Afghani ini disebut Pan-Islamisme, yang dalam
pengertian luas berarti solidaritas antara seluruh umat
muslim di dunia internasional.
 Tema perjuangan yang terus menerus dikobarkan oleh
Al Afghani dalam kesempatan apa saja adalah semangat
melawan kolonialisme dengan berpegang kepada tema-
tema ajaran Islam sebagai stimulasinya. Murtadha
Muthahhari menjelaskan bahwa diskursus tema-tema itu
antara lain diseputar: Perjuangan melawan absolutisme
para penguasa; Melengkapi sains dan teknologi modern;
Kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya; Iman dan
keyakinan aqidah; Perjuangan melawan kolonial asing;
Persatuan Islam; Menginfuskan semangat perjuangan
dan perlawanan kedalam tubuh masyarakat Islam yang
sudah separuh mati; dan Perjuangan melawan ketakutan
terhadap Barat.
 Selain Afghani, terdapat dua orang ahli pikir Arab lainnya yang
telah mempengaruhi hampir semua pemikiran politik Islam pada
masa berikutnya. Dua pemikir itu adalah Muhammad Abduh
(1849-1905) dan Rasyid Ridha (1865-1935). Mereka sangat
dipengaruhi oleh gagasan-gagasan guru mereka yakni Afghani,
dan berkat mereka berdualah pengaruh Afghani diteruskan untuk
mempengaruhi perkembangan nasionalisme Mesir. Seperti
halnya Afghani dan Abduh, Ridha percaya bahwa Islam bersifat
politis, sosial dan spiritual. Untuk membangkitkan sifat-sifat
tersebut, umat Islam mesti kembali kepada Islam yang
sebenarnya sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi dan para
sahabatnya atau para salafiah. Untuk menyebarkan gagasan-
gagasannya ini, Ridha menuangkannya dalam bingkai tulisan-
tulisan yang terakumulasi dalam majalah Al Manar yang
dipimpinnya.
 Di daratan Eropa, Syakib Arsalan selalu
memotori gerakan-gerakan guna kemerdekaan
Arab. Misi Arsalan adalah menginternasionalkan
berbagai masalah pokok yang dihadapi negara-
negara muslim Arab yang berasal dari kekuasaan
negara-negara Barat; dan menggalang pendapat
seluruh orang Islam Arab sehingga membentuk
berdasarkan ikatan ke-Islaman, mereka dapat
memperoleh kemerdekaan dan memperbaiki tata
kehidupan sosial yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai