Anda di halaman 1dari 8

BAB

1
Pengantar

Apa itu Corporate University ?


Corporate University (CU) muncul pada abad ke-20 sebagai kelanjutan dari tren
pendidikan karyawan perusahaan yang dimulai sejak awal tahun 1914. Untuk mengatasi
kesenjangan pembelajaran teori yang dipeoleh di universitas tradisional dengan aplikasi di
lapangan, pelaku usaha dan industri lebih memilih melakukan pelatihan dan pengembangan
melalui unit Pusat Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT) atau Training Center (TC). Unit ini
dirancang untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian karyawan yang sesuai dengan
kebutuhan perusahaan. Setelah mengikuti program pelatihan, para peserta akan memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya dengan presisi dan
efisien. Training Center mengajarkan prosedur-prosedur, pola-pola dan tugas-tugas yang
memungkin karyawan tampil pada ekonomi berbasis keahlian (skill-based economy).

Seiring ekonomi beralih ke basis informasi dan pengetahuan, pembelajaran bukan lagi
one-time dan berorientasi instruksional tetapi proses secara terus-menerus yang mengharuskan
karyawan untuk belajar dengan cepat dan teratur untuk mengimbangi kemajuan teknologi,
persaingan global, dan perubahan yang cepat. Menghadapi perubahan ini, Training Center
melihat model manajemen yang dapat memperbaiki dan merevolusi cara mereka merancang dan
menyelenggarakan pembelajaran di dalam organisasi. Namun, industri pelatihan menemukan
bahwa banyak hal-hal yang terabaikan dalam pengelolaan dan pengembangan bisnis organisasi.
Industri TC harus mengembangkan koneksi yang jelas ke misi dan tujuan organisasi dan harus
membuktikan bahwa pembelajaran berkontribusi pada organisasi sejalan dengan visi, misi dan
sasaran strategis organisasi. Pada tahun 1950, Corporate University mulai dibentuk untuk
membantu organisasi dalam menghubungkan (lingkage) dan menselaraskan (alignment)
program-program pembelajaran dengan visi, misi dan sasaran strategis organisasi.

Meskipun industri Corporate University belum sepenuhnya sepakat mengenai definisi


Corporate University yang sudah diterima secara universal, namun berbagai tingkat strategi dan
nilai yang dikembangkan oleh industri Corporate University tampaknya secara umum memiiki
disain CU yang bersifat jangka panjang. Tujuan utama CU, diantaranya adalah untuk membangun
kompetensi inti oranisasi, mendorong perubahan organisasi, mempertahankan daya saing
perusahaan, merekrut dan mempertahankan talent, atau pelayanan pelanggan. Sebagian besar CU
didirikan atas praktik bisnis strategis dan kesadaran sendiri akan tanggung jawab mereka untuk
berkontribusi terhadap pertumbuhan organisasi dan/atau efektifitasnya. CU adalah

Penulis : Dr. Ir. John Sihotang. MM Page 1


strategis karena direncanakan dan dimodelkan untuk memenuhi misi organisasi. CU berorientasi
pada hasil (result oriented) dan akan tetap ada selama dapat memberikan nilai (value) kepada
organisasi/perusahaan.

Namun, yang perlu diperhatikan, CU bukan sebuah tempat seperti kampus, juga bukan
nama lain dari TC dan pengembangan, bukan pula training katalog dan bukan sebuah institusi
yang menawarkan berbagai macam program yang berbeda. Dalam CU, ada 3 elemen yang
penting yaitu :
1. Pembelajaran formal dan informal (Blended Learning)
2. Riset dan pengembangan serta
3. Learning solution atau Kurikulum akademik yang terstruktur.

Mengapa Perusahaan Membutuhkan Corporate University ?


90% Program Pelatihan Gagal

Semua perusahaan/organisasi pasti menginginkan hasil dari program pelatihan, namun


mereka kebanyakan tidak melakukan diagnosis dan analisis mendalam untuk memahami apa
yang mereka butuhkan. Dan kalaupun ada yang melakukannya, mereka kurang cukup usaha untuk
merancang program-program pembelajaran yang relevan.

Banyak organisasi berpikir bahwa masalah kinerja mereka terletak pada satu hal yang
sederhana, yaitu: Pelatihan. Jadi apa yang mereka lakukan? Mereka menghabiskan waktu dan
energi untuk merancang agenda pembelajaran setiap tahunnya pelatihan 5-7 man-days untuk
setiap individu. Begitu mereka merancang agenda tahunan ini, mereka menghabiskan sisa
waktunya untuk meyakinkan para pekerja/karyawan agar mengikuti pelatihan ini. Dan ketika
akhirnya pekerja mereka menghadiri program pelatihan; yang mengejutkan, hasilnya tidak
kelihatan. Mengapa demikian? Mengapa 90% program pelatihan yang dilakukan menghasilkan
hal yang sia-saia?

Pertama

Hal paling utama, Anda harus berkomitmen untuk menjauh dari mentalitas serba cepat.
Batas waktu sudah dekat dan Anda telah begitu sibuk dengan pekerjaan lain sehingga Anda tidak
pernah memiliki waktu yang cukup untuk memfinalisasi program pelatihan dan sekarang Anda
akan menerima apapun yang sesuai dengan keinginan Anda. Anda belum menyediakan cukup
waktu untuk memilih materi pada sesi pelatihan dan mencocokkannya kembali dengan
persyaratan peserta pelatihan yang sesuai dengan tujuan organisasi. Ini membutuhkan beberapa
perencanaan, harus lebih proaktif dan, yang lebih penting, memerlukan disiplin dan tidak
mengambil jalan keluar yang mudah. Hal ini membutuhkan assessmen kebutuhan organisasi pada
bagian eksekutif Human Capital (HC). Tapi kebanyakan dari kita diliputi oleh keadaan yang
dikendalikan oleh situasi. Sebelum organisasi melatih karyawan utama mereka di bidang

Penulis : Dr. Ir. John Sihotang. MM Page 2


keahlian seperti delegasi, manajemen waktu, prioritas dan efektivitas individu, mereka harus
melatih staf HC untuk memastikan keahlian-keahlian di atas mereka kuasai lebih dahulu.
Bagaimanapun, jika eksekutif HC sendiri tidak memiliki pegangan pada hal-hal karena
kurangnya disiplin, ketidakmampuan untuk mendelegasikan tugas dan prioritas yang tidak
terorganisir, lalu bagaimana dia diharapkan melakukan diagnosis kebutuhan melalui tahap
perencanaan program pelatihan?

Kedua

Kita harus berusaha untuk memberikan pemahaman (understanding) daripada teknik


(techniques) karena teknik berubah seiring berjalannya waktu. Teknik yang digunakan untuk
memancing seratus tahun yang lalu berbeda dengan teknik yang digunakan saat ini. Pemahaman
di sini tetap konstan: ada ikan di bawah air dan perlu ditangkap dan dibawa keluar; Mengapa?
Untuk dimakan, diperdagangkan, dan lain-lain. Pemahamannya adalah 'apa' dan mungkin bahkan
'mengapa'. Tekniknya adalah 'bagaimana' yang berubah dari situasi ke situasi. Peralatan
memancing yang berbeda digunakan di perairan yang berbeda yaitu Laut Mati vs. Samudera
Pasifik. Kita harus mengerti bahwa jika orang tahu apa yang ingin mereka capai dan mengapa
mereka melakukannya, bagaimana mereka melakukannya, mungkin akan membuat kita takjub.

Ketiga

Kita harus menyadari fakta bahwa pelatihan mungkin bukan jawaban untuk semua
masalah terkait kinerja kita, masalahnya bisa terletak pada satu atau lebih dari tiga bidang utama.
Menemukenali orang yang bermasalah dalam organisasi adalah bagian yang sulit, dibutuhkan
peran aktif dari eksekutif SDM untuk menggalinya.

1. ORANG MUNGKIN TIDAK TAHU BAGAIMANA

Jika orang tidak memiliki pengetahuan atau pengalaman keterampilan yang dibutuhkan
maka pelatihan diperlukan

2. MEREKA MUNGKIN TIDAK INGIN

Jika orang tidak ingin mengembangkan diri karena mereka tidak sepenuhnya memahami
nilai pelatihan. Hal ini membutuhkan motivasi. Pemimpin perlu menginspirasi mereka
dengan menghubungkan pekerjaan dengan apa yang paling penting bagi mereka-
kebutuhan, nilai, sasaran, sikap, minat, dan lain-lain.

3. ORANG MUNGKIN TIDAK MEMILIKI APA YANG MEREKA PERLU

Mereka mungkin tahu bagaimana, mereka bahkan mungkin termotivasi untuk melakukan
pekerjaan itu namun mungkin kekurangan wewenang, bimbingan, informasi, personalia,
fasilitas, persediaan, peralatan, teknologi, transportasi, dana atau sumber daya lainnya.
Karena hal-hal ini bergantung pada organisasi, orang bergantung pada manajemen untuk

Penulis : Dr. Ir. John Sihotang. MM Page 3


memberdayakan mereka.Inilah tingkat keberhasilan program pelatihan
rata-rata mengingat masalah kinerja sebenarnya.

Dari tiga area; Dua pengetahuan dan minat, bisa dikendalikan oleh eksekutif SDM. Yang
ketiga adalah inisiatif organisasi yang menyediakan sumber daya. Tapi dengan melakukan ini,
kita akan meningkatkan peluang kita untuk memberikan solusi yang berdampak.

Tidak dapat dipungkiri bahwa peranan eksekutif SDM sangat penting dalam
mengembangkan karyawan. CU menjadi sangat penting untuk mengitegrasikan praktek-praktek
SDM dengan visi, misi dan sasaran strategis organisasi.

Saat ini telah banyak perusahaan memiliki management development program, namun itu
belum seideal CU. Implementasi CU masih banyak didominasi oleh perusahaan besar khususnya
multinational companies (MNC). Ada beberapa hal yang mendorong perusahaan mendirikan CU.

1. Perusahaan ingin betul-betul pengembangan karyawannya bisa mendukung strategi


organisasi. Itu dorongan yang paling kuat. Kesadaran bahwa SDM adalah sesuatu yang
merupakan intellectual capital bukan lagi hanya sekedar asset.
2. Ada peningkatan kesadaran akan pentingnya proses learning. Karena kreatifitas orang
tidak mudah ditiru.
3. Pimpinan perusahaan memang sudah punya visi bahwa organisasi tidak bisa
berkembang tanpa manusianya.

Ada banyak investasi di organisasi, dan banyak yang ingin investasi pada sisi manusia-
nya, meski tingkat pengembaliannya tidak cepat. Dengan demikian suatu perusahaan mendirikan
CU sebaiknya bukan karena hanya mengikuti tren tapi memang karena dorongan kebutuhannya.
Karena tanpa kajian yang jelas maka hal itu akan gagal dan sia-sia.

CU itu memfasilitasi semua aktifitas pembelajaran di dalam organisasi, sehingga bisa


menggunakan metode apapun yang ada yang di antaranya adalah In class training, Coaching and
Mentoring, Self Study, Computer Based Training, Online Learning, bahkan sampai membuat
program leadership yang mendatangkan berbagai professor dari top business school di dunia pun
dilakukan oleh sebuah CU. Dengan kata lain, CU adalah "One Stop Learning Solution for every
stakeholder in organization" yang pendekatan dan infrastrukturnya lebih memudahkan semua
pengguna dan lebih efisien.

Di lain pihak, sangat memungkinkan apabila CU adalah hasil dari ekspansi TC untuk
menjadi strategic business unit yang lebih besar, mengingat proses CU tidak hanya sebatas
kerjasama dengan satu pihak saja, melainkan juga dengan berbagai macam provider training.
Sehingga jika dalam organisasi sudah memiliki CU, maka TC sudah tidak diperlukan lagi.
Ada 4 faktor yang menjadi bahan pertimbangan perusahaan mengapa termotivasi untuk
mendirikan CU, yaitu
1. Ketika organisasi melihat adanya individual development needs yang sama di semua
karyawannya, sehingga organisasi memerlukan satu pengembangan yang sifatnya cocok

Penulis : Dr. Ir. John Sihotang. MM Page 4


dan utuh bagi semua karyawan, maka sudah saatnya untuk menyusun kurikulum dasar
(broad based curriculum) untuk merealisasikan pengembangan tersebut.
2. Apabila sejalan dengan kebutuhan bisnis, semua organisasi membutuhkan suatu
pengembangan yang terarah. Contoh yang sering terjadi adalah apabila organisasi
mencanangkan untuk berorientasi pada customer satisfaction maka organisasi tersebut
dapat membuat kurikulum yang ditujukan bagi setiap lini karyawan untuk meningkatkan
layanan perusahaan.
3. Apakah perusahaan ingin melakukan regenerasi atau menerapkan succession management
kepada kader-kader leader masa depannya. "Saat ini banyak organisasi mengalami
kekosongan leader di level menengah yang siap untuk menduduki posisi top executive.
Kekosongan atau gap tersebut membuat organisasi merasa perlu untuk melakukan
succession" katanya. Sehingga, diperlukan adanya strategi manajemen yang terarah untuk
melakukan pengembangan bagi leader di posisi menengah agar siap untuk menduduki
posisi top executive. Dalam hal ini, CU menjadi suatu bagian yang sangat dibutuhkan
sebagai wadah pengembangan bagi organisasi tersebut.
4. Apakah organisasi itu mengalami perubahan budaya atau tidak. Perubahan budaya ini
akan nampak di organisasi yang mengalami akuisisi, divestasi maupun perubahan status
perusahaan. Dalam hal ini CU merupakan kenderaan yang dapat dipergunakan untuk
mengkomunikasikan dan mengedukasi karyawan mengenai budaya atau nilai yang baru di
perusahaan tersebut.

Apa Kiat Sukses dan Hambatan Implementasi CU ?


Berdasarkan best practice dari berbagai perusahaan yang telah mengimplementasikan
Corporate University, ada beberapa tips dan issu yang dapat dipelajari dari pengelaman mereka
sewaktu mendirikan CU, diantaranya:
5. CU ini sangat besar jadi harus melalui pembahasan dalam sebuah komite. Harus ada
komitmen yang jelas. Kemudian SDM nya harus melibatkan senior manager dari
departemen lain dalam perumusan pembentukkan CU.
2. Komite juga harus duduk bersama untuk menentukan ke depannya, akan dijadikan seperti
apakah CU ini. Jangan namanya CU tapi tidak berbeda dengan training center.
3. Strategi pendanaan harus juga dipikirkan bagaimana caranya mendanai kegiatan-kegiatan
dalam CU.
4. Menentukan scope-nya, maksudnya semua program learning dan pengembangan ini
apakah akan dilaksanakan oleh CU sendiri atau masih akan menggunakan lembaga lain
yang juga memiliki kompetensi dalam hal itu.
5. Harus mengidentifikasi kebutuhan pemakai jasa ke depannya. Ini akan berkaitan dengan
pembentukan program yang akan dilaksanakan.
6. Apakah perusahaan mau menjalankan semuanya sendiri atau bekerja sama dengan pihak
lain seperti konsultan dan lainnya.
7. Strategi tehnologi informasi. Karena kalau benar yang ingin dibentuk adalah CU dan
semua dilakukan manual sangat tidak mungkin. Jadi harus dipikirkan mengenai tehnologi
informasinya, mulai dari proses diagnosis kebutuhan secara online, perencanaan dan
pengorganisasian, pengontrolan, pendaftaran dan administrasi, evaluasi, pelaksanaan e-
learning, virtual class, memfasilitas pembelajaran informal, diskusi online dan lain-lain.

Penulis : Dr. Ir. John Sihotang. MM Page 5


8. Lalu menentukkan apa ukuran keberhasilan dari CU ini. Kalau tidak ada ukuran
keberhasilannya, perusahaan sudah dirikan CU lalu hanya berjalan apa adanya kalau tidak
dievaluasi, maka perusahaan tidak akan tahu apakah hal itu bermanfaat atau tidak.
9. Komunikasi. terutama saat evaluasi. Hal ini diperlukan bukan hanya dilakukan saat di
awal pembentukkan CU saja, tetapi harus terus dilakukan saat berjalan

Bicara Corporate University tentu tidak lepas dengan pengembangan dan perubahan dari
sebuah organisasi. Banyaknya perusahaan-perusahaan besar multinasional yang meminati CU ini,
karena CU merupakan strategic umbrella untuk menyelaraskan, mengkoordinasikan dan
memfokuskan kepada usaha pembelajaran untuk karyawan, pelanggan dan supplier dalam rangka
mencapai strategi dan tujuan bisnis organisasi (Jeanne C. Meister, page 29). Tujuan dasar
dibentuknya CU adalah membuat suatu organisasi menjadi organisasi pembelajaran.

Dalam strategi penerapan CU, sangat diperlukan "kaki tangan" dan orang-orang yang
duduk di level strategi. Biasanya, dalam CU ada yang namanya Chief Learning Officer (CLO).
Ini setara dengan Chief Finance Officer atau Chief Operasional Officer, dimana orang tersebut
bertanggung jawab terhadap pembelajaran organisasi. Perlu diketahui bahwa komitmen dari para
leader di perusahaan tersebut, baik dari awal pendirian hingga pada proses pelaksanaannya
merupakan kunci sukses dari implementasi CU.

Tahapan yang harus dikerjakan dalam membangun CU, semuanya tergantung dari arahan
strateginya. Organisasi harus melihat kesiapan organisasi tersebut untuk membentuk CU. Siap
dalam arti
• sudah melakukan survei mengenai kebutuhan pembelajaran,
• siap dengan metode pembelajaran yang akan ditawarkan, seberapa tinggi respon yang
ada, seberapa tinggi mereka sadar terhadap pembelajaran, atau apakah semua ini
hanya sebatas ulangan saja. Kalau base learning tinggi, organisasi tinggal menentukan
strategi pembelajarannya.
• berapa biaya yang harus dikeluarkan.

Dengan adanya CU, maka organisasi bisa lebih efisien dalam biaya pengembangan
stakeholdernya. Umumnya efisiensi yang signifikan ini baru dapat terjadi setelah berjalan 3-4
tahun. karena dalam tahun pertama masih banyak penataan dan pembentukan secara keseluruhan,
termasuk orang-orang yang terlibat di dalamnya. beberapa provider juga masih dalam tahap
penjajagan. Saat sebuah organisasi bicara kerjasama jangka panjang, berarti organisasi tersebut
akan bicara kontrak dan hubungan jangka panjang kepada para provider sehingga efisiensi biaya
baru bisa terjadi.

Selain faktor pembuatan CU, perlu pula diperhatikan konsep yang merupakan sistem
terintegrasi dalam organisasi pembelajaran. Dalam konsep dasar, ada 5 hal yang diperlukan yaitu
10. organisasi, yang di dalamnya sudah mencakup visi, kultur, struktur, strategi dan target
bisnis.
11. yang tak kalah penting adalah manusia, baik itu internal maupun eskternal yang
mencakup karyawan, manajer, pelanggan, dan komunitas.
12. teknologi, sudah mencakup teknologi informasi, teknologi berbasis learning dan
electronic performance support system.

Penulis : Dr. Ir. John Sihotang. MM Page 6


4. pengetahuan, mulai dari pengumpulan informasi yang mendukung, penyimpanannya,
hingga penggunaannya.
5. pembelajaran secara menyeluruh yang mencakup 3 level yang berbeda yaitu individu,
grup atau tim dan organisasi.

Hambatan dan kendala yang ada saat membangun CU akan muncul dari dalam organisasi
itu sendiri saat implementasi CU dimulai.
1. Kemauan dari karyawan agar mau meluangkan waktu untuk belajar atau kursus baik
itu secara online maupun secara ikut sub development atau diklat guna memenuhi
komitmen ? Dan ini sangat berhubungan dengan sistem yang ada.
Solusinya, adalah dengan menekankan kepada orang-orang dalam sebuah
organisasi bahwa ini merupakan komitmen untuk semua orang agar
menggunakan CU yang sedang dibangun untuk belajar.
2. Di samping itu dalam perjalanannya tidak mudah untuk mendapatkan full
commitment dari leader dari perusahaan tersebut untuk senantiasa terlibat dalam
pengembangan CU.

Solusi lain untuk menjembatani keengganan karyawan untuk meluangkan waktu yaitu
dengan mengaitkan pada performance management mereka. Dalam performance management,
disarankan untuk mengkaitkan setiap orang yang ada dalam organisasi dengan pengembangan
pribadi. Ketika memasukkan area pengembangan pribadi dalam performance management
tentunya setiap orang berkewajiban dan harus ikut dalam pengembangan tersebut. Bentuknya bisa
training atau apapaun. Tergantung dari kebutuhan developer melalui servis yang diberikan lewat
CU. Sarana yang harus dipersiapkan untuk menunjang operasional CU yaitu
 Call center untuk mengatur segala kebutuhan pengembangan dari karyawan kepada CU.
 Idetifikasi learning, dan memasarkan CU seperti apa.

CU perlu diposisikan secara strategis di perusahaan dengan memegang suatu brand yang
cocok untuk organisasi tersebut. Misalnya seperti Hamburger University milik McDonald's. Yang
harus diingat, bicara CU, tidak hanya sekedar bicara development saja. Tapi juga bicara juga
program mentoring dan coaching, yang ditangani CU dari segi mekanisme dan sistem
pelaksanaannya. Melalui CU, seseorang bisa mengetahui siapa mentornya, dan bagaimana proses
mentoring itu. Data base seseorang sebagai karyawan juga akan tersimpan di CU sehingga CU
bisa menyarankan kepada karyawan tentang proyek pekerjaan karyawan lain yang sesuai dengan
pengembangannya karena servis yang diberikan CU adalah asssesment center.

Saat ini, perusahaan-perusahaan local masih cukup kuat dengan kinerja departemen
training, sehingga jika perusahaan itu mulai menerapkan CU, maka akan terjadi servis
maintenance secara besar-besaran karena biasanya harus diimplementasikan kepada seluruh
organisasi yang ada di seluruh region dengan tujuan efisiensi.

Tantangan perusahaan lokal untuk mendirikan CU sebagian besar dari sisi investasi atau
prioritas untuk biaya. "Saya sangat mengerti sekali alokasi biaya pengembangan yang dimiliki
oleh banyak perusahaan masih banyak tersedot untuk mengembangkan dasar-dasar system HR
seperti misalnya Competency Profiling, atau Assessment Center ataupun Performance
Management. Namun di tahun-tahun mendatang ketika semua sistem HR sudah establish di

Penulis : Dr. Ir. John Sihotang. MM Page 7


perusahaan, maka pengembangan dan pembelajaran menjadi prioritas utama dari organisasi
tersebut.

Mengapa menulis buku ini ?


Belakangan ini, semakin banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia menyadari pentingnya
menciptakan Learning Organization dalam membangun kinerja bisnis yang berkelanjutan.
Namun masih banyak banyak yang belum memahami cara menciptakan learning organization
melalui implementasi Corporate University. Buku ini akan memberikan pengenalan akan manfaat
dan panduan dalam menimplementasikan Corporate University, sehingga diharapkan para
pembaca akan tertarik dan mulai berusaha mentransformasikan Training Center mereka menjadi
Corporate University atau bagi yang tidak memiliki Training Center dapat mengimplementasikan
Virtual Corporate University.

Gambaran buku

Buku ini disusun dalam 15 Bab yang dibagi dalam dua bagian yaitu Perancangan Corporate
University dan Best Practice Implementasi Corporate University di beberapa peruahaan di
Indonesia.

Penulis : Dr. Ir. John Sihotang. MM Page 8

Anda mungkin juga menyukai