Anda di halaman 1dari 60

dr.

Ahmad Giffar Danto Putro


dr. Denisa Alfadilah

Program Dokter Internsip Puskesmas Muaro Bodi


Oktober 2019 – Februari 2020
Tetanus
 Gangguan nourologis berupa
hipertonia akut karena
Clostridium tetani
 Sifat:
• Basil gram positif
• Anaerob obligat
• Menghasilkan
tetanospasmin dan
tetanolisin
• Bertahan hidup bila tidak
terkena matahari
• Spora banyak terdapat
didalam tanah dan kotoran
hewan yang terinfeksi
Afrika
Data WHO 2018, terdapat Vietnam
Filipina
15.103
kasus tetanus yang
dilaporkan diseluruh dunia
Brazil

Terutama ditemukan di negara


kurang dan sedang berkembang Indonesia
dengan iklim hangat dan lembab
dan padat penduduk
Sebagian besar luka terjadi Tindakan mengabaikan luka
akibat: dapat dipengaruhi oleh tingat
• Luka tusuk pengetahuan serta sikap individu
• Laserasi
• Abrasi

Ukuran luka bervariasi Kurangnya pengetahuan


• Sering terabaikan mengenai perawatan luka,
serta kesalahan dalam
menangani luka dapat
berpotensi meningkatkan
kejadian tetanus
BERBAHAYA
Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran pengetahuan pasien terhadap luka berpotensi


1 tetanus di wilayah Puskesmas Muaro Bodi?

Bagaimana gambaran sikap pasien terhadap luka berpotensi tetanus di


2 wilayah Puskesmas Muaro Bodi?

Bagaimana gambaran tindakan pasien terhadap luka berpotensi tetanus


3 di wilayah Puskesmas Muaro Bodi?
Tujuan Penelitian

Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan pasien
terhadap luka berpotensi tetanus di wilayah Puskesmas Muaro Bodi
Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung

Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan
pasien terhadap luka berpotensi tetanus.
2. Untuk mengetahui kendala yang berhubungan dengan tindakan
pasien dalam mengobati luka berpotensi tetanus.
Manfaat Penelitian
Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan wawasan terutama
dalam meneliti secara langsung di lapangan.

Bagi Masyarakat

Sebagai sarana menambah pengetahuan bagi masyarakat untuk mencegah,


mengenali, dan merawat luka berpotensi tetanus.

Bagi Tenaga Kesehatan


Sebagai sumber informasi bagi tenaga kesehatan di Puskesmas Muaro Bodi
tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan pasien terhadap luka berpotensi
tetanus sehingga dapat melakukan tindakan penyuluhan yang tepat.
Tinjauan Pustaka
Tetanus
 Gangguan nourologis berupa
hipertonia akut karena
Clostridium tetani
 Sifat:
• Basil gram positif
• Anaerob obligat
• Menghasilkan
tetanospasmin dan
tetanolisin
• Bertahan hidup bila tidak
terkena matahari
• Spora banyak terdapat
didalam tanah dan kotoran
hewan yang terinfeksi
Clostridium tetani

Bentuk Vegetatif Bentuk Spora


 Basil, gram positif  Relatif resisten terhadap desinfeksi
 Sifat: Obligat anaerob kimiawi dan pemanasan
 Rentan terhadap efek bakterisidal  Banyak terdapat di dalam tanah,
dari proses pemanasan, saluran cerna, dan feses hewan
desinfektan kimiawi, dan antibiotik  Bentuk spora C.tetani bersifat non-
 Dapat menyebabkan tetanus patogenik di dalam tanah atau jaringan
terkontaminasi hingga tercapai kondisi
yang memadai untuk transformasi ke
bentuk vegetatif
 Transformasi dapat terjadi karena
penurunan lokal kadar oksigen akibat:
terdapat jaringan mati dan benda asing,
crushed injury, dan infeksi supuratif.
Clostridium tetani
bisa berada dimana saja, seperti:

Alat alat yang berkontak Peralatan yang berkontak Paku Berkarat


Besi yang berkarat
dengan tanah dengan kotoran hewan

Baik luka yang kecil, besar, hingga Bila tubuh kita terluka karena benda benda ini, kemungkinan besar kuman
luka karena gigitan binatang, luka tetanus akan menempel pada luka tersebut.
bakar, luka lecet.
Etiologi dan faktor resiko lainnya
 Status imunisasi tetanus yang tidak lengkap
 Adanya cidera jaringan, serta praktik obstetrik dan injeksi obat yang
tidak aseptik
 Tindakan bedah abdomen
 Akupunktur
 Tindik telinga
 Tusuk gigi
 Infeksi telinga tengah.
 Luka yang kotor
Patofisiologi
Bakteri ini dapat bertahan hidup
di kotoran hewan, tanah, serta
barang berkarat
Bakteri dapat masuk
kedalam tubuh
melalui luka

Bakteri hanya bertambah banyak di tempat


luka. Namun, racun dari bakteri ini akan
menyebar ke seluruh tubuh, hingga ke otak
Manifestasi Klinis
 Masa inkubasi memiliki waktu yang bervariasi antara beberapa hari
sampai empat minggu, rata-rata 8 hari
 Masa inkubasi juga merupakan salah satu faktor penentu prognosis:
semakin pendek masa inkubasi maka semakin buruk prognosis
penyakit.
 Semakin jauh lokasi infeksi, masa inkubasi semakin lama.

 Manifestasi klinis:
 Tetanus lokal
 Tetanus sefalik
 Tetanus general
 Tetanus neonatorum
Tetanus Lokal
 Terutama pada orang yang telah mendapat imunisasi
 Pasien dengan tetanus lokal mengalami spasme dan peningkatan
tonus otot terbatas pada otot-otot di sekitar tempat infeksi tanpa
tanda-tanda sistemik
 Kontraksi dapat bertahan selama beberapa minggu sebelum
perlahan-lahan menghilang
 Mortalitas akibat tetanus lokal hanya 1%.
Tetanus Sefalik
 Tetanus lokal yang terjadi pada saraf safar cranial
 Terjadi fenomena motorik sesuai dengan nervus cranial yang terkena
(N. III, IV, V, VI, VII, IX, X, dan XXI)
 Dapat timbul setelah otitis media kronik maupun cidera kepala (kulit
kepala, mata dan konjungtiva, wajah, telinga, atau leher)
 Manifestasi klinis dapat timbul dalam 1-2 hari setelah cidera, antara
lain fasial palsi akibat paralisis nervus VII (paling sering), disfagia, dan
paralisis otot-otot ekstraokuler serta ptosis akibat paralisis nervus III.
 Tingkat mortalitas yang dilaporkan tinggi, yaitu 15-30%.
Tetanus General
 Paling sering terjadi (sekitar 80%)
 Gejala yang pertama dirasakan pasien adalah kaku otot maseter yang
mengakibatkan gangguan membuka mulut (trismus). Gejala lain seperti
kekakuan leher, kesulitan menelan, rigiditas otot abdomen yang teraba
seperti papan. Selanjutnya tubuh penderita dapat membentuk
lengkungan seperti busur yang dikenal sebagai opistotonus.
 Dapat tampak juga risus sardonikus (wajah tampak menyeringai) karena
kaku otot wajah dan kekakuan ekstremitas. Gangguan menelan juga
dapat terjadi sehingga pasien merasa sangat terganggu.
Tetanus General
 Kejang otot yang akut, paroksismal, tidak terkoordinasi, dan menyeluruh
merupakan karakteristik dari tetanus general. Kejang tersebut terjadi
secara intermiten, ireguler, tidak dapat diprediksi, dan berlangsung
selama beberapa detik sampai beberapa menit. Pada awalnya kejang
bersifat ringan dan terdapat periode relaksasi diantara kejang, lama
kelamaan kejang menimbulkan nyeri dan kelelahan (paroksismal). Kejang
dapat terjadi secara spontan atau dipicu berbagai stimulus eksternal dan
internal.
Tetanus Neonatorum
 Infeksi C. tetani yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses
pertolongan persalinan.
 Spora masuk disebabkan proses pertolongan persalinan yang tidak steril,
baik karena penggunaan alat maupun obat-obatan yang terkontaminasi
spora C. tetani.
 Gambaran klinis tetanus neonatorum serupa dengan tetanus general.
Gejala awal ditandai dengan ketidakmampuan untuk menghisap 3-10
hari setelah lahir. Gejala lain termasuk iritabilitas dan menangis terus
menerus (rewel), risus sardonikus, peningkatan rigiditas, dan
opistotonus.
Diagnosis
 Anamnesis:
 Kelainan yang dapat menjadi tempat masuknya kuman tetanus
 Riwayat imunisasi tetanus toksoid
 Adanya trismus, risus sardonikus, kaku kuduk, opostotonus, perut
papan, atau kejang tanpa gangguan kesadaran
 Pemeriksaan laboratorium:
 Leukositosis sedang.
 Pemeriksaan cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat
meningkat akibat kontraksi otot.
 Hasil elektromiografi dan elektroensefalografi biasanya normal dan tidak
membantu diagnosis.
 Pada kasus tertentu apabila terdapat keterlibatan jantung
elektrokardiografi dapat menunjukkan inversi gelombang T.
Setelah diagnosis tetanus dibuat, harus ditentukan derajat keparahan penyakit.
Beberapa sistem skoring tetanus dapat digunakan, diantaranya adalah skor Phillips
Parameter Nilai
< 48 jam 5
Masa 2-5 hari 4
inkubasi 6-10 hari 3
11-14 hari 2
> 14 hari 1

Internal dan umbilikal 5


Lokasi infeksi Leher, kepala, dinding tubuh • Skor < 9 = Tetanus ringan
4
Ekstremitas proksimal 3 dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan
Ekstremitas distal 2 • Skor 9-16 = Tetanus sedang
Tidak diketahui 1 dapat sembuh melalui pengobatan baku
• Skor > 16 = Tetanus berat
Tidak ada 10 memerlukan perawatan khusus yang
Mungkin ada/ibu mendapatkan imunisasi 8 intensif
Status > 10 tahun yang lalu 4
imunisasi < 10 tahun yang lalu 2
Imunisasi lengkap 0

Penyakit atau trauma yang mengancam nyawa 10


Keadaan yang tidak langsung mengancam nyawa 8
Faktor Keadaan yang tidak mengancam nyawa 4
pemberat Trauma atau penyakit ringan 2
ASA derajat I 1
Diagnosis Banding
Penyakit Gambaran diferensial
INFEKSI
Meningoensefalitis Demam, trismus ridak ada, penurunan kesadaran, cairan serebrospinal
Polio abnormal.
Rabies Trismus tidak ada, paralisis tipe flasid, cairan serebrospinal abnormal.
Lesi orofaring Gigitan binatang, trismus tidak ada, hanya spasme orofaring.
Peritonitis Bersifat lokal, rigiditas atau spasme seluruh tubuh tidak ada.
KELAINAN METABOLIK Trismus dan spasme seluruh tubuh tidak ada.
Tetani
Keracunan striknin Hanya spasme karpo-pedal dan laringeal, hipokalsemia
Reaksi fenotiazin Relaksasi komplit diantara spasme.
PENYAKIT SISTEM SARAF PUSAT Distonia, menunjukkan respon dengan difenhidramin.
Status epileptikus
Perdarahan atau tumor (SOL) Penurunan kesadaran.
KELAINAN PSIKIATRIK Trismus tidak ada, penurunan kesadaran.
Histeria
KELAINAN MUSKULOSKELETAL Trismus inkonstan, relaksasi komplit antara spasme.
Trauma
Hanya lokal.
Penatalaksanaan
 Pengobatan tetanus terdiri atas tiga upaya
 Mengatasi akibat eksotoksin yang sudah terikat pada susunan saraf pusat
 Menetralisir toksin yang masih beredar dalam darah
 Menghilangkan kuman penyebab

 Eradikasi kuman penyebab dapat dilakukan dengan melakukan perawatan luka


yang dicurigai sebagai sumber infeksi dengan mencuci luka menggunakan larutan
antiseptik, eksisi luka, bahkan histerektomi bila uterus diperkirakan menjadi
sumber masuknya kuman tetanus
 Toksin yang masih beredar dapat dinetralkan:
 Anti Tetanus Serum (ATS) diberikan 20.000 IU/hari selama lima hari
berturut turut
 Imunoglobulin tetanus manusia (HTIG) cukup dengan dosis tunggal 3000-
6000 unit intramuskular. Pemberiannya tidak perlu diulang karena memiliki
waktu paruh 3½ - 4½ minggu.
 Sebaiknya memberikan ATS/HTIG sebelum memanipulasi luka.
Penatalaksanaan
Metronidazole
 Antibiotik pilihan pertama karena relatif murah,penetrasi lebih baik ke jaringan
anaerobik, lebih efektif dalam membunuh C.tetani, menurunkan morbiditas dan
mortalitas tetanus
 Dosis : 1000 mg setiap 12 jam atau 500mg setiap 6 jam, diberikan melalui jalur
intravena atau per oral selama 10-14 hari.
 Alternatif :Doksisiklin 100 mg setiap 12 jam selama 7-10 hari

 Makrolida, Klindamisin, Sefalosporin, dan Kloramfenikol juga efektif Pada perawatan


luka dilakukan debridemen luka dengan membuang benda asing, eksisi jaringan
nekrotik, serta irigasi luka. Larutan hidrogen peroksida (H2O2) dapat digunakan dalam
perawatan luka
Komplikasi
Sistem organ Komplikasi
Jalan napas Aspirasi, spasme laring, obstruksi terkait penggunaan sedatif.
Respirasi Apneu, hipoksia, gagal napas tipe I dan II, ARDS, komplikasi akibat
ventilasi mekanis jangka panjang (misalnya pneumonia), komplikasi
trakeostomi.
Kardiovaskular Takikardia, hipertensi, iskemia, hipotensi, bradikardia, aritmia, asistol,
gagal jantung.
Renal Gagal ginjal, infeksi dan stasis urin.
Gastrointestinal Stasis, ileus, perdarahan.
Muskuloskeletal Rabdomiolisis, myositis ossificans circumscripta, fraktur akibat
spasme.
Lain-lain Penurunan berat badan, tromboembolisme, sepsis, sindrom disfungsi
multiorgan.
Pencegahan
 Tindakan pencegahan menjadi upaya yang sangat penting untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas akibat tetanus.
 Ada dua cara mencegah tetanus, yaitu perawatan luka yang adekuat dan imunisasi
aktif dan pasif.
 Imunisasi aktif: dengan memberikan tetanus toksoid yang bertujuan
merangsang tubuh untuk membentuk antibodi. Imunisasi aktif dapat dimulai
sejak anak berusia 2 bulan dengan pemberian imunisasi DPT atau DT. Untuk
orang dewasa digunakan tetanus toksoid (TT). Jadwal imunisasi dasar untuk
profilaksis tetanus bervariasi menurut usia pasien.
 Imusisasi pasif: diperoleh dari pemberian serum yang mengandung antitoksin
heterolog (ATS) atau antitoksin homolog (HTIG).
Luka rentan tetanus Luka tidak rentan tetanus
Riwayat imunisasi tetanus
sebelumnya (dosis) TT HTIG TT HTIG
Tidak diketahui atau < 3 Ya Ya Ya Tidak
≥ 3 dosis Tidak Tidak Tidak Tidak
(kecuali ≥ 5 tahun (kecuali ≥ 10 tahun
sejak dosis terakhir) sejak dosis terakhir)
Prognosis
Faktor yang mempengaruhi mortalitas pasien tetanus adalah masa inkubasi, periode
awal pengobatan, status imunisasi, lokasi fokus infeksi, penyakit lain yang menyertai,
serta penyulit yang timbul (Skor Dakar)
Faktor prognostik Skor 1 Skor 0 Skor 0-1
Masa inkubasi < 7 hari
≥ 7 hari atau tidak • tetanus ringan
diketahui • mortalitas < 10%
Periode onset < 2 hari ≥ 2 hari Skor 2-3
• tetanus sedang
Umbilikus, luka bakar, uterus, Penyebab lain dan
Tempat masuk fraktur terbuka, luka operasi, penyebab yang tidak • mortalitas 10-20%
injeksi intramuskular diketahui Skor 4
• tetanus berat
Spasme Ada Tidak ada
• mortalitas 20-40%
Demam > 38.4oC < 38.4oC Skor 5-6
Dewasa  > 120 kali/menit Dewasa  < 120 kali/menit • tetanus sangat berat
Takikardia • mortalitas > 50%.
Neonatus > 150 kali/menit Neonatus < 150 kali/menit
Pencegahan
 Pada luka yang rentan terhadap tetanus harus dipertimbangkan untuk membiarkan
luka terbuka. Tindakan yang demikian penting sebagai profilaksis terhadap tetanus

 Klasifikasi luka menurut American College of Surgeon Committee on Trauma


Tampilan klinis Luka rentan tetanus Luka tidak rentan tetanus
Usia luka > 6 jam < 6 jam
Konfigurasi Bentuk stellate, avulsi Bentuk linier, abrasi
Kedalaman > 1 cm ≤ 1 cm
Mekanisme cidera Misil, crush injury, luka bakar, Benda tajam (pisau, kaca)
frostbite
Tanda-tanda infeksi Ada Tidak ada
Jaringan mati Ada Tidak ada
Kontaminan (tanah, feses, Ada Tidak ada
rumput, saliva, dan lain-lain)
Jaringan denervasi/iskemik Ada Tidak ada
Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” yang terjadi setelah seseorang


melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Berperan sangat penting dalam terbentuknya tindakan seseorang

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

Dipengaruhi oleh
-Pengalaman
-Tingkat pendidikan
-Sumber informasi
Sikap

Merupakan reaksi seseorang yang tidak dapat dilihat namun dapat


ditafsirkan melalui kecenderungan individu untuk melakukan sesuatu
terhadap objek tertentu

Sikap dapat menimbulkan pola cara fikir yang mempengaruhi tindakan atau
membuat keputusan terhadap hal hal penting

Dapat berubah-ubah karena


-Kejadian atau peristiwa yang dilakukan berulang dan terus menerus
-Bertambahnya pengalaman terhadap hal hal tertentu
-Adanya trauma
Tindakan

Perbuatan yang dilakukan berdasarkan suatu pengamatan dan presepsi


sehingga ada respon untuk mewujudkannya.

Sedangkan tindakan terhadap luka berpotensi tetanus adalah bagaimana


seseorang tersebut memperlakukan luka yang didapatkan sebagai upaya
pencegahan agar tidak menjadi tetanus di kemudian hari.

Namun tindakan tidak selalu sejalan dengan pengetahuan dan sikap karena
berbagai faktor, seperti tradisi masyarakat, keadaan sosial ekonomi, informasi
kesehatan yang masih simpang siur diterima oleh masyarakat, sarana, serta
prasarana untuk menunjang tindakannya
Analisis Masalah
Letak Geografis
Puskesmas Muaro Bodi

Merupakan salah satu dari 13 Puskesmas yang ada di Kabupaten Sijunjung


Propinsi Sumatera barat.Terletak di 2 dengan ketinggian dari permukaan laut
sekitar 164 M dan wilayah kerja seluas 96,30 Km2, Letak geografi terbentang
antara 100 370 400-100 00 580 Bujur Timur dan 0 340 290-0 440 170 Lintang
Selatan. Kecamatan IV Nagari terdiri dari 5 Nagari dengan 17 jorong.
Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Muaro Bodi adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Koto VII
Sebelah Selatan : Kecamatan Payung Sekaki ( Kabupaten Solok
)
Sebelah Timur : Kecamatan Sijunjung
Sebelah Barat : Kecamatan Kupitan
Data Demografis
Puskesmas Muaro Bodi

 Berdasarkan Data Statistik, jumlah penduduk tahun 2018 tercatat


sebanyak 17319 jiwa.
 Paling banyak Kenagarian Palangki dengan jumlah penduduk 4296 jiwa
 Paling sedikit Kenagarian Koto Tuo dengan jumlah penduduk 2223 jiwa.
 Penduduk diwilayah kerja Puskesmas Muaro Bodi mayoritas adalah Suku
Minangkabau dan juga ada suku Jawa, Batak, Sunda dan lain-lain.
Sebagian besar penduduk beragama Islam.
 Penduduk merupakan modal dasar pembangunan, apabila dikelola
dengan baik akan menghasilkan SDM yang potensial dan produktif yang
akan berperan dalam pelaksanaan pembangunan di masa yang akan
datang.
Sarana dan Gedung
Puskesmas Muaro Bodi

No Nama Sarana Jumlah


1. Puskesmas Pembantu (Pustu) 3 Buah
2. Pos Kesehatan Nagari (Poskesri) 6 Buah
3. Puskesmas Keliling 1 Buah
4. Ambulance 1 Buah
5. Posyandu 18 Pos
6. Posbindu 16. Pos
No Pendidikan Jumlah
1 S2 Kesehatan Masyarakat (MPH) 1 orang
2 Dokter Umum 2 orang
3 Dokter Gigi 1 orang
4 S1 Kesehatan Masyarakat (SKM) 2 orang
5 S1 Keperawatan (S.Kep) 1 orang
7 D IV Kebidanan (SST) 6 orang
8 D III Kebidanan (Amd.Keb) 11 orang
Personil/Tenaga Kesehatan 9
10
D III Gigi
D III Perawat
1 orang
8 orang
Puskesmas Muaro Bodi 11 D III Analis 1 orang
12 D III Kesling 1 orang
13 D III Farmasi 1 orang
14 D III A. RO 1 orang
15 D I Kebidanan 1 orang
16 SMAK 1 orang
18 SAA 1 orang
19 SLTA/Prakarya Kes 4 orang
20 Paket C 1 orang
Jumlah 45 orang
Kejadian Tetanus
Puskesmas Muaro Bodi

Dalam dua tahun terakhir didapatkan dua kematian akibat tetanus di Wilayah
kerja Puskesmas Muaro Bodi.

Berdasarkan laporan Puskesmas Muaro Bodi, kematian akibat tetanus


terbaru terjadi pada bulan November tahun 2019. Pasien terkena kayu saat
sedang berada di kandang ternak miliknya, namun tidak segera
memeriksakan diri ke Fasilitas Kesehatan terdekat. Pasien berobat seminggu
kemudian dengan keluhan terasa kaku pada mulutnya. Pasien segera di rujuk
ke RSUD Sijunjung untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut, lalu kembali
dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang. Pasien meninggal di RSUP Dr. M.
Djamil Padang.
Kejadian Luka Berpotensi Tetanus
Puskesmas Muaro Bodi

Keterangan
Luka berpotensi Pemberian ATS
Bulan
tetanus di puskesmas Butuh tetagam Menolak Lainnya
Januari 14 3 3 4 4
Februari 4 - - 1 3
Maret 12 4 1 2 5
April 13 - - - 13
Mei 13 2 1 2 8
Juni 11 4 - 1 6
Juli 13 7 - 2 4
Agustus 19 3 - 1 15
September 13 4 2 1 7
Oktober 13 4 - - 9
November 15 8 4 - 3
Desember 25 11 6 - 8
Total 165 50 17 14 85
Metodologi Penelitian
Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk


menggambarkan Pengetahuan, sikap, dan tindakan terhadap luka
berpotensi tetanus di Wilayah Puskesmas Muaro Bodi Kecamatan IV
nagari Kabupaten Sijunjung.

Penelitian ini disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi terhadap


variabel yang diteliti yaiu variabel pengetahuan, variabel sikap, dan
variabel tindakan terhadap tetanus serta luka yang berpotensi
tetanus.
Pengambilan data dan penelitian dilakukan di Puskesmas Puskesmas Muaro Bodi
Kecamatan IV nagari Kabupaten Sijunjung, dan dilaksanakan pada bulan Januari 2020

Populasi Penelitian Subjek Penelitian


4.3.1 Populasi dalam penelitian ini adalah semua
4.3.2 Subjek Penelitian adalah populasi target
pasien dan keluarga pasien yang datang ke yang masuk dalam kriteria inklusi
poli umum dan IGD Puskesmas Puskesmas
Muaro Bodi Kecamatan IV Nagari
Kabupaten Sijunjung selama tanggal 4- 7
Januari 2020 jang berjumlah 61 orang

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi


4.4.1 Pasien dan keluarga pasien yang datang 4.4.2 1. Pasien dan keluarga pasien yang
ke Poli Umum dan IGD Puskesmas menolak mengisi kuesioner.
Muaro Bodi 2. Pasien dan keluarga pasien yang
tidak mengisi kuesioner dengan lengkap
Definisi Operasional
Karakteristik Responden

Usia Jenis Kelamin


Definisi : usia responden saat Definisi : jenis kelamin
mengisi kuesioner dikelompokkan
Cara ukur : observasi menjadi laki-laki dan
Alat ukur : kuesioner perempuan
Skala ukur : nominal berdasarkan jawaban
Hasil ukur : 17 – 30 tahun responden saat
31 – 60 tahun pengisian kuisioner.
>60 tahun Alat ukur : kuesioner
Skala ukur : nominal
Hasil ukur : 17 – 30 tahun
31 – 60 tahun
>60 tahun
Definisi Operasional
Karakteristik Responden

Pendidikan Terakhir
Definisi : Pendidikan formal terakhir yang diselesaikan oleh responden
Cara ukur : observasi
Alat ukur : kuesioner
Skala ukur : nominal
Hasil ukur : SD
SMP / SLTP
SMA / SLTA
Sarjana/Diploma
Tidak pernah mendapat pendidikan formal
Definisi Operasional
Pengetahuan

Definisi : Sejauh mana seseorang mengetahui informasi tentang tetanus


Alat ukur : Kuesioner
Cakupan Nomor Pertanyaan
Definisi tetanus 5,6
Cara penyebaran tetanus 7 Jawaban Skor
. Dampak tetanus 11
Salah 0
Benar 1
Jenis luka berpotensi tetanus 8
Pencegahan tetanus 9,10,12

Skala ukur : Ordinal


Hasil ukur : Pengetahuan dibagi menjadi tiga kategori dengan nilai
Baik bila skor >5
Cukup bila skor 3-5
Buruk bila skor <3
Definisi Operasional
Sikap

Definisi : Bagaimana sikap responden mengenai tetanus.


Alat ukur : Kuesioner
Cakupan Nomor Pertanyaan
Jawaban Skor
Ide 5,6,8 Tidak setuju 1
Kepercayaan 2 Ragu ragu 2
. Perasaan 1,3 Setuju 3
Pendapat 4,7

Skala ukur : Ordinal


Hasil Ukur : Terdapat 8 pertanyaan yang digunakan untuk menilai sikap sehingga
kemungkinan nilai skor terendah adalah 8 dan skor tertinggi adalah
24. Dengan menggunakan likert scale, diperoleh hasil:
Baik bila skoring 20-24
Cukup bila skoring 14-19
Buruk bila skoring 8-13
Definisi Operasional
Tindakan

Definisi : Tindakan yang akan dilakukan responden bila mendapatkan luka


yang berpotensi tetanus
Alat ukur : Kuesioner yang terdiri dari 4 pertanyaan tentang apakah yang akan
dilakukan responden bila mengalami luka yang berpotensi tetanus.
Setiap pertanyaan memiliki pilihan jawaban ya/benar atau tidak/salah dan memiliki
skor yang berbeda untuk setiap jawaban sehingga kemungkinan nilai
skor terendah adalah 0 dan skor tertinggi adalah 3.

Skala ukur : nominal


Hasil ukur : Tindakan yang tepat dalam mencegah tetanus bila skor 3
Tindakan yang kurang tepat dalam mencegah tetanus bila skor <3
Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Data diperoleh dari pengisian kuesioner yang telah disiapkan oleh peneliti dengan
menggunakan teknik wawancara.

Instrumen yang digunakan adalah kuisioner yang dibuat sendiri oleh peneliti
berdasarkan landasan teori dan terdiri dari 4 bagian. Bagian A digunakan untuk
mengetahui karakteristik responden, bagian B untuk mengetahui tindakan
terhadap luka berpotensi tetanus responden, bagian C untuk mengetahui
pengetahuan responden mengenai luka berpotensi tetanus, dan bagian D untuk
mengetahui sikap responden mengenai luka berpotensi tetanus.
Teknik Pengolahan, Analisis, dan Penyajian Data
Pengolahan Data (Editing)
Meneliti kembali apakah lembar kuesioner sudah
cukup baik sehingga dapat di proses lebih lanjut.
Editing dapat dilakukan di tempat pengumpulan
data sehingga jika terjadi kesalahan maka upaya Pembersihan Data (Cleaning)
perbaikan dapat segera dilaksanakan. Data yang telah di masukan kedalam
komputer diperiksa kembali untuk
mengkoreksi kemungkinan kesalahan.
Pengkodean (coding)
Usaha mengklarifikasi jawaban- A
jawaban yang ada menurut
macamnya, menjadi bentuk yang lebih
ringkas dengan menggunakan kode.
B D
C
Analisis univariat pada setiap variabel
Pemasukan data (Entry) dilakukan untuk menghasilkan distribusi
Memasukan data ke dalam perangkat dan presentaseyang akan disajikan dalam
komputer sesuai dengan kriteria. bentuk tabel
Hasil Penelitian
Karakteristik Responden
Responden Frekuensi
Karakteristik (n=61) (%)
Usia 17-30 tahun 21 34
31-60 tahun 36 59
>60 tahun 4 7
Jenis Kelamin Laki-laki 23 38
Perempuan 38 62
Pendidikan terakhir Tidak sekolah 0 0
SD 4 7
SMP 12 20
SMA 30 49
Sarjana/Diploma 15 24
Sikap dan Tindakan
Sikap Frekuensi Presentase (%)
Baik 49 80
Cukup 11 18
Buruk 1 2
Total 61 100

Tindakan Frekuensi Presentase (%)


Tepat 46 75
Kurang tepat 15 25
Total 61 100

59 responden akan langsung berobat bila terluka


48 responden akan ke fasilitas kesehatan terdekat kurang dari 6 jam
57 responden bersedia diberikan ATS/HTIG
Pengetahuan
Pengetahuan Frekuensi Presentase (%)
Baik 31 51
Cukup 25 41
Buruk 5 8
Total 61 100

Responden yang menjawab dengan benar


Pertanyaan
Frekuensi Presentase (%)
Tetanus dapat menyebabkan.. 23 38
Tetanus disebabkan oleh.... 46 75
Kuman penyebab tetanus dapat ditemukan pada..... 24 39
Luka yang berpotensi menyebabkan tetanus adalah…. 44 72
Salah satu cara mencegah luka menjadi tetanus adalah... 49 80
Salah satu cara mencegah terjadinya luka adalah... 46 75
Bila luka dibiarkan begitu saja dan terjadi tetanus, maka 55 90
dapat mengakibatkan...
Di fasilitas kesehatan (Puskesmas/Rumah Sakit). Apa tindakan 29 48
yang akan dilakukan pada pasien yang tertusuk paku?
Pembahasan
Responden yang
Pengetahuan Frekuensi menjawab dengan benar
Presentase
Pertanyaan
Presentase
Baik 31 Frekuensi 51
(%)
Tetanus
Cukupdapat menyebabkan.. 25 23 41 38
Tetanus disebabkan oleh.... 46 75
Kuman penyebab tetanus dapat 5
Buruk 24 8 39 Pengetahuan dipengaruhi
ditemukan pada.....
LukaTotal
yang berpotensi menyebabkan 61 44 100 72
oleh pengalaman, tingkat
tetanus adalah…. pendidikan, serta paparan
Salah satu cara mencegah luka menjadi 49 80 informasi
tetanus adalah...
Salah satu cara mencegah terjadinya 46 75
luka adalah...
Bila luka dibiarkan begitu saja dan terjadi 55 90
tetanus, maka dapat mengakibatkan...
Di fasilitas kesehatan 29 48
(Puskesmas/Rumah Sakit). Apa tindakan
yang akan dilakukan pada pasien yang
tertusuk paku?
Selain pengetahuan, sikap dapat menimbulkan pola cara
berfikir yang dapat mempengaruhi tindakan dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam membuat keputusan yang penting.

Sikap Frekuensi Presentase (%)


Baik 49 80
Cukup 11 18
Buruk 1 2
Total 61 100

Sikap yang baik belum tentu dimiliki oleh seseorang yang


dengan pengetahuan yang baik, seseorang dengan
pengetahuan yang baik bisa saja memiliki sikap yang buruk.
Tindakan adalah perbuatan yang dilakukan
berdasarkan suatu pengamatan dan presepsi sehingga
ada respon untuk mewujudkannya

Tindakan Frekuensi Presentase (%)


Tepat 46 75
Kurang tepat 15 25
Total 61 100

Tindakan tidak selalu sejalan dengan pengetahuan dan sikap karena berbagai
faktor, seperti tradisi masyarakat, keadaan sosial ekonomi, informasi kesehatan
yang masih simpang siur diterima oleh masyarakat, sarana, serta prasarana untuk
menunjang tindakannya.

Sikap dan tindakan sulit diintervensi

Meningkatkan pengetahuan
Penutup
Kesimpulan

Pengetahuan Sikap Tindakan


Cukup-Baik Baik Cukup tepat

Namun masyarakat
lebih mengetahui
tentang penanganan
Dengan meningkatnya
agar tidak terjadi
tetanus bila sudah pengetahuan, diharapkan akan
terluka dibandingkan lebih memperbaiki sikap dan
tentang tetanus itu tindakan tentang penyakit tetanus
sendiri dan pencegahannya.
Saran
Penyuluhan tentang tetanus dan imunisasi
 Pos Unit Kesehatan Kerja (UKK)
Penggunaan alat perlindungan diri selama bekerja
Menatalaksana luka dengan benar
 Pos Pelayanan terpadu (POSYANDU) balita
Imunisasi dasar bagi balita
Penyuluhan terhadap orang tua balita.
Poli KIA-KB
Suntik TT kepada calon pasangan pengantin (catin) dan ibu hamil
Edukasi tentang penyakit tetanus
Program BIAS
Booster berupa DT dan Td untuk anak usia sekolah
Penyuluhan juga dapat dilakukan kepada anak anak.

Semua tenaga kesehatan memiliki tanggung jawab untuk melakukan penyuluhan dan edukasi
tentang tetanus sesuai dengan bidangnya masing-masing
Terimakasih
Apakah ada yang ingin
ditanyakan?

Anda mungkin juga menyukai