KELOMPOK 3
1. AHAMD SAFI,I
2. DELLA ANDRYANA
3. EKO WISMA APRONO
4. FARID AGIL KUSUMA
5. HENDRI SAPUTRA
6. INDRI SETIAWATI
7. MELLA DWINOVITASARI
8. MAYA EMILYANA
9. RENDI ANGGA PAMUNGKAS
10. RISKA
11. TRI BAYU NOVRIANSYAH
12. SULTAN ISLAM
13. FAIZ GILANG RAMADHAN
Berdasarkan hasil survey World Health Organization (WHO, 2015) menyatakan hampir 450 juta penduduk dunia
menderita masalah gangguan jiwa. Satu dari empat keluarga mengalami gangguan jiwa dan seringkali tidak
terdiagnosis secara tepat sehingga tidak memperoleh perawatan dan pengobatan dengan tepat. Gangguan jiwa berat
skizofrenia dan posikosis belum sepenuhnya mendapat pengobatan dengan tepat.
Hasil survei kesehatan di Indonesia tahun 2018 menyebutkan terdapat 7 per 1000 penduduk Indonesia yang menderita
skizofrenia atau psikosis. Diantara para penderita tersebut, kurang lebih 14,8% pernah di pasung dalam masa hidupnya (Laporan
Riskesdas, 2018). Hal ini menunjukkan adanya Peningkatan proporsi gangguan jiwa pada data yang didapatkan Riskesdas 2018
cukup signifikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, naik dari 1,7% menjadi 7% (Riskesdas, 2018).
Rumah Sakit Jiwa Provinsi (RSJ) Lampung sendiri merupakan salah satu Rumah sakit yang terdapat di
Lampung yang salah satu pelayanan kesehatan yang diberikan adalah perawatan dan pengobatan klien
gangguan jiwa. Data RSJ Provinsi Lampung tahun 2018 jumlah penderita gangguan jiwa sebesar 806 orang
dan berdasarkan data yang didapat dari humas RSJ Provinsi Lampung mayoritas klien skizofrenia yang
mengalami rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung sebesar 631 mengalami skizofrenia
paranoid dan penderita skizopfrenia heberfrenik 69 orang, gangguan mental organic 33, gangguan skizoafektif
YTT 9, gangguan psikotik dan polimorfik akut ttanpa gejala skizofrenia tipe campuran 14, skizofrenia YTT 9,
gangguan psikotik dan polimorfik akut tanpa gejala skizofrenia 7, gangguan skizoafektif tipe manic 6,
dimensia 2 (Rekam Medik, 2018).
TINJAUAN TEORI
Definisi
Halusinasi adalah terjadinya penglihatan, suara, sentuhan, bau , maupun rasa tanpa stimulus
eksternal terhadap organ-organ indera ( Fontaine, 2009).
Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman indera dimana tidak terdapat
stimulasi terhadap reseptor-reseptornya, halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah yang
mungkin meliputi salah satu dari kelima panca indera (Towsend dalam Satrio, 2015).
Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respo neurobiologis yang maladaptif,
klien mengalami distorsi sensori yang nyata dan meresponnya, namun dalam halusinasi stimulus
internal dan eksternal tidak dapat diidentifikasi (Stuart dalam Satrio, 2015).
Halusinasi pendengaran
Menurut Stuart dalam Satrio 2015, pada klien halusinasi dengar tanda dan gejala dapat di karakteristik
mendengar bunyi atau suara, paling sering dalam bentuk suara, rentang suara dari suara sederhana atau suara
yang jelas suara tersebut membicarakan tentang klien, sampai percakapan yang komplet antara dua orang atau
lebih seperti orang yang berhalusinasi. Suara yang didengar dapat berupa perintah yang memberitahu klien
untuk melakukan sesuatu, kadang-kadang dapat membahayakan atau mencederai.
Halusinasi penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien mencium aroma atau bau tertentu seperti
urine atau feces atau bau yang bersifat lebih umum atau bau busuk atau bau yang tidak sedap
(Videbeck dalam Satrio 2015).
Halusinasi penglihatan
Pada klien yang mengalami halusinasi penglihatan, isi dari halusinasi berupa melihat bayangan yang
sebenarnya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya atau orang yang telah meninggal atau mungkin sesuatu
yang bentuknya menakutkan (Videbeck dalam Satrio 2015).
Halusinasi pengecapan
Pada halusinasi pengecapan, isi halusinasi berupa klien mengecap rasa yang tetap ada dalam
mulut atau perasaan bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut dapat berupa
rasa logam atau pahit, dapat berupa rasa busuk, tak sedap dan anyir seperti darah, urine dan
feces (Stuart & Laraia, 2005 ; Stuart 2009).
Halusinasi perabaan
Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti aliran listrik yang menjalar ke
seluruh tubuh atau binatang kecil yang merayap di kulit (Videbeck dalam Satrio 2015).
Tahap I (comforting)
Tahap II (Condeming)
Tahap III (Controlling)
Tahap IV (Conquering)
Fase halusinasi
Faktor Penyebab Halusinasi
a. Faktor Predisposisi
b. Faktor Presipitasi
c. Penilaian Terhadap Stressor
d. Sumber Koping
e. Mekanisme Koping
POHON MASALAH
Isolasi Sosial
Data objektif :
- Bicara atau tertawa sendiri
- Marah-marah tanpa sebab
- Mengarahkan telinga ke arah tertentu
- Menutup telinga
- Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
- Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
- Mencium sesuatu seperti membaui bau-bauan
tertentu
- Menutup hidung
- Sering meludah
- Muntah
- Mengaruk-garuk permukaan kulit
DIAGNOSA KEPERAWATAN
3.Isolasi sosial
PENGKAJIAN
Identitas Klien
Nama : Ny. M
Umur : 27 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Suku/Bahasa : Sunda
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kemenang No 09, Lampung tengah
Diagnosa medis : Skizofrenia
Tanggal Pengkajian : 07 Februari 2021
Identitas penanggung jawab
Nama : Ny. W
Umur : 64 Tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pedagang
Suku/Bahasa : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kemenang No 09, Lampung tengah
Hubungan Dengan Klien: Ibu
Analisa data
No. Data Fokus Problem
1. DS: Halusinasi
- Keluarga klien mengatakan Ny. M pernah
mendapatkan perawatan di RS Jiwa 5
tahun yang lalu dan sekarang hanya rawat
jalan untuk pengobatan.
- Ny. M mengatakan terkadang masih ada
bisikan-bisikan orang lain seperti
mengejeknya, mengamuk dan merusak
- Ny. M mengatakan melihat sesuatu yang
pernah ia liat sebelumnya seperti rumah
dan tempat main
DO:
- Kesadaran: composmentis
- Pakaian rapih
- Bicara sendiri
- Senyum sendiri
- Ketawa sendiri
- Menggerakkan bibir tanpa suara
- Mudah tersinggung, Jengkel dan marah
- Tampak tremor dan berkeringat
- Ketakutan
- TTV: TD: 110/90 mmHg, N: 100x/m,
RR: 22x/m, S: 36,0
DS: Harga diri rendah
- Keluarga klien mengatakan Ny. M pernah
mendapatkan perawatan di RS Jiwa 5
tahun yang lalu dan sekarang hanya rawat
jalan untuk pengobatan.
- Ny. M mengatakan merasa malu dengan
dirinya dan kelakuan suaminya
DO:
- Kesadaran: composmentis
- Klien mengurung diri
- Mudah tersinggung, Jengkel dan marah
- TTV: TD: 110/90 mmHg, N: 100x/m,
RR: 22x/m, S: 36,0
DS: Isolasi sosial
- Keluarga klien mengatakan Ny. M pernah
mendapatkan perawatan di RS Jiwa 5
tahun yang lalu dan sekarang hanya rawat
jalan untuk pengobatan.
- Keluarga klien mengatakan Ny. M tidak
mau bercerita dengan keluarga jika ada
masalah
- Keluarga klien mengatakan Ny. M selalu
mengurung diri dikamar
DO:
- Kesadaran: composmentis
- Klien mengurung diri
- Klien hanya diam tak mau bicara
- Bicara sendiri
- Senyum sendiri
- Ketawa sendiri
- TTV: TD: 110/90 mmHg, N: 100x/m,
RR: 22x/m, S: 36,0
DS: Resiko perilaku kekerasan
- Keluarga klien mengatakan Ny. M pernah
mendapatkan perawatan di RS Jiwa 5
tahun yang lalu dan sekarang hanya rawat
jalan untuk pengobatan.
- Keluarga klien mengatakan Ny. M
sebelum dirawat sering marah-marah
karena melihat suaminya tidak pernah
memberikan nafkah dan melihat
selingkuh dengan perempuan yang lain.
- Ny. M mengatakan merasa malu dengan
dirinya dan kelakuan suaminya
- Keluarga klien mengatakan Ny. M pernah
mencoba membunuh dirinya sendiri
bahkan sampai melukai anaknya
- Keluarga klien mengatakan Ny. M tidak
mau bercerita dengan keluarga jika ada
masalah
DO:
- Kesadaran: composmentis
- Pakaian rapih
- Klien membanting pintu
- Mata klien melotot
- Klien memberontak dan teriak-teriak
- Tangan mengenggam
- Klien hanya diam tak mau bicara
- Mudah tersinggung, Jengkel dan marah
- Tampak tremor dan berkeringat
- TTV: TD: 110/90 mmHg, N: 100x/m,
RR: 22x/m, S: 36,0
POHON MASALAH
Resiko menciderai diri,
orang lain dan lingkungan :
Resiko perilaku kekerasan
Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara termasuk Indonesia. Proses
globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan buda
ya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan deng
an berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres tersebut (Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Pel
ayanan Medik Dapertemen Kesehatan, 2010).
Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maj
u. Penyakit yang menempati urutan empat besar adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaa
n.
Gangguan jiwa adalah keadaan yang mengganggu proses hidup di masyarakat yang diakibatkan dari gangguan me
ntal yang terdiri dari emosi, pikiran, perilaku, perasaan motivasi, kemauan, keinginan, daya tilik diri dan
persepsi (Nashir & Muhith, 2011). Menurut World Health Organization (WHO) 2010, terdapat sekitar 450 juta ora
ng di seluruh dunia mengalami gangguan jiwa, diperkirakan pada usia tertentu penduduk akan mengalami
gangguan jiwa. Prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.0
00 orang. Kemenkes (2013).
Di Indonesia peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa cukup banyak hal ini dikarenakan dari berbagai aspek mis
alnya keadaan ekonomi yang rendah, konflik yang sering terjadi, bencana dimana-mana. Dirumah sakit jiwa Indones
ia, sekitar 70% halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah gangguan halusinasi pendengaran, 20 %
halusinasi penglihatan dan 10 % adalah halusinasi penciuman, pengecapan dan perabaan (Purba, 2012). Berdasark
an data Departemen Kesehatan tahun 2009, jumlah penderita ganguan jiwa di Indonesia saat ini mencapai lebih dari
28 juta orang, dengan kategori jiwa ringan 11,6% dan ,46% penderita gangguan jiwa berat (Skizofrenia).
MATURSUWON