Anda di halaman 1dari 38

KEGAWATADARURATAN

PSIKIATRI
KELOMPOK 2

Vania Nanda P Fitriadi Rahmat P


Dina Fitriani Fatya Nurul Aini
Risa Sri Bintari Azkia Putri I
Candra Hadijaya N Faqih Nur R
Rachma Sari R Melati Putri W
Fhirly Hafni A Dea Bisri M
Kegawatdaruratan Psikiatri
Kedaruratan psikiatrik adalah gangguan alam pikiran, perasaan atau
perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik segera. Dari
pengertian tersebut, kedaruratan psikiatri adalah gangguan pikiran,
perasaan, perilaku dan atau sosial yang membahayakan diri sendiri
atau orang lain yang membutuhkan tindakan intensif yang segera.
(Kaplan and Sadock)
Tindak Kekerasan
(Violence)
DEFINISI
Violence atau tindak kekerasan adalah agresi fisik yang
dilakukan seseorang terhadap orang lain. Jika hal itu
diarahkan kepada dirinya sendiri disebut mutilasi diri atau
tingkahlaku bunuh diri.
Gangguan Psikiatri yang Sering
Berkaitan:
• Gangguan psikotik (skizofrenia, manik, paranoid, halusinasi)
• Intoksikasi alcohol / zat
• Gejala putus zat
• Katatonik furor
• Depresi agitatif
• Gangguan kepribadian yang ditandai dengan kemarahan dan
gangguan pengendalian impuls (gangguan kepribadian
ambang dan antisosial)
• Gangguan mental organik
Faktor Risiko
• Pernyataan org lain bahwa • Riwayat melakukan
ia berniat melakukan tindak tindakan kekerasan
kekerasan • Pengendalian impuls yg
• Rencana spesifik buruk
• Kesempatan atau suatu cara • Riwayat percobaan suicide
kekerasan • Stressor
• Laki-laki
• Usia 15-24 tahun
• Status sosioekonomi rendah
• Dukungan sosial yg buruk
Faktor Tambahan
Lain
• Riwayat pernah jadi korban kekerasan
• Riwayat kanak-kanak (trias) : mengompol, main
api, kekejaman hewan
• Memiliki catatan criminal
• Pernah dinas militer/ polisi
• Mengendarai kendaraan ugal-ugalan
• Riwayat kekerasan dalam keluarga
Evaluasi dan
Penatalaksanaan
1. Lindungi diri
Jangan pernah mewawancarai pasien yg
bersenjata
Jangan pernah mewawancarai pasien yg beringas
seorang diri
2. Waspada terhadap tanda-tanda munculnya
kekerasan
3. Pastikan bahwa terdapat jumlah staf yang
cukup untuk mengikat pasien secara aman
4. Pengikatan pasien hal dilakukan 7. Mungkin pasien perlu dirawat untuk

oleh mereka yg sudah terlatih mencegahnya melakukan tindak

5. Lakukan evaluasi diagnostik kekerasan

yang tepat : tanda vital, 8. Jika penanganan psikiatri bukan hal

pemeriksaan fisik, dan evaluasi yang sesuai, mungkin perlu

psikiatrik melibatkan polisi atau aparat

6. Eksplorasi kemungkinan hukum

dilakukanya intervensi sosial 9. Calon korban harus diingatkan

untuk mengurangi risiko seandainya masih ada kemungkinan

kekerasan. bahaya mengancam.


Terapi Psikofarmaka
Untuk menenangkan pasien, diberikan obat antipsikotik
atau benzodiazepine:
• Flufenazine, trifluoperazine atau haloperidol
diberikan 5 mg PO atau IM
• Olanzapine 2,5 – 10 mg per-IM (maksimal 4
injeksi sehari)
• Lorazepam 2 – 4mg, diazepam 5-10 mg IV secara
perlahan (dalam 2 menit)
Terapi Psikotropika
• Bila dalam 20-30 menit kegelisahan tidak berkurang,
ulangi dosis sampai kondisi tenang.
• Hindari pemberian antipsikotik pada pasien yang memiliki
risiko kejang.
• Untuk penderita epilepsy, mula-mula berikan
antikonvulsan (carbamazepine) baru benzodiazepine
• Pasien yang menderita gangguan organic kronik sering
memberikan respon yang baik dengan pemberian beta-
blocker seperti propranolol
Suicide
DEFINISI
Bunuh diri (suicide) adalah kematian
yang diniatkan dan dilakukan oleh
seseorang terhadap dirinya sendiri
Gambaran Klinis dan Diagnosis
Mengidentifikasi pasien yang memiliki kecenderungan bunuh diri
merupakan hal yang sangat penting namun sulit. Hal – hal berikut
menujukkan risiko tinggi terjadinya tindak bunuh diri:
 Laki – laki
 Usia makin tua
 Isolasi sosial / hidup sendiri
 Riwayat bunuh diri atau percobaan bunuh diri dalam keluarga
 Riwayat menderita sakit / nyeri kronik
 Baru menjalani operasi
 Tidak mempunyai pekerjaan
Gangguan Jiwa yang Berkaitan dengan
Bunuh Diri

Gangg Skizofr
Ketergantun
uan gan Alkohol enia
Mood
4 5
Ganggua
Ganggu
n
an kepribadi
ansietas an
Panduan Wawancara dan Psikoterapi

Pertimbangkan faktor umur dan kecanggihan pikiran pasien


Selidiki:
- Apakah pasien bisa mendapatkan alat atau cara untuk melakukan rencana bunuh diri
- Apakah mereka sudah mengambil langkah – langkah aktif, misalnya mengumpulkan obat –
obatan
- Seberapa pesimis mereka
- Apakah mereka bisa membayangkan atau memikirkan bahwa
kehidupannya dapat membaik?
Jika pasien tidak kooperatif cari data dari orang – orang penting dalam kehidupannya
Evaluasi
• Jangan tinggalkan pasien sendiri
• Singkirkan benda yang dapat membahayakan pasien
• Evaluasi: tindakan direncanakan atau impulsif?
Tingkat letalitasnya? Dilakukan sembunyi-sembunyi
atau memperingatkan oranglain terlebih dahulu?
Reaksi ketika diselamatkan lega atau kecewa?
Faktor yang mendorong tindakan pasien?
Penatalaksan
aan
• Somatoterapi
Benzodiazepin : Lorazepam 3x1 mg selama 2 minggu
• Psikoterapi
Berikan pernyataan yang bersifat empatik (tidak
memojokkan, intorgatid, dan menganggap ringan masalah
pasien)
• Sosioterapi
Mengedukasi agar keluarga, teman, dan lingkungan agar
dapat membantu menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk perkembangan proses pengobatan pasien
Sindroma
Neuroleptik Maligna
Definisi
Suatu sindrom toksik yang berkaitan
dengan penggunaan obat-obatan
neuroleptik (antipsikotik) dan
mengancam nyawa.
Epidemiologi
• Angka insidens SNM di Amerika tahun 1966-1997 berkisar
antara 0.2-3.2% dari penderita psikotik yang mendapat terapi
neuroleptik.
• Semakin tingginya kejelian dokter dalam mengenali sindroma
ini dan juga ketersediaan obat-obatan neuroleptik generasi
baru maka insidensnya telah berkurang menjadi sekitar 0.01-
0.02%.
• Sindroma ini dapat berakibat fatal dan angka mortalitas
berkisar 5-20% bila tidak ditangani dengan baik.
Kriteria
Diagnosis
DSM-IV-TR (2000), yaitu:

A. Terjadinya rigiditas otot dan peningkatan suhu tubuh yang berkaitan dengan penggunaan obat neuroleptik

B. Dua atau lebih gejala berikut: Diaforesis, tekanan darah yang meningkat atau tidak stabil, takikardia, inkontinensia,

disfagia, mutisme, tremor, perubahan status mental, dari bingung hingga koma, leukositosis, dan bukti laboratorik berupa

lesi otot (peningkatan enzim CK)

C. Gejala pada kriteria A dan B bukan disebabkan karena zat lain, kondisi medik, atau neurologik lain

D. Gejala pada kriteria A dan B bukan disebabkan karena gangguan mental

Penegakan diagnosis SNM menggunakan kriteria DSM-IV membutuhkan 2 dari kriteria A dan setidaknya 2 dari kriteria B.
Faktor Risiko
Pembagian Obat-obatan yang Dapat
Menyebabkan Sindroma Neuroleptik
Maligna
Tatalaksana
Penghentian obat-obatan neuroleptik yang diduga memicu timbulnya sindroma ini.
Terapi suportif.
 Hidrasi agresif sering dibutuhkan, khususnya bila kadar CK yang terlalu tinggi
dapat mengakibatkan kerusakan ginjal.
 Penanganan hipertermia meliputi selimut dingin atau es batu di daerah aksila
dan inguinal.
Koreksi faktor metabolik bila ditemukan kelainan.
Pada kasus SNM yang berat dapat diberikan terapi empirik seperti bromokriptin
dan dantrolen.
• Bromokriptin merupakan suatu agonis dopamin
• Bromokriptin berguna untuk membalikkan keadaan
hipodopaminergik dan diberikan secara oral atau via
nasogastric tube (NGT).
• Bromocriptine 2,5 mg PO 2 atau 3 kali/hari, dapat dinaikkan
sampai 45 mg/hari
• Dantrolene ialah relaksan otot yang bekerja dengan menghambat
pelepasan kalsium dari retikulum sarkoplasma.
• Dantrolene dapat diberikan secara intravena, dimulai dengan
dosis awal 1 sampai 2,5 mg per kgBB secara bolus, diikuti
dengan dosis 1 mg per kgBB setiap 6 jam hingga dosis maksimal
10 mg per kgBB per hari.
• Dantrolene oral diberikan untuk kasus yang lebih ringan atau
untuk tappering down dari dosis intravena setelah beberapa hari
dengan dosis berkisar 50-200 mg per hari.
• Karena risiko hepatotoksisitas, dantrolene biasanya dihentikan
setelah gejala membaik.
• Obat lain yang dapat diberikan ialah golongan benzodiazepin,
yang dapat membantu meringankan agitasi.
• Terapi tidak boleh dihentikan mendadak walaupun gejala klinis
membaik karena dapat menyebabkan kambuhnya SNM.
• Terapi elektrokonvulsif diberikan kepada para penderita yang
tidak menunjukkan respon terhadap pengobatan dan terapi
suportif
Delirium
Definisi
Suatu perubahan kualitas kesadaran yang disertai
gangguan fungsi kognitif yang luas. Penyebab utama
delirium adalah penyakit pada sistem saraf pusat
(misalnya epilepsi), penyakit sistemik (misalnya gagal
jantung), dan intoksikasi atau wihdrawal obat-obatan
atau zat toksik
Kriteria Diagnosis Yang Berhubungan
Dengan Kondisi Medik Umum
• Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadap
lingkungandalam bentuk memusatkan, mempertahankan dan
mengalihkan perhatian)
• Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat jangka panjang
tetap utuh, distorsi presepsi, ilusi dan halusinasi terutama visual,
hendaya daya piker dan pengertian abstrak dengan atau tanpa
waham sementara, tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi,
disorientasi waktu, tempat dan orang)
• Awitan tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan
penyakitnya singkat dan ada kecenderungan berfluktualisasi
sepanjang hari
• Berdasarkan bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik
atau laboratorium untuk menemukan penyebab delirium ini
Etiologi
● Kelainan sistem nervus ● Pengobatan
setral Co/ obat anti nyeri, antibiotik,
Co/ Seizure, migrain, trauma steroid, anestesi, obat jantung
kepala, tumor, perdarahan ● Serotonin syndrome
● Kelainan metabolik ● Over the counter
Co/ Ketidakseimbangan preparations
elektrolit, diabetes Co/ herbal, teh, dan suplemen
● Penyakit sistemik ● Botanicals
Co/ infeksi, trauma, defisiensi ● Cardiac
nutrisi, luka bakar Co/ gagal jantung, aritmia
• Paru
Co/ PPOK, hipoksia
• Endokrin
• Hematologi
• Ginjal
Co/ gagal ginjal, uremia, SIADH
• Hepar
Co/ hepatitis, sirosis
• Keganasan
• Drug of abuse
• Toxic
Terapi
Nonfarmakologi
• Menghentikan konsumsi obat antikolinergik dan zat psikoaktif.
• Melakukan reorientasi sederhana menggunakan jam, kalender, atau foto keluarga.
Reorientasi juga dapat dilakukan secara verbal dengan bercerita pada pasien.
• Mengajak keluarga pasien untuk menenangkan pasien secara verbal.
• Memperbaiki siklus dan kualitas tidur.
• Menciptakan suasana yang tenang dan nyaman. Sebaiknya, pasien tidak terlalu sering
berpindah ruang rawat.
• Fiksasi fisik sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan agitasi serta menyebabkan
imobilitas, ulkus dekubitus, dan aspirasi.
• Pasien tidak boleh dibiarkan sendiri karena berpotensi membahayakan diri sendiri
Terapi
Farmakologi
Gejala psikosis:
- Haloperidol 2-10 mg IM, dapat diulang 1 jam kemudian bila
pasien masih menunjukan gejala agitasi
- Setelah pasien tenang: haloperidol peroral, terbagi atas dua dosis
1/3 diberikan pada pagi hari dan 2/3 untuk tidur. Untuk mencapai
dosis yang sama dengan dosis suntikan maka jumlah dosis yang
diberikan peroral 1 ½ kali dari dosis suntik
- Dosis efektif haloperidol pada banyak penderita delirium: 5-50 mg
 gejala insomnia:
- Lorazepam 1-2 mg: memiliki waktu paruh yang pendek
THANKS!

Anda mungkin juga menyukai