Anda di halaman 1dari 12

MENJAMIN PELAYANAN KESEHATAN

PRIMA BAGI KARYAWAN BERSAMA


BPJS KESEHATAN

DESTRIA RAMADHANTY NOER 11161010


DIANA PUTRI 11161012
MARIANA FITRI WIDYANTI 11161023
MEIDA WIDYA FITRIYANI 11161024
REVITA 11161031
RONALDO 11161034
SINDI RISMAWATY 11161038
MENJAMIN PELAYANAN KESEHATAN
PRIMA BAGI KARYAWAN BERSAMA
BPJS KESEHATAN
Menjamin pelayanan kesehatan prima bagi karyawan bersama BPJS Kesehatan
Informasi mengenai koordinasi manfaat JKN dengan asuransi kesehatan tambahan sangat
dinanti oleh pengusaha dan personalia perusahaan. Bagaimana cara memanfaatkan
keduanya? Pertanyaan tersebut terjawab pada seminar yang diselenggarakan oleh Konsultan
Martabat dan BPJS Kesehatan dengan tema Menjamin Pelayanan Kesehatan Prima Bagi
Karyawan Bersama BPJS Kesehatan pada Selasa (4/2) di Intiland Tower, Jakarta. Seminar
ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai perusahaan, baik yang ada di Jakarta maupun luar
Jakarta.
Dr. Dwi Murtiningsih, Kepala Departemen Manajemen Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS
Kesehatan menjelaskan Mekanisme Penyelenggaraan JKN dan Koordinasi Manfaat dengan
Asuransi Lain yang disampaikan oleh.  Konsultan Martabat, Dr. Asih Eka Putri
menyampaikan langkah-langkah persiapan yang harus dilakukan perusahaan untuk
menghadapi kepesertaan wajib 1 Juli 2014.
TIGA MASALAH
PENYELENGGARAAN JKN
1) Sosialisasi JKN minim
Informasi yang dimiliki peserta seminar mengenai JKN sebelum mengikuti seminar
masih sangat minim. Hal ini terlihat dari begitu antusiasnya peserta melakukan diskusi
sampai dengan hal-hal teknis dengan perwakilan BPJS Kesehatan. “Jika kami sedang
melakukan perjalanan ke luar kota kemudian sakit, apakah kartu BPJS bisa
digunakan?” tanya perwakilan dari PT Krakatau Steel. “Apakah ada batasan usia untuk
mendaftar sebagai peserta JKN?” Pertanyaan dari perwakilan PT Rosche Indonesia.
Mekanisme penyelenggaraan JKN Kesehatan masih asing bagi para peserta. Selama ini,
sebagian besar perusahaan yang perwakilannya hadir memberikan jaminan kesehatan
kepada karyawan dengan membeli asuransi kesehatan swasta atau menyelenggarakan
sendiri pelayanan kesehatan bagi karyawannya.
2) Fasiltas kesehatan BPJS Kesehatan terbatas
Salah satu peserta seminar mengungkapkan pengalamannya saat akan
memanfaatkan pelayanan kesehatan JKN. Dalam keadaan gawat darurat, peserta
terpaksa membawa keluarga yang sakit ke RS yang tidak bekerja sama dengan
BPJS Kesehatan karena tidak terdapat RS kerja sama BPJS Kesehatan di wilayah
terdekat. Namun sayangnya, RS tersebut menolak melayani kemudian merujuk
peserta ke Klinik yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Ketika peserta
mendatangani Klinik tersebut, ternyata Klinik sudah tutup.
Di daerah, terutama wilayah terpencil, faskes yang bekerja sama denga BPJS
Kesehatan masih sangat minim. Peserta kesulitan memanfaatkan pelayanan
kesehatan yang menjadi haknya.
3) Antrian Pendaftaran BPJS Kesehatan
Prosedur pendaftaran perusahaan menjadi peserta BPJS Kesehatan sudah cukup.
Namun, kendala yang dihadapi perusahaan dalam mendaftar adalah panjangnya
antrian pada saat mendaftar yang sangat menyita waktu. Hal ini pun diakui oleh
BPJS Kesehatan “Jujur, kami merasa kualahan dalam menangani eforia masyarakat
untuk mendaftar JKN. BPJS Kesehatan telah menambah jumlah tenaga kerja, namun
para tenaga kerja tersebut masih dalam proses pendidikan.” Hal ini juga yang
menyebabkan BPJS Kesehatan membatasi jumlah pendaftar perharinya.
Koordinasi Manfaat
Koordinasi manfaat JKN dapat dilakukan dengan Jasa Raharja untuk Kecelakaan Lalu Lintas,
Jaminan Kecelakaan Kerja BPJS Ketenagakerjaan untuk Kecelakaan Kerja, asuransi
kesehatan swasta, atau badan lainnya menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Perwakilan perusahaan yang hadir dalam seminar sangat tertarik untuk melakukan koordinasi
manfaat JKN dengan asuransi kesehatan lainnya maupun dengan layanan kesehatan yang telah
dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan merasa perlu memberikan pelayanan kesehatan yang
lebih dari yang diberikan JKN kepada karyawannya.
“Koordinasi manfaat pada faskes yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan hanya bisa
dilakukan untuk menaikan kelas perawatan. Sedangkan, pada faskes yang tidak bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan Koordinasi manfaat hanya bisa dilakukan untuk layanan rawat inap.”
Dr Dwi Murtiningsih menjelaskan ketentuan dasar dalam melaksanakan koordinasi manfaat.
Persiapan Perusahaan
Perubahan cara penjaminan kesehatan karyawan tentunya menyebabkan perubahan pola penganggaran
kesehatan. Personalia masih memiliki cukup waktu untuk menentukan bagaimana cara terbaik memberikan
pelayanan kesehatan kepada karyawan sesuai dengan dana yang tersedia di perusahaan.
Terdapat 3 hal yang harus disiapkan perusahaan menjelang kepesertaan wajib JKN 1 Juli 2015.
Perusahaan segera menghitung ulang anggaran jaminan kesehatan bagi karyawan. Perusahaan wajib
menganggarkan iuran JKN sebesar 4% dan karyawan mengiur sebesar 1%.
Penyesuaian Perjanjian Kerja Bersama. Perusahaan segera melaksanakan negosiasi bipartit antara pemberi
kerja dengan pekerja.
Jika perusahaan dan pekerja masih berkenan menambah jaminan kesehatan tambahan, perusahaan perlu
mendesain ulang paket pelayanan kesehatan yang diperlukan sebagai pelengkap pelayanan kesehatan JKN.
 
ANALISA ARTIKEL
1. Tangibles (yang teramati)
Perubahan cara penjaminan kesehatan karyawan tentunya menyebabkan perubahan pola penganggaran kesehatan.
Personalia masih memiliki cukup waktu untuk menentukan bagaimana cara terbaik memberikan pelayanan
kesehatan kepada karyawan sesuai dengan dana yang tersedia di perusahaan.
Hasil analisa kelompok terhadap penjelasan tersebut ialah, bahwa terdapat satu dimensi mutu yaitu Tangibles.
Dengan menentukan bagaimana cara terbaik memberikan pelayanan kesehatan kepada karyawan sesuai dengan
dana yang tersedia di perusahaan.
 
2. Accessibility (kemudahan dalam akses)
Koordinasi manfaat JKN dapat dilakukan dengan Jasa Raharja untuk Kecelakaan Lalu Lintas, Jaminan Kecelakaan
Kerja BPJS Ketenagakerjaan untuk Kecelakaan Kerja, asuransi kesehatan swasta, atau badan lainnya
menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
Hasil analisa kelompok dari penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam program JKN ini dapat
dilakukan dengan berbagai jenis Jaminan kesehatan.
3. Responsiveness (ketanggapan)
Prosedur pendaftaran perusahaan menjadi peserta BPJS Kesehatan sudah cukup. Namun, kendala yang
dihadapi perusahaan dalam mendaftar adalah panjangnya antrian pada saat mendaftar yang sangat
menyita waktu.. BPJS Kesehatan telah menambah jumlah tenaga kerja, namun para tenaga kerja tersebut
masih dalam proses pendidikan.” Hal ini juga yang menyebabkan BPJS Kesehatan membatasi jumlah
pendaftar perharinya.
Hasil analisa kelompok terhadap penjelasan tersebut,dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak BPJS telah
mampu mengatasi antrian pendaftaran dengan menambah jumlah tenaga kerja.
 
4. Competence (kemampuan)
Mekanisme penyelenggaraan JKN Kesehatan masih asing bagi para peserta. Selama ini, sebagian besar
perusahaan yang perwakilannya hadir memberikan jaminan kesehatan kepada karyawan dengan membeli
asuransi kesehatan swasta atau menyelenggarakan sendiri pelayanan kesehatan bagi karyawannya.
Hasil analisa kelompok terhadap penjelasan tersebut menjelaskan bahwa sebagian besar perusahaan telah
mampu memberikan jamina kesehatan kepada karyawannya.
 
5. Courtesy (sopan santun)
Dalam keadaan gawat darurat, peserta terpaksa membawa keluarga yang sakit ke RS yang tidak
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan karena tidak terdapat RS kerja sama BPJS Kesehatan di
wilayah terdekat. Namun sayangnya, RS tersebut menolak melayani kemudian merujuk peserta
ke Klinik yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Ketika peserta mendatangani Klinik
tersebut, ternyata Klinik sudah tutup.
Hasil analisa kelompok terhadap penjelasan tersebut menjelaskan bahwa pelayanan tidak sesuai
dengan tujuan mensejahterakan kesehatan masyarakat Indonesia.
 
6. Credibility : kejujuran
Prosedur pendaftaran perusahaan menjadi peserta BPJS Kesehatan sudah cukup. Namun,
kendala yang dihadapi perusahaan dalam mendaftar adalah panjangnya antrian pada saat
mendaftar yang sangat menyita waktu. Hal ini pun diakui oleh BPJS Kesehatan “Jujur, kami
merasa kualahan dalam menangani eforia masyarakat untuk mendaftar JKN.
Hasil analisa kelompok terhadap penjelasan tersebut menjelaskan bahwa pihak BPJS mengakui
adanya kekurangan dalam menangani eforia masyarakat untuk mendaftar JKN.
7. Security : keamanan
Pada artikel tidak terdapat kata kata yang menjurus kepada keamanan
 
8. Accessability : kemudahan untuk dihubungi
Koordinasi manfaat JKN dapat dilakukan dengan Jasa Raharja untuk Kecelakaan Lalu Lintas, Jaminan Kecelakaan Kerja
BPJS Ketenagakerjaan untuk Kecelakaan Kerja, asuransi kesehatan swasta, atau badan lainnya menyelenggarakan pelayanan
kesehatan.
Hasil analisa kelompok terhadap penjelasan tersebut menjelaskan bahwa penggunaan jasa jaminan ini dapat diakses dmana
saja dan kapan saja.
 
9. Communication : komunikasi
Informasi yang dimiliki peserta seminar mengenai JKN sebelum mengikuti seminar masih sangat minim. Hal ini terlihat dari
begitu antusiasnya peserta melakukan diskusi sampai dengan hal-hal teknis dengan perwakilan BPJS Kesehatan.
Hasil analisa kelompok terhadap penjelasan tersebut bahwa pihak JKN masih kurang dalam pemberian pemahaman akan
pelayanan JKN tersebut.
 
10. Understanding : mengerti secara baik harapan pasien
Pada artikel tidak terdapat kata kata yang menjurus kepada keamanan
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai