SOFISME
Abad ke-5 SM kata Sofis berarti orang-orang yang bijaksana,
“orang yang memiliki keahlian tertentu”.
Istilah sofis bergeser artinya menjadi “guru bayaran keliling”.
Istilah sofis kemudian menjadi negatif: “seorang penipu daya
cerdik dengan argumentasi yang menyesatkan”.
Sofisme bukanlah mazhab yang terorganisir, tetapi lebih
merupakan gerakan intelektual yang sedang “trend” saat itu. Hal
itu disebabkan:
Keadaan polis Athena yang kian maju dalam bidang politik,
Lahir di Athena.
Ayah Socrates berprofesi sebagai
pemahat patung dari batu (stone
mason) bernama Sophroniscos. Ibunya
adalah seorang bidan yang bernama
Phainarete.
Beristri seorang perempuan bernama
Xantippe dan dikaruniai tiga orang
anak yaitu Ramprocles, Sophroniscos
dan Menexene.
SOFIS vs SOCRATES
Persamaan antara Sokrates dengan Kaum Sofis: Perbedaan antar Sokrates dengan Kaum Sofis:
Mereka memajukan pendidikan dan Kaum Sofis mengaku sebagai cendekiawan
pengajaran masyarakat khususnya kaum dan bijaksana; sedangkan Sokrates tidak.
muda. Sokrates hanya pecinta kebijaksanaan
Mereka mengarahkan perhatiannya kepada (philosophos).
masalah diri manusia dan etika. Kaum Sofis mau mengajar dengan bayaran;
Keutamaan hidup dicapai melalui belajar, tak Sokrates dengan tulus ikhlas.
hanya latihan. Bagi Sokrates ada kebenaran umum yang
Mereka bertitik tolak dari pengalaman dan objektif. Kaum Sofis menganut sikap
kehidupan konkrit. relativisme dan menolak kebenaran umum
itu.
Bagi Sokrates kebenaran selalu terkait dengan
moral/etik, tak hanya teoritik sebagai bahan
perdebatan seperti Kaum Sofis.
PEMIKIRAN SOCRATES
dalam istilah modern yang secara umum disebut sebagai gagasan yang
diciptakan oleh subyek.
Idea menurut Plato bukan ciptaan subyek.
Rasio mengenal dunia idea dengan obyek jelas, tetap, tidak berubah, mutlak, yang disebut dengan
menggambarkan bahwa:
Manusia sebagai tahanan yang dibelenggu dalam gua, menghadap dinding gua.
Di gua ada nyala api dan ada budak-budak lalu lalang dekat api; tahanan tersebut melihat
bermacam-macam bayangan.
Bayangan itulah yang dianggap realitas.
Ketika tahanan dibawa keluar dan gua, mereka merasa telah mengetahui realitas dan ketika mata
mereka menatap matahari matanya silau, padahal itulah realitas yang sejati.
Matahari adalah dunia idea, sedangkan bayang-bayang para budak adalah benda-benda
Jiwa bersifat baka/kekal, immortal dan sebelum jiwa ke dunia ini, jiwa sudah punya “pra
eksistensi”.
Pada masa “pra eksistensi” sebenarnya jiwa sudah mengenal idea-idea.
Pengenalan adalah pengingatan kembali terhadap idea-idea semasa jiwa masih dalam “pra
eksistensi” (sebelum datang “menyusup ke dunia ini”), peran doxa adalah menolong ke
episteme.
Menurut Plato, Jiwa itu terdiri dari 3 bagian, yang masing-masing menjalankan fungsinya:
1. Rasional-----kebijaksanaan-----kepala
2. Keberanian-----kegagahan-----dada
3. Keinginan-----pengendalian diri-----dada
Yang bertugas menjamin keseimbangan antara ketiga bagian jiwa adalah keadilan.
PEMIKIRAN PLATO
Ajaran ini kemudian terkenal sepanjang jaman dan dikenal sebagai “The Cardinal Virtues”
yaitu:
Temperance (kesederhanaan)
Fortitude (ketabahan)
Prodence (kebijaksanaan)
Justice (keadilan)
Plato menggambarkan bahwa jiwa rasional bagaikan kusir yang mengendalikan 2 ekor kuda
bersayap.
Jiwa rasional (sais) mengendalikan keberanian yang bertujuan ingin keatas, ke dunia idea,
sekaligus mengendalikan keinginan yang bertujuan ke bawah (ke bumi).
Tentang Jiwa dunia, Plato menggambarkan jagad raya sebagai makrokosmos dan manusia
sebagai mikrokosmos.
Jiwa dunia/ jagad raya diciptakan lebih dulu daripada jiwa manusia.
PEMIKIRAN PLATO
Ajaran tentang Negara
Plato menggaambarkan negara ideal terdiri dan 3 bagian:
Golongan tertinggi (kepemimpinan) yang memerintah adalah penjaga dan para filsuf yang
bijaksanaan yang mengatur dengan kearifan dan kebijaksanaan.
Golongan pembantu (para prajurit) yang menjaga keamanan dengan kegagahan dan
keberanian.
Golongan terendah (petani, tukang batu) yang berproduksi, mencukupi keperluan hidup
(bertugas memikul ekonomi negara).
Setiap golongan memainkan peranan masing-masing, tanpa campur tangan golongan yang satu
terhadap yang lain. Hal tersebut dapat terwujud jika ada keadilan. Sebagaimana ajaran Plato
tentang jiwa, ketiga golongan akan selaras/harmonis oleh prinsip keadilan.
Negara idea menurut Plato bukan demokrasi, tapi anistokrasi. (aristo : yang baik, kratein: yang
berkuasa)
ARISTOTELES (384 – 322 SM)
Pengenalan Rasional
Meski semua makluk hayati mempunyai jiwa, tapi hanya mahluk manusia
Metafisika
Aristoteles menggunakan beberapa nama untuk mengistilahkan
metafisika:
a) metafisika: sophia (kebijaksanaan)
kebijaksanaan: ilmu pengetahuan mencari prinsip-prinsip yang
fundamental.
b) metafisika : to on hei on
ilmu pengetahuan yang mempelajari “yang ada” sejauh “ada” yakni
menyelidiki kenyataan seluruhnya, menurut aspek seumum-umumnya.
c) metafisika: filsafat pertama
ilmu pengetahuan yang menyelidiki substansi yang tetap, tak berubah.
PEMIKIRAN ARISTOTELES
Metafisika
Dunia idea yang “diciptakan” Plato itu tidak bisa diterima.
Bagi Aristoteles, kenyataan/realitas benda-benda adalah “dirinya sendiri”.
Dunia ide yang dimaksud Plato tidak lain adalah bentuk-bentuk yang tidak
“mengasingkan” diri di dunia lain (idea-idea), melainkan lekat pada setiap benda secara
individual.
Menurut Aristoteles setiap benda memang punya esensi tapi bukan “terpisah” dan “ada”
di dunia lain (dunia ide).
Esensi tiap-tiap benda adalah pada benda itu sendiri.
Rasio mampu menangkap esensi ini dengan jalan abstraksi (“melepaskan”).
Penampilan benda-benda yang tertangkap indera tidak menunjukkan “inti”, “hakikat”,
“substansinya”, melainkan hanya aksidensianya.
PEMIKIRAN ARISTOTELES
Untuk sampai pada esensi, harus “melepaskan” aksiden-aksidennya. Inilah yang disebut
jalan abstraksi.
Aristoteles mengajarkan 10 kategori:
substansi, kuantitas, kualitas, relasi, ruang, waktu, aksi, pasi, posisi, keadaan
d) Teologia
“Gerak” yang terjadi dalam jagad raya disebabkan oleh “penggerak pertama”.
Penggerak ini terlepas dari sifat materi, karena sifat “materi” mempunyai potensi
untuk bergerak.
Penggerak pertama adalah “aktus murni” yang immaterial, non jasmani.
Aktivitas “aktus murni” adalah “memikir”.
Obyek pemikirannya adalah yang paling tinggi dan paling sempurna, tidak lain
adalah “pemikirannya sendiri”.
Tuhan adalah “pemikir yang memikirkan pikirannya sendiri”.
PEMIKIRAN ARISTOTELES
Etika
Tujuan tertinggi hidup manusia adalah eudamonia (kebahagiaan).
Psikologi
Menyelidiki segolongan mahluk yang memliki psykhe (tumbuh-
tumbuhan, hewan, manusia) .
Tentang Jiwa
dan keabadian.
Jiwa dan badan adalah 2 substansi yang terpisah (dalam eudemos).
Dikemudian hari, dalam de anima, ia berpendirian lain sama sekali.
“Jiwa” aktus yang pertama dari suatu badan organik. Disebut “aktus
pertama” karena ia merupakan aktus yang fundamental, yang
menjadi “sumber/penyebab” yang utama dan aktus-aktus sekunder.
PEMIKIRAN ARISTOTELES
Pengenalan Inderawi
Indera menenima/menyerap bentuk (tanpa materi) benda-benda.
Indera ”menerima” bentuk-bentuk itu dalam salah satu aspek saja sesual dengan
kemampuannya, misalnya mata melihat, telinga mendengar.
Organ-organ indera yang menangkap bentuk-bentuk/ kualitas benda yang dicerap,
tidak mempunyai kualitas secara aktual pada dirinya sendiri. Namun, organ-organ
indera mempunyai potensi akan kualitas-kualitas tadi. Maka pengenalan inderawi
adalah peralihan dari potensi aktus.
Organ-organ indera yang secara potensial mempunyai kualitas, menjadi
memiliki/mengenal kualitas secara aktual lewat cerapannya terhadap benda-benda.
Dengan kata lain pengenalan inderawi adalah proses peralihan dan potensi ke aktus.
PEMIKIRAN ARISTOTELES
Physis
Semua benda alamiah (tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia dan keempat anasir,
yaitu air, tanah, udara, api) mempunyai physisinya, bertumbuh-berkembang,
mempertahankan diri. Dalam konteks ini, istilah physis berarti semacam kodrat.
lstilah physis menunjuk arti yang luas yaitu keseluruhan mahluk yang mempunyai
physis sebagai prinsip intern dan bekerja sama secara selaras.
lstilah physis kadang-kadang juga berarti, “alam” atau “nature”.
Teologi
Tiap-tiap mahluk, karena mereka mempunyai sifat physis bukanlah suatu kebutulan
yang membuta, melainkan mempunyai tujuan (teleologi).
Aristoteles mengkritik filsuf-filsuf atomis yang menganggap atom bergerak “membuta”
ke segala arah tanpa tujuan.
Bagi Aristoteles mustahil segala sesuatu berlangsung tanpa tujuan.
Setiap hal benda/peristiwa pasti mempunyai penyebab timbulnya final atau tujuan.
PEMIKIRAN ARISTOTELES
Kosmologi
Dua wilayah jagad raya yang pertama yaitu bulan, planet-planet, bintang-bintang, anasir tunggai
(aether) dan bumi yang dibagi menjadi 2 yaitu badan tunggal (terdiri dan satu anasir) dan badan
majemuk (lebih dan satu anasir).
Jagad raya bersifat azali dan abadi.
Jagad raya berbentuk bundar dan ada batasnya.
Bumi juga bundar dan tetap “diam” dalam pusat jagad raya (geosentris).
Setiap yang bergerak, menerima gerak dari sesuatu yang lain. Menggerakkan dan digerakkan ini
terjadi secara berantai dan terus menerus.
Akan tetapi mustahil bahwa “gerak menggerakkan ini” tak terhingga.
Maka pasti ada “penggerak pertama” suatu penggerak yang tidak digerakkan (unmoved mover).
Karena jagad raya bersifat azali — abadi, maka harus dikatakan bahwa “penggerak pertama”
juga azali-abadi.
Penggerak pertama tidak bersifat jasmaniah. inilah yang dimaksud dengan Tuhan.
PEMIKIRAN ARISTOTELES
Fisika
Kajian Fisika
Gerak dibagi menjadi 2 yaitu gerak yang dipaksa dan gerak spontan/
aiamiah.
Dalam gerak spontan/alamiah dibagi menjadi 2, yaitu:
Politik
Manusia itu “zoon politikon” (mahluk yang hidup dalam polis yang
menurut kodratnya membutuhkan orang lain bagi hidupnya).
Kenyataan menunjukkan, bahwa manusia membutuhkan sesamanya, dan
dimulai dari persekutuan hidup terkecil (rumah tangga/keluarga) sampai
persekutuan tertinggi (polis/negara).
Keadaan saling membutuhkan dan saling mencukupi itulah yang mampu
membuat polis “mandiri”.
Polis/negara adalah agar manusia hidup dengan baik.
PEMIKIRAN ARISTOTELES
Tentang Pemerintahan/Pengeloloaan Negara
Pengelolaan/pemerintahan yang baik adalah yang berkiblat pada pemenuhan
kebutuhan/kepentingan warganya, sedangkan yang buruk adalah yang berkiblat pada
pemenuhan kepentingan pengelola/penguasa.
Berdasarkan jumlah personel penguasa dan sifat-sifatnya Aristoteles membagi tiga-tiga.
Yang buruk Jumlah penguasa Yang baik
Tirani Satu orang Monarkhi
Oligarkhi Beberapa orang Aristokrasi
Demokrasi Banyak orang Politeia
Diantara yang baik, Aristoteles mengatakan yang ideal adalah polititeia yaitu demokrasi
demokrat, demokrasi dengan undang-undang dengan cara memilih wakil-wakil yang
dianggap cakap untuk memerintah atau mengelola negara, yakni mereka yang mengerti
“yang baik” bagi warga negaranya.