Anda di halaman 1dari 49

ASKEP TRAUMA KEPALA

Ns. SUMITRO ADI PUTRA, S.Kep, M.Kes


Pengertian
Trauma capitis adalah “gangguan traumatic
yang menyebabkan gangguan fungsi otak
disertai atau tanpa disertai perdarahan in
testinal dan tidak mengganggu jaringan
otak” (Brunner & Suddarth, 2000)
Menurut Sylvia anderson Price (1985).
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis
yang terjadi akibat adanya trauma pada
jaringan otak yang terjadi secara langsung
maupun efek sekunder dari trauma yang
terjadi.
Etiologi
Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua
hal antara lain :
 Benda Tajam. Trauma benda tajam
dapat menyebabkan cedera setempat.
 Benda Tumpul, dapat menyebabkan
cedera seluruh kerusakan terjadi ketika
energi/ kekuatan diteruskan kepada otak.
Mekanisme cedera kepala
 Akselerasi, ketika benda yang sedang
bergerak membentur kepala yang
diam. Contoh : akibat pukulan lemparan.
 Deselerasi. Contoh : kepala membentur
aspal.
 Deformitas. Dihubungkan dengan
perubahan bentuk atau gangguan
integritas bagan tubuh yang dipengaruhi
oleh kekuatan pada tengkorak.
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala cedera kepala dapat dikelompok
kan dalam 3 kategori utama  ( Hoffman, dkk,1996):
 Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala,
dizziness, nausea, vomitus
 Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori,
gangguan perhatian dan berfikir kompleks
 Tanda dan gejala emosional/kepribadian:
kecemasan, iritabilitas
Gambaran klinis secara umum :
 Pada kontusio segera terjadi kehilangan
kesadaran.
 Pola pernafasan secara progresif menjadi
abnormal.
 Respon pupil mungkin lenyap.
 Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap
seiring dengan peningkatan TIK.
 Dapat timbul mual-muntah akibat peningkatan
tekanan intrakranial.
 Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik
pada berbicara dan gerakan motorik dapat
timbul segera atau secara lambat.
Patofisiologi
Cidera kepala terjadi karena beberapa hal
diantanya karena terjatuh, dipukul,
kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa
mengakibatkan terjadinya gangguan pada
seluruh sistem dalam tubuh. Bila trauma
ekstra kranial akan dapat menyebabkan
adanya laserasi pada kulit kepala
selanjutnya bisa perdarahan karena
mengenai pembuluh darah.
Karena perdarahan yang terjadi terus –
menerus dapat menyebabkan hipoksia
sehingga tekanan intra kranial akan
meningkat. Namun bila trauma mengenai
tulang kepala akan meneyebabkan robekan
dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala
intra kranial dapat mengakibatkan laserasi,
perdarahan dan kerusakan jaringan otak
bahkan bisa terjadi kerusakan susunan
syaraf kranial tertama motorik yang
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam
mobilitas.
Klasifikasi

Cidera kepala diklasifikasikan menjadi dua :


 Cidera kepala terbuka
 Cidera kepala tertutup
Cidera kepala terbuka

Luka terbuka pada lapisan-lapisan galea


tulang tempurung kepala duramater disertai
cidera jaringan otak karena impressi fractura
berat. Akibatnya, dapat menyebabkan
infeksi di jaringan otak. Untuk pencegahan,
perlu operasi dengan segera menjauhkan
pecahan tulang dan tindakan seterusnya
secara bertahap.
Contoh :
 Faktur linear daerah temporal
menyebabkan pendarahan
epidural,
 Faktur Fosa anterior dan hidung
dan hematom faktur lonsitudinal.
Menyebabkan kerusakan meatus
auditorius internal dan eustachius.
Cidera kepala tertutup
Pada tulang kepala, termasuk di antaranya
selaput otak, terjadi keretakan-keretakan.
Dalam keadaan seperti ini, timbul garis/linea
fractura sedemikian rupa shg menyebabkan
luka pada daerah periferia. Haematoma
dengan cepat membesar dan gambaran
klinik juga cepat merembet, sehingga tidak
kurang dari 1 jam terbentuk
haematomaepiduralis.
Pada epiduralis haematoma, sebenarnya
jaringan otak tidak rusak, hanya tertekan
(depresi). Dengan tindakan yang cepat
dan tepat, mungkin pasien dapat ditolong.
Paling sering terdapat di daerah temporal,
karena pecahnya pembuluh darah kecil /
perifer cabang-cabang arteri meningia
media akibat fractura tulang kepala
daerah itu (75% pada Fr. Capitis).
Contoh :
 Epiduralis haematoma
 Subduralis haematoma akut
 Subrachnoidalis Haematoma
 Contusio Cerebri
 Comosio Cerebri
Epiduralis haematoma

Pada frontal, parietal, occipital dan fossa


posterior, sin. transversus. Foto rontgen
kepala sangat berguna, tetapi yang lebih
penting adalah pengawasan terhadap
pasien. Saat ini, diagnosis yang cepat dan
tepat ialah CT scan atau Angiografi.
Subduralis haematoma akut
Kejadian akut haematoma di antara durameter dan
corteks, dimana pembuluh darah kecil sinus vena
pecah atau terjadi perdarahan. Atau jembatan
vena bagian atas pada interval yang akibat
tekanan lalu terjadi perdarahan. Kejadiannya keras
dan cepat, karena tekanan jaringan otak sehingga
darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga
antara durameter dan corteks. Kejadian dengan
cepat memberi tanda-tanda meningginya tekanan
dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial).
Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada
pembuluh darah otak, yaitu perdarahan
pada permukaan dalam duramater. Bentuk
paling sering dan berarti pada praktik sehari-
hari adalah perdarahan pada permukaan
dasar jaringan otak, karena bawaan lahir
aneurysna “pelebaran pembuluh darah”. Ini
sering menyebabkan pecahnya pembuluh
darah otak.
Contusio Cerebri
Contusio / memar, yaitu pendarahan kecil
di jaringan otak akibat pecahnya pembuluh
darah kapiler dapat menyebabkan edema
otak dan peningkatan TIK.
Comosio Cerebri
Comosio Cerebri, yaitu trauma Kapitis
ringan, pingsan + 10 menit, pusing dapat
menyebabkan kerusakan struktur otak.
Klasifikasi trauma kepala

Klasifikasi yang di pakai dalam penentuan


derajat trauma kepala yaitu
1. Menurut The Traumatic Coma Data Bank
mendefinisakan berdasarkan skor Skala
Koma Glasgow.
2. Menurut Keperawatan Klinis dengan
pendekatan holistik.
Menurut The Traumatic Coma Data Bank
mendefinisakan berdasarkan skor Skala
Koma Glasgow.
 Cidera kepala ringan/minor (kelompok
resiko rendah)
 Cidera kepala sedang (kelompok resiko
sedang)
 Cidera kepala berat (kelompok resiko
berat)
Cidera kepala ringan/minor (kelompok
resiko rendah)
 Skor skala koma Glasglow 15 (sadar
penuh,atentif,dan orientatif)
 Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya
konkusi)
 Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat
terlarang
 Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
 Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau
hematoma kulit kepala
 Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.
Cidera kepala sedang (kelompok resiko
sedang)
 Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi
atau stupor)
 Konkusi
 Amnesia pasca trauma
 Muntah
 Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda
battle,mata rabun,hemotimpanum,otorhea atau
rinorhea cairan serebrospinal).
Cidera kepala berat (kelompok resiko
berat)

 Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)


 Penurunan derajat kesadaran secara
progresif
 Tanda neurologis fokal
 Cidera kepala penetrasi atau teraba
fraktur depresikranium
Menurut Keperawatan Klinis dengan
pendekatan holistik.

 Cidera kepala ringan /minor


 Cidera kepala sedang
 Cidera kepala berat
Cidera kepala ringan /minor

 SKG 13-15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau
amnesia tetapi kurang dari 30 menit.Tidak
ada fraktur tengkorak,tidak ada kontusio
cerebral,dan hematoma.
Cidera kepala sedang

 SKG 9-12
 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia
lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
jam.Dapat mengalami fraktur tengkorak.
Cidera kepala berat

 SKG 3-8
 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam,juga meliputi
kontusio serebral,laserasi atau hematoma
intrakranial.
Pemeriksaan Diagnostik
 CT –Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi
menentukan ukuran ventrikel pergeseran cairan otak.
 MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa
kontraks.
 Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi
serebral seperti pergeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan dan trauma.
 EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan
gelombang.
 Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur
tulang (faktur pergeseran struktur dan garis tengah
(karena perdarahan edema dan adanya frakmen
tulang).
 PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan
aktivitas metabolisme pada otak.
 Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya
perdarahan subaractinoid.
 Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan
yang berpengaruh dalam peningkatan TIK.
 GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah
ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat
meningkatkan TIK.
 Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang
mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan
kesadaran.
 Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk
mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk
mengatasi kejang.
Komplikasi
 Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur
pada fossa anterior dekat sinus frontal atau
dari fraktur tengkorak bagian petrous dari
tulang temporal.
 Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi
segera (dalam 24 jam pertama dini, minggu
pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
 Diabetes Insipidus, disebabkan oleh
kerusakan traumatic pada rangkai hipofisis
meyulitkan penghentian sekresi hormone
antidiupetik.
Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan medik cedera kepala
yang utama adalah mencegah terjadinya
cedera otak sekunder. Cedera otak
sekunder disebabkan oleh faktor sistemik
seperti hipotesis atau hipoksia atau oleh
karena kompresi jaringan otak (Tunner,
2000). Pengatasan nyeri yang adekuat juga
direkomendasikan pada pendertia cedera
kepala (Turner, 2000).
Penatalaksanaan umum :
 Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi.
 Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua
kasus trauma.
 Berikan oksigenasi.
 Awasi tekanan darah
 Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik
atau neuregenik.
 Atasi shock
 Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Penatalaksanaan lainnya:
 Dexamethason/kalmethason sebagai
pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
 Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat).
Untuk mengurangi vasodilatasi.
 Pemberian analgetika
 Pengobatan anti oedema dengan larutan
hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40
% atau gliserol 10 %.
 Antibiotika yang mengandung barrier darah
otak (penisilin).
 Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila
terjadi muntah-muntah tidak dapat diberikan
apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% ,
aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan
terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian
diberikana makanan lunak.
 Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3
hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5%
untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8
jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam
ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran
rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-
3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai
urea N.
Tindakan terhadap peningktatan TIK
 Pemantauan TIK dengan ketat.
 Oksigenisasi adekuat.
 Pemberian manitol.
 Penggunaan steroid.
 Peningkatan kepala tempat tidur.
 Bedah neuro.
Tindakan pendukung lain
 dukungan ventilasi.
 Pencegahan kejang.
 Pemeliharaan cairan, elektrolit dan
keseimbangan nutrisi.
 Terapi anti konvulsan.
 Klorpromazin untuk menenangkan
pasien.
 Pemasangan selang nasogastrik.
ASUHAN KEPERAWATAN

 Pengkajian Keperawatan
 Diagnosa Keperawatan
 Perencanaan Keperawatan
Pengkajian Keperawatan
Data tergantung pada tipe, lokasi dan
keparahan cedera dan mungkin
diperlukan oleh cedera tambahan pada
organ-organ vital.
Aktivitas/ Istirahat :
 Gejala    :   Merasa lemah, lelah, kaku,
hilang keseimbangan.
 Tanda    :   Perubahan kesehatan, letargi
     Hemiparase, quadrepelgia
Ataksia cara berjalan tak tegap
Masalah dalam keseimbangan
Cedera (trauma) ortopedi
Kehilangan tonus otot, otot
spastik
Sirkulasi :

 Gejala : Perubahan tekanan darah atau


normal (hipertensi).
Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang
diselingi bradikardia disritmia).
Integritas Ego :

 Gejala    :   Perubahan tingkah laku atau


kepribadian (tenang atau dramatis)
 Tanda    :   Cemas, mudah tersinggung,
delirium, agitasi, bingung depresi dan
impulsif.
Eliminasi :
Gejala    :   Inkontenensia kandung kemih/
usus atau mengalami gngguan fungsi.

Makanan/ cairan :
 Gejala    :   Mual, muntah dan mengalami
perubahan selera.
 Tanda    :   Muntah (mungkin proyektil)

Gangguan menelan (batuk, air


liur keluar, disfagia).
Neurosensoris :
 Gejala    :  

Kehilangan kesadaran sementara, amnesia


seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus
kehilangan pendengaran, fingking, baal pada
ekstremitas.
 Tanda :

Perubahan kesadaran bisa sampai koma,


perubahan status mental, perubahan pupil
(respon terhadap cahaya, simetri), Wajah tidak
simetri, genggaman lemah, tidak seimbang,
refleks tendon dalam tidak ada atau lemah,
apraksia, hemiparese, Quadreplegia
Nyeri/ Kenyamanan :
 Gejala : Sakit kepala dengan intensitas
dan lokasi yang berbeda biasanya koma.
 Tanda : Wajah menyeringai, respon
menarik pada rangangan nyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahat,
merintih.
Pernapasan :
 Tanda : Perubahan pola nafas (apnea
yang diselingi oleh hiperventilasi). Nafas
berbunyi stridor, terdesak, Ronki, mengi
positif
Keamanan :
 Gejala    :   Trauma baru/ trauma karena
kecelakaan
 Tanda    :   Fraktur/ dislokasi, Gangguan
penglihatan, Gangguan kognitif, Gangguan
rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara
umum mengalami paralisis, Demam, gangguan
dalam regulasi suhu tubuh

Interaksi Sosial :
 Tanda    :   Afasia motorik atau sensorik, bicara
tanpa arti, bicara berulang-ulang.
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d
edema cerebri, meningkatnya aliran
darah ke otak.
2. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan intra
kranial.
3. Gangguan persepsi sensori b.d
penurunan kesadaran, peningkatan
tekanan intra kranial.
4. Intoleransi aktivitas b.d spastisitas
kontraktur, kerusakan saraf motorik.
5. Resiko infeksi b.d jaringan trauma,
kerusakan kulit kepala.
6. Kekurangan volume cairan dan
elektrolit b.d haluaran urine dan
elektrolit meningkat.
7. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d kelemahan otot
untuk menguyah dan menelan.
8. Ketidakefektifan pola nafas b.d
obstruksi trakeobronkial,
neurovaskuler, kerusakan medula
oblongata.

Anda mungkin juga menyukai