SKG 13-15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau
amnesia tetapi kurang dari 30 menit.Tidak
ada fraktur tengkorak,tidak ada kontusio
cerebral,dan hematoma.
Cidera kepala sedang
SKG 9-12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia
lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
jam.Dapat mengalami fraktur tengkorak.
Cidera kepala berat
SKG 3-8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi
amnesia lebih dari 24 jam,juga meliputi
kontusio serebral,laserasi atau hematoma
intrakranial.
Pemeriksaan Diagnostik
CT –Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi
menentukan ukuran ventrikel pergeseran cairan otak.
MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa
kontraks.
Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi
serebral seperti pergeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan dan trauma.
EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan
gelombang.
Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur
tulang (faktur pergeseran struktur dan garis tengah
(karena perdarahan edema dan adanya frakmen
tulang).
PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan
aktivitas metabolisme pada otak.
Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya
perdarahan subaractinoid.
Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan
yang berpengaruh dalam peningkatan TIK.
GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah
ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat
meningkatkan TIK.
Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang
mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan
kesadaran.
Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk
mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk
mengatasi kejang.
Komplikasi
Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur
pada fossa anterior dekat sinus frontal atau
dari fraktur tengkorak bagian petrous dari
tulang temporal.
Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi
segera (dalam 24 jam pertama dini, minggu
pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
Diabetes Insipidus, disebabkan oleh
kerusakan traumatic pada rangkai hipofisis
meyulitkan penghentian sekresi hormone
antidiupetik.
Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan medik cedera kepala
yang utama adalah mencegah terjadinya
cedera otak sekunder. Cedera otak
sekunder disebabkan oleh faktor sistemik
seperti hipotesis atau hipoksia atau oleh
karena kompresi jaringan otak (Tunner,
2000). Pengatasan nyeri yang adekuat juga
direkomendasikan pada pendertia cedera
kepala (Turner, 2000).
Penatalaksanaan umum :
Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi.
Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua
kasus trauma.
Berikan oksigenasi.
Awasi tekanan darah
Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik
atau neuregenik.
Atasi shock
Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Penatalaksanaan lainnya:
Dexamethason/kalmethason sebagai
pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat).
Untuk mengurangi vasodilatasi.
Pemberian analgetika
Pengobatan anti oedema dengan larutan
hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40
% atau gliserol 10 %.
Antibiotika yang mengandung barrier darah
otak (penisilin).
Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila
terjadi muntah-muntah tidak dapat diberikan
apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% ,
aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan
terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian
diberikana makanan lunak.
Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3
hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5%
untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8
jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam
ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran
rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-
3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai
urea N.
Tindakan terhadap peningktatan TIK
Pemantauan TIK dengan ketat.
Oksigenisasi adekuat.
Pemberian manitol.
Penggunaan steroid.
Peningkatan kepala tempat tidur.
Bedah neuro.
Tindakan pendukung lain
dukungan ventilasi.
Pencegahan kejang.
Pemeliharaan cairan, elektrolit dan
keseimbangan nutrisi.
Terapi anti konvulsan.
Klorpromazin untuk menenangkan
pasien.
Pemasangan selang nasogastrik.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Pengkajian Keperawatan
Data tergantung pada tipe, lokasi dan
keparahan cedera dan mungkin
diperlukan oleh cedera tambahan pada
organ-organ vital.
Aktivitas/ Istirahat :
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku,
hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesehatan, letargi
Hemiparase, quadrepelgia
Ataksia cara berjalan tak tegap
Masalah dalam keseimbangan
Cedera (trauma) ortopedi
Kehilangan tonus otot, otot
spastik
Sirkulasi :
Makanan/ cairan :
Gejala : Mual, muntah dan mengalami
perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil)
Interaksi Sosial :
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara
tanpa arti, bicara berulang-ulang.
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d
edema cerebri, meningkatnya aliran
darah ke otak.
2. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan intra
kranial.
3. Gangguan persepsi sensori b.d
penurunan kesadaran, peningkatan
tekanan intra kranial.
4. Intoleransi aktivitas b.d spastisitas
kontraktur, kerusakan saraf motorik.
5. Resiko infeksi b.d jaringan trauma,
kerusakan kulit kepala.
6. Kekurangan volume cairan dan
elektrolit b.d haluaran urine dan
elektrolit meningkat.
7. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d kelemahan otot
untuk menguyah dan menelan.
8. Ketidakefektifan pola nafas b.d
obstruksi trakeobronkial,
neurovaskuler, kerusakan medula
oblongata.