Anda di halaman 1dari 20

Hukum Dalam Islam

Kelompok 5
Nyimas Salsa Humairah
Putri Sekar Ayu Diah Ningtyas
Syifa Khairunnisa
Wahyu Ananda
A. MENUMBUHKAN
KESADARAN HUKUM
UNTUK MENTAATI HUKUM
ALLAH
a. Kedudukan Hukum Islam
1. Konsep
b. Ciri Khas Syari’at Islam
Hukum Islam
c. Tujuan Hukum Islam

Su

a. AL-qur’an
2. Sumber-sumber b. Sunnah Rasul SAW
dan Dalil-dalil
c. Ijma’
Hukum Islam
d. Qiyas
Kedudukan Hukum Islam

Surah an-Nisa’ ayat 105

Sesungguhnya, ketentuan dan


hukum bagi manusia, disyari’atkan
Allah untuk mengatur tata
kehidupan manusia, baik dalam
masalah duniawi maupun ukhrawi
Ciri Khas Syari’at Islam

1. Bersifat Menyeluruh

Surah an-Nisa’ ayat 150


2. Membentuk Adab dan
Akhlak yang baik

3. Merasa di dalam
Pengawasan Allah
4. Sesuai setiap waktu
dan tempat
Tujuan Hukum Islam

Tujuan Syari’ dalam mensyariatkan ketentuan-ketentuan hukum


kepada mukhallaf (orang yang dibebani hukum) adalah untuk
mewujudkan kebaikan bagi kehidupan mereka, baik melalui
ketentuan-ketentuan yang dharuri, hajiy, ataupun tahsini.
Sumber-sumber dan dalil-dalil hukum islam

1. AL-QUR’AN

2. SUNNAH RASUL SAW

3. IJMA’

4.QIYAS
Al- qur’an
Kedudukan hukum Alquran dapat dibagi menjadi dua
bagian
1. Hukum-hukum untuk menegakan agama , yang
meliputi soal-soal kepercayaan (akidah) dan
ibadah .
2. Hukum-hukum untuk mengatur negara dan
masyarakat , serta hubungan perseorangan
dengan lainnya. Seperti hukum keluarga
,perdata,pidana,kenergaraan,internasional dan
sebagainya .
Sunnah Rasul SAW
Sunnah merupakan sumber kedua bagi hukum-hukum
islam . huku,m-hukum yang dibawa oleh sunnah dapat
berbentuk:
1. Sebagai penguat hukum yang dimuat dalam al-quran
2. Sebagai penjelas (keterangan terhadap hukum-
hukum) yang dibawa al-quran , dengan macam-
macam penjelasannya , seperti pembatasan arti yang
umum , merincikan persoalan-persoalan pokok dan
sebagainya
3. Sebagai pembawa hukum baru yang tidak disinggung
oleh Al-quran secara tersendiri
a. Sunnah qauliyah
Sunnah b. Sunnah fi’liyah
c. Sunnah taqririyah

Su

a. Hadis mutawatir
b. Hadis masyhur
Hadis c. Hadis ahad
Ketentuan al-quran
terhadap sunnah

ُ ‫الر ُسو ُۡل َف‬


َ ۡ‫خ ُذ ْو ُه َو َما ن َ ٰهٮكُم‬
‌‫عن ُۡه َفانْتَ ُهوۡا‬ َّ ‫َو َماۤ اٰتٰٮك ُُم‬
ِ ‫اِ َّن الل ّ ٰ َه َش ِدي ُۡد ال ِۡع َق‬
‫اب‬ ؕ‌‫ۚ َواتَّقُوا الل ّ ٰ َه‬

Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa


yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.(surah
al-Hasyr ayat :7)
Ijma’
Ijma’ adalah kebulatan pendapat semua ulama
mujtahid dari ummt islam atas suatu pendapat (hukum)
yang disepakati oleh mereka, baik dalam suatu
pertemuan atau berpisah-pisah , maka hukum tersebut
mengikat , wajib ditaati , dan dalam hal ini ijma’
merupakan dalil qath’i (pasti) . Namun ketika hukum
tersebut hanya pendapat kebanyakan mujtahid , maka
hanya dianggap sebagai dalil zhanni (dugaan kuat).
Ijma’ harus mempunyai dasar yaitu Al-quran dan
sunnah Rasul SAW . Sebab , ijma’ tidak boleh
didasarkan atas kemauan atau hawa nafsu melainkan
harus ditegakkan berdasarkan aturan-aturan syara’
dan ruhnya.
Kekuatan ijma’ sebagai
sumber (dalil) hukum

َّ ‫يٰٓاَي ُّ َها ال ّ َ ِذيْ َنا ٰ َمن ُ ْوٓا ا َ ِطيْ ُعوا الل ّ ٰ َه َوا َ ِطيْ ُعوا‬
‫الر ُس ْو َل َواُولِى‬
‫عتُ ْم ِف ْي َش ْي ٍء َف ُر ُّد ْو ُه اِل َى الل ّ ٰ ِه‬ ْ ‫الْا َ ْم ِر ِمنْك ُْمۚ َفاِ ْن تَنَا َز‬
‫الر ُس ْو ِل اِ ْن كُنْتُ ْم تُ ْؤ ِمن ُ ْو َن ِبالل ّ ٰ ِه َوال ْيَ ْو ِم الْا ٰ ِخ ِرۗ ٰذلِ َك َخيْ ٌر‬ َّ ‫َو‬
‫َّوا َ ْح َس ُن تَأ ْ ِويْل ًا‬
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad),
dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu
berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-
Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya..
(surah an-Nisa’ ayat :59)
Qiyas

Qiyas adalah mempersamakan hukum dari


peristiwa yang belum ada ketentuanny a dengan
hukum pada peristiwa yang ada ketentuannya.
Sebab anatara kedua peristiwa tersebut
terdapat segi-segi persamaan (‘illat)
Rukun qiyas ada empat
1. Ashl
2. Furu’
3. ‘illah
4. Hukum
Pembagian
Hukum Islam
Wajib Mandub
Dengan ketentuan yang Dengan ketentuan yang tidak
menuntut mukallaf, bila mengikat pelaku, bila
dikerjakan berpahala dan mengerjakan akan diberi pahala
bila ditinggalkan berdosa dan bila meninggalkan tidak
Dalil berdosa
‫الصل ٰو َة َواٰتُوا ال َّزك ٰو َة‬
َ ّ ‫َوا َ ِقيْ ُموا‬ Dalil

َ‫ك ِعيْن‬ ِ ‫الرا‬


َّ ‫َو ْارك َُع ْوا َم َع‬ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا تَ َدايَ ْنتُ ْم بِ َدي ٍْن‬
Hukum Taklifi ٓ
Qs. Al Baqarah :46 ُ‫اِ ٰلى اَ َج ٍل ُّم َس ًّمى فَا ْكتُب ُْو ۗه‬
Arti : Dan laksanakanlah Penggalan Qs. Al Baqarah :282
salat, tunaikanlah zakat, dan Wahai orang-orang yang
rukuklah beserta orang yang beriman! Apabila kamu
rukuk. melakukan utang piutang
Haram untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu
Dengan ketentuan yang
menuliskannya
menutut mukallaf untuk
meninggalkan perkara dan bila
dilakukan maka Makruh Dalil
diberi dosa Dalil Dengan ketentuan yang

‫الد ُم َول َْح ُم‬ َّ ‫عل َيْك ُُم ال َْميْتَ ُة َو‬


tidak menuntut mukallaf ‫ٓيٰاَي ُّ َها ال َّ ِذي ْ َنا ٰ َمن ُ ْوا ل َا تَ ْسٔـ ََٔـل ُْوا‬
َ ‫ت‬ ْ ‫ح ِ ُّر َم‬ untuk meninggalkan
‫ال ِْخن ْ ِزيْ ِر َو َمٓا ا ُ ِه َّل لِ َغيْ ِر الل ّ ٰ ِه ِب ٖه‬  perkara, bila dikerjakan ‫اۤء اِ ْن تُبْ َد لَك ُْم‬ َ َ‫ع ْن ا َ ْشي‬ َ
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
juga tidak apa apa ‫ۚ َت ُس ْؤك ُْم‬
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas
menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika
(nama) Allah
diterangkan kepadamu (justru) menyusahkan kamu.
Hukum Takhyiri
Yang memberi peluang bagi Mukallaf
untuk mengerjakan atau meninggalkan
Menurut Imam asy-Syaukani perbuatan tersebut
bila dikerjakan tidak memperoleh pahala dan
bila ditinggalkan tidak diberi dosa

‫الد َم َول َْح َم ال ِْخن ْ ِزيْ ِر َو َمٓا ا ُ ِه َّل ِب ٖه لِ َغيْ ِر‬ َ ‫اِن ّ ََما َح َّر َم‬
َّ ‫عل َيْك ُُم ال َْميْتَ َة َو‬
َ ‫عل َيْ ِه ۗ اِ َّن الل ّ ٰ َه‬
‫غفُ ْو ٌر‬ َ ‫عا ٍد َفلَٓا اِثْ َم‬َ ‫اغ َّول َا‬
ٍ َ‫غيْ َر ب‬ ْ ‫الل ّ ٰ ِه ۚ ف ََم ِن‬
َ ‫اض ُط َّر‬
ٌ‫َّر ِحيْم‬
Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu
bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang
disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah.
Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan
karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui
batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Hukum Wadhi’i
(hukum kondisional)
Hukum yang menjadikan sesuatu
adalah sebab untuk sesuatu atau
syarat baginya atau penghalang
terhadap sesuatu
(Dapat berubah menjadi hukum
lain)
Sabab

Pembagian Hukum
Wadhi’i Syarath

Mani’
Pembagian Wadhi’i
01. Sabab
Adanya suatu penyebab
Sehingga menjadi penentu
adanya hukum
contoh
Masuknya waktu shalat yang
menjadi sebab adanya
kewajiban shalat

Terbagi 2
contoh Dikarenakan melakukan
- sebab yang timbul dari perjalanan jauh menjadi
perbuatan Mukallaf sendiri sebab bolehnya tidak
berpuasa dalam bulan
- Sebab yang timbul bukan Ramadhan
contoh Dikarenakan takut
dikarenakan perbuatan mukallaf
terperosok dalam
perzinahan serta mampu
maka hukumnya wajib
menikah
Pembagian Wadhi’i
02. Syarath
adanya perwujudan
pelaksanaan atau tidaknya
tergantung pada mukallaf

Terbagi atas 2 contoh Haul(genap setahun)


- Syarath yang meyempurnakan sebab menjadi wajib zakat

- Syarath yang meyempurnakan contoh Wuduk penyempurna


musabbab shalat
Pembagian Wadhi’i
03. Mani’
Adanya perbuatan atau
keadaan yang
menghalangi hukum lain

Terbagi atas 2 contoh Ahli waris yang membunuh


- Mani’ yang mempengaruhi sebab orang yang akan menurunkan
harta warisannya

ayah yang membunuh anak


contoh Dalam kasus ini pembunuhan harus
- Mani’ yang mempengaruhi musabbab diselesaikan dengan qishash
Namun karena ayahnya maka
gugur dan diganti dengan ta’zir

Anda mungkin juga menyukai