Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN

INKONTINENSIA URIN

OLEH
JULIAN PUTRI CONY
NADIA HURIYATUL JANNAH
NADILLA
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan
air kencing. Gangguan ini lebih sering terjadi pada
wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum
pernah melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh
perubahan otot dan fasia di dasar panggul.
Kebanyakan penderita inkontinensia telah menderita
desensus dinding depan vagina disertai sisto-uretrokel.
Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita dengan
prolapsus total uterus dan vagina dengan kontinensia
urine yang baik.
Klasifikasi
Klasifikasi Inkontinensia
Inkontinensia Urine
Urine

Inkontinensia urine di klasifikasikan menjadi 3 ( Charlene


J.Reeves at all ) :
1. Inkontinensia Urine Akut Reversibel
Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak
dapat pergi ke toiletsehingga berkemih tidak pada tempatnya.
Bila delirium teratasi maka inkontinensia urine umumnya juga
akan teratasi.
2. Inkontinensia Urine Kronik(Persisten)
Inkontinensia urine persisten dapat diklasifikasikan dalam
berbagai cara, meliputi anatomi, patofisiologi dan klinis. Untuk
kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinis lebih bermanfaat
karena dapat membantu evaluasi dan intervensi klinis.
3. Inkontinensia Aliran Yang Berlebihan ( Over Flow
Inkontinensia )
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan
distensi kandung kemih yang berlebihan. Hal ini
disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti
pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes
melitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan
berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih,
dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya
mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi
bahwa kandung kemih sudah penuh.
4. Inkontinensia Urine Fungsional
Memerlukan identifikasi semua komponen tidak
terkendalinya pengeluaran urin akibat faktor-faktor di
luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah
demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor
lingkungan yang menyebabkan kesulitan unutk pergi
ke kamar mandi, dan faktor psikologis.
Etiologi
Etiologi Inkontinensia
Inkontinensia Urine
Urine

Kelainan klinik yang erat hubungannya dengan gejala


inkontinensia urine antara lain :
Kelainan Traktus Urinenarius Bagian Bawah
Infeksi, obstruksi, kontraktiltas kandung kemih yang
berlebihan, defisiensi estrogen,kelemahan sfingter, hipertropi
prostat.
Usia
Seiring bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada
anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain : melemahnya
otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan
mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan
seseorang tidak dapat menahan air seni.
Kelainan Neurologis
Otak (stroke, alzaimer, demensia multiinfark,
parkinson, multipel sklerosis), medula spinalis
(sklerosis servikal atau lumbal, trauma, multipel
sklerosis), dan persarafan perifer (diebetes neuropati,
trauma saraf).
Kelainan Sistemik
Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor
penyebab produksi urin meningkat dan harus
dilakukan terapi medis yang sesuai.
Kondisi Fungsional
Inkontinensia urine juga terjadi akibat kelemahan otot
dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan,
kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang
aktivitas dan operasi vagina.
Efek Samping Pengobatan
Diuretik, antikolionergik, narkotika, kalsium chanel
bloker, inhibitor kolinestrase.
Etiologi Inkontinensia Urine pada Lansia
Inkontinensia urine khususnya pada lansia dapat merupakan sebuah
gejala dari penyakit lain. Terlebih bila gejala tersebut disertai dengan
polyuria, nokturia, peningkatan tekanan abdomen atau gangguan system
saraf pusat.
Beberapa kondisi yang dapat menjadi penyebabnya ialah sebagai berikut :
Gagal jantung
Penyakit ginjal kronik
Diabetes
Penyakit paru obstruktif kronik
General cognitive impairment
Gangguan tidur, misalnya sleep apnea
Penyakit neurologis, misalnya stroke dan sclerosis multiple
Obesitas
Askep Gerontik Pada Lansia Dengan
Inkontinensia Urine
Ny.W berusia 63 tahun dengan BB 76kg ketika datang
kerumah sakit Dr. Soetomo dengan keluhan BAK terus
menerus dan tidak bisa ditahan hingga sampai ke toilet. Ny.W
mengatakan kencing sebanyak lebih dari 10 kali dalam
sehari,dengan jumlah urine 1000-1500ml. Ny.W juga
mengatakan bahwa dirinya tidak bisa menahan kencingnya
untuk sampai ke toilet dan terasa perih pada area perianalnya.
Karena sering mengompol, Ny.W mengaku mengurangi
minum dan sering menahan haus, dan mengalami penurunan
BB sebanyak 5kg menjadi 71kg. Ny.W merasa malu apabila
keluar rumah karena mengompol dan bau air kencingnya
yang menyengat sehingga hanya tinggal di dalam rumah.
Analisa data
DS :
Klien mengatakan mengurangi minum.
Klien mengatakan sering merasa haus.
DO :
Membran mukosa kering.
Turgor kulit kering.
TTV :
TD : 160/90 mmHg.
N : 90x/menit.
RR : 19x/menit.
S : 37°C.
BB 71kg
Frekuensi minum 4-5 gelas dalam sehari.
Diagnosa Keperawatan
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kegagalan mekanisme regulasi.
Inkontinensia urinarius fungsional berhubungan
dengan gangguan fungsi kognitif.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi
kontras oleh urine.
Intervensi keperawatan
Dx :Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kegagalan mekanisme regulasi.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
1x24 jam klien mampu menunjukan hidrasi yang
adekuat
Intervensi :
Jaga intake/asupan yang akurat dan catat output.
Monitor status hidrasi (misalnya : membran mukosa
lembab,denyut nadi adekuat, dan tekanan darah
ortostatik.
Dx : Inkontinensia urinarius fungsional berhubungan
dengan gangguan fungsi kognitif.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
1x24 jam klien mampu mengontrol pola berkemih
Intervensi : Jaga privasi klien saat berkemih.
Modifikasi pakaian dan lingkungan untuk
mempermudah akses ke toilet.
:
Dx : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi
kontras oleh urine.
tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24
jam klien mampu menunjukan perbaikan keadaan turgor
dan mempertahankan keutuhan kulit
Intervensi : Bantu pasien membersihkan perineum.
Jaga agar area perineum tetap kering.
Bersihkan area perineum secara teratur.
Berikan posisi yang nyaman.
Berikan lotion perlindungan yang tepat (misalnya : zink
oksida, petrolatum).
Evaluasi
Dx : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan
mekanisme regulasi.
S : Klien mengatakan mengurangi minum.
Klien mengatakan sering merasa haus
O : Membran mukosa kering.
Turgor kulit kering.
TTV :
TD : 160/90 mmHg
N : 90x/menit.
RR : 19x/menit.
S : 37°C.
BB 71kg
Frekuensi minum 4-5 gelas dalam sehari
A : Masalah belum teratasi.
P : Intervensi dilanjutkan :
Menjaga intake/asupan yang akurat dan catat output.
Memonitor status hidrasi (misalnya : membran mukosa
lembab,denyut nadi adekuat, dan tekanan darah
ortostatik.
Memonitor tanda tanda vital pasien.
Berkolaborasi dengan keluarga untuk mengawasi
asupan cairan pasien.
Dx :Inkontinensia urinarius fungsional berhubungan dengan gangguan
fungsi kognitif.
S : Klien mengatakan frekuensi pipis masih 10x dalam sehari.
Klien mengatakan bahwa dirinya masih belum bisa menahan pipis
untuk sampai ke toilet.
O : Tampak masih mengompol.
A : masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan :
Memodifikasi pakaian dan lingkungan untuk mempermudah akses ke
toilet.
Membatasi intake cairan 2-3 jam sebelum tidur.
Dx : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
irigasi kontras oleh urine.
S : Klien mengatakan perih pada area perinealnya.
O : Terdapat lecet di area perineal.
A : masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan:
Menjaga agar area perineum tetap kering.
Membersihkan area perineum secara teratur
Memberikan posisi yang nyaman.

Anda mungkin juga menyukai