Struktur corporate governance di Indonesia ditandai dengan banyaknya ditemukan
perusahaan, baik yang privat maupun telah go public, diatur dan dimiliki oleh keluarga pendiri. Fenomena ini mengindikasikan minimnya pemisahan antara kepemilikan ownership dan pengendalian control dalam perusahaan sebagai lazim ditemukan pada perusahaan modern. Minimnya pemisahan antara kepemilikan dan kontrol, diikuti dengan tingginya tingkat konsentrasi kepemilikan, sebagian besar perusahaan di Indonesia juga memiliki afiliasi atau merupakan bagian dari kelompok bisnis atau konglomerasi, yang juga dimiliki oleh keluarga (kelompok bisnis keluarga).Patrick menyatakan bahwa kelompok bisnis di Indonesia mengendalikan sebagian besar perusahaan yang listing,baik melalui kepemilikan secara langsung atau melalui kepemilikan berbasis saham piramida (pyramidal ownership) melalui perusahaan lain. Struktur governance di Indonesia
Check and balances dalam praktik CG dapat juga ditingkatkan melalui
peran aktif dari board of director atau dewan komisaris di Indonesia dalam menjalankan fungsi supervisory dan advisory. mekanisme pengendalian internal dipercaya akan menjadi sebuah mekanisme yang efisien dan merupakan mekanisme governance low-cost. Hal ini dapat ditingkatkan jika optimalnya sikap idenpendensi dan profesional dewan komisaris dilengkapi dengan pengetahuan yang cukup tentang perusahaan. Struktur governance di Indonesia
Asian Development Bank (2000) menyatakan bahwa kelemahan
corporate governance di negara Asia timur muncul karena adanya struktur tingkat kepemilikan yang tinggi, intervensi pemerintahan yang excessive, pasar modal yang tidak berkembang dan masih lemahnya penegakan hukum yang berlaku terhadap perlindungan investor. Dalam kasus Indonesia, komposisi mata uang dan struktur dari utang luar negeri perusahaan telah menyebabkan negara ini jatuh ke dalam krisis (Husnan,2001). Konteks dan struktur governance
Terdapat perbedaan mengenai konteks CG di antara berbagai negara didunia
dan hal tersebut dapat berubah sewaktu-waktu. Dengan demikian, tidak ada sistem CGS yang spesifik yang paling suitable untuk setiap perusahaan dan semua negara. secara umum setiap sistem dapat diklasifikasikan menjadi sistem yang didominasi pasar (market dominated) atau dominasi bank (bank dominated). Sistem governance yang berorientasi pasar umumnya mengacu pada negara-negara Anglo-Saxon (seperti Amerika dan Inggris) dimana pasar modal mempunyai peranan yang penting dalam perekonomian nya Indonesia stakeholding vs shareholding
perspektif manakah antara shareholding vs stakeholding yang sesuai
untuk digunakan di dalam memahami fenomena CG di Indonesia? secara umum kedua perspektif dapat digunakan di dalam memahami berbagai fenomena CG di Indonesia yang relatif spesifik yang berbeda dengan negara lain. Namun demikian, hal tersebut perlu dilakukan dengan terlebih dahulu memahami karakteristik setiap perspektif mainstream yang ada, terutama menyangkut asumsi dasar yang digunakan oleh setiap sudut pandang. Indonesia stakeholding vs shareholding Memperhatikan ciri sistem dan modal governance yang diadopsi korporasi di Indonesia berdasarkan undang-undang perseroan lebih mengacu kepada model continental european. anggapan ini didasarkan kepada berbagai karakteristik yang terkandung dalam perspektif stakeholding dipercaya akan lebih sesuai dengan model tersebut. Argumentasi tersebut berhubungan dengan asumsi dasar yang digunakan oleh perspektif shareholding yang bukan merupakan orientasi nilai utama yang ditemukan dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan indikator orientasi nilai (the value orientation) versi trompenaars (1997), nilai yang berkembang di masyarakat Indonesia cenderung berlawanan dengan nilai masyarakat kapitalistik yang ditemukan di barat. Melalui sudut pandang stakeholding diharapkan pemahaman fenomena CG yang terjadi di Indonesia dapat menemukan nilai yang kompatibel atau sesuai serta tidak kontradiktif antara konsep dan praktik. Indonesia stakeholding vs shareholding
Prespektif shareholding dalam sudut pandang ini memberi penekanan berlebihan
terhadap supremasi pemilik modal (kapitalistik). Seperti studi yang dilakukan lukviarman menggunakan the agency theory yang berakar dari perspektif shareholding dalam menjelaskan fenomena CG pada perusahaan publik di Indonesia. studi tersebut menemukan bahwa problem keagenan yang ditemukan pada berbagai perusahaan publik non keuangan di Indonesia, berbeda dengan akar masalah problem keagenan seperti ditemukan di negara barat. Jika di negara lain problem keagenan ditemukan antara pemilik (primcipals) dan manajemen (agents),dalam kasus Indonesia problema tersebut ditemukan antara pemilik mayoritas (controlling shareholders) dana pemilik minoritas (minority shareholders).