Anda di halaman 1dari 40

PAJAK PENGHASILAN

PEMOTONGAN
DAN
PEMUNGUTAN
(Witholding Tax)
Yang Masuk PPh Pot-Put
 PPh Pasal 21;
 PPh Pasal 22;
 PPh Pasal 23;
 PPh Pasal 26;
 PPh Pasal 4 ayat (2)/
PPh Final.
PPh Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 22
adalah
 PPh yang dipungut oleh Bendahara
Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau
lembaga pemerintah dan lembaga negara
lainnya, berkenaan dengan pembayaran
atas penyerahan barang;

 PPh yang dipungut oleh Badan-badan


tertentu (pemerintah/swasta) berkenaan
dengan kegiatan impor atau kegiatan
usaha di bidang lain.
Pemungut PPh Pasal 22
1. Bank Devisa & DJBC, atas impor barang;
2. Ditjen Perbendaharaan Negara dan Bendahara Pemerintah
yg melakukan pembayaran atas pembelian barang;
3. BUMN dan BUMD yang melakukan pembelian barang yang
dananya bersumber dari APBN/D;
4. Bank Indonesia, BPPN, BULOG, PT. Telkom, PT. PLN, PT.
Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina,
dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang
dananya bersumber baik dari APBN maupun non-APBN;
5. Industri semen, rokok, kertas, baja, dan industri otomotif atas
penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6. Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam
bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT, dan gas
atas penjualan hasil produksinya;
7. Industri dan eksportir dalam sektor perhutanan, perkebunan,
pertanian, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang
pengumpul.
Tarif PPh Pasal 22 atas Impor
 Tarif 2,5% (dua setengah persen) dari Nilai
Impor, jika memiliki Angka Pengenal Impor
(API);
 Tarif 7,5% (tujuh setengah persen) dari Nilai
Impor, jika tidak memiliki API;
 Tarif 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga
jual lelang untuk barang yang tidak dikuasai.

Nilai Impor = Cost Insurance and Freight (CIF) + Bea


Masuk + Bea Masuk Tambahan + Pungutan Lain
berdasarkan peraturan di bidang pabean
Tarif PPh Pasal 22 atas Pembelian
Barang/Bahan
 Tarif 1,5% dari harga pembelian (excluding PPN)
atas pembelian barang oleh :
 Ditjen Perbendaharaan dan Bendahara Pemerintah;
 BUMN dan BUMD (yang dananya bersumber dari APBN/D);
 BI, BPPN, BULOG, PT. Telkom, PT. PLN, PT. Garuda
Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina,
dan bank BUMN (yang dananya bersumber dari APBN
maupun non-APBN).
 Tarif 0,5% dari harga pembelian (excluding PPN)
atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor dari pedagang pengumpul oleh
industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor
perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan
Tarif PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi
oleh Pertamina serta badan usaha lainnya yang
bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis
premix , super TT , dan gas
SPBU swastanisasi SPBU Pertamina

Premium 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan


Solar 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan
Premix/Super TT 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan
Minyak Tanah - 0,3% dari penjualan
Gas LPG - 0,3% dari penjualan
Pelumas - 0,3% dari penjualan
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil
industri semen, rokok, kertas, baja, &
otomotif
Jenis industri Tarif PPh Pasal 22
Industri semen 0,25% dari DPP PPN
Industri kertas 0,10% dari DPP PPN
Industri baja 0,30% dari DPP PPN
Industri otomotif 0,45% dari DPP PPN
Industri rokok (Final) 0,15% dari harga bandrol
Dikecualikan dari pemungutan PPh
Pasal 22
 Impor barang atau penyerahan barang yang
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan tidak terutang PPh;
 Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea
Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai => BC;
 Dalam hal impor sementara jika pada waktu
impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor
kembali;
 pembayaran yang jumlahnya paling banyak
Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
Dikecualikan (Lanjutan)
 pembayaran untuk pembelian bahan bakar
minyak, listrik, gas, air minum PDAM,
benda-benda pos, dan telepon;
 emas batangan yang akan diproses untuk
menghasilkan barang perhiasan & emas untuk
tujuan ekspor;
 pembayaran/pencairan dana JPS oleh KPPN;
 impor kembali (re-impor) yang meliputi barang-
barang yang telah diekspor kemudian diimpor
kembali dalam kualitas yang sama atau barang-
barang yang telah diekspor untuk keperluan
perbaikan, pengerjaan, dan pengujian, yang
telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh
DJBC;
Contoh
Kasus
Kanwil DJP Jawa Barat I, tanggal 12 April 2007
membeli seperangkat komputer dari Multicom
seharga Rp.7.700.000,00 (termasuk PPN). Seminggu
kemudian (19 April 2007) Bendahara Kanwil
melunasinya.

a. Penghitungan PPh Pasal 22 terutang sbb :


Harga komputer (termasuk PPN) : Rp 7.700.000,00
Dikurangi PPN (10/110 x 7.700.000) : Rp 700.000,00
Harga tidak termasuk PPN Rp 7.000.000,00
PPh Psl 22 terutang dan harus dipungut Bendahara
Kanwil DJP : 1,5% x Rp.7.000.000,00 = Rp.105.000,00
Contoh Kasus (lanjutan)
b. PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Bendahara Kanwil
DJP JBB II harus disetor paling lambat tanggal 10 Mei
2007 ke Bank/Kantor Pos. Penyetoran dilakukan
dengan menggunakan SSP atas nama & NPWP
rekanan/vendor (Multicom), yang ditandatangani
Bendahara Kanwil DJP JB I dan diberi stempel Kanwil
DJP JB I. Atas transaksi ini tidak perlu dibuat Bukti
Pemungutan Pajak.
c. PPh Pasal 22 yang telah disetor itu selanjutnya
dilaporkan oleh Bendahara Kanwil DJP JB I ke KPP
paling lambat tanggal 20 Mei 2007. Pelaporan
dilakukan setelah terlebih dahulu mengisi SPT Masa
PPh Pasal 22, dan dengan melampirkan SSP Lembar
Ke-tiga.
PPh Pasal 23
PPh Pasal 23

adalah pajak atas penghasilan


dengan nama dan dalam
bentuk apa pun yang berasal
dari modal, penyerahan jasa,
atau penyelenggaraan kegiatan
selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21.
Pemotong PPh Pasal 23
1. Wajib Pajak Badan (termasuk Bendahara
Pemerintah);
2. Penyelenggara kegiatan;
3. Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, PPAT
(excluding camat), Pengacara, & Konsultan;
yang melakukan pekerjaan bebas  hanya atas
sewa;
4. WP Orang Pribadi yang menyelenggarakan
usaha dan mengadakan pembukuan  hanya
atas sewa.

Nomor 1 otomatis (tanpa penunjukan khusus),


sedangkan Nomor 2 & 3 tidak otomatis (harus
dengan penunjukan khusus Kepala KPP)
PPh PASAL 23
Dihitung Dari

Tarif 15%

Perkiraan
Penghasilan
Penghasilan
Bruto
Neto
Yang dikecualikan dari pemotongan
PPh Pasal 23
a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada Bank;
b. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan
sewa guna usaha dengan hak opsi (Leasing);
c. dividen yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/D, dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat :
1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2) bagi perseroan terbatas, BUMN/D yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di
luar kepemilikan saham tersebut;
Yang dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23
(lanjutan)

d. bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan


reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian
perusahaan atau pemberian ijin usaha;
e. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi;
f. sisa hasil usaha (SHU) koperasi yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggotanya;
g. bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan
dengan Keputusan Menkeu (Rp.240.000,00) yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
Tarif dan objek PPh Pasal 23
1. 15% dari jumlah bruto :
a. Dividen;
b. Bunga atau imbalan karena jaminan
pengembalian utang selain yang dibayar
kepada bank;
c. Royalti;
d. Hadiah & penghargaan selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21;
e. Bunga simpanan yang dibayarkan
koperasi simpan pinjam (bersifat final).
2. 2% dari jumlah bruto tidak termasuk
PPN,Atas:

 Sewa dan penghasilan lain sehubungan


dengan penggunaan harta, kecuali sewa
tanah dan/atau bangunan;dan
 Imbalan sehubungan dengan jasa teknik,
jasa manajemen,jasa konstruksi,jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang
telah dipotong PPh Pasal 21.
Contoh Kasus
Bendahara Kanwil DJP JB I pada tgl. 12 Maret 2012
Membayar dimuka uang sewa Bus ke PO Kramat Jati
sebesar Rp.1.650.000,00 (termasuk PPN). Para
pegawai Kanwil DJP JB II pada tanggal 17 Maret
2010 akan melakukan study tour ke Kampus UGM
Yogyakarta.

a. Penghitungan PPh Pasal 23 terutang sbb :

Imbalan Jasa (termasuk PPN) : Rp 1.650.000,00


Dikurangi PPN (10/110) : Rp 150.000,00
Imbalan jasa (excluding PPN) : Rp 1.500.000,00
PPh Psl 23 terutang harus dipotong Bendahara
Kanwil DJP : 2% x Rp.1.500.000,00 = Rp.30.000,00
b. PPh Pasal 23 yang dipotong oleh Bendahara harus
disetor maximal tgl. 10 April 2010 ke
Bank/Kantor Pos. Penyetoran dilakukan dengan
menggunakan SSP atas nama & NPWP Kanwil
DJP JB I, yang ditandatangani Bendahara dan
diberi stempel Kanwil DJP JBB II. Atas transaksi ini
harus dibuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 23.

c. PPh Pasal 23 yang telah disetor itu selanjutnya


dilaporkan oleh Bendahara Kanwil DJP ke KPP
paling lambat tanggal 20 April 2010.
Pelaporan dilakukan setelah terlebih dahulu mengisi
SPT Masa PPh Pasal 23, dan dengan melampirkan
SSP Lembar Ke-tiga.
PPh Pasal 26
Pemotong PPh Pasal 26
 Badan pemerintah;
 Subjek pajak dalam negeri;
 Penyelenggara kegiatan;
 Bentuk Usaha Tetap; atau
 Perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya.
PPh PASAL 26
Dihitung Dari

Tarif 20% atau Tarif


Tarif 20%
Tax Treaty

Perkiraan
Penghasilan
Penghasilan
Bruto
Neto
Tarif PPh Pasal 26
20%/tax treaty dari jumlah bruto:
 dividen;
 bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap
dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
 royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta;
 imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan;
 hadiah dan penghargaan;
 pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
 Penghasilan Kena Pajak (PKP) sesudah dikurangi
pajak dari suatu BUT di Indonesia.
20% dari perkiraan penghasilan neto :

Perkiraan Tarif
Penghasilan Efektif PPh
Neto
Premi asuransi yang dibayarkan
kepada perusahaan asuransi luar
negeri:
- Oleh tertanggung 50% 10%
- Oleh perusahaan asuransi 10% 2%
- Oleh perusahaan reasuransi 5% 1%

Atas penghasilan (WP LN selain 25% 5%


BUT) dari penjualan saham di
Indonesia
Bendahara UNPAD pada tgl. 15 Maret 2007 Membayar
royalty ke Kesaint Blanc Australia (pemegang waralaba
penjualan cd tutorial bahasa inggris) senilai US$18,150.00
(termasuk PPN) atas penjualan produk Kesaint Blanc
periode Juli s.d. Desember 2006. Berdasarkan Tax Treaty
antara Indonesia dan Australia, tarif PPh Pasal 26 atas
pembayaran royalty adalah 10%. Kurs Menteri Keuangan
dan Kurs Tengah Bank Indonesia yang berlaku pada saat
pembayaran adalah Rp.8.900/US$ dan Rp.9.100/US$ .

a. Maka Penghitungan PPh Pasal 26 terutang sbb :

Imbalan Jasa (termasuk PPN) : Rp 161.535.000,00


Dikurangi PPN (10/110) : Rp 14.685.000,00
Imbalan jasa (excluding PPN) : Rp 146.850.000,00
PPh Pasal 26 terutang harus dipotong Bendahara UNPAD :
10% x Rp.146.850.000,00 = Rp.14.685.000,00
b. PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Bendahara UNPAD
harus disetor (maximal tgl. 10 April 2007) ke
Bank/Kantor Pos. Penyetoran dilakukan dengan
menggunakan SSP atas nama & NPWP UNPAD,
yang ditandatangani Bendahara UNPAD dan diberi
stempel UNPAD. Atas transaksi ini harus dibuat
Bukti Pemotongan PPh Pasal 26.

c. PPh Pasal 26 yang telah disetor itu selanjutnya


dilaporkan oleh Bendahara UNPAD ke KPP Bandung
Karees (paling lambat tanggal 20 April 2007).
Pelaporan dilakukan setelah terlebih dahulu mengisi
SPT Masa PPh Pasal 26, dan dengan melampirkan
SSP Lembar Ke-tiga.
PPh Pasal 4 ayat (2)
atau
PPh Final
Jenis-jenis PPh Final
 PPh atas bunga deposito, tabungan, & diskonto
SBI;
 PPh atas hadiah undian;
 PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas
tanah dan atau bangunan;
 PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan
atau bangunan;
 PPh atas penghasilan dari usaha jasa
konstruksi;
PPh atas bunga deposito, tabungan, dan
diskonto SBI

a. Subjek : Nasabah
Pajak
b. Pemotong : Bank dan Bank Indonesia
Pajak
c. Objek PPh : Bunga deposito/tabungan, Jasa
Giro, dan Diskonto SBI
d. Tarif PPh : - 20% dari Penghasilan Bruto
(untuk WP dalam negeri dan
BUT)
Pengecualian {tidak terkena PPh Pasal 4
ayat (2)}
 Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI
sepanjang jumlah pokok deposito dan tabungan serta
SBI nya tidak melebihi Rp.7.500.000,00 dan bukan
merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
 bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank
dalam negeri;
 Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang
diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan
sbb :
→ iuran pemberi kerja;
→ iuran peserta;
PPh atas hadiah
undian
a. Subjek Pajak : Penerima Undian
b. Pemotong : Penyelenggara Undian
Pajak : Hadiah Undian (diundi didepan notaris)
c. Objek PPh : 25% dari jumlah bruto hadiah undian atau
d. Tarif PPh nilai pasar apabila hadiah tersebut
PPhTerutang diserahkan
atas penghasilan dalam bentuk
dari pengalihan natura.
hak atas tanah &
atau bangunan
a. Subjek : Penjual atau pihak yang
Pajak : mengalihkan hak
b. Pemotong : Pembeli atau pihak yang menerima
Pajak pengalihan hak
c. Objek Penghasilan dari pengalihan hak
PPh atas tanah dan atau bangunan
(penjualan, tukar-menukar,
Pengecualian (tidak terkena PPh atas pengalihan tanah & atau
bangunan)
 Transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan
oleh WP Badan termasuk Koperasi yang usaha pokoknya melakukan
transaksi pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan (perusahaan real
estate) tidak dikenakan PPh yang bersifat final melainkan PPh dengan
ketentuan umum;
 Orang Pribadi atau badan yang melakukan pengalihan tanah dan atau
bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan
keagamaan/pendidikan/sosial/ pengusaha kecil termasuk koperasi yang
ditetapkan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada
hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak-pihak yang bersangkutan;
 Orang Pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan yang jumlah brutonya
kurang dari Rp.60.000.000,00 (bukan merupakan jumlah yang dipecah-
pecah) dan total penghasilannya dalam tahun tersebut dibawah PTKP;
 Pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan kepada pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan
persyaratan khusus seperti pembebasan tanah oleh pemerintah untuk
proyek jalan umum, saluran pembuangan air, waduk, saluran irigrasi,
pelabuhan laut, Bandar udara, tanggul, dan fasilitas ABRI;
 Pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan sehubungan dengan
warisan.
h atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan

a. Subjek : Pihak yang menyewakan sebagai


Pajak penerima penghasilan.
b. : - Pemotongan oleh penyewa (jika pihak
Pelunasan penyewa Badan Pemerintah, Subjek
Pajak Pajak Badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, BUT, KSO,
perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya, dan Orang Pribadi yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak);
- Penyetoran sendiri oleh yang
menyewakan dalam hal penyewa adalah
Orang Pribadi dan Subjek Pajak lainnya.
h atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi
Ph

a. Subjek : Kontraktor Kecil (yang memenuhi


Pajak kualifikasi sebagai usaha kecil
berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan
oleh lembaga yang berwenang, serta yang
mempunyai nilai pengadaan sampai
dengan Rp.1.000.000.000,00)
b. : - Pemotongan oleh pengguna jasa (jika
Pelunasa pihak pengguna jasa Badan Pemerintah,
n Subjek Pajak Badan dalam negeri, BUT,
Pajak atau Orang Pribadi sebagai WP dalam
negeri yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak);
Contoh Kasus

Bendahara Balai Diklat Keuangan Cimahi pada tgl. 15


Maret 2007 Membayar termin ke-dua atas pemanfaatan
jasa pelaksanaan konstruksi sebesar Rp.151.250.000,00
(termasuk PPN). BDK Cimahi sedang melakukan
renovasi gedung kantor dan diborongkan ke perusahaan
jasa konstruksi kualifikasi kecil PT. Bandung Contruction.
a. Penghitungan PPh Pasal 4 ayat (2) terutang sbb :
Imbalan Jasa (termasuk PPN) : Rp 151.250.000,00
Dikurangi PPN (10/110) : Rp 13.750.000,00
Imbalan jasa (excluding PPN) : Rp 137.500.000,00
PPh Pasal 4 ayat (2) terutang harus dipotong
Bendahara BDK Cimahi : 2% x Rp.137.500.000,00 =
Rp.2.750.000,00
b. PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Bendahara
BDK Cimahi harus disetor maximal tgl. 10 April
2007 ke Bank/Kantor Pos. Penyetoran dilakukan
dengan menggunakan SSP atas nama & NPWP
BDK Cimahi, yang ditandatangani Bendahara dan
diberi stempel BDK Cimahi. Atas transaksi ini harus
dibuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2).

c. PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah disetor itu


selanjutnya dilaporkan oleh Bendahara BDK Cimahi
ke KPP paling lambat tanggal 20 April 2007.
Pelaporan dilakukan setelah terlebih dahulu mengisi
SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2), dan dengan
melampirkan SSP Lembar Ke-tiga.

Anda mungkin juga menyukai