Anda di halaman 1dari 20

PAJAK AIR PERMUKAAN DAN

PAJAK ROKOK
ANGGOTA KELOMPOK

Dwi Cantika Putri Lalita A.


01 40011419650017 03 40011419650019

02 Tata Firmansyah 04 Banafsa Ayudyanita


40011419650018 40011419650020

05 Tri Maryanto S.
40011419650021
PAJAK AIR
PERMUKAAN
A. Pengertian Pajak Air Permukaan
Awalnya dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Air
Permukaan bernama Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan (PPPABTAP). Namun dalam undang-undang terakhir yakni UU Nomor
28 tahun 2009, PPPABTAP terbagi menjadi dua jenis pajak, yaitu Pajak Air Bawah
Tanah (PABT) dan Pajak Air Permukaan (PAP).

Berdasarkan undang-undang tersebut, PAP adalah pajak atas pengambilan


dan/atau pemanfaatan air permukaan. Lalu, air permukaan yang dimaksud dalam
undang-undang tersebut adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak
termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat. 
B. Objek dan Subjek PAP
Pada Pasal 21, objek dari pajak ini adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air
permukaan. Sedangkan yang tidak termasuk dalam objek pajak ini adalah:
1. Pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan untuk keperluan dasar rumah tangga,
pengairan pertanian dan perikanan rakyat dengan tetap memerhatikan kelestarian
lingkungan dan peraturan perundang-undangan.
2. Pengambilan dan/atau air permukaan lainnya yang ditetapkan dalam peraturan daerah.

Lalu pada pasal 22, subjek PAP adalah orang pribadi atau badan yang dapat melakukan
pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan.

Wajib pajak PAP sendiri adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan
dan/atau pemanfaatan air permukaan.
C. Kelompok Pengguna Air Permukaan
Pada pasal 7, disebutkan kalau pengguna air permukaan dilihat dari jenis kegiatan atau
kegiatan usaha yang dilakukan, di antaranya:
1. Sosial.
2. Perusahaan non-niaga.
3. Niaga atau perdagangan atau jasa.
4. Industri atau penunjang produksi.
5. Pertanian termasuk perkebunan, peternakan, dan perikanan.
6. Tenaga listrik (pembangkit listrik tenaga air).
7. Pertambangan.
Dari 7 jenis kegiatan atau kegiatan usaha yang disebutkan, usaha yang dikenakan PAP
adalah perusahaan non-niaga (PDAM), perusahaan niaga, industri atau penunjang produksi,
pertanian, tenaga listrik, dan pertambangan. Sedangkan jenis usaha atau kegiatan usaha sosial
dan perusahaan non-niaga di luar PDAM tidak dikenakan PAP.
D. Penentuan Nilai Perolehan Air Permukaan 
Dasar pengenaan PAP adalah nilai perolehan air permukaan (NPAP). NPAP sendiri
diperoleh dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor berikut: 
1. Jenis sumber air.
2. Lokasi sumber air.
3. Tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air.
4. Volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan.
5. Kualitas air.
6. Luas area tempat pengambilan dan/atau pemanfaatan air.
7. Tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan
air.
Besar nilai perolehan air permukaan ditetapkan oleh masing-masing
pemerintah daerah. Karena itu, nilai perolehan satu daerah dengan
lainnya dapat berbeda. Namun dalam menghitung dan menentukan
NPAP, pemerintah daerah dapat mengacu pada Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia nomor
15/PRT/M/2017 tentang Tata Cara Penghitungan Besaran Nilai Perolehan
Air Permukaan.
E. Rumus dan Contoh Perhitungan PAP
● Tarif PAP ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Rumus perhitungannya adalah:
● Tarif x Nilai Perolehan Air X Volume air yang dihitung

Contoh perhitungannya:
Perusahaan PT Air Mengalir Deras memiliki nilai perolehan air sebesar Rp1.000/M3 dengan
volume air yang diambil sebesar 5.000.000 M3/bulan. Maka, besaran PAP adalah:

10% x Rp 1.100 x 5.000.000 M3 = Rp500.000.000

Berdasarkan contoh kasus ini, pajak terutang PT Air Mengalir Deras adalah Rp500.000.000.
Pajak tersebut akan dipungut oleh pemerintah daerah setempat. 
PAJAK ROKOK
A. Pengertian Pajak Rokok

Pajak rokok sendiri memiliki pengertian berbeda dengan cukai rokok,


baik dari cara pungutan maupun besaran pungutannya. Pajak rokok dapat
diartikan sebagai pungutan atas cukai yang dipungut pemerintah.

Sementara, cukai rokok adalah pungutan terhadap rokok dan produk


tembakau lainnya, termasuk cigaret, cerutu dan rokok
daun. Pembebanannya pun berbeda. Kalau cukai rokok dibebankan kepada
perokok, sementara pajak rokok dibebankan kepada produsen rokok.
CONTOH PERHITUNGAN
Perhitungan pajak rokok yang digunakan dewasa ini adalah menggunakan pengukuran
berdasarkan harga jual eceran atau HJE. Misalnya, kalau HJE rokok dipatok Rp 1.000 per
batang, maka penghitungannya adalah sebagai berikut:

● Cukai rokok:
40% X Rp 1.000 = Rp 400
● Pajak rokok:
10% x Rp 400 = Rp 40

Nah, Rp 40 inilah yang masuk dalam kas pemerintah daerah. Jadi, bayangkan saja berapa
besar pajak rokok yang diterima daerah setiap tahunnya. Tentu besar sekali, sebab bisa dibilang
Indonesia merupakan surga perokok, di mana angka penjualan rokok sangat tinggi.
B. Pemanfaatan Pajak Rokok

Dalam Perpres No. 28 Tahun 2018 tentang JKN, pemerintah


menetapkan mekanisme pemungutan pajak rokok untuk JKN.
Mekanismenya, dari 50% pajak rokok untuk daerah, sebanyak 75% akan
diambil pemerintah pusat untuk disalurkan ke program JKN.

Sebelumnya, melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor


102/PMK.07 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran
Pajak Rokok, pemerintah daerah telah diwajibkan untuk mengalokasikan
50% dari pajak rokok untuk mendanai pelayanan kesehatan.
C. Potensi Pajak Rokok untuk BPJS
Kesehatan
Kemenkeu menyatakan pemotongan pendapatan pajak rokok dari pemerintah daerah
berpotensi memberikan kontribusi sebesar Rp 1,1 triliun untuk BPJS Kesehatan. Pemotongan
pendapatan pajak rokok hanya diperuntukkan bagi daerah yang belum melaksanakan integrasi
Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ke BPJS Kesehatan.
Mengacu pada data Kemenkeu, per Juni 2018 terdapat 289 daerah dari 542 pemerintah
daerah, baik kabupaten, kota maupun provinsi yang belum sepenuhnya menjalankan kewajiban
tersebut. Di antara 289 daerah tersebut bahkan ada 22 pemerintah daerah yang sama sekali
belum mengintegrasikan Jamkesda dengan BPJS Kesehatan.
Semoga dengan peraturan baru mengenai pajak rokok ini, defisit BPJS Kesehatan bisa
segera teratasi sekaligus membuat fungsi pelayanan kesehatan kepada masyarakat menjadi lebih
baik lagi.
TARIF PAJAK
AIR
PERMUKAAN
DAN PAJAK
ROKOK
A. Tarif Pajak Air Permukaan Provinsi Jawa
Tengah
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 tahun
2011 tentang Pajak Daerah Provinsi Jawa Tengah, tarif Pajak Air Permukaan di
tetapkan sebesar 10%.

Bagi Hasil PAP menurut Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Tengah Nomor 21
Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak
Daerah Provinsi Jawa Tengah ditetapkan sebesar 50% untuk kabupaten/kota yang
dihitung secara proporsional dan tertimbang dengan memperhatikan unsure luas
wilayah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, PAD, obyek PAP dan realisasi
tahun sebelumnya.
B. Tarif Pajak Rokok Provinsi Jawa Tengah
Sesuai dengan Pasal 2 Ayat (2) Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 23 Tahun 2014,
yaitu Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok.

Bagi hasil sesuai dengan Pasal 7 Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 23 Tahun 2014
:
1. Realisasi penerimaan Pajak Rokok dibagihasilkan kepada Kabupaten/Kota sebesar 70%
(tujuh puluh persen).
2. Bagi Hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur:

● Sebesar 70% (tujuh puluh persen) berdasarkan realisasi yang diperhitungkan


dari rasio jumlah penduduk Kabupaten/Kota terhadap penduduk Daerah; dan
● Sebesar 30% (tiga puluh persen) secara tertimbang yang dibagi rata kepada
Kabupaten/Kota.
A. Tarif Pajak Air Permukaan Provinsi Jawa
Barat
Sesuai dengan Pasal 9 Ayat (1) Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2013,
yaitu Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen).

Bagi hasil sesuai dengan Pasal 15 Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2013 :
1. Sebagian hasil penerimaan Pajak Air Permukaan setelah dikurangi insentif pemungutan dari
realisasi penerimaan,diperuntukkan bagi Kabupaten/Kota, sebesar 50% (lima puluh persen).
2. Khusus untuk penerimaan Pajak Air Permukaan dari sumber air yang berada pada 1 (satu)
wilayah Kabupaten/Kota, hasil penerimaan Pajak Air Permukaan diserahkan kepada
Kabupaten/Kota yang bersangkutan,sebesar 80% (delapan puluh persen).
B. Tarif Pajak Rokok Provinsi Jawa Barat
Sesuai dengan Pasal 7 Ayat (1) Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2014, yaitu Tarif
Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok.
Besaran pajak rokok yang terhutang dihitung dengan cara perkalian tarif pajak rokok dengan dasar
pengenaan pajak rokok.

Bagi hasil sesuai dengan Pasal 15 Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2014 :
1. Realisasi penerimaan pajak rokok dibagihasilkan dengan proporsi 30% (tiga puluh persen) bagian
Pemerintah Daerah dan 70% (tujuh puluh persen) bagian Pemerintah Kabupaten/Kota.
2. Proporsi bagi hasil pajak rokok ke Kabupaten/ Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan berdasarkan rasio jumlah penduduk Kabupaten/Kota terhadap jumlah penduduk di
Daerah.
3. Jumlah penduduk Kabupaten/Kota dan jumlah penduduk Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dihitung berdasarkan jumlah hasil sensus tahun terakhir yang dikeluarkan secara resmi
oleh Badan Pusat Statistik
THANK YOU

ANY QUESTION?

Anda mungkin juga menyukai