Anda di halaman 1dari 11

Mampu

memahami
dan
menjelaskan
amaliyah
nahdliyah
3B Manajemen Malam
1 2 3
Rif’atul Khasanah Feni Firdayatul A. Putri Arbaina Maulidya

241219068 241219085 241219071


B. Menjelaskan dalil tentang Ubudiyah dan Tradisi NU
Dalil Qunut Subuh

Diriwayatkan dari Anas bin Malik R.A “Beliau berkata, “Rasulullah senantiasa membaca qunut ketika shalat subuh sehingga
beliau wafat.” (HR. Ahmad). Imam An-Nawawi rahimahullah, di dalam kitab Al-Adzkar telah menyebutkan :
‫ ل َ ْمـ يَ َز ْلـ يَقْن ُ ُتـ ِفـي ال ُّصـبْ ِح َح ّت َى‬،‫عل َيْ ِهـ َو َسـل َّ َم‬ َ ‫ " أ َ ـَ ّن َر ُسـ‬:‫عن ْ ُهـ‬
َ ‫ول الل ِهـ َصـلَّى الل ُهـ‬ َ ‫ع ْنـ أَن َ ٍسـ َر ِض َيـ الل ُهـ‬
َ ‫ أ َ َّـن الْقُنُو َتـ ِفـي َصـال َ ِة ال ُّصـبْ ِح ُسـن ّ َ ٌة ِلل َْح ِديْ ِثـ ال ّ َصـ ِحيْ ِح ِفيْ ِهـ‬،‫عل َ ْمـ‬
ْ ‫ِإ‬
‫صحيح‬
ٌ ‫حديث‬
ٌ : ‫ وقال‬،‫ رواه الحاكـم أبـو عبد اللـه في كتاب األربعيـن‬."‫الدنْيَا‬ ُّ ‫ار َق‬ َ ‫ َف‬. Ketahuilah, sesungguhnya qunut di dalam sholat shubuh adalah
sunnah, karena ada hadits yang shohih di dalamnya dari Anas r.a, : “Sesungguhnya Rasulullah SAW, tidak henti-hentinya
melakukan qunut di dalam sholat shubuh, sehingga beliau meninggal dunia”. (H.R. Al-Hakim Abu Abdillah di dalam kitab Al-
Arbain). Dan beliau berkata : Hadits ini adalah shohih.
Dalil Tarawih 20 Rakaat
beberapa tabiin meriwayatkan pengerjaan salat tarawih dengan jumlah 20 rakaat pada masa pemerintahan Umar bin
Khattab. Yazid bin Rauman menyebutkan, "Umat Islam di masa Umar beribadah di malam bulan Ramadan dengan 23
rakaat" (al-Muwatha’ Malik, 1/115). Sedangkan Yahya bin Said al-Qathan menyatakan, "Umar memerintahkan seseorang
menjadi imam salat Tarawih dengan umat Islam sebanyak 20 rakaat" (Riwayat Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannaf, 2/163).
Imam al-Tirmidzi sendiri pernah berkata, "Mayoritas ulama mengikuti riwayat Umar, Ali dan sahabat Rasulullah yang
lainnya sebanyak 20 rakaat. Ini adalah pendapat al-Tsauri, Abdullah bin Mubarak dan al-Syafii. Al-Syafii berkata: Seperti
ini yang saya jumpai di Negeri kami Makkah. Umat Islam salat 20 rakaat" (Sunan al-Tirmidzi 3/169). Sedianya
berdasarkan yang dikatakan Nabi SAW, Ustaz Adi menyatakan, salat tarawih itu tidak ada ketentuan khusus berapa
jumlah rakaatnya. Sebab hal ini diperkuat berdasarkan pendapat tentang jumlah rakaat tarawih yang fleksibel
berdasarkan sejarahnya dan beberapa hadis. "Keterangan hadis ini bahwa salat malam khususnya yang ditunaikan dalam
malam ramadan, dari segi jumlah bilangannya nabi tidak memberikan batas spesifik yang langsung disebutkan. Nabi
memberikan dasar dengan menunaikan 2 rakaat-2 rakaat, sampai sebelum waktu fajar tiba tutup dengan satu rakaat
witir," kata Ustaz Adi menjabarkan. "(Tapi semisal) Umar bin Khattab (salat tarawij) 23 rakaat, jangan Anda katakan 'ikut
Umar (atau) ikut Nabi?' Awas, hati-hati karena gak mungkin ada bertentangan, gak mungkin Umar mengerjakan yang
menyalahi perintah Nabi SAW. Jadi cara bacanya bukan membenturkan tapi adalah menggabungkan dalil sehingga kita
mendapatkan keutamaannya," ujarnya.
 Dalil Pujian Sebelum Sholat
Membaca pujian yang berisi shalawat dan zikir kepada Allah antara adzan dan iqamah hukumnya diperbolehkan. Tidak ada larangan
dalam Islam untuk membaca pujian sebelum melaksanakan shalat berjemaah. Bahkan hal itu dianjurkan jika bertujuan menunggu dan
memanggil masyarakat sekitar untuk datang berjemaah.
Selain itu, secara umum, melantunkan pujian di dalam masjid, termasuk sebelum melaksanakan shalat berjemaah, hukumnya
diperbolehkan. Menurut ulama Hanafiyah, membaca pujian di dalam masjid jika pujian tersebut berisi shalawat, zikir, peringatan dan
hikmah, maka hal itu termasuk perbuatan hasan atau baik, tidak dilarang dalam Islam.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Fiqh ala Al-Madzahib Al-Arba’ah berikut;
‫ الشعر في المسـجد ان كان مشتمال على مواعظ وحكم وذكر نعمة الله وصفة المتقين فـهو حسن‬: ‫الحنفية قالوا‬
Ulama Hanafiyah berkata, ‘Melantunkan syair atau pujian jika pujian itu berisi peringatan, hikmah dan menyebut nikmat Allah dan sifat-
sifat orang-orang yang bertakwa, maka hal itu adalah baik. Ulama Malikiyah juga berpendapat sama dengan ulama Hanafiyah. Mereka
mengatakan bahwa selama pujian tersebut berisi pujian kepada Allah dan Nabinya atau mengajak kepada kebaikan, maka hal itu
termasuk perbuatan yang baik. Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Fiqh ala Al-Madzahib Al-Arba’ah berikut;
‫ انشاد الشعر في المسجد حسـن ان تضمن ثناء على الله او على رسوله او حثا على خير واال فال يجوز‬: ‫المالكية قالوا‬
Ulama Malikiyah berkata, ‘Melantunkan syair atau pujian di dalam masjid adalah baik jika berisi pujian kepada Allah dan Rasul-Nya,
atau mengajak kepada kebaikan. Jika berisi demikian, maka tidak boleh.
Melalui penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa membaca pujian di dalam masjid, termasuk sebelum melaksanakan shalat berjemaah,
hukumnya diperbolehkan. Selama pujian tersebut berisi shalawat, zikir dan ajakan kebaikan, maka tidak masalah melantunkan syair dan
pujian di dalam masjid.
Dzikir Berjamaah
Berdoa bersama kalau yang dimaksud adalah satu orang berdoa sedangkan yang lain mengamini, maka ini ada 2 keadaan:
Pertama: Hal tersebut dilakukan pada amalan yang memang disyariatkan doa bersama, maka berdoa bersama dalam keadaan seperti ini disyariatkan seperti di dalam shalat Al-Istisqa’ (minta hujan), dan Qunut.
Kedua: Hal tersebut dilakukan pada amalan yang tidak ada dalilnya dilakukan doa bersama di dalamnya, seperti berdoa bersama setelah shalat fardhu, setelah majelis ilmu, setelah membaca Al-Quran dll, maka ini
boleh jika dilakukan kadang-kadang dan tanpa kesengajaan, namun kalau dilakukan terus-menerus maka menjadi bid’ah.
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya:
‫يكره أن يجتمع القوم يدعون الله سبحانه وتعالى ويرفعون أيديهم؟‬
“Apakah diperbolehkan sekelompok orang berkumpul, berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dengan mengangkat tangan?”
Maka beliau mengatakan:
‫ إال أن يكثروا‬،‫ما أكرهه لإلخوان إذا لم يجتمعوا على عمد‬
“Aku tidak melarangnya jika mereka tidak berkumpul dengan sengaja, kecuali kalau terlalu sering.” (Diriwayatkan oleh Al-Marwazy di dalam Masail Imam Ahmad bin Hambal wa Ishaq bin Rahuyah 9/4879)
Berkata Al-Marwazy:
‫ أن ال يتخذونها عادة حتى يعرفوا به‬:‫ يقول‬:‫وإنما معنى أن ال يكثروا‬
“Dan makna “jangan terlalu sering” adalah jangan menjadikannya sebagai kebiasaan, sehingga dikenal oleh manusia dengan amalan tersebut.” (Masail Imam Ahmad bin hambal wa Ishaq bin Rahuyah 9/4879).
Adapun dzikir bersama, dipimpin oleh seseorang kemudian yang lain mengikuti secara bersama-sama maka ini termasuk bid’ah, tidak ada dalilnya dan tidak diamalkan para salaf. Bahkan mereka mengingkari dzikir
dengan cara seperti ini, sebagaimana dalam kisah Abdullah bin Mas’ud ketika beliau mendatangi sekelompok orang di masjid yang sedang berdzikir secara berjamaah, maka beliau mengatakan:
‫اب َضالَل َةٍ ؟‬ ُ ‫ح َّم ٍد ؟! أ َ ْو ُمفْتَ ِت‬
َ َ‫حوا ب‬ َ ‫هِيأ َ ْه َدى مِ ْن مِ ل ّ َ ِة ُم‬
َ ٍ‫ ِإنَّك ُْم ل ََعل َى مِ لَّة‬، ‫ َوال ّ َ ِذي نَفْ ِسي فِي ي َ ِد ِه‬، ‫ َوآ ِنيَتُ ُه ل َْم تُك َْس ْر‬،‫ َو َه ِذ ِه ِثيَابُ ُه ل َْم تَبْ َل‬،‫ون‬
َ ‫حابَ ُة نَب ِِي ّك ُْم صلى الله عليه وسلم ُمتَ َواف ُِر‬ َ ‫حك ُْم يَا أ ُ َّم َة ُم‬
َ ‫ َه ُؤال َ ِء َص‬، ‫ َما أ َ ْس َر َع َهلَك َ ِتك ُْم‬، ‫ح َّم ٍد‬ َ ‫َما َه َذا ال ّ َ ِذي أ َ َراك ُْم تَ ْصن َ ُع‬
َ ْ ‫ون؟ … َوي‬
“Apa yang kalian lakukan?! Celaka kalian wahai ummat Muhammad, betapa cepatnya kebinasaan kalian, para sahabat nabi kalian masih banyak, dan ini pakaian beliau juga belum rusak, perkakas beliau juga belum
pecah, demi Dzat yang jiwaku ada di tangannya, kalian ini berada dia atas agama yang lebih baik dari agama Muhammad, atau kalian sedang membuka pintu kesesatan? (Diriwayatkan oleh Ad-Darimy di dalam
Sunannya no. 2o4, dan dishahihkan sanadnya oleh Syeikh Al-Al-Albany di dalam Ash-Shahihah 5/12)
Berkata Asy-Syathiby rahimahullahu:
‫فإذا ندب الشرع مثال إلى ذكر الله فالتزم قوم االجتماع عليه على لسان واحد وبصوت أو في وقت معلوم مخصوص عن سائر األوقات ـ لم يكن في ندب الشرع ما يدل على هذا التخصيص الملتزم بل فيه ما يدل على خالفه ألن التزام األمور غير الالزمة شرعا شأنها أن تفهم‬
‫التشريع وخصوصا مع من يقتدى به في مجامع الناس كالمساجد‬
“Jika syariat telah menganjurkan untuk dzikrullah misalnya, kemudian sekelompok orang membiasakan diri mereka berkumpul untuknya (dzikrullah) dengan satu lisan dan satu suara,atau pada waktu tertentu yang
khusus maka tidak ada di dalam anjuran syariat yang menunjukkan pengkhususan ini,justru di dalamnya ada hal yang menyelisihinya, karena membiasakan perkara yang tidak lazim secara syariat akan dipahami
bahwa itu adalah syariat, khususnya kalau dihadiri oleh orang yang dijadikan teladan di tempat-tempat berkumpulnya manusia seperti masjid-masjid.” (Al-I’tisham 2/190)
Istighostah

• Ath-Thabarani meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah bersabda: ‫فـــا‬ ‫اــش َج ِر َ ِإ َذ‬َّ ‫يـــ ُق ُط ِم ْن َو َ ِرـق ل‬
‫يـــتُ ُب ْو َن َمـا َ ْس‬ْ ‫ـْح َف َظ ِة َ ك‬
َ ‫سوـى اـل‬ ِ ‫ي ا َ ْـأل ِر‬
َ ‫ض‬ َِ ‫ِ َّإـن ل ِلـــهـ َم‬
‫الئـ َك ًة ِ ْفـــ‬
‫اــزـار واـبـن ُّلاــسـ ِِن ّ)يـ‬
‫اتورواـهـ أيـضـا ّلب‬
‫جاــهـ قـثــــ‬ :ّ ‫اــط َب ِر ّاـنـيوـقاـل لاــحافـظ لاــ‬
‫هيثمي رـ ل‬ َ ‫فـــُنَا ِد َأـ ِعيْنُ ْوا ِع َب‬
ِ ‫اد ل‬ َ
‫ع ْرـ َج ٌةـ ِ أ ْ ٍر‬ َ ‫صـاب َأـ َح َد ُ ْكـمـ‬ َ
ّ‫ل‬ ‫اــهـ( رـواـهـ‬ ‫فـــٍةـ َ ل ْي‬
‫ال‬
َ َ‫بــــض‬ َ ‫ أَـ‬Maknanya: “Sesungguhnya
Allah memiliki para malaikat di bumi selain hafazhah yang menulis daun-daun yang berguguran, maka jika kalian ditimpa kesulitan di
suatu padang maka hendaklah mengatakan: tolonglah aku, wahai para hamba Allah” (HR ath-Thabarani dan al Hafizh al Haytsami
mengatakan: perawi-perawinya tepercaya, juga diriwayatkan oleh al-Bazzar dan Ibnu as-Sunni) Hadits ini dinilai hasan oleh al Hafizh
Ibnu Hajar dalam al Ama-li. Faedah Hadits: Hadits ini menunjukkan dibolehkannya beristi’anah dan beristighotsah dengan selain Allah,
yaitu para shalihin meskipun tidak di hadapan mereka dengan redaksi nida’ (memanggil). An-Nawawi setelah menyebutkan riwayat Ibnu
as-Sunni dalam kitabnya al-Adzkar mengatakan: “Sebagian dari guru-guruku yang sangat alim pernah menceritakan bahwa pernah suatu
ketika lepas hewan tunggangannya dan beliau mengetahui hadits ini lalu beliau mengucapkannya maka seketika hewan tunggangan
tersebut berhenti berlari, Saya-pun suatu ketika bersama suatu jama’ah kemudian terlepas seekor binatang mereka dan mereka bersusah
payah berusaha menangkapnya dan tidak berhasil kemudian saya mengatakannya dan seketika binatang tersebut berhenti tanpa sebab
kecuali ucapan tersebut.” Ini menunjukkan bahwa mengucapkan tawassul dan istighotsah tersebut adalah amalan para ulama ahli hadits
dan yang lainnya.
C. Tradisi NU
Dalil Maulid Nabi
Berdasarkan Quran surat Al A'raf ayat 157, Allah SWT berfirman mengenai keutamaan memuliakan dan mencintai Nabi Muhammad
SAW sebagai berikut

Arab:‫بــث َ َوـيـ َض ُعـ‬ ِٕ‫خۤ َ ِـٕى‬


َٰ ‫تُويـ َح ِ ّر ُم َعل َيْ ِه ُمـ ـْاـل‬ َ ٰ‫اــطيّ ِِب‬
َّ ‫لـــمـ ل‬
ُ ‫ل ُه‬ َ ‫ح‬ ‫ىه ْمـ َعِن اـل ُـْمنْك َِر َ ُويـ ُ ِّـ‬
ُ ‫عـ ْر ِوـف َ َوـيـن ْ ٰه‬ُ ْ ‫بــــ‬ ‫اــ ْ َٰورـى ِةـ َواـلْاِ ْنـجِ يِْل َ ْأـ ُم‬
‫يـــ ُر ُه ْمـ ِ ال َـْم‬ ‫فـــ ل ّت‬ ‫ج ُ ْد َو ٗنـهـ َمكْتُ ْوبًـا ِعنْ َدـ ُه ْمـ ِـ ى‬ ِ َ ‫يل َّ ِذ ْي‬
‫يـــ‬ ‫اــ َبّـِي ال ُْ ِ َّاـّـمـ ا‬ ‫َاـل َّ ِذ ْ َيـن َ تَّب‬
َّ ‫يـــ ُِعـْ َون ال َّرـ ُسـ َْول لن‬
‫كه ُم اـل ُـْم ْفلِ ُح ْ َون‬ ِٕ‫اــ ُْو َر اـل ّ َ ِذ ْ ٓي اُن ْ ِ َزل َم َع ٗ ٓهـ ۙا ُ ٰۤ َ ِـٕى‬
ُ ‫ولــ‬ ّ‫ع َّ ُزْرـوُـهـ َ َو َنـصـ ُ ْروُـهـ َواـتَّبَ ُعـوا لن‬
َ ‫بــــ َوـ‬ َّ ‫تل َيْ ِه ْمۗ َ ال‬
‫فـــ ِذ ْ َيـن ٰ َاـمـنُ ْوا ِ ٖهـ‬ ‫صرـ ُه ْم َوـالْا ْـَغ َل ٰل ّ َالـ ِت ْي كـَا ْ َنـ َع‬ َ ْ ‫َعن ْ ُه ْم ِاـ‬

Latin: allażīna yattabi'ụnar-rasụlan-nabiyyal-ummiyyallażī yajidụnahụ maktụban 'indahum fit-taurāti wal-injīli ya`muruhum bil-ma'rụfi
wa yan-hāhum 'anil-mungkari wa yuḥillu lahumuṭ-ṭayyibāti wa yuḥarrimu 'alaihimul-khabā`iṡa wa yaḍa'u 'an-hum iṣrahum wal-
aglālallatī kānat 'alaihim, fallażīna āmanụ bihī wa 'azzarụhu wa naṣarụhu wattaba'un-nụrallażī unzila ma'ahū ulā`ika humul-mufliḥụn
Artinya: (Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di
dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang
menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan
belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti
cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang beruntung.
Selain itu, dikutip dari buku 'Maulid dan Ziarah ke Makam Nabi' karya Syekh Muhammad Hisyam Kabbani berdasarkan hadist riwayat
Muslim, dari Abu Qatadah ia berkata bahwa Nabi Muhammad SAW pernah ditanya mengenai puasa di hari Senin. Lalu, beliau bersabda,
"Itu adalah hari di mana aku dilahirkan."
Dalil tersebut menjadi salah satu acuan bahwa pentingnya memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan bentuk
peribadatan.
Dalil Halal bi Halal
ada satu hadis yang sangat jelas bahwa Nabi saw. menyuruh kita semua untuk ber halal bi halal. Hadisnya adalah sebagai berikut.

‫ع َم ٌلـ َصـالِ ٌح أ ُ ِخ َذ ِمن ْ ُه‬


َ ‫ار َول َا ِد ْر َه ٌمـ ِإ ْنـ كَا َنـ ل َ ُهـ‬ َ َ‫عل َيْ ِهـ َو َسـل َّ َم َم ْنـ كَان َ ْتـل َ ُهـ َم ْظل ََم ٌةـ لِأ َ ِخي ِهـ ِم ْنـ ِع ْرـ ِض ِهـأ َ ْو َش ْي ٍءـ َفل ْيَت‬
ٌ َ ‫حلَّل ْ ُهـ ِمن ْ ُهـ ال ْيَ ْو َمـ قَبْ َلـ أ َ ْنـل َا يَك ُو َنـ ِدين‬ َ ‫ول الل َِّهـ َصـلَّى الل َّ ُهـ‬ َ ‫َع ْنـأ َ ِبـي ُه َري ْ َر َةـ َر ِض َيـ الل َّ ُهـ‬
ُ ‫عن ْ ُهـ قَا َلـ قَا َلـ َر ُسـ‬
‫َح ِم َل َعل َيْ ِه رواه البخاري‬ ُ ‫احب ِِه ف‬ ِ ‫ات َص‬ ِ َ‫اتأ ُ ِخ َذ ِم ْن َس ِيّئ‬ ٌ َ ‫ ِبقَ ْدِرـ َم ْظل ََم ِت ِه َو ِإ ْن ل َْم تَك ُْن ل َُه َح َسن‬.

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang mempunyai tanggungan kepada saudaranya baik berupa harta benda atau sesuatu yang
lainnya, maka mintalah halal darinya hari ini juga, sebelum dinar dan dirham tidak berlaku lagi, jika tidak maka ketahuilah bahwa orang yang punya tanggungan
pada orang dan belum terselesaikan di dunia, maka di hari hisab kebaikannya diberikan pada orang yang didzalimi di dunia, jika amal baiknya habis, maka amal
buruk orang yang didzaliminya. dilimpahkan padanya. HR. Al-Bukhari.
Di dalam hadis tersebut, Nabi saw. sangat jelas bersabda “Falyatahallalhu/ maka mintalah halal kepadanya”. Beliau memerintahkan kepada kita agar segera
meminta halal kepada saudara kita atas segala barang, tindakan, perilaku, atau ucapan yang tidak berkenan kepada sesama saudara kita. Mungkin kita pernah
menggunakan barang saudara kita atau memiliki tanggungan hutang kepada saudara kita, maka segeralah clear kan dengannya. Bayarlah hutang Anda. Atau
tanggungan berupa pernah menyakiti hati saudara kita, maka segeralah minta halal kepada mereka dengan cara meminta maaf.
Mengapa demikian? Di dalam hadis tersebut, Nabi saw. menyebutkan sebelum semuanya terlambat. Karena di akhirat atau hari Kiamat nanti, kita tidak lagi
mampu membayar hutang kita kepada saudara kita, karena mata uang sudah tidak lagi berlaku. Permintaan maaf atas segala hal yang pernah kita lakukan kepada
sesama saudara kita pun sudah terlambat, karena di hari Kiamat, yang berlaku hanyalah pembalasan.
Maka, di hari Kiamat itu, kita tetap dituntut membayar atas segala hutang atau tindakan kejahatan kita kepada saudara kita dengan cara memberikan amal baik
kita kepadanya. Jika amal baik yang kita miliki habis atau bahkan kita tidak memiliki amal shalih atau kebaikan, maka sebagai gantinya adalah amal keburukan
saudara kita tersebutlah yang akan dilimpahkan kepada kita. Na’udzubillahi min dzalik.

Anda mungkin juga menyukai