Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

RHINITIS VASOMOTOR

Anjani Putri Salsabila (1102015029)


Pembimbing: dr. Arroyan Wardhana, Sp.THT-KL
IDENTITAS PASIEN KELUHAN
UTAMA RIWAYAT PENYAKIT
SEKARANG

hidung tersumbat
Nama : Tn. A sebelah kanan dan kiri Pasien datang dengan keluhan hidung tersumbat pada sebelah
kanan dan kiri secara bergantian yang dirasakan oleh pasien
Jenis Kelamin : Laki-laki terus menerus sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan ini bertambah
Usia : 30 tahun berat terutama saat pasien berada di tempat dengan cuaca atau
Alamat : Jakarta Timur suhu yang dingin terutama saat pagi hari, keluhan bertambah
berat jika pasien menggunakan pendingin seperti air conditioner
Pekerjaan : Pegawai (AC. Selain hidung tersumbat, pasien juga mengeluh pilek yang
Tanggal Pemeriksaan: 30 tidak kunjung membaik. Keluar ingus bening dari hidung yang
juga memberat saat terkena udara dingin. Keluhan gatal pada
Agustus 2020 hidung disangkal, nyeri pada hidung maupun mimisan
disangkal.

Pasien juga mengeluh hidungnya tidak dapat menghidu kecuali aroma yang
menyengat seperti perfume. Pasien tidak mengeluh batuk, pasien juga
mengatakan sering pilek kambuh-kambuhan terutama kambuhnya jika
terkena udara dingin. Pasien mengaku keluhannya ini membuat dirinya
merasa tidak nyaman karena sulit untuk bernapas. Pasien belum pernah
minum obat untuk mengatasi keluhannya. Keluhan seperti hidung dan mata
terasa gatal disangkal oleh pasien, demam, nyeri pada wajah dan dahi, nyeri
tenggorokan, nyeri pada telinga, nyeri menelan serta riwayat alergi, maupun
sakit gigi disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak memiliki riwayat alergi

Keluarga pasien ada yang memiliki


Riwayat Penyakit Keluarga riwayat alergi yaitu ibu kandung
pasien.

Pasien memiliki riwayat kebiasaan


Riwayat Kebiasaan
merokok setiap harinya.

Pasien belum mengobati keluhannya.


Riwayat penggunaan obat
Riwayat Pengobatan antihipertensi, B blocker, aspirin, CPZ
(-)
Bagian Kelainan Auric
Dextra Sinistra
Bentuk Telinga Normotia

Pemeriksaan Fisik Aurikula Kelainan Kongenital

Peradangan
-
-
-
-
- -
Massa
Keadaan umum : Tampak sakit ringan - -
Nyeri Tarik
Kesadaran : Composmentis - -
Tanda Vital : Nyeri tekan tragus
Frekuensi nadi : 110/80 mmHG Preaurikuler & Kelainan Kongenital - -
Frekuensi napas : 20x/menit Retroaurikuler Peradangan - -
Suhu : 36,8oC Edema - -
Tekanan darah : 90x/menit Massa - -
Sikatrik - -
  Fistula   - -
Pembesaran KGB   - -

Status Generalis: Dalam Batas Nyeri Tekan   - -

Normal Liang telinga luar Kelainan Kongenital   - -


Peradangan  
Edema -   -
Massa  
Fistula -   -
Kelainan kulit  
Sekret -   -
Serumen  
Membran Kondisi Cone of light   Arah jam 5 Arah jam 7
Pemeriksaan Kavum Nasi
Dextra Sinistra
Inspeksi  
Bentuk Simestris kanan dan kiri
Sikatrik - -
Hematom - -
Palpasi  
Nyeri Tekan sinus paranasal - -
Krepitasi - -
Massa - -
Rhinoscopy Anterior  
Cavum Nasi Sempit Sempit
Mukosa cavum nasi Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Sekret - -
Konka Inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)


Konka Media Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)


Meatus Inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Meatus Media Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Massa (-) Massa (-)


Septum anterior Deviasi (-) Deviasi (-)
Rhinoscopy Posterior  
Nasofaring Hiperemis (+)
Postnasal drip -
Konka Superior Hiperemis (-) Hipertrofi (-)
Kelenjar adenoid Hiperemis (-) Hipertrofi (-)
Pemeriksaan Kondisi

Faring & Rongga Mulut  

Bibir Sianosis (-)

Mukosa Mulut Hiperemis

Lidah Normal
Pemeriksaan Penunjang

Gusi Normal

Gigi Berulubang Normal

Palatum Durum Hiperemis (-)


Saran Pemeriksaan IgE
Palatum Mole Hiperemis (-)

Uvula Hiperemis (-), Deviasi (-)

Arkus Faring Hiperemis (-), Deviasi (-)

Tonsil T1 – T1, Hiperemis (-)

Hipofaring & Laring Tidak dilakukan pemeriksaan


Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis
Diagnosis
banding

Rhinitis Vasomotor Rhinitis Alergika


Tatalaksana

Non medikamentosa Medikamentosa

Edukasi untuk menghindari pencetus – Flutikason furoat (nasal spray) 2 x


(udara dingin) spray II
– Loratadine 10 mg 2x1
(Antihistamin)
Prognosis

– Quo ad vitam : Ad bonam


– Quo ad functionam : Dubia ad bonam
– Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
RHINITIS VASOMOTOR
Anatomi Hidung
RHINITIS VASOMOTOR

Suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan,
hipertiroid), dan pajanan obat (kontrapsepsi oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin dan obat topikal hidung
dekongestan)

Etiologi

Epidemiologi
• 30 – 60 % dari kasus rinitis Obat-obatan yang Faktor endokrin Faktor fisik

 keadaan kehamilan,  iritasi oleh asap rokok, udara


sepanjang tahun merupakan menekan dan
dingin, kelembaban udara yang
kasus rinitis vasomotor pubertas, pemakaian
menghambat kerja tinggi dan bau yang merangsang
• Usia dewasa, muncul di usia pil kbl dan
saraf simpatis
30-60 tahun hipotiroidisme. Faktor psikis
 stress, ansietas dan fatigue
Patofisiologi
1. Neurogenik (disfungsi sistem
otonom) 3. Nitrik Oksida
2. Neuropeptida
Pada keadaan normal tonus simpatis Kadar nitrik oksida (NO) yang tinggi dan
ini berfluktuasi sepanjang hari yang Peningkatan rangsangan terhadap persisten di lapisan epitel hidung dapat
menyebabkan adanya peningkatan
saraf sensoris serabut C di hidung menyebabkan terjadinya kerusakan atau
tahanan rongga hidung yang
bergantian setiap 2-4 jam. Keadaan  pelepasan neuropeptida seperti nekrosis epitel, sehingga rangsangan non
ini disebut sebagai ” siklus nasi ”. spesifik berinteraksi langsung ke lapisan
substance P dan calcitonin gene-
Dengan adanya siklus ini, seorang
related protein  peningkatan sub-epitel. Akibatnya terjadi peningkatan
akan mampu untuk dapat bernapas
dengan tetap normal melalui rongga reaktifitas serabut trigeminal dan
permeabilitas vaskular dan sekresi
hidung yang berubah-ubah luasnya recruitment refels vaskular dan kelenjar
kelenjar
mukosa hidung
Pada Rhinitis vasomotor terjadi
peningkatan aktivitas parasimpatis 
peningkatan sekresi hidung dan
vasodilatasi, sehingga terjadi kongesti 4. Trauma
hidung.
Akibat komplikasi jangka panjang dari trauma hidung melalui mekanisme
neurogenik dan/atau neuropeptida.
Gejala Klinis

Memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena


Hidung tersumbat dan rinore
adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab,
(paling umum)
rokok dan sebagainya

Dapat dijumpai keluhan adanya sekret


Keluhan bersin-bersin tidak begitu nyata
yang jatuh ke tenggorok (post nasal
bila dibandingkan dengan rinitis alergi
drip )

Tidak terdapat rasa gatal di hidung


dan mata.
Diagnosis

Pemeriksaan Pemeriksaan
Anamnesis
Fisik Penunjang

Rhinoskopi Anterior:
• Singkirkan rinitis infeksi, Pemeriksaan laboratorium
alergi, okupasi, hormonal • Edema mukosa hidung  menyingkirkan rinitis alergi.
• Konka berwarrna merah gelap atau
dan akibat obat.
merah tua, tetapi dapat pula pucat.
• Anamnesis dicari faktor • Permukaan konka dapat Skin Prick Test biasanya negatif.
yang mempengaruhi licin/berbenjol-benjol (hipertrofi). Kadar IgE spesifik tidak
timbulnya gejala. • Sekret mukoid, biasanya sedikit. meningkat
• Golongan rinore: sekret yang
ditemukan ialah serosa dan banyak
jumlahnya.
GAMBARAN KLINIS RHINIS ALERGI RHINITIS VASOMOTOR

Diagnosis Banding
Usia onset

Pencetus
< 30 tahun

Alergen
>30 tahun

Iritan, perubahan cuaca

Gejala Klinis    
Bersin Sering Jarang
Anosmia Jarang Jarang
Gatal pada mata Sering Jarang
Asma Sering Jarang
Diagnosis Banding
Idiosincrasi dengan aspirin Jarang Jarang

Laboratorium    
Sitologi hidung Banyak eosinophil Tidak ada eosinophil
Skin Tes + -
IgE total Elevasi Normal
CT-Sinus Biasanya normal Normal
Tatalaksana Simtomatis:
• Dekongestan oral,
• Cuci hidung dengan larutan garam fisiologis,
• Kauterisasi konka hipertrofi dengan larutan AgNO 3 25% atau triklor-asetat
pekat.
Menghindari stimulus atau • Kortikosteroid topikal 100-200 mikrogram. Dosis dapat ditingkatkan sampai
faktor pencetus
400 mikrogram sehari (min. selama 2 minggu.)
• Kortikosteroid topikal dalam larutan aqua (flutikason propionate,mometason
furoat) dengan pemakaian cukup 1x1 200 mg.
• Antikolinergik topikal (ipatropium bromida) untuk rinorea berat

Neurektomi n. Vidianus.
Operasi
Operasi tidaklah mudah, dapat menimbulkan komplikasi,
dengan cara bedah-beku, elektrokauter, atau
seperti sinusitis, diplopia, buta, gangguan, lakrimasi,
konkotomi parsial konka inferior.
neuralgia atau anestesis infraorbita dan palatum.
Prognosis

Prognosis dari rinitis vasomotor bervariasi. Penyakit kadang-kadang dapat


membaik dengan tiba –tiba, tetapi bisa juga resisten terhadap pengobatan yang
diberikan. Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan
rinore. Oleh karena golongan rinorea sangat mirip dengan rinitis alergi, perlu
anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya.
Daftar Pustaka
Rhinitis vasomotor http://www.icondata.com/health/pedbase/files/RHINITI1.HTM Vasomotor ( non allergic rhinitis ) :
http://www.regionalallergy.com/education/understanding/sinusitis/rhinitis/ rhinitis.html
Elise Kasakeyan. Rinitis Vasomotor. Dalam : Soepardi EA, Nurbaiti Iskandar, Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI, 1997. h. 107 – 8
Sunaryo, Soepomo S, Hanggoro S. Pola Kasus Rinitis di Poliklinik THT RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 1998. Disampaikan pada
Kongres Nasional Perhati XII, Semarang, 28 - 30 Oktober, 1999.
Becker W, Naumann H H, Pfaltz C R. Ear, Nose, and Throat Diseases A Pocket Reference. 2nd ed. New York : Thieme Medical Publishers Inc,
1994. p. 210-3.
Jones AS. Intrinsic rhinitis. Dalam : Mackay IS, Bull TR, Ed. Rhinology. Scott- Brown’s Otolaryngology. 6th ed. London : Butterworth-
Heinemann, 1997. p. 4/9/1 – 17.
Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis. Dalam : Byron J, Bailey JB,Ed. Otolaryngology Head and Neck Surgery. Philadelphia: Lippincott Comp,
1993.p. 269 – 87
Damayanti Soetjipto, Endang Mangunkusumo. Hidung. Dalam : Soepardi EA, Nurbaiti Iskandar , Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-
3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1997. h. 89 – 95.
Ballenger JJ. Aplikasi Kilinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal. Dalam : Ballenger JJ, Ed.Penyakit THT Kepala & Leher, Jilid
1, Edisi ke –13. Jakarta : Binarupa Aksara, 1994 . h. 1 – 25
Segal S, Shlamkovitch N, Eviatar E, Berenholz L, Sarfaty S, Kessler A. Vasomotor rhinitis following trauma to the nose. Ann Otorhinolaryng
1999; 108:208

Anda mungkin juga menyukai